• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN EKOWISATA, PENATAAN KAWASAN DAN ARAHAN REGULASI

2.1 Penataan Kawasan

2.1.1 Pengertian Penataan Kawasan

Penataan kawasan merupakan salah satu upaya rekayasa sosial yang diselenggarakan di suatu wilayah dan dilakukan bersamaan dengan upaya menciptakan suatu sistem yang komprehensif terkait aktivitas yang berlangsung di kawasan, dengan memperhatikan kualitas lingkungan hidup. Hal ini berarti yang diharapkan dari penataan kawasan adalah hadirnya suatu tatanan baru yang dapat memberikan harapan kualitas kehidupan yang lebih meningkat. Diharapkan proses dan hasil penataan kawasan merupakan bagian dari upaya mendidik perilaku warga masyarakat sekitar dan juga merupakan pendidikan bagi para pengguna manfaat dari kawasan tersebut agar sesuai dengan tujuan penataan kawasan. Penataan kawasan dengan konsep seperti ini bermaksud untuk mengembangkan kehidupan sosial masyarakat setempat, meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dan mengembangkan kualitas lingkungan serta menjaga kelestarian lingkungan (Pingkan, 2013).

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 7

2.1.2 Jenis-Jenis Penataan Kawasan

Penataan kawasan meliputi berbagai jenis dimana hal ini didasari pada fungsi-fungsi yang diwadahi dan terdapat bermacam-macam kawasan, baik itu kawasan lindung maupun kawasan perkotaan. Dan berikut merupakan jenis-jenis kawasan yang ada di dunia (Adisasmita, 2010:58-62) :

1. Kawasan Budidaya

Kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

2. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan

Kawasan yang merupakan lokasi hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentuk geologi alami yang khas.

3. Kawasan Industri

Kawasan khusus untuk kegiatan pengolahan atau manufaktur.

4. Kawasan Lindung

Kawasan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan

5. Kawasan Pantai

Kawasan pesisir laut atau pantai yang merupakan habitat alami hutan bakau yang menjadi tempat perlindungan bagi peri kehidupan pantai dan laut.

6. Kawasan Pedesaan

Kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaam sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan.

7. Kawasan Perkotaan

Kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi, pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi perkotaan.

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 8

8. Kawasan Permukiman

Sebidang tanah atau lahan yang diperuntukan bagi pengembangan permukiman.

9. Kawasan Perkebunan

Lahan luas unit perkebunan tanaman komoditas, biasanya dalam pemilikan perusahaan.

10. Kawasan Suaka Alam

Kawasan dengan ciri tertentu baik di darat maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pelestarian perlindungan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

2.1.3 Prinsip dan Skenario dalam Penataan Kawasan

Sebelum menyusun skenario di dalam penataan kawasan, perlu diketahui prinsip-prinsip di dalam penataan kawasan, dan berikut merupakan prinsip-prinsip di dalam penataan kawasan (Pingkan, 2013) :

1. Tujuan

Penataan Kawasan dilakukan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan sosial masyarakat setempat, meningkatkan ekonomi masyarakat setempat, dan mengembangkan kualitas lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan.

2. Lingkup

Lingkup Penataan Kawasan meliputi pola sistem sosial, pengembangan ekonomi masyarakat, dan penanganan lingkungan.

3. Syarat

Agar Penataan Kawasan sukses, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu kesesuaian sumber daya kawasan dengan jenis kawasan yang akan dikembangkan, adanya potensi pengguna kawasan, dukungan terhadap pengembangan kualitas lingkungan, menyelenggarakan sistem pengelolaan lingkungan yang baik.

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 9

4. Perencanaan yang Baik

Penataan kawasan membutuhkan perencanaan yang baik, dan hasil dari perencanaan harus memperlihatkan adanya jaminan keberhasilan ide

penataan kawasan yang direkomendasi. Jaminan yang dimaksudkan

diperlihatkan dengan hadirnya suatu sistem penanganan kawasan yang logis untuk dilakukan.

Setelah mengetahui prinsip-prinsip dasar penataan kawasan, maka yang dilakukan selanjutnya adalah pembuatan skenario pengembangan kawasan. Langkah-langkah pembuatan skenario pengembangan kawasan adalah sebagai berikut:

1. Analisis dan penetapan potensi kawasan, jenis kawasan harus sesuai dengan

potensi yang dimiliki kawasan atau potensi yang diharapkan dapat diciptakan.

2. Analisis dan penetapan pengguna kawasan, menunjuk pada para pengguna kawasan dan sebaran asal pengguna kawasan.

3. Analisis aktivitas dan penetapan aktivitas yang akan berlangsung di kawasan.

4. Analisis dan penetapan desain pembangunan fisik.

5. Analisis dan penetapan sistem penanganan lingkungan.

6. Analisis kebutuhan dana dan sumber-sumbernya.

7. Analisis manfaat penataan kawasan

8. Analisis dan penetapan sistem pengelolaan kawasan

9. Penetapan jangka waktu pelaksanaan penataan kawasan

2.2 Ekowisata

2.2.1 Pengertian Ekowisata

Ekowisata atau pariwisata alam adalah sebuah perjalanan ke suatu tempat yang relatif masih asli atau belum tercemar, dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi, menikmati pemandangan alam, tumbuhan dan binatang liar, serta perwujudan budaya yang ada atau pernah ada di tempat tersebut (Adisasmita, 2010:129). Selain itu, ekowisata juga merupakan salah satu jenis pariwisata yang

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 10

berwawasan lingkungan. Maksudnya, melalui aktivitas yang berkaitan dengan alam, wisatawan diajak untuk melihat alam dengan dekat dan menikmati kondisi alam dan lingkungan yang masih asli atau yang lebih dikenal dengan sebutan

back-to-nature (Yoeti, 2009:35)

Berbeda dengan pariwisata yang selama ini kita kenal, ekowisata dalam penyelenggaraannya tidak banyak menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang akomodasi yang mewah atau modern yang banyak dilengkapi dengan peralatan yang mewah serta bangunan artifisial yang berlebihan. Pada dasarnya, penyelenggaraan ekowisata lebih mementingkan pada aspek kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan lingkungan, memelihara kesenian dan kebudayaan, adat-istiadat, kebiasaan hidup, menciptakan kesunyian dan ketenangan, memelihara flora dan fauna serta terpeliharanya lingkungan hidup yang tentunya dapat menciptakan sebuah keseimbangan antara kehidupan manusia dengan alam sekitarnya (Yoeti, 2009:36).

Jadi, pada intinya ekowisata adalah salah satu jenis pariwisata yang tidak semata-mata menghamburkan uang atau mewah, melainkan salah satu jenis pariwisata yang dapat meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, atau mempelajari sesuatu dari alam, flora dan fauna serta sosial budaya etnis masyarakat atau tempat tertentu. Dalam ekowisata sendiri ada empat unsur yang cukup penting, diantaranya adalah unsur pro-aktif, kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, keterlibatan penduduk lokal dan unsur pendidikan (Yoeti, 2009:36).

Ekowisata sendiri merupakan bagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup sektor-sektor pendukung kegiatan wisata secara umum, meliputi wisata bahari (beach and sun tourism), wisata pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism), wisata budaya (cultural tourism), atau perjalanan bisnis (bussines travel) atau ekowisata lebih berpijak pada tiga aspek yang cukup penting, yaitu wisata pedesaan, wisata alam dan wisata budaya (Nugroho, 2011:15). Hubungan antara sustainable tourism dan ekowisata dapat dilihat pada gambar 2.1 :

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 11

Gambar 2.1 : Hubungan antara Sustainable Tourism dan Ekowisata Sumber : Buku Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan

2.2.2 Penerapan Konsep Ekowisata

Konsep dan implementasi ekowisata tidak dapat dilepaskan dari pengembangan kawasan konservasi. Jasa ekowisata dianggap sebagai salah satu pintu masuk sebagai suatu pendekatan ekonomi yang dimana di dalamnya lebih mengedepankan pada aspek sumber daya alam dan lingkungan dalam kaidah-kaidah konservasi. Ekowisata sendiri merupakan salah satu sektor yang cukup riil di dalam menjaga konservasi lingkungan dan budaya sehingga menghasilkan manfaat yang banyak bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan (Nugroho, 2011:19).

Tabel 2.1 Kategori Pengelolaan Kawasan Konservasi IUCN

No Deskripsi Keterangan

I I a. Kawasan Suaka Alam

Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik itu di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan (UU No. 5 tahun 1990). Bussines Travel Beach Tourism SunTourism Rural Tourism Cultural Tourism

Natural Tourism Ecotouris

m

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 12

I b. Cagar Alam

Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya yang memiliki kekhasan

tumbuhan, satwa dan ekosistemnya perlu

dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami (UU No. 5 tahun 1990).

I b. Suaka Margasatwa

Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam

yang mempunyai ciri khas berupa

keanekaragaman jenis satwa yang digunakan untuk kelangsungan hidupnya dan pembinaan terhadap hidupnya (UU No. 5 tahun 1990).

II Taman Nasional

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata (UU No. 5 tahun 1990).

III Monumen Alam

Monumen alam atau monumental adala hal-hal yang menjadi sebuah warisan, seperti warisan dunia (World Heritage Site) dan situs ramsar.

IV Taman Hutan Raya (Grand

Forest Park)

Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau buatan yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, pendidikan, budaya, pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 tahun 1990).

V Taman Wisata Alam

Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian

alam yang terutama dimanfaatkan untuk

pariwisata (UU No. 5 tahun 1990).

VI Taman Buru (Hunting

Park)

Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu (UU No. 41 tahun 1999).

Tabel 2.1 : Kategori Pengelolaan Kawasan Konservasi IUCN Sumber : Buku Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 13

Pengembangan ekowisata dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, dan umumnya menggunakan cara pengembangan pariwisata. Di dalam ekowisata sendiri ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek destinasi dan aspek

market. Meskipun aspek market perlu diperhatikan dalam ekowisata, namun macam sifat dan perilaku objek dan daya tarik wisata alam dan budaya perlu juga diperhatikan untuk menjaga kelestarian dan keasliannya. Dan pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat jauh lebih terjamin di dalam penerapannya dibanding dengan hanya berkelanjutan, hal ini dikarenakan dalam penerapan konsep ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan untuk memenuhi pengetahuan dan psikologis wisatawan. (Fandeli dalam Yoeti 2009). Dan konsep ekowisata dengan output yang memperhatikan kepentingan alam dapat dilihat pada gambar 2.2 :

Gambar 2.2 : Konsep Ekowisata dengan output yang memperhatikan kepentingan alam Sumber : Buku Pariwisata Berwawasan Lingkungan

Sedangkan untuk Pengembangan jasa ekowisata dalam tingkat pengelolaan senantiasa berhubungan dengan kawasan-kawasan konservasi dan tidak ada batasann yang jelas di dalam memilih kategori jasa ekowisata yang akan dilayani. Namun, berdasarkan beberapa definisi dan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, pengembangan jasa ekowisata dapat diarahken kepada beberapa kriteria berikut (Nugroho, 2011:27) :

1. Kawasan konservasi, secara tidak langsung atau tidak melekat budaya masyarakat lokal dengan waktu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

ALAM

MANUSIA

Output tak langsung

(penyadaran mensikapi alam di hari esok) Ecotourism Input Input Output langsung (konservasi swadaya)

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 14

Interaksi budaya dan lingkungan ini dalam wujud kelembagaan lokal, cara pandang, pola pikir dan perilaku ekonomi yang mencerminkan kearifan lokal dan dapat memberikan manfaat yang cukup signifikan dalam upaya konservasi.

2. Kawasan konservasi yang memiliki aspek legalitas, diperkuat dengan

struktur kelembagaan pengelolaan ekosistem, yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan serta ketrampilan melengkapi jasa pariwisata secara umum.

3. Kawasan konservasi yang memiliki standar dan prosedur sesuai dengan baku mutu pengelolaan lingkungan, keamanan dan kenyamanan.

4. Kawasan konservasi yang memberikan peluang kerja sama internasional, partisipasi pengelolaan oleh operator dan pengembangan promosi.

Pengembangan jasa ekowisata juga diharuskan memiliki sebuah manajemen yang profesional dimana dalam hal ini kegiatan wisata yang akan berlangsung dapat memberikan unsur pendidikan yang sistematis dalam rangka pemahaman lingkungan secara komprehansif (Nugroho, 2011:27). Dan berikut merupakan kriteria dalam pengembangan manajemen ekowisata yang profesional :

1. Pemasaran yang spesifik menuju tujuan wisata. strategi pemasaran memiliki

posisi yang cukup penting untuk menjangkau dan menarik pengunjung seluruh dunia yang berfungsi untuk membantu konservasi lingkungan dan pengembangan mayarakat lokal.

2. Ketrampilan dan layanan kepada pengunjung secara intensif. Layanan

ekowisata adalah pengalaman dan pendidikan terhadap lingkungan atau wilayah baru.

3. Keterlibatan penduduk lokal dalam memandu dan menerjemahkan objek

wisata. penduduk lokal akan memiliki insentif konservasi lingkungan apabila dilibatkan dalam jasa-jasa ekowisata, pemberian informasi, dan memperoleh manfaat yang pantas.

4. Kebijakan pemerintah dalam rangka melindungi aset lingkungan dan

budaya. Kebijakan penataan ruang, pemberdayaan kemasyarakatan atau dikombinasikan dengan instrumen ekonomi dan akan mencegah mekanisme pasar beroperasi di wilayah tujuan ekowisata.

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 15

5. Pengembangan kemampuan penduduk lokal. Penduduk lokal dan

lingkungannya adalah kesatuan untuk wilayah ekowisata. Mereka perlu dikembangkan potensi dan partisipasinya untuk memperoleh benefit agar tercipta insentif dan motivasinya untuk ikut serta mengkonservasi lingkungan.

Sedangkan prinsip di dalam mengembangkan ekowisata di dalam sebuah kawasan konservasi dapat menjamin sebuah keutuhan dan kelestarian dari ekosistem yang ada. Ecotravel menghendaki persyaratan dari kualitas ekosistem, oleh sebab itu terdapat beberapa prinsip pengembangan dari ekowisata yang harus dipenuhi karena dengan mengikuti prinsip-prinsip ini dapat menjamin pembangunan yang Ecological Friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan, dan berikut merupakan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan di dalam pengembangan ekowisata menurut The Ecotourism Society (Eplerwood dalam Nugroho, 2011) :

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat

setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.

3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang

digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan

Conservation Tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.

4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam

merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.

5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi

masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 16

6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan

termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya yang tidak harmonis dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat.

7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai

daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi.

8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.

2.2.3 Perencanaan Wilayah Ekowisata

Perencanaan merupakan sebuah gambaran mengenai keadaan akan datang dari wilayah ekowisata yang efisien dan berkelanjutan. Perencanaan sendiri memuat tujuan dan sasaran pengelolaan wilayah dan dilandasi dengan dukungan aspek kelembagaan dan peraturan pendukungnya serta memuat uraian mengenai langkah-langkah strategis, manajemen aksi dan penetapan wilayah (zoning).

Perencanaan ekowisata bertujuan untuk memaksimalkan benefit dan

meminimalisir dampak negatif yang akan ditimbulkan dari pengelolaan ekowisata (Nugroho, 2011:29).

Pengembangan ekowisata dalam konteks perencanaan wilayah menyajikan karakteristik dari pendekatan sistem dan sumber daya publik yang menjadi sebuah landasan konseptual di dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Dan jasa wisata menjadi salah satu komponen yang sangat penting di dalam perencanaan wilayah ekowisata dimana sektor jasa wisata ini sendiri menjadi salah satu sektor yang riil yang dapat mengemas jasa lingkungan dan budaya

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 17

dalam upaya pembangunan wilayah untuk daerah konservasi. Dan berikut merupakan tahapan-tahapan di dalam perencanaan sebuah wilayah ekowisata :

1. Pendekatan Sistem

Perencanaan ekowisata dengan pendekatan sistem dimaksudkan untuk mengembangkan sebuah wilayah dengan lebih spesifik, teknis dan dalam tingkat interaksi yang terbatas untuk menciptakan sebuah kawasan ekowisata yang baik. Dan secara konseptual, (Weaver dalam Nugroho, 2011) menyatakan bahwa di dalam perencanaan wilayah ekowisata terdapat sebuah pengelolaan jasa ekowisata untuk menghadapi pilihan dari konsekwensi dampak atau implementasi lingkungan. Hal ini dimaksudkan karena di dalam mengimplementasikan dampak lingkungan itu sendiri terdapat dua alasan yang melandasi kondisi ini, dimana yang pertama adalah micro sustainability, yaitu prinsip-prinsip konservasi yang dilaksanakan terbatas di tempat atau lokasi wisata sedangkan yang kedua adalah

macro sustainability, yaitu dimana prinsip sustainability diterapkan pada wilayah tujuan wisata dan tempat lain yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi (Nugroho, 2011:30).

2. Sumber Daya Publik dan Penilaian Ekonomi

Wilayah ekowisata memiliki banyak komponen yang masuk dalam kategori barang atau sumber daya publik. Komponen barang atau sumber daya publik memiliki banyak karakteristik yang khas dan berbeda dengan barang pada umumnya, dimana barang yang dipahami secara umum masuk kategori barang

private, dimana kepemilikannya mudah dipahami. Pemahaman terhadap barang publik sendiri menjadi landasan konsep penilaian ekonomi terkait dengan tujuan efisiensi alokasi dan menjadi faktor kritikal dalam perencanaan wilayah ekowisata (Nugroho, 2011:38).

3. Instrumen Pembangunan Wilayah

Perencanaan wilayah ekowisata memiliki hal spesifik dibanding wilayah tujuan wisata yang lainnya, dimana dalam hal ini tujuan wisata pada umumnya banyak mengundang pengunjung, layanan di tempat terbatas, melibatkan banyak orang dan tanpa interprestasi. Sebaliknya dalam wilayah ekowisata beroperasi kegiatan-kegiatan yang membatasi jumlah pengunjung dengan skala kecil, ruang

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 18

dan tempat layanan yang luas dan menjelajah, berhadapan dengan barang dan jasa publik serta penuh dengan interpretasi. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan operasional dari mekanisme pasar secara hati-hati dan dapat memberikan manfaat secara optimal dan berkelanjutan terhadap alokasi sumber daya alam dan lingkungan untuk memberi manfaat secara optimal dan berkelanjutan (Nugroho, 2011:41).

Dua dikotomi ini memberikan deskripsi penting dan spesifik untuk perencanaan wilayah ekowisata. Dengan memuat karakteristik sistem dan sumber daya publik, kebijakan perencanaan wilayah ekowisata disusun secara komprehansif, dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Perencanaan wilayah ekowisata dapat dilihat pada gambar 2.3 :

Gambar 2.3 : Pilihan Perencanaan Wilayah Ekowisata (Weaver, 2002) Sumber : Buku Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan

4. Perencanaan Manajemen

Kebijakan tingkat ekosistem dapat menjadi landasan operasional untuk perencanaan manajemen, dimana dalam rencana manajemen terdeskripsi prosedural yang baku dimana keputusan dapat dipahami dan sesuai dengan

nilai-EKOWISATA Wilayah Identifikasi: Penduduk lokal, kaitan ekonommi, soft ecotourism, pendekatan holistik, ehance susteinability Pengembangan dan Pemasaran Produk

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 19

nilai ekologi wilayah. Pengambilan keputusan manajemen pada dasarnya tidak mudah karena banyak melibatkan dan mengakomodasi manajemen, penduduk lokal atau wilayah sekitarnya dan pengunjung. Perencanaan manajemen ekowisata pada dasarnya merupakan sebuah proses yang tidak akan pernah berhenti yang artinya ia akan berjalan mengikuti siklus untuk menggapai visi sebagai tujuan akhir dari pengelolaan.

Dalam perjalanan manajemen, tahapan evaluasi dan review manajemen menjadi salah satu indikator yang sangat bermanfaat bagi pengendalian dari ekowisata itu sendiri. Pengendalian dilakukan untuk menelaah apakah sistem, prosedur dan capaian sudah sesuai dengan yang seharusnya. Hasilnya digunakan oleh pihak manajemen untuk melaksanakan pembenahan atau perbaikan terhadap pelaksanaan manajemen. Pada sisi yang lain revolusi manajemen dapat dilanjutkan untuk mengakselerasi atau menyelaraskan tercapainya tujuan sebagaimana diketahui tujuan ekowisata itu adalah sebagai media untuk konservasi lingkungan, keuntungan swasta dan kesejahteraan penduduk lokal (Nugroho, 2011:48). Perencanaan manajemen ekowisata dapat dilihat pada gambar 2.4 :

Gambar 2.4 : Siklus Perencanaan Manajemen Ekowisata Sumber : Buku Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan

Review Manajemen: Kebutuhan apa yang

diperlukan

Evaluasi : Sampai dimana?

Apa yang sudah diperoleh

Manajemen Aksi : Bagaimana mencapai

tujuan Tujuan Manajemen :

Kemana akan menuju

Ekowisata Cagar Buda ya Gunun g Ka wi Sebatu, Gianyar

S e m i n a r T u g a s A k h i r | 20

2.3 Tinjauan Mengenai Langgam Arsitektur

Tinjauan mengenai langgam arsitektur memiliki hubungan yang sangat erat di dalam penentuan tema rancangan dimana dalam hal ini digunakan tinjauan teori yang akan menjadi dasar terbentuknya tema. Adapun tinjauan teori yang digunakan didasari pada aspek arsitektur dengan lingkungan dan budaya dimana hal ini sangat berkaitan erat dengat prinsip utama dari pendekatan yang digunakan, yaitu ekowisata.

2.3.1 Arsitektur dan Lingkungan atau Ekologis

Arsitektur dan lingkungan atau ekologis adalah sebuah pendekatan dalam bidang arsitektur untuk menciptakan rancangan yang ekologis, ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama. (Yeang dalam Widigdo, 2010), menyatakan bahwa Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design. Dan menekankan pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah, diawali dengan upaya perancangan secara pasif dengan mempertimbangkan bentuk, konfigurasi, fasade, orientasi bangunan, vegetasi, ventilasi alami, warna. Integrasi tersebut dapat tercapai dengan mulus dan ramah

Dokumen terkait