• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.2. Pelatihan Informan

Petugas mendapatkan pelatihan rutin untuk meningkatkan kinerja petugas di lapangan. Pelatihan yang diberikan yaitu dalam bentuk dinamika kelompok yang meliputi cara penggunaan alat seperti cara menggunakan selang, latihan menggulung selang, menggunakan self contained breathing apparatus, teknik pemadaman kebakaran, pelatihan fisik dan mental serta teori. Dinamika kelompok yang diberikan dapat berupa studi kasus untuk mengevaluasi pemahaman petugas pemadam

Pelatihan fisik yang dilakukan yaitu senam, lari, push up, dan baris berbaris, sedangkan pelatihan mental bertujuan untuk meningkatkan keberanian petugas dalam melaksanakan tugas. Adapun teori yang diberikan kepada petugas yaitu mengenai kebakaran, klasifikasi kebakaran, faktor-faktor penyebab kebakaran, pengenalan sifat-sifat api, cara menjalarnya api, pengenalan listrik, strategi pemadaman, prinsip- prinsip dalam pemadaman, cara evakuasi (penyelamatan), serta penggunaan alat seperti racun api, hidran, sprinkler, dll.

Menurut Pusat Latihan Keterampilan Tenaga Kebakaran Jakarta (1998), suatu program kebugaran fisik akan membantu mengurangi terjadinya cedera dan kematian yang disebabkan oleh beratnya pekerjaan. Latihan akan meningkatkan kesehatan otot, jantung, dan juga paru-paru yang dengan sendirinya dapat mengurangi kemungkinan serangan jantung ataupun yang berkaitan dengan cedera dan penyakit. Petugas pemadam kebakaran yang sehat dengan fisik yang prima akan mampu melaksanakan tugas mereka dengan lebih baik, lebih lama, dan juga lebih aman dibandingkan dengan petugas yang tidak dalam kondisi prima (Puslatkar Jakarta, 1998).

Selain itu, setiap tahun petugas juga mendapatkan pelatihan dari pihak DP2K Kota Medan bekerja sama dengan BRIMOB, BASARNAS dan Dinas Kesehatan yang dilakukan secara bergantian dengan simulasi pemadaman. National Fire Protection Association (NFPA) dalam NFPA 1500 mempersyaratkan agar semua personil atau petugas yang mungkin terlibat dalam pemadaman kebakaran harus turut serta dalam latihan paling kurang secara bulanan.

Idealnya latihan bulanan ini sebaiknya digunakan untuk menerapkan petunjuk-petunjuk teknis tentang keselamatan sampai hal-hal tersebut dapat

dilakukan secara otomatis. Melalui pelaksanaan program-program latihan rutin dan terarah diharapkan akan mengurangi risiko terjadinya bahaya, baik bagi petugas pemadam kebakaran maupun orang atau korban yang diselamatkan (Puslatkar Jakarta, 1998).

Berdasarkan keterangan dari pihak DP2K Kota Medan, ada 3 jenis pelatihan yang diberikan kepada setiap petugas pemadam kebakaran, yaitu diklat peningkatan kapasitas & kapabilitas dalam penanggulangan kebakaran, penyelamatan di darat, penyelamatan di air, pertolongan pertama gawat darurat, dan pengamanan lokasi kebakaran. Diklat pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan & bencana banjir untuk meningkatkan kapasitas petugas dalam sistem navigasi & pemetaan,

jungle life survival, water life survival, dan penanggulangan kebakaran hutan. Diklat disiplin dan kesemaptaan untuk meningkatkan kompetensi petugas melalui senam kesegaran jasmani, pelatihan baris berbaris, pelatihan dinamika kelompok, dan keterampilan komando. Serta pelatihan fisik dan mental yang diadakan setiap minggu dengan mendatangkan instruktur dari BRIMOB dan sanggar senam.

Pelatihan (diklat) tersebut diberikan kepada semua petugas pemadam kebakaran yang baru masuk sebelum mereka bertugas. Namun setiap tahun tetap diadakan pelatihan untuk penyegaran secara bertahap dan bergantian dan jika ada petugas yang dianggap kemampuan dan kinerjanya masih kurang ketika melaksanakan tugas dilapangan maka akan dibekali dan diikutkan kembali kedalam pelatihan (diklat).

patokan atau pedoman dalam penerimaan petugas pemadam kebakaran. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan tugas pemadaman kebakaran dapat berlangsung secara tepat guna, tepat sasaran dan tepat tindakan ketika bertugas di lapangan.

Selain itu sebaiknya petugas pemadam kebakaran memiliki jabatan sesuai dengan pelatihan yang telah diperoleh, misalnya : jabatan pemadam 1 harus mampu memadamkan kebakaran dengan APAR, menggunakan peralatan pemadaman jenis hidran, melaksanakan P3K dan melaksanakan sistem tali temali untuk pengamanan dan penyelamatan korban. Jabatan pemadam 2 harus mampu melaksanakan operasi ventilasi asap bangunan rendah, melaksanakan prosedur penyelamatan, melaksanakan prosedur pemutusan aliran gas dan listrik serta menentukan asal titik api dan dampak kebakaran (DEPDAGRI, 2009).

Adapun evaluasi untuk mengetahui bahwa materi yang diberikan telah dipahami oleh petugas yang mengikuti pelatihan menurut keterangan pihak DP2K Kota Medan, yaitu dengan memberikan pertanyaan secara lisan mengenai materi yang diberikan, ketika petugas melakukan simulasi dan ketika bertugas di lapangan. Namun sebaiknya evaluasi tidak hanya dilakukan secara lisan, tetapi juga dengan tulisan hasil penilaian yang diperoleh merata kepada seluruh petugas yang mengikuti pelatihan

5.3. Risiko di Perjalanan

Dari hasil wawancara peneliti memeroleh informasi bahwa risiko dari pekerjaan petugas pemadam kebakaran sebagian besar terjadi pada saat mereka di perjalanan menuju lokasi kebakaran, yaitu risiko lalu lintas, misalnya tabrakan.

Adapun akibat yang dapat ditimbulkan dari tabrakan tersebut yaitu luka parah bahkan meninggal dunia.

Berdasarkan keterangan informan dapat disimpulkan bahwa kecelakaan di perjalanan dapat terjadi dikarenakan mereka menempuh perjalanan dengan kecepatan tinggi untuk segera mencapai lokasi kebakaran. Jumlah kendaraan di Kota Medan yang semakin meningkat menyebabkan petugas mengalami kesulitan untuk mencapai lokasi kebakaran dengan aman. Selain itu tabrakan dengan sesama mobil pemadam yang pernah terjadi dikarenakan satu mobil pemadam kembali dari lokasi kebakaran menuju kantor DP2K Kota Medan untuk melakukan pengisian ulang air sedangkan mobil pemadam yang lain menuju lokasi kebakaran dengan kecepatan tinggi serta suara sirine mobil pemadam lain yang saling tidak terdengar dan banyaknya bangunan tinggi disekitar persimpangan jalan mengakibatkan kedua mobil tidak saling mengetahui keberadaan masing-masing dan mengakibatkan tabrakan dipersimpangan jalan.

Menurut pihak DP2K Kota Medan tidak ada syarat batasan kecepatan maksimal yang diperbolehkan untuk mobil pemadam ketika menuju lokasi kebakaran karena petugas harus secepat mungkin untuk tiba di lokasi. Namun tetap harus mengutamakan keselamatan daripada kecepatan dalam menuju lokasi yaitu dengan menghidupkan sirine dan lampu rotari, menjaga jarak kendaraan satu dengan kendaraan yang lain serta menghindarkan saling mendahului diantara sesama unit mobil pemadam guna mencegah terjadinya kecelakaan atau tabrakan.

kebakaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menertibkan pengguna kendaraan sewaktu mobil pemadam kebakaran melintas.

Dokumen terkait