• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

3) Pemahaman Konsep

Aspek penting dalam proses belajar mengajar adalah untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu tujuan dari proses belajar mengajar adalah agar siswa mampu memahami akan sesuatu berdasarkan pengalaman dalam belajarnya. Setiap siswa memiliki pemahaman yang berbeda mengenai hal-hal yang ada dilingkungannya, termasuk yang ada disekolah seperti materi pelajaran. Dalam materi biologi, seringkali siswa kurang memahami konsep dasar secara mendalam. Padahal setiap konsep memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep selanjutnya. Maka dari itu, setiap konsep pelajaran, memiliki nilai penting untuk dipahami.

Menurut Yulaelawaty dalam Made, pemahaman merupakan suatu perangkat standar program pendidikan yang mereflesikan kompetensi sehingga dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam bidang kehidupan.31 Pemahaman itu sendiri adalah kemampuan untuk menangkap pengertian dari sesuatu, sehingga dapat ditunjukkan dalam bentuk menerjemahan sesuatu.32

Mengajar dengan sukses mengusahakan agar isi mata pelajaran bemakna bagi kehidupan anak sehingga dapat membentuk pribadinya. Salah satu cara mencapainya adalah dengan penanaman pemahaman yang baik karena, salah satu hasil belajar yang efektif adalah tercapainya pemahaman. Karena itulah

30

Fahma Sukmaniar, Ngadino, dan Karsono, Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi dengan Menggunakan Media Pembelajaran Animasi, 2013,

(http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii/article/view/2010/2124). 31

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. 7, h.67.

32

pemahaman yang didapatkan setiap peserta didik sangatlah penting dalam suatu proses pendidikan.

Seseorang dikatakan memahami sesuatu ketika ia mampu membentuk arti dari sebuah pesan pembelajaran, baik berupa lisan, tulisan, grafis atau gambar. Dengan rincian mampu menjelaskan, membandingkan, meramalkan, meringkas, mengelompokkan, dan membuat contoh.33

Hal itu berarti, seseorang yang memahami sesuatu cenderung dapat menjelaskan kembali suatu hal tertentu dan bahkan bukan hanya dapat menjelaskan kembali, seseorang yang memiliki pemahaman yang baik cenderung dapat menyelesaikan suatu masalah atas suatu konflik tertentu berdasarkan analisis masalah yang dipahaminya.

Edgar menyatakan bahwa memahami atau comprehend itu sendiri berarti memahami teks, konteks, jamak, tunggal, maupun bagian-bagiannya yang lain secara intelektual.34 Hal itu berkenaan dengan salah satu dari tiga tujuan pendidikan menurut Bloom, yakni pada tujuan pendidikan ranah kognitif. Seperti yang disebutkan oleh Sofyan bahwa kemampuan intelektual merupakan bagian dari domain kognitif. Ranah kognitif merupakan kemampuan menyatakan kembali dan kemampuan intelektual.35

Maka dari itu aspek pemahaman menurut Bloom berarti mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari. Pada umumnya, unsur pemahaman ini menyangkut kemampuan menyangkut makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri.

Dari uraian diatas, berarti pemahaman bukanlah hanya sekedar tau melainkan suatu kemampuan seseorang menafsirkan dan menginterpretasikan sesuatu. Misal, menjelaskan suatu kalimat yang ia baca atau dengar dengan bahasanya sendiri tanpa mengubah kandungan makna.

33

Dewi Salma Prawidilaga, Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. 2, h. 95.

34

Edgar Morin, Tujuh Materi Penting bagi Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Kansius, 2009), Cet. 5, h. 104.

35

Ahmad S., Tonih F., dan Burhanudin M., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.14.

Pemahaman dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Pemahaman terjemahan. Pemahaman tingkat terjemahan merupakan tingkat terendah, yaitu terjemahan dalam arti yang sebenarnya. Misalnya menerjemahkan kalimat, mengartikan Pancasila, menerjemahkan sandi. 2. Pemahaman penafsiran. Pemahaman penafsiran merupakan tingkat yang

kedua, yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan bagian yang berikutnya, atau membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok. Misalnya, menafsirkan grafik.

3. Pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman ekstrapolasi merupakan tingkat yang tertinggi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat sesuatu dibalik yang tersirat, membuat ramalan tentang konsekuensi, atau dapat memperluas persepsinya dalam arti waktu, dimensi, kasus, dan masalahnya.36

Salah satu kompetensi yang dapat ditunjukkan peserta didik dalam melakukan prosedur tepat dipengaruhi oleh bagaimana pemahamannya mengenai suatu konsep. Dengan demikian pemahaman merupakan suatu faktor penting dalam pembelajaran Biologi. Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan antar konsep-konsep biologi tersebut.

Konsep adalah suatu buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam suatu definisi tertentu sehingga melahirkan produk ilmu pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Menurut Kempt dalam Prawidilaga, konsep adalah kategori atau ragam yang menunjukkan suatu kemiripan gagasan, kejadian, objek atau kebendaan.37 Menurut Rosser dalam Ratna, konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian,

36

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), Cet. 5, h. 24.

37

yang memiliki atribut yang sama.38 Konsep juga adalah suatu gagasan abstrak yang digeneralisasi dari contoh-contoh khusus.39

Berdasarkan pengertian diatas, konsep dapat diartikan sebagai suatu pemikiran orang atau sekelompok orang mengenai pengkategorian atas abstraksi objek, kejadian dan kegiatan tertentu yang dapat mewakili satu stimulus dan dinyatakan dengan suatu definisi sehingga melahirkan produk ilmu pengetahuan berupa prinsip, hukum, dan teori.

Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Karena konsep merupakan batu pembangun pikir individu bagi proses mental yang lebih tinggi untuk memecahkan suatu masalah tertentu berdasarkan aturan-aturan yang diperolehnya.40 Belajar konsep timbul karena adanya suatu kesanggupan manusia dalam merepresentasi internalkan tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa.

Semakin sering siswa membentuk kesalingterkaitan antar dalam suatu konsep, maka semakin mudah mereka mengingat, memahami, dan menerapkannya. Ketika mereka membentuk banyak hubungan logis diantara berbagai konsep dan prinsip, mereka akan mendapatkan pemahaman konseptual.

Ada 4 dasar untuk mendefinisikan perkataan yang menunjuk suatu konsep, yaitu berdasarkan:

1. Sifat-sifat yang dapat diukur atau dapat diamati, misal semangka dan pepaya, sama-sama segar buahnya, namun berbeda warna an kulitnya. 2. Sinonim, antonim, dan makna semantik lain, misal “sopan” diartikan

sebagai beradab, tidak kasar, baik budi.

3. Hubungan-hubungan logis dan aksioma/ definisi dari sudut ini tidak secara langsung menunjuk sifat-sifat tertentu, misal garis dibatasi sebagai jaraj terekat antara dua titik.

38

Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011),h. 63.

39

Robert. E. Slavin, Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), h. 298.

40

4. Manfaat atau gunanya, misal pulpen untuk menulis, pisau untuk memotong.41

Suatu konsep memiliki banyak hubungan dengan konsep lain. Flavell dalam Sagala menyarankan bahwa pemahaman konsep sebaiknya dibedakan dalam tujuh dimensi, yaitu:

1. Atribut. Setiap konsep memiliki atribut yang berbeda. Contohnya konsep meja, meja harus memiliki suatu permukaan yang datar dan sambungan-sambungan yang mengarah kebawah sehingga permukaan tersebut terangkat keatas. Atribut bisa berupa bentuk, fisik, tinggi, fungsi, warna dll.

2. Struktur. Struktur menyangkut cara terkaitnya atribut-atribut itu.

3. Keabstrakan. Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret atau konsep itu terdiri atas konsep-konsep lain. Contoh: suatu segitiga dapat dilihat, sedangkan keinginan tidak dapat dilihat.

4. Keinklusifan. Ini ditunjukkan pada seberapa banyak contoh yang terlibat dalam konsep itu. Bagi anak kecil, konsep kucing hanya ditujukan pada hewan tertentu, yaitu kucing tertentu. Bila anak tersebut telah mengenal beberapa kucing lain, konsep kucing akan menjadi lebih luas dan lebih banyak contohnya.

5. Keumuman. Bila diklasifikasikan, konsep dapat berbeda posisi superordinat dan subordinatnya. Konsep wortel adalah subordinat bagi konsep sayur, konsep sayur merupakan subordinat dari konsep tanaman yang dapat dimakan. Semakin umum suatu konsep, semakin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep lainnya.

6. Ketepatan. Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan yang membedakan contoh dan non contoh suatu konsep.

7. Kekuatan. Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep tersebut penting.42

41

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. 5, h. 140.

42

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran: untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. 8,h. 72.

Konsep berkembang melalui satu seri tingkatan. Tingkatan-tingkatan itu mulai dengan hanya mampu menunjukkan contoh suatu konsep hingga dapat sepenuhnya menjelaskan atribut-atribut konsep. Menurut Klausmeier dalam Ratna, menyebutkan bahwa ada empat tingkatan pencapaian konsep, yaitu:

1. Tingkat konkret. Seseorang dikatakan telah mencapai tingkat konkret apabila ia mampu mengenal suatu benda yang telah dihadapinya. Ia harus dapat memperlihatkan benda tersebut dan dapat membedakan benda-benda itu dari stimulus-stimulus yang ada disekitarnya.

2. Tingkat identitas. Seseorang dikatakan mencapai tingkat identitas ketika ia sudah mampu mengeneralisasikan dua atau lebih dari bentuk yang identik dari benda yang sama adalah anggota dari kelas yang sama.

3. Tingkat klasifikasi. Seseorang dikatakan mencapai tingkat klasifikasi ketika ia dapat mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama.

4. Tingkat formal. Seseorang dikatakan mencapai tingkat formal ketika ia mampu menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Seperti mampu memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep tersebut dalam atribut-atribut kriterianya, mendriskriminasi dan memberi nama atribut-atribut-atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh dan noncontoh konsep.43

Trianto dalam Selvina dkk, menyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan pemahaman siswa terhadap fakta-fakta yang saling terkait, yang identik dengan kemampuan menangkap makna dari konsep yang dipaparkan dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut dengan situasi yang berbeda.44 Hal tersebut berarti bahwa kemampuan dalam memahami suatu konsep abstrak dapat mendorong anak atau seseorang untuk berpikir lebih mendalam, karena konsep akan muncul dalam berbagai konteks, sehingga pemahaman suatu konsep yang ada akan saling berkaitan dengan konsep yang lainnya.

43

Dahar, op. cit.,h. 70. 44

Selvina Reza Devita, Riyadi, Yulianti, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Concept Mapping terhadap Pemahaman Konsep Perubahan Lingkungan Fisik, 2013, (http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/download/2804/1922 ).

Dari uraian tersebut maka secara garis besar dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep adalah proses, cara, perbuatan mengerti atau mengetahui secara detail mengenai konsep yang tercermin dalam meningkatnya suatu hasil belajar siswa. Dengan memahami suatu konsep, ia dapat mengkategorikan dunia sekitarnya menurut konsep itu.

Berdasarkan penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep dalam suatu pembelajaran sangatlah penting. Karena, paham atau tidaknya individu atas konsep dasar dalam suatu kajian awal mempunyai dampak pada pemahaman konsep pada kajian selanjutnya, yang dalam hal ini, pemahaman konsep dapat diukur dengan tes kognitif pada siswa. Maka dari itu, dampak pemahaman yang didapatkan siswa pada konsep yang bersangkutan tentu saja akan berimbas pada tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran yang dilaksanakan.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Animesh K. Mohapatra and Reena Mohapatra dengan judul effect of animations in constructing and reconstructing

students’ knowledge of cell division (mitosis) menunjukkan bahwa penggunaan animasi dalam pembelajaran biologi dalam hal ini mengenai mitosis dapat memberikan pembelajaran bermakna sehingga pemahaman siswa lebih meningkat. Hal ini dibuktikan dengan siswa yang belajar dengan animasi menunjukkan skor rata-rata 88% lebih tinggi dari kelompok kontrol dengan skor rata-rata 69% mengenai struktur kromosom dan skor rata-rata 80% lebih tinggi dari kelompok kontrol dengan skor rata-rata 63% mengenai proses mitosis.45

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Danton H. O’Day dengan judul animated cell biology a quick and easy method for making effective, high quality teaching animations menunjukkan bahwa penggunakan media animasi dalam proses pembelajaran biologi sel dapat membantu siswa mendapatkan efek dan

45

Animesh K. Mohapatra dan Reena Mohapatra, Effect of Animations in Constructing and

Reconstructing Students’ Knowledge of Cell Division (Mitosis), 2013, h. 358-362,

(http://episteme4.hbcse.tifr.res.in/proceedings/strand-iii-curriculum-and-pedagogical studies-in-stme/mohapatra-mohapatra).

nilai tertentu terutama mengenai wawasan dalam suatu peristiwa dinamis, hal ini dibuktikan dengan siswa yang belajar dengan 3 atau lebih penyajian animasi menghasilkan skor rata-rata 84,4% dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan 3 atau lebih penyajian grafis yaitu menghasilkan peningkatan kelas 71,3%.46

Penelitian yang dilakukan oleh King-Dow Su dengan judul an integrated science course designed with information technologies to enhance university

student’s learning performance menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media teknologi informasi komunikasi dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik dalam konsep ilmu yang ditargetkan dan memberikan sikap positif terhadap pembelajaran sains, hal ini dibuktikan dengan peningkatan kinerja sebesar 43,27% dan survei sikap enam subskala menunjukkan sikap positif terhadap pelajaran ilmu pengetahuan dengan respon > 3,50 untuk semua sikap.47

Penelitian yang dilakukan oleh Danton H. O’Day dengan judul the value of animation in biology teaching: a study of long-term memory retention

menunjukkan bahwa penggunaan animasi dalam pembelajaran biologi kompleks dapat meningkatkan pemahaman biologi siswa dan memberikan dampak memori jangka panjang yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar tanpa menggunakan animasi. Hal ini dibuktikan dengan siswa yang belajar dengan animasi menunjukkan skor rata-rata 77,9% dengan penurunan skor (setelah tes memori) menjadi 43%, sedangkan siswa yang belajar tanpa animasi mendapatkan skor rata-rata 58,1% dengan penurunan skor (setelah tes memori) menjadi 35,8%.48

46Danton H. O’Day, Animated Cell Biology: A Quick and Easy Method for Making Effective, High Quality Teaching Animations, Vol. 5,2006, h. 255-263,

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1618697). 47

King-Dow Su, An Integrated Science Course Designed with Information Technologies to

Enhance University Student’s Learning Performance, ScienceDirect, Vol. 51, 2008, h. 1365-1374, (http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0360131508000171).

48Danton H. O’Day, The Value of Animations in Biology Teaching: A Study of Long-Term Memory Retention, Vol 6, 2007, h. 217-223,

Penelitian yang dilakukan oleh Yosi Rotbain, Gili Marbach-Ad d anRuth Stavy dengan judul using a computer animation to teach high school molecular biology menunjukkan bahwa penggunaan animasi komputer dalam pembelajaran biologi dalam hal ini mengenai genetika molekuler dengan konsep yang abstrak dan proses menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest dari kelompok eksperimen secara signifikan lebih tinggi 73% dari rata-rata skor kelompok kontrol 61% dalam konten pengetahuan. Hal itu berarti bahwa penggunaan animasi secara signifikan dapat meningkatkan pemahaman siswa.49

Penelitian yang dilakukan oleh Sapto Haryoko, dengan judul Efektifitas

Pemanfaatan Media Audio-Visual Sebagai Alternatif Optimalisasi Model Pembelajaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelas eksperimen (media audiovisual) dibanding dengan kelas kontrol (konvensional). Hal itu ditunjukkan oleh peningkatan hasil belajar pada kedua kelas tersebut. Kelas eksperimen mengalami peningkatan yang lebih tinggi yakni sebesar 16,25, sedangkan pada kelas kontrol hanya terjadi peningkatan sebesar 9,25. Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan media audiovisual memberikan efek yang lebih baik.50

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rahmatullah, dengan judul

pengaruh pemanfaatan media film animasi terhadap hasil belajar menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan (kelas eksperimen) dan tidak menggunakan (kelas kontrol) media pembelajaran film animasi setelah perlakuan (post test), rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal itu ditunjukkan oleh peningkatan hasil belajar pada kedua kelas tersebut. Kelas eksperimen

49

Yosi Rotbain, Gili Marbach-Ad dan Ruth Stavy, Using a Computer Animation to Teach High School Molecular Biology. J Sci Educ Technol, Vol. 17, 2008, h. 49-58,

(http://link.springer.com/article/10.1007/s10956-007-9080-4?no-access=true). 50

Sapto Haryoko, Efektivitas Pemanfaatan Media Audio-Visual Sebagai Alternatif Optimalisasi Model Pembelajaran. Jurnal Edukasi@Elektro, Vol. 5, 2009, h. 1-10, (http://journal.uny.ac.id/index.php/jee/article/download/972/781).

mengalami peningkatan yang lebih tinggi yakni 0,34 (sedang), sedangkan pada kelas kontrol hanya terjadi peningkatan 0,10 (rendah).51

Dokumen terkait