• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAYANAN

Pencari suaka dan pengungsi dalam kondisi rentan perlu mendapatkan pelayanan yang layak dan bermartabat supaya mereka memperoleh akses pada kebutuhan-kebutuhan dasar mereka sebagai manusia. Kebutuhan dasar mereka mencakup makan-minum sehari-hari, pendidikan, perawatan kesehatan, tempat Ɵnggal, perlindungan, dan informasi perihal proses RSD di UNHCR. JRS menemani mereka agar dapat mengakses layanan kesehatan di rumah sakit, memfasilitasi pendidikan informal (kelas bahasa Inggris, bahasa Indonesia, kelas kerajinan tangan, kelas pengelolaan keuangan rumah tangga), mengorganisasi kegiatan psikososial (olahraga dan perayaan khusus seperƟ Hari Pengungsi Sedunia), maupun mengadakan pelaƟ han-pelaƟhan. Pengenalan mendalam JRS akan citra pengungsi sebagai teman, menjadi panggilan kemanusiaan bagi JRS untuk melayani pengungsi. Buah dari penemanan yang intensif terhadap pengungsi serta pendalaman mulƟdisipliner akan fenomena pengungsi melahirkan pemahaman akan kebutuhan yang benar-benar perlu untuk dipenuhi oleh pengungsi. Dalam seƟap bentuk pelayanan dan kegiatan yang diadakan, JRS senanƟasa melibatkan dan mengundang para pencari suaka untuk berparƟsipasi akƟf di dalamnya.

Jajak Kebutuhan

Diskusi dan perƟmbangan bersama untuk membuat suatu keputusan berkaitan erat dengan pemahaman pada peta kondisi, informasi, dan situasi riil para pencari suaka dan pengungsi. Sebelum sampai pada keputusan untuk suatu pelayanan, dibutuhkan informasi yang jelas dan tepat. Karena itu, JRS memiliki sistem jajak kebutuhan pencari suaka dan pengungsi. Jajak kebutuhan atau Needs Assessment (NA) dilaksanakan dalam dua konteks.

Pertama, NA yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai

kondisi dan kebutuhan pencari suaka. Informasi yang didapat dalam NA akan digunakan sebagai dasar untuk memulai program.

Sejumlah pertanyaan mendasar berikut ini digali dalam NA: Apakah intervensi JRS masih diperlukan dan relevan? Intervensi, keterlibatan, dan program seperƟ apa yang bisa dilakukan JRS supaya tepat sasaran dan sesuai kebutuhan? Apa prioritas rancangan program tersebut? Apa bentuk sekaligus karakterisƟk program yang akan dilaksanakan kelak? Pertanyaan-pertanyaan ini membantu JRS untuk melihat peta situasi secara utuh, mulai dari kebutuhan pencari suaka sampai risiko yang potensial terjadi dalam pelaksanaan program kelak.

Kedua, NA dilakukan untuk menentukan siapa pencari suaka yang

37

Pencari suaka yang mendapat perawatan karena cedera di kaki

bentuk bantuan yang bisa diberikan. NA dalam konteks ini merupakan sistem yang dimiliki JRS Bogor sebelum memutuskan bentuk pelayanan yang tepat. NA ini merupakan tahap awal sebagai tanggapan atas permohonan bantuan yang diajukan oleh para pencari suaka. Proses NA ini pun mengalami perkembangan dalam perjalanan waktu. Mulanya di 2010-2013, JRS melakukan NA secara bertahap sebanyak dua kali kunjungan kepada pencari suaka yang mengajukan permohonan

bantuan. Pada 2014, dengan perƟmbangan efisiensi waktu, JRS memutuskan untuk melakukannya dalam satu kali kunjungan oleh dua orang staf JRS. Pada kesempatan pertemuan mingguan, hasil NA sudah bisa dibicarakan segera dan keputusan dibuat bersama dalam Ɵm.

NA dalam konteks kedua tersebut juga dimaksudkan untuk mengetahui cerita dan kondisi para pencari suaka secara menyeluruh. Pada saat yang sama, NA menjadi salah satu bentuk penemanan dengan mendengarkan kisah hidup para pencari suaka. Tidak jarang, selama NA, banyak pencari suaka yang mengalami

luapan emosi karena mengingat kembali perjalanan mereka yang penuh dengan pergolakan, duka, dan keƟdakadilan.

Karena itu, NA bukanlah prosedur administraƟf semata. Model NA ternyata juga dirasakan sebagai kehadiran seorang teman baru yang mengunjungi orang yang sedang mengalami kesulitan dan ingin berbagi rasa.

Seringkali NA awal memakan waktu yang cukup lama karena menjadi tahap untuk memulai komunikasi, membangun kepercayaan, dan

mendengarkan kisah pencari suaka. Barangkali terkesan Ɵdak efisien dari segi waktu. Namun pada ƟƟk inilah, spirit penemanan yang mendasari pelayanan, sedang dibagikan. JRS belajar untuk sabar mendengarkan dan Ɵdak memburu mereka dengan sejumlah pertanyaan yang bertubi-tubi. Informasi tetap dibutuhkan sesuai porsinya.

Proses NA dapat dipahami sebagai kesempatan bagi pencari suaka untuk memberdayakan dirinya. Mereka memiliki kesempatan untuk

mengungkapkan prioritas bantuan apa yang sedang mereka butuhkan. Meski pada akhirnya JRS belum dapat membantu karena NA menunjukkan bahwa pencari suaka tersebut belum masuk kriteria penerima bantuan, tetap tersedia ruang luas bagi mereka untuk didengarkan dan kebutuhan mereka dapat disuarakan kepada lembaga lain yang menyediakan layanan bagi pencari suaka.

Pencari Suaka Dampingan JRS Bogor

JRS Bogor memiliki keterbatasan sumber daya, baik personalia maupun finansial. Terutama sejak 2014, JRS merupakan satu-satunya organisasi kemanusiaan yang menyediakan pelayanan bagi pencari suaka di wilayah Bogor. Kondisi ini menyebabkan JRS Bogor mesƟ memutuskan dengan cermat, mana pencari suaka yang layak mendapatkan akses bantuan. Tidak jarang, proses pengambilan keputusan ini cukup sulit dilakukan. Dalam pengambilan keputusan, dasar perƟmbangan JRS pertama-tama adalah bahwa penerima bantuan berstatus pencari suaka. Pencari suaka yang dimaksud adalah mereka yang rentan, yaitu yang Ɵdak memiliki akses pada bantuan mana pun, dan khususnya adalah perempuan dan anak.

JRS telah merumuskan kriteria intervensi (interven on criteria) yang digunakan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan. Yang menarik adalah bahwa kriteria tersebut berkembang mengikuƟ kondisi sekaligus konteks pengungsian di Ɵngkat lokal, nasional, dan internasional. Pada tahun 2010, JRS Bogor masih begitu muda dan sedang mencari bentuk parƟsipasi dan bantuan untuk memenuhi kebutuhan para pencari suaka dan pengungsi di Bogor. Saat itu CWS, IOM, dan WR sudah lebih dahulu mendampingi para pencari suaka dan pengungsi di wilayah Bogor. JRS pun mengawali pelayanan di Bogor lewat kolaborasi dengan mereka. JRS bekerja berdampingan dengan CWS, IOM, dan WR untuk memasƟkan pemerataan bantuan. Yang dihindari adalah tumpang Ɵndih bantuan bagi pencari suaka atau pengungsi tertentu.

Situasi berubah drasƟs pada pertengahan 2013 sewaktu CWS, IOM, dan WR memutuskan untuk berpindah ke Jakarta. Penyebab utama adalah penolakan yang diajukan beberapa organisasi masyarakat dan pemerintah setempat terhadap pencari suaka dan pengungsi, sekaligus lembaga yang menyediakan layanan bagi mereka. Situasi lain yang juga terjadi pada 2013 adalah perubahan kebijakan Australia yang mulai menolak para pencari suaka dan pengungsi yang mencoba masuk ke Australia tanpa mengikuƟ prosedur UNHCR. Dalam situasi genƟng semacam ini, JRS memutuskan untuk tetap hadir di Bogor. JRS melihat bahwa masih banyak pencari suaka dan pengungsi yang Ɵnggal di Bogor, rentan, dan butuh dukungan dari lembaga non-pemerintah. Karena itu, JRS pun mengubah kriteria penerima

39

Staf JRS, Lolita, menemani pencari suaka ke rumah

sakit

bantuan supaya kategori yang tersedia sesuai dengan kapasitas dan sumber daya JRS.

Prioritas JRS Bogor kemudian diletakkan pada kelompok-kelompok rentan seperƟ keluarga dengan anak, kalangan lanjut usia (elderly), ibu bersama anak-anaknya, tanpa suami (single parent), anak di bawah umur yang mengungsi tanpa dampingan orangtua dan orang dewasa (unaccompanied minors), anak yang terpisah dari orangtuanya keƟka mengungsi (separated children), penyandang difabilitas, korban kekerasan seksual dan berbasis gender (SGBV-sexual and gender based violence), perempuan lajang, dan ibu hamil. Bila pencari suaka memenuhi kriteria penerima bantuan, JRS akan memberikan akses terhadap bantuan finansial seƟap bulannya, kunjungan ruƟn, bantuan kesehatan, informasi mengenai proses RSD, dan konsultasi persiapan wawancara dengan UNHCR. Tiga bulan setelah pencari suaka menerima status refugee dari UNCHR, JRS Bogor akan menghenƟkan bantuan. JRS sudah menjelaskan hal ini sejak awal sewaktu pencari suaka menjadi penerima bantuan reguler dan pada waktu mereka memperoleh status refugee. Sela waktu 3 bulan tersebut diharapkan menjadi masa persiapan bagi pengungsi untuk mengakses bantuan dari lembaga yang menyediakan layanan khusus untuk pengungsi. JRS memberikan informasi mengenai lembaga-lembaga yang memiliki mandat tersebut.

JRS Bogor belajar dari pengalaman bahwa perubahan status dari pencari suaka menjadi refugeeƟdak serta merta mengurangi kerentanan mereka. Para pengungsi, meski sudah mengantongi status, tetap Ɵdak dapat bekerja

Pencari suaka mempersiapkan diri untuk kelahiran anaknya

dan Ɵdak memiliki akses pemenuhan hak dasar mereka. Saat awal berkarya di Bogor, JRS masih dapat menggunakan jalur komunikasi referral kepada CWS (implemen ng partner UNHCR) dan IOM karena bekerja dalam wilayah yang sama. Setelah CWS dan IOM Ɵdak lagi berada di Bogor, JRS harus melakukan penyesuaian dalam menjalankan kebijakan pemberhenƟan bantuan untuk dampingan reguler. Situasi yang seringkali terjadi adalah dampingan reguler yang sudah menerima status pengungsi (refugee) membutuhkan waktu lebih dari Ɵga bulan untuk bisa mendapatkan bantuan dari lembaga lain.

Sebagai contoh, Guhaneslingan dan keluarganya baru saja menerima status refugee namun masih kesulitan mendapatkan bantuan dari lembaga lain hingga akhir 2015. Dia tetap meminta kepada JRS Bogor supaya masih meneruskan bantuan dan Ɵdak meninggalkan keluarganya. JRS Bogor memutuskan untuk memberikan perhaƟan pada keluarga Guhaneslingan lewat komunikasi intensif dan kunjungan. Dalam kesempatan komunikasi tersebut, JRS menanyakan usaha-usaha Guhaneslingan untuk mendapatkan bantuan dari lembaga lain. Pada akhirnya, JRS Bogor sepakat tetap memberikan bantuan finansial sesuai dengan skema bantuan darurat yang bisa diberikan pada dampingan non-reguler. PerƟmbangan utamanya adalah Ɵngkat kerentanan keluarga ini dan nihilnya bantuan yang bisa diakses dari lembaga lain. Guhaneslingan mempunyai riwayat sakit liver, istrinya sakit usus buntu, dan memiliki dua anak yang masih kecil.

Pendampingan Kesehatan (Health Assistance)

Salah satu bentuk pelayanan yang banyak dibutuhkan para pencari suaka adalah pendampingan di bidang kesehatan. Masa tunggu yang cenderung lama, persinggungan dengan budaya dan bahasa yang baru, iklim dan kondisi cuaca yang berbeda, dan pikiran tentang keluarga di negara asal membuat kesehatan para pencari suaka sedemikian rentan, baik fisik maupun psikis. Apabila mereka terserang penyakit, mereka membutuhkan layanan kesehatan klinik atau rumah sakit. Sementara itu, mereka terbatas untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Tidak hanya bahasa,

beberapa pencari suaka memiliki keterbatasan finansial untuk membayar biaya layanan kesehatan di rumah sakit atau klinik umum. Tidak sedikit pula pencari suaka yang telah memiliki riwayat sakit sebelum sampai ke Indonesia.

41 Untuk mengakomodasi kebutuhan akses pada layanan kesehatan, JRS

Bogor menawarkan bantuan dengan cara menemani mereka ke rumah sakit atau klinik yang dituju, antara lain Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi atau Rumah Sakit PMI di Bogor. Pencari suaka Ɵdak perlu mengisi formulir khusus keƟka meminta bantuan penemanan kesehatan ke JRS Bogor. Mereka bisa mengajukan permohonan pendampingan kesehatan secara lisan keƟka bertemu dengan salah seorang staf JRS di JRS Learning Centre. Proses penentuan bantuan kesehatan ini kurang lebih berjalan sama

seperƟ proses perƟmbangan bantuan keuangan. Permintaan tersebut akan ditanggapi dengan kunjungan JRS Bogor ke rumah pencari suaka terlebih dahulu. Pada kesempatan tersebut, pencari suaka bisa menceritakan kondisi, keluhan, dan riwayat kesehatannya. Tim akan mendiskusikan hasil kunjungan dan pertemuan dengan pencari suaka ini untuk menentukan Ɵndakan selanjutnya.

Layanan kesehatan JRS Ɵdak melupakan semangat penemanan. KeƟka memeriksakan diri ke rumah sakit atau bertemu dengan dokter, JRS

mendampingi pencari suaka. Usaha ini dilakukan untuk memasƟkan pencari suaka mendapatkan informasi yang memadai tentang kesehatannya dari dokter yang memeriksa. Dengan demikian, seƟap Ɵndakan medis yang perlu akan dilakukan atas persetujuan pencari suaka. JRS menemani pencari suaka dalam berkomunikasi dengan dokter dan perawat di rumah sakit. Bila pencari suaka kesulitan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia atau Inggris, JRS mengajak relawan penerjemah untuk membantu komunikasi. Saat mendapatkan akses kesehatan, pencari suaka juga berhak atas segala informasi yang diberikan pihak rumah sakit. Karena itu, pencari suaka mesƟ mengetahui dengan jelas komunikasi sewaktu pemeriksaan berlangsung.

Sebuah kisah dialami JRS bersama seorang pencari suaka anak-anak. Syahadna adalah dampingan reguler JRS berusia 16 tahun dan baru saja menerima status refugee bersama keluarganya. Dia mengatakan biasanya takut bertemu dokter dan jarum sunƟk. Suatu kesempatan, kaki kanan Syahadna membengkak karena infeksi dalam. Sakit ini mengharuskan dia untuk melakukan pemeriksaan darah. Mukanya sempat pucat pasi keƟka dokter mengeluarkan jarum sunƟk untuk mengambil darah. Setelah pemeriksaan selesai dan menjalani perawatan, Syahadna mengatakan dia menjadi sedikit lebih berani bertemu dokter dan jarum sunƟk karena selalu ditemani JRS Bogor selama masa perawatan. Pengalaman ini mengajak JRS untuk merefleksikan, betapa berharga penemanan bagi pencari suaka dalam pelayanan di bidang kesehatan. Syahadna merasa menemukan seorang teman baru yang mendampinginya sehingga menjadi lebih berani mengatasi rasa takutnya.

Dukungan Keuangan (Financial Support)

Selain menyediakan pendampingan kesehatan, JRS Bogor juga

menyediakan bantuan finansial untuk membiayai kebutuhan harian seperƟ makan-minum, sewa rumah atau kamar, dan dana transportasi. Jenis bantuan yang diberikan akan disesuaikan dengan permintaan pencari suaka serta hasil NA yang dilakukan Ɵm JRS Bogor. Pengalaman JRS Bogor menemukan bahwa para pencari suaka Ɵdak selalu membutuhkan seluruh paket bantuan yang tersedia. Khunislingam, seorang pencari suaka Sri Lanka, mengatakan dia Ɵdak membutuhkan bantuan untuk membeli

makanan. Alasannya, seƟap hari Khunislingam mendapatkan Ɵga kali makan dari kuil Hindu di daerah Cisarua. Dia lebih membutuhkan dana transportasi dan sewa rumah bulanan yang dia Ɵnggali bersama dua pencari suaka lain. Sebaliknya, Hasinullah yang Ɵnggal dengan karibnya, hanya butuh dukungan finansial untuk makanan saja.

Jumlah seƟap bantuan pun mengikuƟ situasi masing-masing pencari suaka. Di sisi lain, jumlah ini disesuaikan dengan kapasitas JRS Bogor dan memperƟmbangkan standar hidup layak di Bogor. JRS juga perlu melihat kebiasaan pencari suaka dalam mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dalam seƟap pemeriksaan kebutuhan, JRS Bogor selalu menanyakan: “Apa prioritas bantuan dari JRS yang Anda ajukan? Kira-kira berapa jumlah dana yang Anda butuhkan dalam satu bulan untuk memenuhi kebutuhan harian?” Atau: “Adakah alternaƟf lembaga atau pihak selain JRS Bogor yang dapat memberikan bantuan finansial?” Pertanyaan-pertanyaan ini disampaikan untuk mengetahui jalan yang ditempuh pencari suaka untuk mendapatkan bantuan.

JRS Bogor Ɵdak bisa ‘saklek’ menjalankan mandat demi pencari suaka semata. Dalam kondisi riil di lapangan, para pengungsi yang masih rentan pun memerlukan bantuan. Karena itu, JRS Ɵdak menutup mata untuk

mengalokasikan bantuan dan pelayanan bagi para pengungsi. Dalam situasi genƟng dan mendesak, JRS Bogor menggunakan skema bantuan darurat

(emergency support). Prosedur ini digunakan untuk memberikan bantuan,

baik kepada pengungsi maupun pencari suaka. Biasanya keputusan perlu segera dibuat dalam situasi hidup-maƟ seseorang.

Pada pertengahan Oktober 2015, JRS Bogor menerima telepon tengah malam dari pencari suaka di daerah Batu Kasur, Cisarua. Pencari suaka ini fasih berbahasa Indonesia. Dalam panggilan tersebut dia mengatakan, “Sister, saya Jaifullah. Teman saya seorang pengungsi baru saja meninggal. Kami butuh bantuan JRS. Bisa datang kapan ke rumah?” Keesokan hari, JRS Bogor datang ke rumah Akhamudin, pengungsi asal Pakistan yang baru saja meninggal. Segera dilakukan NA kepada keluarga pengungsi tersebut untuk

43

Suasana fasilitas

sederhana yang disewa pencari suaka

mengidenƟfikasi bantuan yang dibutuhkan dari JRS. Keluarga ini meminta JRS bisa membantu proses penguburan ayah mereka di Cisarua. Selain itu, mereka pun mengharapkan bantuan dana untuk biaya penguburan di pemakaman umum daerah Batu Kasur. JRS Bogor mengusahakan komunikasi dengan masyarakat setempat mengenai situasi pengungsi ini. JRS bersyukur karena mendapatkan bantuan dari pemilik kontrakan tempat keluarga pengungsi itu Ɵnggal. Komunikasi dengan warga untuk mendapatkan sebidang tanah sebagai tempat perisƟrahatan terakhir pun berlangsung. Keterbukaan dan kemurahan haƟ warga Batu Kasur sungguh membesarkan haƟ. Masyarakat setempat ini memberikan izin untuk mengubur pengungsi tersebut di daerah mereka. Lantas, perbincangan perihal biaya pun terjadi antara JRS, keluarga Akhamudin, dan warga setempat. JRS memutuskan menanggung setengah biaya penguburan dan setengah yang lain diperoleh dari sumbangan belasungkawa komunitas pencari suaka dan pengungsi.

Pada kesempatan lain, emergency support menjadi mekanisme

pemberian bantuan untuk pencari suaka yang kehabisan bekal dan Ɵdak punya akses pada bantuan sama sekali. Situasi ini kerap ditemukan pada pencari suaka, khususnya para single female. Kelompok single ini memiliki Ɵngkat kerentanan yang sama dengan pencari suaka lainnya. Mereka pun mengalami masa tunggu proses wawancara RSD dan perolehan hasil yang cenderung lebih panjang akhir-akhir ini.

Kondisi di Bogor mengundang JRS mengenali pola sekaligus membaca situasi para pencari suaka dan pengungsi yang dinamis dan beranekaragam. Antara satu pencari suaka dan lainnya, Ɵdak bisa disamaratakan begitu saja. Bantuan-bantuan JRS Bogor pun diberikan dalam beberapa

mekanisme. Untuk bantuan finansial, khususnya keperluan biaya sewa rumah dan kebutuhan harian, JRS memberikannya seƟap akhir bulan. Dampingan reguler JRS Ɵdak perlu mengajukan permohonan bantuan seƟap bulan karena JRS sudah pasƟ akan berkunjung ke rumah mereka untuk memberikan bantuan finansial. Sementara itu, dampingan non-reguler yang dibantu lewat skema bantuan darurat perlu mengajukan

permintaan terlebih dulu untuk diperƟmbangkan JRS. Mekanisme semacam ini dilakukan sebagai bentuk perhaƟan ruƟn sekaligus menjadi rekam jejak untuk menentukan prioritas pemberian bantuan.

Berdasarkan pengalaman saat memberikan bantuan, terutama bantuan finansial, ada fakta menarik yang menggugah refleksi. Para pencari suaka kerap kali adalah orang-orang yang memiliki keahlian, kepandaian, dan keterampilan untuk bekerja. Namun, sayang sekali di Indonesia mereka Ɵdak bisa mendapatkan pekerjaan formal layaknya warga negara Indonesia. Dengan demikian, mereka Ɵdak bisa menyalurkan kapabilitas mereka untuk memberdayakan diri sesuai dengan bakat, kemampuan, atau latar belakang pendidikan. Saat meminta bantuan, pencari suaka menelan bulat-bulat rasa malu mereka sebab sudah Ɵdak ada pilihan lain. Bekal mereka sudah habis setelah menunggu satu-dua tahun di Indonesia. Ada dampingan reguler JRS yang hanya meminta bantuan finansial untuk kebutuhan harian makan-minum, sebesar Rp 850.000,00 per bulan. Selebihnya, untuk tempat Ɵnggal, dia sudah berbagi kamar kecil dengan seorang teman. Seorang pencari suaka asal Pakistan pernah mengatakan, “Kelak, saya akan mengganƟ uang yang kamu berikan pada saya. Saya Ɵdak melakukan pekerjaan apapun. Saya Ɵdak pantas untuk menerima uang ini. Tetapi, berhubung saya Ɵdak punya uang lagi, saya akan menggunakannya.” JRS senanƟasa menghargai semangat dan harga diri para pencari suaka dan pengungsi. Mereka pun memiliki martabat sebagai manusia dan harga diri sebagai orang-orang yang sungguh mau berjuang demi kehidupan yang lebih baik.

Bantuan yang diberikan JRS kepada pencari suaka dan pengungsi merupakan hak dasar mereka: hak untuk mendapatkan makanan dan tempat Ɵnggal yang layak, serta hak untuk mendapatkan rasa aman. Pendekatan berbasis hak (right based approach) adalah dasar dari solidaritas JRS dalam melayani para pencari suaka dan pengungsi. Karya-karya JRS ditujukan untuk mempermudah akses para pencari suaka kepada hak-hak dasar yang dimiliki oleh seƟap insan, terlepas dari latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, kelompok sosial, ataupun pandangan yang dimilikinya.

45

Perjumpaan dengan Budaya Baru

Pencari suaka dan pengungsi berasal dari negara yang berbeda-beda. Tidak jarang, pencari suaka dan pengungsi yang Ɵba di Indonesia adalah mereka yang baru pertama kali berpergian keluar dari tanah air mereka. ArƟnya, Indonesia adalah dunia yang sama sekali baru bagi mereka: iklim, bahasa, cara hidup, dan eƟketnya berbeda. Pencari suaka dan pengungsi mau Ɵdak mau menempatkan diri untuk belajar beradaptasi dengan situasi baru. Mereka perlu menyesuaikan diri untuk diterima dalam lingkungan baru dan bertahan hidup di Indonesia. Kebingungan, kekhawaƟran, dan ketakutan tentu menjadi perasaan dominan sewaktu berjumpa dengan lingkungan yang berbeda sama sekali. Karena itu, pencari suaka dan pengungsi pun butuh mengenal Indonesia. Secara khusus, dalam konteks JRS Bogor, pencari suaka dan pengungsi perlu mendapatkan informasi tentang kehidupan masyarakat Bogor, Jawa Barat.

Menjelaskan perihal hidup di negara dengan budaya yang berbeda bukanlah sesuatu yang mudah. Kadang penjelasan tersebut Ɵdak langsung dapat diterima. Komunikasi dan pendekatan khusus diperlukan supaya seseorang mau membuka diri dan belajar bersama. Tidak mudah bagi pencari suaka dan pengungsi untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup orang Indonesia. Rasa rindu kepada keluarga, sanak saudara, dan kampung halaman Ɵdak dapat ditepiskan. Maka wajar jika mereka mencoba

Dokumen terkait