• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaporan Pajak Terutang .1 Dasar Hukum

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 32-38)

Dasar hukum dari pelaporan pajak terutang adalah :

1. Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang Nomor 6 1983 jo Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.

2. Pasal 3A Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.

3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ./1995 tanggal 6 Februari 1995 jo Nomor KEP-386/PJ./2002 tanggal 13 Agustus 2002.

4. Petunjuk Pelaksanaanya adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.53/1995 tanggal 16 Februari 1995.

II.5.2 Surat Pemberitahuan (SPT)

Berdasarkan Pasal 1 butir 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

II.5.3 Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, PKP wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dijelaskan bahwa Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas dan menandatanganinya. Dalam hal SPT Masa ditandatangani oleh orang lain selain yang disebutkan di atas, harus dilampiri Surat Kuasa Khusus. (Surat Kuasa Khusus untuk SPT Masa PPN dibuat per Masa Pajak dengan menyebut bulan yang bersangkutan, jadi tidak dapat dibuat untuk satu tahun buku).

Benar berarti, pengisian SPT sudah sesuai penghitungannya menurut undang-undang material (Undang-undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan Undang-undang-undang Nomor 18 Tahun 2000). Lengkap, berarti seluruh unsur dan lampiran yang disyaratkan telah diisi dengan lengkap dan SPT tersebut ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya. Jelas, berarti baik tulisan maupun angka yang ada di dalam SPT harus jelas dan terang sehingga tidak dapat ditafsirkan lain.

Berdasarkan penjelasan Pasal 3 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dalam mengisi SPT harus dinyatakan dalam mata uang rupiah (Rp) dan bahasa Indonesia dalam SPT induk dan lampirannya termasuk neraca dan daftar laba rugi. Penyajian angka-angka rupiah harus dinyatakan dan dibulatkan ke bawah dalam rupiah penuh.

Wajib Pajak atas izin Menteri Keuangan dapat menggunakan pembukuan dengan bahasa Inggris dan mata uang US dollar ($), tetapi di dalam SPT harus menggunakan bahasa Indonesia dan mata uang rupiah.

Menurut Pasal 3 ayat 6 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Dalam Pasal 3 ayat 7 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, SPT dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat 6.

Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, SPT Masa PPN Induk diisi dalam rangkap 2 (dua):

- Lembar ke-1 : untuk Kantor Pelayanan Pajak.

- Lembar ke-2 : sebagai pertinggal Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.Pada lembar ke-2 ini akan dibubuhi cap tanda terima SPT oleh petugas Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak.

Sedangkan lampiran SPT Masa PPN (Lampiran A1 s.d. B4 dan SPT Masa PPnBM diisi dalam rangkap 3 (tiga):

- Lembar ke-1 dan ke-3 : untuk Kantor Pelayanan Pajak.

- Lembar ke-2 : pertinggal Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.

Apabila SPT Masa PPN dikirimkan melalui Kantor Pos dan Giro, tanda bukti serta tanggal pengiriman surat tercatat dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Masa PPN adalah tanggal 20 Masa Pajak berikutnya. Jika terlambat menyampaikan SPT Masa PPN akan dikenakan sanksi

administrasi berupa denda sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) setiap bulan.

Apabila tanggal 20 jatuh pada hari Minggu atau hari libur, SPT Masa PPN harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya.

II.5.4 Fungsi SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai

Dalam memori penjelasan Pasal 3 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 digariskan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;

2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/ atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

II.5.5 Bentuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ/1995 tanggal 6 Februari 1995 jo Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-386/PJ/2002 tanggal 13 Agustus 2002, keterangan yang harus dilampirkan dalam SPT Masa PPN adalah sebagai berikut:

1) Formulir 1195 - SPT Masa PPN Induk.

2) Formulir 1195 A1 - Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM.

3) Formulir 1195 A2 - Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM Yang Tidak Dipungut/Ditunda/Ditangguhkan/ Dibebaskan/

Ditanggung Pemerintah (DTP).

4) Formulir 1195 A3 - Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

5) Formulir 1195 B1 - Daftar Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan.

6) Formulir 1195 B2 - Daftar Pajak Masukan dan PPnBM Yang Memperoleh Pembayaran Pendahuluan dari BAPEKSTA Keuangan.

7) Formulir 1195 B3 - Hasil Penghitungan Kembali Pajak Masukan Yang Telah Dikreditkan/ Tidak Dipungut/

Ditangguhkan/ Dibebaskan.

8) Formulir 1195 B4 - Daftar Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan.

Setiap PKP wajib menyampaikan SPT Masa Formulir 1195 dengan lampiran sekurang-kurangnya formulir pada angka 1) sampai dengan 6) dan angka 8).

II.5.6 Surat Pemberitahuan Tidak Lengkap

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-215/PJ./2001, Surat Pemberitahuan Tidak Lengkap adalah Surat Pemberitahuan yang pengisian dan lampirannya tidak memenuhi ketentuan formal. Surat Pemberitahuan dinyatakan tidak lengkap apabila memenuhi salah satu atau beberapa hal berikut:

1. Nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak tidak dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan.

2. Elemen Surat Pemberitahuan Induk dan lampiran tidak atau kurang lengkap diisi.

3. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani Wajib Pajak atau ditandatangani kuasa Wajib Pajak tetapi tidak dilampirkan dengan surat kuasa khusus.

4. Surat Pemberitahuan tidak atau kurang dilampiri dengan lampiran yang diisyaratkan termasuk media elektronik.

5. Surat Pemberitahuan kurang bayar tetapi tidak dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau Surat Keputusan Persetujuan Penundaan atau Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 29.

II.5.7 Pembetulan SPT

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, dengan syarat Dirjen Pajak belum memulai tindakan pemeriksaan.

Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%

sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat pembetulan SPT Masa terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT Masa tersebut.

Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam suatu laporan tersendiri atas hal-hal sebagai berikut:

a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau c. Jumlah harta atau modal menjadi lebih besar.

Prosedur yang harus ditempuh yaitu menyampaikan permohonan tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan dengan menggunakan formulir SPT biasa, dengan mencantumkan kata Pembetulan baik di SPT induk maupun lampiran-lampirannya.

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 32-38)

Dokumen terkait