BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D. Pelaporan Informasi Sosial dan Pemilihan Kebijakan Akuntansi
Dalam penelitian akuntansi dibutuhkan penelitian terhadap hubungan bisnis dan masyarakat dalam rangka untuk mendefinisikan kembali peran dan tugas perusahaan dari ekonomi murni menuju ke institusi ekonomi sosial [Dierkes & Antal (1986), dalam Mangos & Lewis (1995)]. Mangos & Lewis (1995) mengatakan perlunya paradigma sosial-ekonomi untuk menganalisis pemilihan praktik akuntansi oleh manajemen. Dengan analisis ini maka akan dapat membantu manajemen memahami respon mereka terhadap masalah-masalah sosial-ekonomi dan hubungannya dengan nilai perusahaan, termasuk bagaimana manajemen akan mengambil keputusan terkait pengungkapan informasi sosial.
Pengungkapan sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting [Mathews (1995) dalam Sembiring (2005)] atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. al., 1987).
Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu pengungkapan wajib (Mandatory Disclosure) dan pengungkapan sukarela (Voluntary Disclosure). (Darrough, 1993 dalam Na’im dan Rakhman, 2000). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Adapun pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan tersebut. Menurut peraturan mengenai laporan keuangan yang ada di Indonesia hal semacam ini dimungkinkan.
Pengungkapan sosial perusahaan bersifat sukarela (voluntary disclosure), yaitu diungkapkan oleh perusahaan secara sukarela tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Standar pelaporan pertanggungjawaban sosial masih belum memiliki
standar yang baku, sehingga jumlah dan cara pengungkapan informasi sosial bergantung kepada kebijakan dari pihak manajemen perusahaan. Hal ini mengakibatkan timbulnya variasi luas pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan masing-masing perusahaan.
Karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan, karakteristik perusahaan merupakan prediktor luas pengungkapan [Lang and Lundholm (1993) dalam Anggraini (2006)]. Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu entitas dengan entitas lainnya. Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial diproksikan dalam ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas.
1. Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris adalah jumlah anggota dewan komisaris. Berkaitan dengan ukuran dewan komisaris, Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya.
2. Financial Leverage
Rasio leverage merupakan proporsi total hutang terhadap ekuitas pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur [Schipper (1981) dalam Marwata (2001) dan Meek, et al (1995) dalam Fitriany (2001)] Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah.
Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan. Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang biasanya berisi tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga tingkat
leverage tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal kerja dan ekuitas pemegang saham [Watt & Zimmerman (1990) dalam Scott (1997)]. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat leverage (rasio utang/ekuitas) semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi [Belkaoui & Karpik (1989) dalam Anggraini (2006)]. Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka
manajer harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial.
3. Ukuran Perusahaan
Bukti bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dipengaruhi oleh ukuran perusahaan telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya. Menurut Meek, Roberts dan Gray (1995) dalam Fitriani (2001) perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham dan analis, sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dari perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
Menurut Cowen et. al., (1987) dalam Sembiring (2005), secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas. Dari sisi tenaga kerja, dengan semakin banyaknya jumlah tenaga kerja dalam suatu perusahaan, maka tekanan pada pihak manajemen untuk memperhatikan kepentingan tenaga kerja akan semakin besar. Program berkaitan dengan tenaga kerja yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan, akan semakin banyak dilakukan oleh perusahaan. Hal ini
berarti program tanggung jawab sosial perusahaan juga semakin banyak dan akan diungkapkan dalam laporan tahunan.
4. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham [Heinze (1976) dalam Hackston & Milne (1996)]. Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial. Hackston & Milne (1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Belkaoui & Karpik (1989) mengatakan bahwa dengan kepeduliannya terhadap masyarakat (sosial) manajemen menghendaki untuk membuat perusahaan menjadi profitable. Vence (1975) dalam Belkaoui & Karpik (1989) mempunyai pandangan yang berkebalikan, bahwa pengungkapan sosial perusahaan justru memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut. Menurut Sembiring (2005):
Penelitian ilmiah terhadap hubungan profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memperlihatkan hasil yang sangat beragam. Akan tetapi Donovan dan Gibson (2000) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.