• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA REGULASI DAN KELEMBAGAAN

9.2 Dukungan terhadap Pelayanan Dasar

9.2.4 Pelayanan Pertanahan .1 Kondisi Pascabencana

Bencana alam gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah berdampak pada hilangnya batas kepemilikan tanah masyarakat dan rusaknya dokumen/administrasi pertanahan. Pada tahap pemulihan pasca gempa di Sulawesi Tengah, pemerintah akan melakukan kegiatan seperti: (i) identifikasi ulang dan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah/IP4T (berupa subyek dan obyek tanah) termasuk keberadaan tanah adat/ulayat; (ii) pengukuran dan pemetaan batas kepemilikan tanah; (iii) konsolidasi tanah; (iv) pengadaan tanah untuk relokasi; (v) penerbitan ulang sertipikat tanah masyarakat; dan (vi) penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

147 9.2.4.2 Dukungan Regulasi

Regulasi yang melandasi kegiatan tersebut adalah:

1. Regulasi Pusat (eksisting)

Regulasi yang ada saat ini untuk pendataan dan penerbitan kembali dokumen kepemilikan tanah telah diatur dalam UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; PP No. 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan; Peraturan Menteri Negaea Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaiaan Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat; PERKA BPN No.6 Tahun 2010 tentang Penanganan Bencana dan Pengembalian Hak-Hak Masyarakat atas Aset Tanah di Wilayah Bencana dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.

2. Regulasi Daerah (baru).

Regulasi kedepan yang dibutuhkan adalah Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah tentang lokasi pengadaan tanah untuk relokasi pemukiman bagi masyarakat.Selain itu, pemerintah daerah dapat menetapkan peraturan daerah tentang hak ulayat Masyarakat Hukum Adat yang dilengkapi dengan peta deliniasi batas tanah adat.

9.2.4.3 Dukungan Kelembagaan

Pemetaan peranan/kewenangan (program termasuk sumber pembiayaan) pusat:

1. Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN, dan Kantor Pertanahan: (i) identifikasi ulang dan IP4T; (ii) pengukuran dan pemetaan batas kepemilikan tanah; (iii) konsolidasi tanah; (iv) pelaksanaan pengadaan tanah untuk relokasi; (v) penerbitan ulang sertipikat tanah masyarakat; dan (vi) penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

2. Terkait dengan kepemilikan tanah adat, Kementerian ATR/BPN dapat melakukan pendaftaran tanah adat kedalam sistem pendaftaran tanah nasional berdasarkan perda hak ulayat dan penetapan tanah adat oleh pemerintah daerah.

3. K/L yang menganggarkan untuk pengadaan tanah untuk relokasi: penganggaran pengadaan tanah untuk relokasi.

Pemetaan peranan/kewenangan (program termasuk sumber pembiayaan) daerah:

1. Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah: penerbitan keputusan Gubernur tentang penetapan lokasi yang akan menjadi tempat relokasi penduduk. Keputusan ini diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengadaan tanah. Selain itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah perlu menetapkan Perda terkait hak ulayat Masyarakat Hukum Adat apabila terdapat keberadaannya.

148 9.2.5 Penyelesaian Masalah Perwalian dan Pewarisan

9.2.5.1 Kondisi Paskaencana

Bencana alam yang melanda Indonesia dalam satu tahun terakhir menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu Negara yang rawan bencana alam.Bencana-bencana tersebut, selain menelan korban jiwa, juga menghancurkan sebagian besar infrastruktur, permukiman, bangunan-bangunan pendidikan, kesehatan, keamanan, sosial, dan ekonomi, serta mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, termasuk kondisi psikologis dan tingkat kesejahteraan.

Salah satu kelompok yang paling rentan terdampak bencana alam adalah anak-anak karena secara fisik dan mental masih dalam pertumbuhan dan masih tergantung dengan orang dewasa.

Mengalami kejadian yang sangat traumatis dan mengerikan akibat bencana seperti gempa bumi dan letusan gunung merapi dapat mangakibatkan stress dan trauma mendalam bagi anak bahkan orang dewasa sekalipun. Pengalaman trauma yang dialami anak tersebut kalau tidak diatasi segera akan berdampak buruk bagi perkembangan mental dan sosial anak sampai dewasa.

Di samping itu, dalam situasi pascabencana, kehidupan yang serba darurat sering membuat orangtua kehilangan kontrol atas pengasuhan dan bimbingan terhadap anak-anak mereka. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap perkembangan mental, moral dan sosial anak, sehingga menempatkan anak dalam posisi rentan tindak eksploitasi, penculikan, kekerasan dan perdagangan anak pasca pascabencana alam di daerah. Korbannya adalah anak-anak yang kehilangan orang tua akibat bencana tsunami dan gempa bumi di Provinsi Sulawesi Tengah.Kondisi tersebut diperparah lagi dengan rusaknya fasilitas kesehatan dan sanitasi serta lingkungan yang tidak sehat di tempat penampungan yang dalam perkembangan selanjutnya berdampak buruk terhadap kesehatan anak yang dalam jangka panjang dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan kesehatan anak.

Perhatian dari orang tua mengambil peran penting dalam membantu anak melewati masa-masa krisis setelah bencana.Oleh karena itu, menjadi penting untuk setiap stakeholder melibatkan peran orang tua dalam melakukan pendampingan terhadap anak-anak mereka sesuai dengan kapasitas yang bisa diperankan oleh mereka.Disamping itu, orang tua adalah teman anak yang dapat mendorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan perhatian mereka terkait dengan bencana.Kemampuan mendengarkan dan berempati dari orang tua menjadi kekuatan yang luar bisaa dalam membantu anak melewati masa-masa krisis akibat bencana.

Kemungkinan situasi keterpisahan bersifat permanen (orangtua meninggal atau tidak pernah ditemukan) atau temporer hingga orangtua kelak ditemukan.Pengalaman dari bencana Gempa dan Tsunami di Aceh menunjukkan bahwasanya banyak sekali anak-anak yang dibawa keluar dari Aceh terpisah dengan orang tuanya.Meskipun bertujuan baik untuk mengadopsi misalnya terkadang hal tersebut dapat merampas hak anak untuk mendapatkan pengasuhan langsung dari orang tua mereka.Oleh karena itu, prioritas utama program yang dapat dilakukan adalah program reunifikasi atau mempertemukan anak dengan orang tua dan keluarganya.

9.2.5.2 Dukungan Regulasi

Regulasi yang ada saat ini untuk pemeliharaan dan pengasuhan anak secara umum telah diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Bab VII tentang Perwalian dan Bab VIII tentang Pengasuhan dan Pengangkatan Anak.

149 Dinas Sosial setempat akan melakukan pendataan anak-anak korban bencana yang kehilangan keluarganya melalui pencarian orang tua kandung maupun keluarga sedarah. Hal ini diperlukan untuk proses pengasuhan dan penetapan perwalian terhadap anak tersebut dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Dengan regulasi yang ada diperlukan kebijakan dan strategi yang konkrit untuk prosedur perwalian dan adopsi agar anak tetap terlindungi.

Proses perwalian dan pewarisan anak kemudian dapat dilakukan melalui penetapan pangadilan dan jika belum ditemukan walinya maka harta kekayaan anak tersebut dapat diurus oleh Balai Harta Peninggalan atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu dan perlu penetapan pengadilan.

9.2.5.3 Dukungan Kelembagaan

Prosedur yang dapat dilakukan dalam pengasuhan anak korban bencana alam digambarkan dalam grafis berikut :

Gambar IX.2 Grafis tahapan prosedur pengasuhan anak korban dari bencana alam

Sumber: Hasil Analisis, 2018

9.2.6 Kebijakan Manajemen ASN di Daerah dan Manajemen Kearsipan