• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN

A. PELAYANAN KESEHATAN

3. Pelayanan Gizi

a. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi

Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat

menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “ Nutrition Realted

Diseases “ yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelismes sel-sel tubuh. Salah satu dampak KVA adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang.

Bayi yang mendapat kapsul vitamin A adalah bayi umur 6 – 11

bulan. Kapsul Vitamin A yang diberikan pada bayi adalah kapsul Vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 UI

Cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi di Kota Pekalongan tahun 2013 sebesar 99,22% dengan proporsi cakupan bayi laki-laki sebesar 99,14% dan cakupan bayi perempuan sebesar 99,31%, meningkat bila dibandingkan dengan cakupan pada tahun 2012 yaitu sebesar 98,88%. Sedangkan cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada bayi di Puskesmas hampir semuanya telah mencapai 100% kecuali

Puskesmas Kusuma Bangsa dan Pekalongan Selatan

b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita

Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun pada balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan mencegah Xerofthalmia dengan segala manifestasinya ( gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan sampai kematian ).

Balita yang mendapat kapsul Vitamin A adalah anak umur 12-59 bulan. Kapsul Vitamin A dosis tinggi yang diberikan pada anak balita adalah kapsul Vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 SI dan diberikan pada bulan Februari dan Agustus setiap tahunnya.

Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak balita pada tahun

2013 tercapai 95,34% dengan proporsi cakupan balita laki-laki sebesar 95,48% dan cakupan balita perempuan sebesar 95,19%, menurun bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2012 sebesar 98,14%. Sedangkan

cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak balita di Puskesmas sudah ada beberapa Puskesmas yang telah mencapai 100% seperti Puskesmas Bendan, Kramatsari, Krapyak Kidul dan Jenggot.

c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas

Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan bayinya baik di rumah dan atau rumah bersalin dengan pertolongan dukun bayi dan atau tenaga kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penanggulangan kekurangan vitamin A.

Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode sebelum 40 hari setelah melahirkan sebanyak 2 kapsul. Cakupan pemberian vitamin A untuk ibu nifas di Kota Pekalongan tahun 2013 sebesar 94,33% dengan cakupan tertimggi di Puskesmas Tirto. Cakupan tersebut menurun bila dibandingkan dengan cakupan pemberian Vitamin A tahun 2012 yaitu sebesar 94,45%.

Beberapa hal yang mempengaruhi angka cakupan pemberian vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas, diantaranya adalah :

 Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyebarluasan informasi (siaran radio, spanduk, leaflet)

 Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sektor terkait

 Sosialisasi pemberian kapsul vitamin A oleh petugas kesehatan di Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya  Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh ahli gizi di puskesmas

dan rumah sakit pada sasaran ibu anak

 Tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau

 Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak yang belum mendapatkan kapsul vitamin A pada bulan kapsul

d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe

Salah satu permasalahan gizi masyarakat adalah anemia gizi yaitu suatu kondisi ketika kadar Haemoglobin (Hb) dalam darah tergolong rendah. Rendahnya kadar Hb ini terjadi karena kekurangan asupan gizi yang diperlukan untuk pembentukan komponen Hb terutama zat besi (Fe). Dalam rangka penanggulangan permasalahan anemia gizi besi telah dilakukan program pemberian tablet tambah darah yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada balita, bumil dan bufas, remaja putri dan

WUS. Sedangkan penanggulangan anemia pada ibu hamil dilaksanakan dengan memberikan 90 tablet Fe kepada Ibu hamil selama periode kehamilannya.

Cakupan ibu hamil mendapat tablet Fe di Kota Pekalongan tahun 2013 sebesar 94,34% mengalami penurunan dari tahun 2012 yaitu sebesar 94,91% dengan cakupan tertingggi di Puskesmas Sokorejo.

e. Persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif

Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan . Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.

ASI (Air Susu Ibu) merupakan satu – satunya makanan yang

sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satu-satunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya ( UNICEF ). Oleh karena itu pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 (dua) tahun.

Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI Eksklusif selama 6

bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan

No.450/Menkes/SK/IV/2004. ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Namun demikian, kendala yang dihadapi selama ini adalah kesulitan dalam upaya pemantauan pemberian ASI eksklusif karena belum mempunyai sistem yang dapat diandalkan. Untuk mengetahui tingkat pencapaian dalam pemberian ASI eksklusif dilakukan melalui laporan dari Puskesmas yang diperoleh dari wawancara pada waktu kunjungan bayi di Puskesmas dan Posyandu. Hasil yang diperoleh dari laporan Puskesmas di Kota Pekalongan pada tahun 2013 sebesar 65,97% dengan persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif tertinggi di Puskesmas Dukuh,

meningkat dari tahun 2012 yaitu sebesar 55,02%. Meski terjadi

peningkatan dari tahun sebelumnya, namun pencapaian tersebut masih jauh dari target Nasional sebesar 80%. Jika dilihat menurut jenis kelamin cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi perempuan lebih banyak yaitu sebesar 58,59% bila dibandingkan pada bayi laki-laki yang hanya sebesar 73,04%.

Dari grafik tersebut diatas dapat dilihat bahwa dalam lima tahun terakhir cakupan pemberian ASI Eksklusif mengalami peningkatan. Akan tetapi pencapaian tersebut belum memenuhi target yang diharapkan. Beberapa hal yang menghambat pemberian ASI Eksklusif diantaranya adalah :

1. Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar

2. Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan

3. Faktor sosial budaya

4. Kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja 5. Gencarnya promosi susu formula

6. Kurangnya sosialisasi Perwal tentang PP-ASI

Adapun upaya-upaya yang dilakukan selama ini untuk

meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif berpedoman pada Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu:

1. Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan

Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas

2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan

ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut

3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan

penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.

4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah

melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi dini). Apabila ibu mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.

5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara

mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis.

6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada

bayi baru lahir.

7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama

8. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui.

9. Tidak memberikan dot atu kempeng kepada bayi yang diberi ASI

10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit, Rumah Bersalin atau sarana pelayanan kesehatan.

f. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak Usia 6-24

Bulan Keluarga Miskin

Anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin diberikan makanan

pendamping ASI baik makanan lokal maupun pabrikan. Jumlah anak usia 6-23 bulan dari keluarga miskin di Kota Pekalongan tahun 2013 sebanyak 1.181 anak yang terdiri dari anak laki-laki sebanyak 543 anak sedangkan anak perempuan sebanyak 638 anak, yang mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sebanyak 233 (19,73%). Adapun Puskesmas yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah Puskesmas Kramatsari dan Noyontaan.

g. Jumlah Balita ditimbang

Salah satu upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat adalah melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian kegiatannya dilaksanakan di posyandu. Penimbangan terhadap bayi dan balita yang dilakukan di posyandu merupakan upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar lain (KIA, Imunisasi,

Pemberantas Penyakit). Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di

Posyandu tersebut digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam penimbangan di Posyandu maka semakin baik pula data yang dapat menggambarkan status gizi balita.

Jumlah balita di Kota Pekalongan tahun 2013 sebanyak 22.740 balita yang terdiri dari 11.406 balita laki-laki dan 11.334 balita perempuan. Sedangkan pencapaian tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita (D/S) tahun 2013 sebesar 82,25% dengan jumlah balita yang

ditimbang sebanyak 18.703 balita dengan proporsi 9.366 balita laki-laki

dan 9.377 balita perempuan. Angka tersebut mengalami peningkatan

dibandingkan dengan pencapaian tahun 2012 sebesar 78,10%.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi tingkat pencapaian partisipasi masyarakat dalam penimbangan di Posyandu, diantaranya adalah tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan sosial budaya.

h. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan dan atau dirumah oleh tenaga kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Pendataan gizi buruk didasarkan pada 2 kategori yaitu indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di Posyandu dengan menggunakan indikator BB/U melalui kegiatan penimbangan. Jika ditemukan balita berada dibawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator BB/TB. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus gizi buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai

pedoman tata laksana gizi buruk di Posyandu maupun Puskesmas. Apabila ditemukan ada komplikasi / penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas, maka segera dirujuk ke Rumah Sakit.

Jumlah balita gizi buruk di Kota Pekalongan tahun 2013 sebanyak 18 anak di mana jumlah balita laki-laki gizi buruk (8 anak) lebih banyak dibandingkan dengan balita perempuan (10 anak), dan semuanya mendapatkan perawatan sesuai dengan pedoman (100%).

Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan

status gizi bagi balita gizi buruk antara lain :

 Pemberian PMT pemulihan terhadap balita gizi kurang dan gizi buruk  Pemeriksaan kesehatan balita BGM dan gizi buruk secara rutin di

puskesmas sesuai wilayah masing-masing

 Perawatan balita gizi buruk di puskesmas rawat inap dan rumah sakit  Pemberian paket pemberdayaan keluarga balita gizi buruk untuk

meningkatkan pendapatan orang tua penderita gizi buruk

 Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita baik yang masih gizi buruk maupun balita yang gizinya sudah membaik agar tidak kembali ke gizi buruk lagi

 Pelayanan Rumah Singgah Perbaikan Gizi di Puskesmas Kusuma Bangsa

Dokumen terkait