• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Bentuk, Ukuran, Dan Warna Kertas Bermeterai

Pasal 7 ayat (1) UU N0 13 / 1985 Tentang Bea Meterai mengatur tentang Bentuk, Ukuran, Dan Kertas Bermeterai, seperti tersebut di bawah ini :

(1) “ Bentuk, Ukuran, Warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula percetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.”

Adapun pelaksanaan teknisnya di atur oleh Menteri Keuangan, yang dalam hal ini seperti tersebut pada Keputusan menteri Keuangan Nomor : 419/KMK.04/1995 Tentang Bentuk, Ukuran, Dan Warna Kertas Bermeterai, tanggal 6 September 1995 (lihat lampiran)

2. Cara Melunasi Bea Meterai

Cara melunasi Bea Meterai pada dasarnya diatur melalui Pasal 7 ayat (2), seperti tersebut di bawah ini :

(2) “ Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara : a. Menggunakan benda meterai;

b. Menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.”

Selanjutnya pada penjelasan Pasal 7 ayat (2) dikatakan :

“ Pada umumnya Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan benda meterai menurut tarif yang ditentukan dalam Undang-undang ini.

Disamping itu dengan Keputusan Menteri Keuangan dapat ditetapkan cara lain bagi pelunasan Bea Meterai, misalnya membutuhkan tanda tera sebagai pengganti benda meterai di atas dokumen dengan mesinteraan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ditentukan untuk itu.”

a. Benda Meterai

Yang dimaksud dengan benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Pasal 1 ayat (2) ).

Adapun pengadaan, pengelolaan dan penjualan benda meterai pada dasarnya di atur dengan Peraturan Pemerintah (PP N0 28 Tahun 1986) sedang pelaksanaan teknisnya di atur oleh Menteri Keuangan, yang antara lain menyebutkan :

1. Penetapan dalam rangka pengadaan menteri, dilaksanakan oleh Perusahaan Umum (PERUM) Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI).

2. Pengelolaan dan penjualan benda meterai, dilaksanakan oleh PERUM Pos dan Giro.

Pengaturan selanjutnya lihat keputusan Menteri Keuangan Nomor 1009/KMK.01/1986 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pengelolaan, Penjualan, Penukaran, Pengembalian, Dan Pemusnahan Benda Meterai (lihat lampiran)

b. Penggunaan benda meterai.

Bagaimana caranya menggunakan benda meterai dalam pelunasan Bea Meterai di atur dalam Pasal 7 ayat (3) s/d ayat (9), sebagai berikut :

(3) “ Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai.

(4) Meterai tempel direkatkan di tempat di mana tanda tangan akan dibubuhkan.

(5) Pembubuhan tandatangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.

(6) Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagaian di atas semua meterai tempel dan sebagian diatas kertas.

Penjelasan

“ Ayat ini menegaskan bahwa sehelai kertas meterai hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian, sekalipun dapat terjadi tulisan atau keterangan yang dimuat dalam kertas meterai tersebut hanya menggunakan sebagaian saja dari kertas meterai. Andaikan bagian yang masih kosong atau tidak terisi tulisan atau keterangan, akan dimuat tulisan atau keterangan lain, maka atas pemuatan tulisan atau keterangan lain tersebut terhutang Bea Meterai tersendiri yang besarnya disesuaikan dengan besarnya tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Jika sehelai kertas meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal ini belum ditanda tangani oleh pembuat atau yang berkepentingan, sedangkan dalam kertas meterai telah terlajur ditulis dengan beberapa kata atau kalimat yang belum merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada kertas meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru maka kertas meterai yang demikian dapat digunakan dan tidak perlu dibubuhi meterai lagi.

(8) Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai.

(9) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (8) tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.”

3. Pemeteraian Kemudian.

Mengenai pemeteraian kemudian UU N0 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai mengatur melalui tiga pasal yaitu Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10, yang lengkapnya sebagai berikut :

Pasal 8

(1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200 % (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus melunasi Bea Meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.

Pasal 9

Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi Bea Meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian kemudian.

Penjelasan

“ Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang tidak digunakan di Indonesia. Jika dokumen tersebut hendak digunakan di Indonesia harus dibubui meterai terlebih dahulu yang besarnya sesuai dengan tarip sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dengan cara pemeteraian kemudian tanpa denda. Namun apabila dokumen tersebut baru dilunasi Bea Meterainya sesudah digunakan, maka pemeteraian kemudian dilakukan berikut dendanya sebesar 200 % (dua ratus persen).”

Pasal 10

“ Pemeteraian kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.”

Dari uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pemeteraian kemudian dilakukan karena :

a. Dokumen yang semula tidak/belum perlu dibubuhi meterai tetapi karena kemudian dipergunakan sebagai alat bukti di muka Pengendalian, maka harus dibubuhi meterai (Pasal 2 ayat (3) )

b. Dokumen tidak/kurang dilunasi pengenaan Bea Meterainya (Pasal 8)

c. Dokumen yang dibuat di Luar Negeri akan digunakan di Indonesia (Pasal (9) )

d. Pada dasarnya pemeteraian kemudian (yang dilakukan oleh Pejabat Pos) adalah pelunasan Bea Meterai dengan cara menggunakan meterai tempel juga, tetapi karena sesuatu hal dilakukan kemudian (dokumen telah ditandatangani).

4. Cara melakukan Pemeteraian Kemudian.

Cara melakukan pemeteraian kemudian tergantung dari penyebab dilakukan pemeteraian kemudian dan jenis dokumennya.

a. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas surat kerumahtanggaan dan surat lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (3) UU N0 13 / 1985 tentang Bea Meterai, yang dipergunakan sebagai alat bukti di muka Pengadilan, maka besarnya Bea Meterai adalah 2.000,- tanpa denda administrasi.

Contoh :

Suatu surat kerumahtanggaan (sesuai peraturan perundang-undangan tidak dikenakan Bea Meterai) digunakan sebagai alat bukti di muka Pengadilan maka atas surat kerumahtanggaan itu harus dilakukan pemeteraian kemudian di Kantor Pos dan Pejabat Pos akan mengenakan Bea meterai Rp 2.000,- (dua ribu rupiah) tanpa denda administrasi.

b. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang seharusnya dikenakan Bea Meterai (misalnya Rp 2.000,-) tetapi ternyata pelunasannya

terlambat (lewat saat terhutangnya) maka dalam pelaksanaan pemeteraian kemudiannya ditambah denda 200 %.

Contoh :

Suatu surat perjanjian jual beli tidak bermeterai baik yang dipegang penjual maupun pembeli maka dikenakan pemeteraian kemudian masing-masing Rp 2.000,- + 200 % x Rp 2.000,- = Rp 6.000,-

c. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang kurang bayar Bea Meterainya, maka pengenaan pemeteraian kemudian adalah disamping yang kurang bayarnya harus dilunasi dikenakan pula denda administrasi 200 % terhadap yang barang bayar itu.

Contoh :

Suatu kuitansi bukti pembayaran senilai Rp 5.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 1.000,- (kurang bayar Rp 1.000,-). Jika atas kuitansi ini dilakukan pemeteraian kemudian maka dikenakan Rp 1.000,- + 200 % x Rp 1.000,- = Rp 3.000,-

5. Pelunasan Bea Meterai Menggunakan Cara Lain.

Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b UU N0 13 / 1985 tentang Bea Meterai, pelunasan Bea Meterai dapat dilakukan dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri keuangan. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan itu telah terbit beberapa peraturan pelaksanaannya yaitu :

a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 104/KMK.04/1986 Tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan menggunakan Cara Lain, tanggal 22 Pebruari 1986;

b. Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-11/PJ.3/1986, Tentang Petunjuk Mengenai Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain, tanggal 19 Maret 1986;

c. Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-07/PJ.3/1988, Tentang Penerbitan Terhadap Pemberian Izin Penggunaan Mesin Teraan Meterai, tanggal 3 Maret 1988;

d. Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-33?PJ.3/1988, Tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Mesin Teraan Meterai, tanggal 1 Agustus 1988.

Berdasarkan petunjuk pelaksanaan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. U m u m

1) Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain adalah dengan menggunakan mesin teraan atau alat lain dengan teknologi tertentu.

2) Mesin teraan atau alat lain di maksud, penggunaannya harus mendapat ijin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak.

3) Penggunaan mesin teraan atau alat lain, diberikan kepada pemakai yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

b. Ijin Penggunaan Mesin Teraan Meterai

1) Untuk memperoleh izin penggunaan mesin teraan meterai. Pengusaha harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Pajak Tidak Langsung atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Dalam surat permohonan harus dicantumkan jenis/merek dan tahun pembuatan mesin teraan Bea Meterai yang akan digunakan.

2) Ijin penggunaan mesin teraan meterai dapat diberikan, bila digunakan mesin teraan meterai yang tidak dapat melampaui jumlah angka pembilang sesuai dengan jumlah penyetoran Bea Meterainya. (Mesin teraan akan berhenti bila sudah mencapai angka pembilang akhir sesuai dengan jumlah yang diijinkan dalam Berita Acara tentang pemasangan segel mesin teraan meterai tersebut ).

3) Jika permohonan dapat disetujui, maka sebelum dikeluarkan keputusan pemberian ijin penggunaan mesin teraan meterai pemohon harus

menyetor di muka Bea Meterai sebesar minimal Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah), dengan menggunakan Surat Setor bentuk KPU 8A.

4) Keputusan ijin menggunakan mesin teraan meterai (bentuk KP.BM-1) dikeluarkan sesudah pemohon melunaskan jumlah setoran tersebut pada bitir (3) dan menyampaikan SSP (KPU 8A) lembar ke-II(Warna Merah).

5) Sebelum mesin teraan meterai yang bersangkutan digunakan, terlebih dulu harus dilakukan pemasangan segel dan dibuat Berita Acara pemasangan segel (formulir KP.BM-2) untuk pemakaian yang pertama dan Berita Acara pembukaan dan pemasangan segel untuk perpanjangan pemakaian mesin teraan meterai (KP. BM-2A).

6) Pemberian ijin penggunaan mesin teraan meterai pada dasarnya bersifat selektif dan agar dibatasi hanya kepada wajib pajak/pemakai mesin teraan meterai yang melakukan pemeteraian atas dokumen dalam jumlah besar didalam waktu yang relatif singkat, seperti setiap hari tidak kurang dari 50 dokumen yang harus diberi meterai. Oleh karena itu dalam setiap permohonan ijin penggunaan mesin teraan meterai agar dilampirkan pernyataan (bermeterai Rp 2.000,-) dari pemilik/pemakai mesin teraan meterai bahwa dokumen yang harus dibubuhi meterai setiap hari cukup banyak, sehingga memerlukan penggunaan mesin teraan meterai. Untuk penerbitan Keputusan ijin penggunaan mesin teraan meterai yang pertama kali, digunakan formulir bentuk KP. BM-88.

7) Ijin penggunaan mesin teraan meterai hanya diberikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, karena itu setiap 2 (dua) tahun diperpanjang,

apabila dalam jangka waktu 2 tahun depositnya habis, maka dengan menambah setoran di muka Bea Meterai, mesin teraan meterai harus di program lagi sesuai penambahan deposit tersebut dan setelah dilakukan penyegelan lagi serta telah dibuat Berita Acara pembukaan

8) Laporan bulanan atas ijin penggunaan mesin teraan meterai dipakai formulir KP. BM-3.

c. Ijin pencetakan lunas Bea Meterai

1) Ijin pencetakan lunas Bea Meterai biasanya diajukan oleh Perusahaan Perbankkan (mencentak lunas meterai pada Buku Cek) atau perusahaan lain yang banyak menggunakan kuitansi. Untuk sementara ijin untuk pencetakan tanda “ lunas Bea Meterai “ pada dokumen hanya diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan karenanya permohonan untuk memperoleh ijin pencetakan tanda lunas Bea Meterai hanya dapat diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak U.P. Direktur Pajak Tidak Langsung.

2) Cara pelunasan dengan melakukan pencetakan lunas Bea Meterai pada dokumen yang akan digunakan, dianggap sama cara pelunasannya dengan menggunakan Benda Meterai asalnya jumlah Bea Meterai yang dilunasi sama besarnya dengan jumlah Bea Meterai terutang berdasarkan UU N0 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.

BAB VIII

Dokumen terkait