• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Masyarakat Nias Tentang Pendaftaran Tanah

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pemahaman Masyarakat Nias Tentang Pendaftaran Tanah

26

masyarakat dengan benar sehingga kita dapat mengatakan bahwa masyarakat itu sudah mempunyai hukum yang benar. Sebaliknya, apabila pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan benar, dapat dikatakan masyarakat itu belum atau kurang mempunyai pengetahuan hukum.

Namun, apabila pengetahuan hukum saja yang dimiliki oleh masyarakat, belumlah memadai. Masih diperlukan pemahaman atas hukum yang berlaku. Melalui pemahaman hukum, masyarakat diharapkan memahami tujuan peraturan perundang- undangan serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan perundang-undangan yang dimaksud27

Menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang dimaksud dengan sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

.

Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, untuk menjamin kepastian hukum, Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria memerintahkan supaya pendaftaran tanah diselenggarakan diseluruh wilayah Republik Indonesia. Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Adapun pendaftaran tanah yang dimaksud adalah pendaftaran tanah ke Kantor Pertanahan, dimana setelah melalui proses, pihak Badan Pertanahan Nasional akan menerbitkan sertifikat tanah yang dimohonkan pendaftarannya.

27

Sertifikat ini merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Secara etimologi, sertifikat berasal dari bahasa Belanda yaitu “certificaat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi, kalau dikatakan sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas sebidang tanah atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang28

Pasal 19 ayat (2) huruf c tidak berani menyebutkan bahwa surat-surat bukti (sertifikat) tanah adalah menjamin hak seseorang, akan tetapi disebutkannya “surat-surat tanda bukti hak (sertifikat) adalah alat pembuktian yang kuat” dengan demikian, pemilik surat bukti tidak bisa mempertahankan haknya, sekalipun ketentuan yang dimuat dalam PP Nomor 10 Tahun 1961 tidak diindahkannya

.

29

Kemudian disamping sebagai alat bukti, sertifikat juga berguna sebagai jaminan. Baik sebagai jaminan utang kepada orang lain, maupun jaminan utang kepada bank. Maksudnya, apabila misalnya seseorang membutuhkan pinjaman uang

. Menurut pendapat Prof.M.Yamin, surat tanda bukti disini bukanlah satu- satunya bukti, namun disebutkan hanyalah sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan berarti sertifikat tersebut mutlak sebagai bukti.

28

Muh.Yamin, Op.Cit, Hal 132

29

ke bank, maka sebagai jaminan uang yang dipinjam tadi, ditahanlah sertifikat tanah tersebut (hipotik). Tentu dalam hal ini sertifikat tanah telah membantu untuk meningkatkan pendapatan sipemilik tanah yang sekaligus meningkatkan perekonomian secara mikro, sebab ia telah mengaktifkan modal yang telah diberikan bank. Dapat disimpulkan, bahwa surat tanda bukti hak atau sertifikat tanah tersebut dapat berfungsi menciptakan tertib hukum hukum pertanahan serta membantu mengaktifkan kegiatan perekonomian rakyat30

No.

.

Berdasarkan wawancara yang diajukan kepada reseponden, dari pertanyaan nomor 3 : “Bagaimana saudara/i bisa memperoleh tanah tersebut.?” Maka diperoleh data sebagai berikut :

N = 100

Tabel 1.

Cara masyarakat memperoleh tanah.

Jawaban Frekuensi %

a. Warisan (tanpa surat wasiat) 52 orang 52

b. Warisan (dengan surat wasiat) 31 orang 31

c. Jual beli 11 orang 11

d. Pemberian/Hibah 6 orang 6

e. Lain-lain 0 0

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan kepada responden, diperoleh data bahwa sebagian besar masyarakat Nias memperoleh bidang-bidang tanah yang dikuasainya, dari warisan secara lisan (tanpa surat wasiat). Hal ini disebabkan masih kuatnya hukum adat dan budaya masyarakat Nias yang

30

melekat pada kehidupan masyarakat ini. Hukum adat Nias menganut sistem Patrilineal, sehingga tanah-tanah warisan (harta peninggalan) dari orangtuanya hanya diwariskan kepada anak-anak laki-lakinya saja.

Hal ini berhubungan dengan pewarisan marga dalam hukum adat masyarakat Nias, yaitu bahwa marga laki-lakilah yang diwariskan kepada anak- anaknya. Yang berarti bahwa anak laki-lakilah yang meregenerasikan marganya kepada anak-anak yang dilahirkan dari istrinya. Dengan demikian, harta peninggalanpun diwariskan hanya kepada anak laki-lakinya. Sementara anak perempuan akan menikah dan bergabung kepada clen laki-laki (suaminya) dan mendapatkan warisan dari keluarga suaminya tersebut.

Oleh karena itu, hukum adat Nias hanya memperbolehkan bahwa warisan hanya jatuh ke tangan anak laki-laki, maka seseorang (orangtua) yang menghendaki supaya anaknya yang perempuan juga memperoleh tanah dari harta kekayaannya, maka ia dapat memberikan bidang tanah kepada anak perempuan tersebut pada waktu ia masih hidup. Selain melalui warisan dan pemberian/hibah, masyarakat juga memperoleh tanah melalui proses jual beli. Pembelian bidang tanah dilakukan untuk menambah tanah garapan disamping tanah warisan, supaya tetap dapat mempertahankan hidupnya.

Dari wawancara yang dilakukan kepada responden, ketika responden menjawab pertanyaan nomor 4 : “Apakah bukti tertulis saudara/i pegang sebagai

bukti bahwa tanah tersebut adalah milik saudara/i ?”. Diperoleh jawaban sebagai berikut :

N=100

Tabel 2.

Bukti tertulis kepemilikan Hak atas tanah

No. Jawaban Frekuensi %

a. Sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh BPN melalui prosedur

11 orang 11

b. Tidak memiliki surat bukti 53 orang 53

c. Grand Sultan, grand C, kadaster 0 orang 0

d. Surat keterangan dari Kepala Desa/Camat/Bupati 5 orang 5 e. Surat segel yang dibuat dan dihadiri para saksi 31 orang 31

Oleh karena tanah-tanah yang dimiliki sebagian besar berasal dari tanah warisan dan pemberian/hibah, maka bukti yang di pegang oleh masyarakat sebagai tanda bahwa seseorang itulah pemilik suatu bidang tanah, hanyalah surat segel yang dibuat dengan tulisan tangan berwarna hitam diatas putih yang juga dihadiri dan ditandatangani kedua belah pihak bersama para saksi. Bahkan ada juga masyarakat pemilik tanah yang tidak memegang suatu bukti tertulis atas tanahnya. Hal ini disebabkan tanah tersebut adalah tanah warisan dan sejak dari nenek moyangnya tidak pernah ada gangguan dari pihak lain, dengan kata lain tanah tersebut selama ini aman dari gangguan orang lain. Sehingga menurut pemiliknya, tidak perlu adanya bukti tertulis. Sedangkan masyarakat pemilik tanah yang sudah mendaftarkannya ke Badan Pertanahan Nasional masih sangat sedikit, bisa dihitung dengan jari.

Masyarakat yang sudah memegang alat bukti tertulis berupa surat segel berpendapat bahwa sudah cukup bagi mereka untuk menguasai tanah tersebut dan hanya memegang surat segel sebagai bukti tertulis. Pemahaman mereka adalah bahwa surat segel tersebutlah yang dianggap sebagai surat tanah (sertifikat). Surat segel tersebutlah yang mereka anggap sebagai alat bukti tertulis terkuaat jika terjadi sautu gugatan (sengketa tanah). Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh di lapangan, menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat akan pendaftaran tanah sangat minim. Bahkan sebagian besar dari pemilik tanah tersebut tidak mengerti dan belum pernah mendengarkan istilah pendaftaran tanah mupun sertifikasi tnah. Keadaaan ini jug menunjukkan minimnya pemahaman masyarakat akan manfaat dan tujuan pendaftaran tanah itu.

Dari keterangan masyarakat itu juga diketahui bahwa masyarakat belum pernah mengikuti suatu sosialisasi maupun penyuluhan hukum mengenai pendaftaran tanah. Jadi, masyarakat pemilik tanah tidak mengetahui bahwa suatu bidang tanah harus didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional dan memperoleh sertifikat, sehingga akan menjamin kepastian hukum bagi bidang tanah yang dikuasainya.

Hal tersebut dapat diketahui melalui jawaban responden dari pertanyaan nomor 1 : “Pernahkah saudara/i mendengar istilah pendaftaran tanah?”

N = 100

Tabel 3.

Pemahaman masyarakat terhadap pendaftaran tanah

No. Jawaban Frekuensi %

a. Pernah 32 orang 32

Jadi, secara umum gambaran pemahaman masyarakat Kabupaten Nias mengenai Pendaftaran Tanah adalah sebagian besar masyarakat belum pernah mngetahui dan mengerti tentang Pendaftaran Tanah. Dari hal-hal yang diuraikan sebelumnya, mereka menganggap bahwa surat segellah yang disebut sebagai surat tanah yang sah, hal ini membuktikan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa surat tanah yang berlaku sebagai bukti yang paling otentik adalah sertifikat. Sebagaimana kita ketahui bahwa sertifikat baru dapat dikeluarkan setelah dilakukan pendaftaran dengan melalui suatu proses yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Apabila masyarakat sendiri belum mengetahui sertifikat sebagai alat bukti tertulis yang lebih otentik, berarti mereka juga tidak mengerti tentang pendaftaran tanah. Selain itu, masyarakat juga belum mengetahui manfaat dari pendaftaran tanah itu sendiri, karena mereka tidak berpikir jauh kedepan, karena keamanan yang sudah mereka alami selama ini.

Dokumen terkait