KESADARAN HUKUM MASYARAKAT NIAS
DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH
(STUDI KASUS KABUPATEN NIAS)
SKRIPSI
Dilengkapi Untuk Memenuhi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
NAMA : ANUGERAH NOVANTRI ZEBUA NIM : 110200166
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Halaman Pengesahan
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT NIAS DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH (STUDI KASUS DI KABUPATEN NIAS)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
ANUGERAH NOVANTRI ZEBUA NIM : 110200166
DEPARTEMEN HUKUM ADMINSITRASI NEGARA PEROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara
NIP.19600214987032002 Suria Ningsih, SH, M.Hum
Pembimbing 1 Pembimbing II
Mariati Zendratö, SH, M.Hum
NIP.195703231987032001 NIP.195813166143911002 Zaidar, SH. M.Hum
FAKULTAS HUKUM
ABSTRAKSI
Pendaftaran Tanah merupakan salah satu hal pokok yang seharusnya
mendapat perhatian dari Pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa akhir-akhir ini
banyak terjadi sengketa tanah, dan sebagian besar diantaranya berhubungan dengan
pendaftaran tanah. Jika kita meninjau dari segi perundang-undangan yang
mengaturnya, maka Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pasal 19
ayat (1) menyatakan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah
diadakan pendaftaran tanah diseluruh Republik Indonesia menurut ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk melaksanakan perintah Undang-Undang
ini, maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1960 yang
kemudian telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Menurut Undang-Undang ini, maka seluruh tanah di Indonesia harus
didaftarkan. Namun, sejak Undang-Undang ini diberlakukan sampai saat ini,
pendaftaran tanah di Indonesia masih belum seluruhnya didaftarkan oleh pemiliknya.
Untuk mengetahui penyebabnya mengapa perintah Undang-Undang ini masih belum
dilaksanakan, maka penulis tertarik dan meneliti secara langsung apa saja yang
menjadi permasalahan dilapangan. Yang menjadi objek penelitian penulis adalah
Daerah Kabupaten Nias.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman masyarakat
Kabupaten Nias mengenai pendaftaran tanah dan hambatan-hambatan apa saja yang
upaya yang telah dilakukan pemerintah (Kantor Pertanahan) Kabupaten Nias dalam
membantu masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode penelitian empiris. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan meniliti dan
menelaah bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan
kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pendaftaran tanah, sebagai sumber data
sekunder. Data yang digunakan adalah data-data dokumen resmi para sarjana,
artikel-artikel, dan sebagainya. Untuk memperoleh data primer, dilakukan juga jenis
penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian langsung ke Kantor Badan
Pertanahan Kabupaten Nias dan sebagian masyarakat setempat yang dijadikan
sebagai sampel.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa
pemahaman masyarakat Kabupaten Nias mengenai pendaftaran tanah masih sangat
minim. Kurangnya pemahaman ini secara langsung mengakibatkan kurangnya
kesadaran hukum masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya. Selain itu juga, dari segi
ekonomi, sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah petani dan nelayan
yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan taraf
hidupnya sehingga tidak lagi memikirkan untuk mendaftarkan tanahnya sendiri.
Dalam rangka menjalankan perintah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,
Kantor Pertanahan Kabupaten Nias sudah melakukan beberapa upaya dalam
KATA PENGANTAR
Masalah pertanahan merupakan masalah yang sangat melekat dengan
masyarakat, dan rentan terjadi dimana-mana. Sangat banyak sengketa tanah yang
terjadi, baik antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pihak swasta
maupun masyarakat dengan pemerintah, yang menimbulkan kerugian besar dan tidak
jarang menimbulkan korban jiwa. Maraknya terjadi sengketa tanah terutama terjadi
karena tanah tersebut belum didaftarkan, atau sudah didaftarkan tapi masih belum
jelas ataupun tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan. Dalam hal
ini, perlu ditinjau kembali bagaimana kondisi penyelenggaraan pendaftaran tanah di
Indonesia serta fungsinya sebagai jaminan bagi kepastian hukum.
Dari masalah ini, penulis tertarik untuk melihat realitas pelaksanaan
peraturan yang mengatur pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Akhirnya penulis
memutuskan untuk melakukan penelitian tentang pendaftaran tanah di Kabupaten
Nias. Maka penulis menyajikan skripsi yang berjudul “Kesadaran Hukum Masyarakat Nias dalam Rangka Pendaftaran Tanah di Kabupaten Nias”.
Pertama-tama, pennulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan pertolongan-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan dukungan dan kontribusinya dalam proses penyelesaian skripsi ini, baik
1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, SH, MS selaku Dekan Fakultas Hukum Universitar Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitar Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Prof.Dr.Muh.Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Agraria.
4. Ibu Mariati Zendratö, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan semangat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Zaidar SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan perhatian kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Faigizaro Zega,SH, Bapak Pangasihan Sirait dan para pejabat BPN Kabupaten Nias, yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi mengenai pendaftaran tanah di Kabupaten Nias.
7. Masyarakat Kabupaten Nias, yang telah membantu dalam memberikan informasi melalui wawancara mengenai pendaftaran tanah.
8. Kedua Orangtuaku, yang selama ini telah bersusah payah mendidik, mendoakan dan senantiasa memberikan semangat yang tiada henti kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitar
Sumatera Utara.
9. Teman-teman seperjuangan Program Kekhususan Hukum Agraria, yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis hingga dapat
penulisan skripsi ini karena keterbatasan ruang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Mengingat skripsi ini masih membutuhkan kajian yang cukup mendalam
dan sifat ilmu pengetahuan yang cukup mendalam, maka penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan dan
kesempurnaan skripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, penulis
tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis memohon maaf apabila ada
kekurangan atau tindakan penulis yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.
Medan, 24 Maret 2015
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan... i
Abstraksi... ii
Kata Pengantar... iv
Daftar Isi... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah... 14
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 14
D. Keaslian Penulisan... 16
E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian-pengertian... 19
2. Asas-asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah... 20
3. Tata Cara Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997... 23
F. Metode Penulisan... 32
G. Sistematika Penulisan... 34
B. Peranan Kantor Badan Pertanahan di Kabupaten Nias terhadap pendaftaran
tanah dan Struktur Organisasi BPN Kabupaten Nias... 43
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran dan Struktur Pertanahan di Kabupaten Nias... 60
B. Pemahaman Masyarakat Nias Tentang Pendaftaran Tanah... 62
C. Cara Memperoleh Tanah oleh Warga Masyarakat di Kabupaten Nias... 69
BAB IV HAMBATAN YANG DI HADAPI DALAM PENDAFTARAN TANAH 1. HAMBATAN YANG DI HADAPI MASYARAKAT A. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang Pendaftaran Tanah.. 78
B. Tingkat Pendidikan Masyarakat yang masih terbatas... 79
C. Pengaruh Keadaan Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat... 80
2. HAMBATAN YANG DI HADAPI BPN A. Luasnya jangkauan tugas Kantor BPN Kabupaten Nias... 83
B. Kurangnya petugas dilapangan... 84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 87
B. Saran... 89
Daftar Pustaka... ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah pertanahan dewasa ini menjadi masalah yang rumit.
Dimana-mana kita dapat menjumpai adanya sengketa tanah, tidak hanya di kota-kota besar,
tetapi sampai kepada daerah-daerah terpencilnya. Tragisnya, kebanyakan dari
masalah tanah tersebut tidak mendapat penyelesaian yang jelas, sehingga masyarakat
sering main hakim sendiri dalam menyelesaikan persoalan pertanahan, dengan kata
lain, tidak adanya kepastian hukum ditengah masyarakat.
Bagi masyarakat Nias, secara filosofis tanah adalah bumi, air dan segala
yang ada didalamnya. Ditinjau dari sudut keruangan secara horizontal, tanah dapat
diklasifikasikan sebagai ruang pemukiman, ruang produksi, serta ruang cadangan dan
pelestarian. Rincian keuangan tersebut satu sama lain saling berhubungan secara
mikro dan makro, walau rincian itu tidaklah mutlak. Penggolongannya hanya
didasarkan pada fungsinya saja.
Namun lebih daripada itu, baik secara materil dalam arti hubungan magis
antara tanah itu dengan dirinya, terutama dalam tindakannya mengelola tanah tersebut
demi kelangsungan hidupnya. UUPA sebagai hukum yang mengatur tanah di negara
kita bukan hanya sekedar mengatur hubungan manusia dengan tanah secara formal.
Bila kita teliti lebih lanjut tentang hubungan antara manusia dan tanah, maka dapat
tanah diatur oleh negara dalam memberi keseimbangan dan keselarasan antara
hubungan hukum yang bersifat formal dan juga hubungan hukum yang bersifat
materil yang disebut dengan hubungan magis.1
Secara Yuridis pendaftaran tanah telah dijamin seluruh wilayah Republik
Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari Pasal 19 UUPA yang menyatakan bahwa demi
kepastian hukum tanah harus didaftarkan, dengan memperhatikan keadaan sosial
ekonomis dan rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
pendaftaran.
Dari uraian tersebut, tergambar bagaimana arti dan fungsi tanah bagi
masyarakat Nias. Tanah mengacu kepada makna dan arti kehidupan dan penghidupan
masyarakat Nias, karena merupakan unsur penting dalam sistim dan nilai budayanya.
Pasal 19 UUPA yang diundangkan tanggal 24 September 1960, menyatakan bahwa
pendaftaran tanah diseluruh Indonesia diadakan menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemilik tanah yang tidak mampu dibebaskan
dari pembayaran biaya-biaya pendaftaran tersebut.
Pendaftaran tanah berarti mencatat hak-hak yang dipegang oleh
perorangan atau kelompok ataupun suatu lembaga atas sebidang tanah oleh pejabat
yang berwenang dan mengeluarkan surat bukti hak-hak. Hak-hak ini
bermacam-macam, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan
lain-lain.
1
Namun demikian, pendaftaran tanah tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Hal itu tentu bukan lagi disebabkan oleh faktor-faktor hukum, akan tetapi
faktor-faktor diluar hukum seperti faktor sosial ekonomi. Faktor tersebut sangat
mempengaruhi para pemilik tanah yang seharusnya didaftarkan.
Dalam hal ini hukum menghendaki adanya kepastian. Kepastian
dibutuhkan untuk menghilangkan keragu-raguan di masyarakat. Hukum pertanahan di
Indonesia menginginkan kepastian mengenai siapa pemegang hak milik atau hak-hak
lain atas sebidang tanah jika kita pandang dari segi hukum. Tetapi bagaimana dari
segi masyarakat atau pendukung hukum itu sendiri ?2
Mengenai status tanah ditinjau dari sudut hukum belum / tidak merupakan
masalah bagi masyarakat awam yang masih kurang paham tentang hukum itu sendiri.
Malahan apabila mereka mendengar hukum, maka persepsi mereka akan menjurus
kepada hal-hal negatif lainnya, seperti perampasan hak milik, pengacara yang
membela para pejabat yang besalah, polisi yang menerima uang suap apabila dirazia,
jaksa dan hakim yang korupsi, penjara, dan semuanya itu mereka tanggapi sebagai
sesuatu yang menakutkan dan dirasakan semata-mata merupakan permainan orang
pintar / terpelajar yang penuh dengan manipulasi, dan para mafia tanah yang selalu
memanfaatkan kurangnya pengetahuan masyarakat yang kurang mampu tentang
hukum. Hal-hal seperti diatas mungkin timbul dalam pemikiran mereka dari apa yang
pernah mereka dengar atau baca dari koran, televisi, maupun dari mulut ke mulut
2
tentang keburukan para oknum penegak hukum. Kemudian hal-hal negatif itu sendiri
meresap kedalam hati dan sanubari mereka, sehingga mempengaruhi psikologis
mereka terhadap hukum.3
Kecurigaan segelintir masyarakat terhadap proyek pensertifikatan tanah
ini dapat dimengerti karena kemungkinan masih trauma dengan pengalaman masa
lalu saat PKI berkuasa di Indonesia pada zaman orde lama, yang menggunakan tanah
sebagai isu sentral partainya yang bertujuan politis guna menarik simpati rakyat,
karena. Belakangan ini diketahui isu “tanah untuk rakyat” merupakan perampasan
tanah rakyat, karena hak individu/perseorangan tidak diketahui dalam sistem hukum
komunis, yang ada hanyalah hak/tanah negara.
Maka dari itu, terlebih dahulu kita tinjau dari segi masyarakat tani yang
umumnya tinggal dipedesaan dan merupakan mayoritas rakyat Indonesia. Tampaknya
mereka hampir tidak pernah berpikir tentang pasti tidak pastinya hukum itu. Mereka
memiliki dan atau menguasai sebidang tanah. Mereka mengolahnya untuk
memperoleh nafkah untuk diri mereka sendiri maupun keluarga mereka, tanpa
berpikir soal hukum itu sendiri.
4
Jadi, jika disinggung mengenai hukum, maka mengimajinasikan
malapetaka yang akan menimpa mereka dan juga tanah mereka. Maka hukum dan
hukum tanah, tidak akan pernah dirasakan oleh masyarakat sebagai alat perlindungan,
tetapi sebaliknya menjadi alat perampasan dan penindasan kepada mereka. Dengan
3
Ibid.37.
4
demikian, untuk apa main hukum-hukuman? bukannya tanah ini sudah pasti milik
kita, yang penting hidup kita terjamin. Demikian mereka berpikir. Jadi tanah
dipandang sebagai sumber kehidupan tanpa dikaitkan dengan masalah hukum.
Dengan latar belakang pemikiran demikian, sudah barang tentu maksud
baik dari undang –undang mengenai pendaftaran tanah tidak mendapat tempat yang
layak dikalangan para petani, dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka terhadap
tanah dan hukum tanah.
Apabila kita beralih kepada masyarakat kota atau pinggiran kota, lain pula
hal yang akan kita temui. Kebanyakan dari mereka ingin mendaftarkan tanahnya
untuk memperoleh sertifikat. Kemudian sertifikat tersebut digunakan jaminan untuk
melakukan peminjaman sejumlah uang di bank, atau dengan mereka memperoleh
sertifikat tanah tersebut, mereka akan lebih mudah menjadikannya objek bisnis.
Sebab dengan adanya sertifikat ini, maka para pembeli akan lebih yakin bahwa
sebidang tanah tersebut tidak berada dalam sengketa. Jadi, masyarakat kota atau
pinggiran kota lebih berpikir intelek daripada masyarakat tani di pedesaan yang pada
umumnya agak jauh dari keramaian kota.
Namun, pada kenyataannya masyarakat kota atau pinggiran kotapun tidak
mendaftarkan tanahnya sebagaimana yang dicita-citakan peraturan
perundang-undangan mengenai tanah. Penghalang utamanya adalah mahalnya biaya pendaftaran
dan rumitnya prosedur yang harus ditempuh dalam melakukan pendaftaran tanah.5
5
Jika kita berbicara mengenai pendaftaran tanah, maka masalah finansial
ekonomi turut memegang peranan yang sangat vital. Biaya yang dibutuhkan cukup
tinggi dirasakan sangat berat oleh pemegang hak atas tanah terutama petani-petani
kecil, turut menjadi penghalang besar bagi mereka dalam mendaftarkan tanahnya.
Sehingga para petani di pedesaan yang merupakan pemegang hak atas tanah yang
tadinya ingin mendaftarkan tanahnya, tetapi karena biaya tersebut, terpaksa
mengurungkan niatnya. Apabila kebutuhan primer sehari-hari tidak terpenuhi dengan
mengharapkan hasil tanahnya, bagaimana mungkin mereka bisa mendaftarkan
tanahnya ?
Sebelum tahun 2002, biaya-biaya pelayanan pertanahan yang berlaku di
instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN) termasuk biaya sertifikasi tanah, tersebar
dalam berbagai Peraturan dan Keputusan Menteri. Namun sejak tahun 2002,
Pemerintah menyatukan dan membaharui semua biaya-biaya pelayanan pertanahan di
BPN melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2002, Tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan.
Memasuki tahun 2010, pada bulan Januari 2010, Pemerintah kembali
mengatur dan membaharui biaya pelayanan pertanahan dengan menerbitkan
Peraturan Pemerintah yang baru, pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun
2002, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada BPN. Adapun biaya-biaya
dengan permohonan sertifikasi tanah, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
2010 secara garis besarnya disebutkan dalam Pasal 1, antara lain terdiri atas :
A. Jenis Pelayanan
1. Pelayanan Survei, Pengukuran dan Pemetaan,
2. Pelayanan Pemeriksaan Tanah,
3. Pelayanan Konsolidasi Tanah Swadaya,
4. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan,
5. Pelayanan Pendaftaran Tanah,
6. Pelayanan Informasi Pertanahan,
7. Pelayanan Lisensi,
8. Pelayanan Pendidikan,
9. Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap Milik
Negara Belanda (P3MB),
10.Pelayanan dibidang pertanahan yang berasal dari kerjasama dengan pihak
lain.
B. Tarif Pelayanan
1. Pelayanan Pengukuran (Pasal 4 Ayat 1)
Luas Tanah sampai 10 Ha (Hektar),
Tu = (L/500 x HSBKu) + Rp. 100.000
Luas Tanah diatas 10 Ha s/d 1.000 Ha,
Luas Tanah diatas 1.000 Ha,
Tu = (L/10.000 x HSBKu) + Rp. 134.000.000
2. Pelayanan Pemeriksaan Tanah (Pasal 7 Ayat 1).
Tpa = (L/500 x HBSKpa) + Rp.350.000
3. Pelayanan Pendaftaran Tanah (Pasal 17 Ayat 1 dan Lampirannya).
Pendaftaran untuk pertama kali Rp.50.000
4. Biaya Transportasi, Konsumsi dan Akomodasi (TKA-Pasal 20 Ayat 2). Biaya
TKA, ditanggung oleh Pemohon.
Keterangan :
1. Tu : Taruf Ukur
2. L = Luas Tanah
3. HBSKu = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pengukuran yang berlaku
untuk tahun berkenaan.
4. Tpa = Tarif pemeriksaan tanah oleh Panitia A
5. HSBKpa = Harga satuan biaya khusus kegiatan Pemeriksaan Tanah oleh
Panitia A.
6. NPOP = Nilai Perolehan Objek Pajak
7. NPOPKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
8. NPOPTKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Besarannya
ditetapkan oleh Kanwil DIRJEND Pajak an. Menteri Keuangan RI,
9. BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan), sebagaimana
diatur dalam UU No. 20 Tahun 2000 jo. UU No.21 Tahun 1997, adalah bea
yang harus dilunasi terlebih dahulu sebelum sertifikat tanahnya diterbitkan.
10.BPHTB bersifat Self Assesment, yang artinya wajib pajak (pemohon)
menghitung sendiri dan menyetor sendiri BPHTBnya ke Kas Negara melalui
bank-bank milik Pemerintah.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, terkadang ada saja oknum petugas
BPN yang tidak memperhatikan aturan-aturan tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Hal ini terlihat jelas para oknum pejabat pemerintah tertentu tidak menjalankan
peraturan tersebut dalam melakukan tugasnya, sehingga tergolong dalam tindakan
pemerasan. Masyarakat awam yang kurang paham akan peraturan dan proses
pendaftaran tanah yang ditentukan pemerintah merasa sangat dirugikan. Ini
merupakan beban yang sangat berat bagi masyarakat pemegang hak atas sebidang
tanah, sehingga dipandang sebagai momok yang menakutkan, apalagi jika tanahnya
tergolong tanah yang tidak produktif, misalnya karena kurang subur
Jadi dapat kita katakan bahwa naluri manusia dalam mencari untung
sekalipun tanpa melalui kerja keras atau tidak halal tercermin juga dalam bidang
pendaftaran tanah. Para petugas hukum pun tega melanggar norma hukum demi
keuntungan material. Hal ini berpengaruh negatif jika ditinjau dari sudut sosial
psikologis. Pemegang hak atas tanah yang merupakan sebagian besar petani adalah
terhadap aparat atau petugas pendaftaran tnah. Sebagai konsekuensinya, mereka
menutup telinga terhadap gagasan atau perintah untuk mendaftarkan tanahnya.
Apalagi bagi para petani yang pada umumnya bukan orang terpelajar,
tentunya tidak terasa urgensinya untuk mendaftarkan tanahnya. Jadi dengan mahalnya
biaya pendaftaran, rumitnya prosedur yang harus di tempuh dan persyaratan lainnya
yang harus dipenuhi, maka hampir tidak mungkin lagi diterobos oleh petani-petani
kecil atau masyarakat umum, ditambah lagi manipulasi dari pihak lainnya, maka
semakin lengkaplah masalah yang dihadapi.
Permasalahan lain yang dihadapi adalah status tanah sebagai tanah adat.
Tanah adat ini dimiliki oleh sejumlah individu atau kelompok masyarakat secara
turun temurun sejak nenek moyangnya. Oleh sebab itu, mereka menganggap
pemilikan ini sudah kuat dan pasti, sehingga tidak dibutuhkan lagi bukti-bukti lainnya
untuk memperkuat status hak atas tanah tersebut. Mereka sudah begitu lama dan
bahkan telah berabad-abad menguasainya dan memperoleh nafkah dari tanah
tersebut. Dalam kurun waktu yang begitu lama tidak ada gangguan dari pihak lain.
Dengan latar belakang seperti ini, mereka sama sekali tidak merasakan
fungsi dan manfaat dari pendaftaran tanah tersebut. Malahan hal ini menjadikan
sebuah beban terutama dari segi ekonomi mereka. Selanjutnya pendaftaran tanah
bahkan mereka anggap sebagai penyimpangan terhadap norma-norma pemilikan
mereka. Yang terpenting bagi mereka, mereka bisa mendiami, mengerjakan dan
memperoleh hasil dari tanah tersebut demi kelangsungan hidup mereka.
Gaya pemikiran seperti ini mudah dipahami, sebab masyarakat adat yang
menghuni tanah adat pada umumnya sekaligus masyarakat agraris, yang semata-mata
hidup dari hasil pertanian dan peternakan tradisional. Selama ini mereka hampir tidak
mengalami interaksi sosial yang menyangkut tanah dengan orang-orang diluar
masyarakat adatnya.6
Jika kita melihat secara yuridis, memang benar dikatakan bahwa orang
yang tidak mampu dibebaskan dari biaya pendaftaran tanah sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 19 ayat (4) UUPA. Akan tetapi, dalam kenyataannya perintah
pasal 19 ayat (4) UUPA ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Mungkin saja
masalahnya terbentur pada biaya. Bagaimanapun juga, pendaftaran tanah tetap
memerlukan biaya yang mahal. Soalnya apakah biaya Negara mampu menutupi biaya
pendaftaran tanah bagi orang mampu diseluruh Indonesia ?. Disamping itu juga, Kenyataan menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat adat saling
menghargai dan menghormati milik masing-masing atas tanah. Ini mungkin karena
tanah tidak/belum menjadi objek bisnis modern yang bisa mendatangkan keuntungan
dan kekayaan secara mendadak. Dari uraian diatas, kiranya jelas bahwa masyarakat
belum/tidak begitu merasakan urgensi pendaftaran tanah.
6
biaya pendaftaran tanah yang dibayar di Kantor Badan Pertanahan tersebut
merupakan pendapatan daerah yang akan dimasukkan kedalam pendapatan negara.7
Tanah-tanah di Indonesia sangat bervariasi, baik dari segi kesuburan
maupun letak geografisnya. Tanah subur lebih tinggi nilai ekonomisnya daripada
tanah kurang subur atau tandus ditinjau dari segi produksi pertanian. Tanah kota atau
tanah yang letaknya didekat kota akan lebih mahal harganya jika dijual dibandingkan
dengan tanah-tanah yang jauh dari kota. Bahkan tanah-tanah yang jauh dari Apabila masyarakat yang yang tidak mampu, khususnya masyarakat
pedesaan yang mata pencahariannya mayoritas sebagai petani dan nelayan tidak
membayarkan biaya pendaftaran tanah sesuai dengan perintah pasal 19 ayat (4)
UUPA tersebut, maka secara langsung dapat mengurangi pendatapan daerah dan
pendapatan negara. Bahkan negara yang akan dirugikan dengan menanggulangi biaya
pendaftaran tersebut.
Dipandang dari sikap mental masyarakat dapat dikatakan bahwa salah
satu syarat yang diperlukan untuk menunjang suatu kegiatan ialah kesadaran atau
kepatuhan. Demikian pula halnya dalam pendaftaran tanah. Namun kesadaran tidak
datang dengan sendirinya, maka hal itu hendaknya ditimbulkan, terutama oleh pihak
yang berwenang. Tetapi tampaknya pihak berwenang belum mengusahakan
tumbuhnya kesadaran masyarakat secara maksimal.
7
perkotaan, sekalipun sudah didaftarkan dan pemiliknya sudah memegang sertifikat
hak milik belum tentu diterima oleh bank sebagai jaminan kredit.8
Ketidakadaan prioritas (lack of priority) turut mempengaruhi pendaftaran
tanah. Selama ini pemerintah Indonesia belum pernah memberikan prioritas
pendaftaran tanah secara simultan. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan PELITA
demi PELITA, pendaftaran tanah belum pernah ditangani secara besar-besaran.
Keadaan seperti inilah yang tidak mendukung pertumbuhan kesadaran masyarakat
akan perlunya pendaftaran tanah. Untuk masyarakat luas, kesadaran tidak tumbuh
dengan sendirinya, tetapi kesadaran itu perlu ditanamkan didalam hati mereka. Dalam
keadaan yang seperti ini, perlu diberikan penyuluhan hukum. Dan yang terpenting
aparat pemerintah dan petugas pendaftaran tanah hendaknya bertindak jujur, artinya
tidak membuat adanya kesenjangan antara apa yang direncanakan dengan apa yang
dilaksanakan. Jadi jelaslah bahwa prioritas terhadap pendaftaran tanah dari
Pemerintah perlu diadakan, bukannya seperti selama ini dalam ketiadaan prioritas
(lack of priority)
Hal-hal tersebut merupakan penghalang terhadap akselerasi pendaftaran
tanah, sementara tanah-tanah dekat perkotaan tetap menjadi ajang sengketa dan objek
spekulasi bisnis yang turut menyebabkan lajunya inflasi keuangan. Jadi, tanah-tanah
yang jauh atau agak jauh dari kota yang merupakan bagian terbesar dari tanah-tanah
Indonesia sulit diterapkan pelaksanaan pendaftaran tanah.
B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian dan pembahasan diatas, maka dapatlah dirumuskan
permasalahan yang menjadi pokok bahasan berkenaan dengan kesadaran hukum
masyarakat Nias dalam rangka pendaftaran tanah di Kabupaten Nias sebagai berikut :
1. Sejauh mana pemahaman masyarakat di Kabupaten Nias tentang
Pendaftaran Tanah ?
2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh masyarakat dan BPN
Kabupaten Nias dalam melakukan Pendaftaran Tanah ?
3. Sejauhmana peranan atau upaya pemerintah melalui BPN Kabupaten Nias
dalam rangka pendaftaran tanah di Kabupaten Nias ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai untuk menjawab
permasalahan yang ada. Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat di Kabupaten Nias tentang
Pendaftaran Tanah.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh
masyarakat dan BPN Kabupaten Nias dalam melakukan Pendaftaran
3. Untuk mengetahui peranan atau upaya pemerintah dalam rangka
pendaftaran tanah di Kabupaten Nias.
Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana dimaksud diatas, maka
penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk :
1. Manfaat secara teoritis
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan kepada mahasiswa
atau kalangan akademis mengenai Pendaftaran Tanah menurut PP
No. 24 Tahun 1997.
b. Untuk memberikan suatu pengembangan wawasan dan pemikiran
modern tentang pendaftaran tanah kepada masyarakat yang
memiliki hak atas tanah, baik yang tanahnya sudah terdaftar
maupun yang belum terdaftar.
2. Manfaat secara Praktis
Untuk dapat memberi pemahaman kepada msyarakat mengenai
pendaftaran tanah, sehingga mudah-mudahan dengan skripsi ini
masyarakat Kabupaten Nias khsusnya memperoleh pemahaman mengenai
Pendaftaran Tanah. Selain itu, kiranya skripsi ini juga bermanfaat untuk
mendorong pemerintah berperan dalam pendaftaran tanah sebagaimana
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri.
Sepanjang penelusuran diperpustakaan yang dilakukan, belum terdapat judul dan
permasalahan yang sama dengan tulisan ini. Kalaupun ada skripsi yang mirip dengan
skripsi ini, penulis yakin substansi pembahasannya berbeda. Sehingga skripsi ini
benar-benar merupakan tulisan yang berbeda dengan tulisan yang lain. Dengan
demikian, keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
Didalam skripsi ini penulis membahas mengenai : Kesadaran Hukum Masyarakat Nias dalam Rangka Pendaftaran Tanah di Kabupaten Nias.
1. Pengertian-pengertian
a. Pengertian Kesadaran Hukum dan Masyarakat
Menurut Sudikno Mertokusumo, “Pada hakekatnya Kesadaran Hukum
adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “kebatilan” atau “onrecht” tentang apa
hukum itu, atau apa yang seharusnya hukum itu. Atau dengan perkataan lain,
kesadaran hukum itu berarti kesadaran tentang apa yang seharusnya kita lakukan atau
apa yang seharusnya tidak kita lakukan terutama terhadap orang lain. Kesadaran
hukum mengandung tepo seliro atau toleransi.”10
10
Adapun definisi Masyarakat menurut kamus hukum Sudarsono adalah “sejumlah manusia dalam arti yang sangat luas dan terikat oleh suatu kebudayaan
yang mereka nilai sama.”11
Sedangkan definisi dari Masyarakat Hukum adalah “sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dimana didalam kelompok tersebut berlaku
suatu rangkaian peraturan yang menjadi tingkah laku bagi setiap kelompok dalam
pergaulan hidup mereka”12
b. Pengertian dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam
UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti
kepemilikan atas hak tanah. Begitu pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut,
sehingga UUPA memerintahkan kepada Pemerintah untuk melakukan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini tentunya sesuai dengan pasal 19 ayat (1)
UUPA dinyatakan bahwa : “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sebagai tindak lanjut dari pemerintah pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut,
pemerintah mengeluarkan PP No. 10 Tahun 1961, maka setelah berlaku kurang lebih
selama 28 tahun, pemerintah mengeluarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah.
11
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2005
12
Pada PP No. 10 Tahun 1961, pengertian pendaftaran tanah lebih
menekankan pada kegiatan penyelenggaraan kegiatan. Terutama pada kegiatan
pengukuran desa demi desa, yang dapat kita lihat pada pasal 1 : “Pendaftaran tanah
diselenggarakan oleh jawatan . Pendaftaran Tanah menurut ketentuan-ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini dan mulai pada tanggal ditetapkan oleh Menteri
Agraria untuk masing-masing daerah”, dan Pasal 2 : “Pendaftaran Tanah
diselenggarakan desa demi desa atau daerah-daerah setingkat dengan itu”13
a. Pendaftaran awal yang mendaftarkan hak-hak atas tanah untuk pertama kali
dan harus terus dipelihara (ajudikasi)
.
Adapun pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 ayat (1) PP No. 24
Tahun 1997 adalah “rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya dan hak
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.
Dari ayat (1) ini, maka disebutkan bahwa pendaftaran tanah tersebut
dipertegas sebagai berikut :
b. Pendaftaran hak-hak karena adanya mutasi hak, ataupun adanya pengikatan
jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan pendirian hak baru (Hak
13
Syarifuddin Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah,
Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas Hak Milik) hak-hak yang timbul dari
rumah susun dan bagian-bagian dari rumah susun.
c. Pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta memelihara data fisik dan data yuridis14
Guna menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, di satu pihak
UUPA mengharuskan Pemerintah untuk mengadakan Pendaftaran Tanah di seluruh
wilayah Indonesia, dan dilain pihak UUPA mengharuskan para pemegang hak yang
bersangkutan untuk mendaftarkan hak-hak atas tanahnya. .
Boedi Harsono juga merumuskan pengertian pendaftaran tanah sebagai
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus untuk
mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menyajikan data tertentu mengenai
bidang-bidang atau tanah-tanah tertentu yang ada disuatu wilayah tertentu dengan
tujuan tertentu15
AP Parlindungan juga mengatakan bahwa pendaftaran tanah juga berasal
dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster) suatu untuk istilah teknis untuk suatu
record atau rekaman menunjuk pada luas, nilai dan kepemilikan, misalnya atas
sebidang tanah. Kata ini berasal dari Bahasa Latin Capitastrum yang berarti suatu
register atau capita atau unit yang diperbuat untuk tanah pajak Romawi
(CapotatioTerreus). Dalam artian yang tegas, cadastre adalah record (rekaman .
14
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, Hal 73
15
daripada lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan
perpajakan)16
2. Asas-asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah
.
Menurut Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997, Pendaftaran Tanah dilaksanakan
berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Penjelasan dari
Pasal tersebut sebagai berikut :
Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksud agar
ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para
pemegang hak atas tanah.
Sedangkan asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
pendaftaran tanah perlu dilaksanakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat
memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah itu
sendiri.
Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak pemegang
hak yang membutuhkan pendaftaran tanah, khususnya dengan memperhatikan
kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan
dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh
pihak-pihak yang memerlukannya.
16
Asas mutakhir adalah asas yang dimaksudkan untuk melengkapi dalam
proses pelaksanaan dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Data yang
tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti
kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian
hari. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus
menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Badan
Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan yang ada dilapangan tanpa adanya
manipulasi data, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang
benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan asas terbuka17
1. Torrens System, adalah sistem yang dapat diketahui siapa yang memiliki dari
pertama kali diatas bidang-bidang tanah tersebut, siapa pejabat-pejabat yang
menandatanganinya dapat diketahui pemilik yang baru. .
Adapun prinsip-prinsip pendaftaran tanah menurut Pasal 19 UUPA
adalah:
2. Asas negatif adalah bahwa sesorang yang telah tercantum namanya dalam
sertifikat itu tidak mutlak sebagai pemilik hak atas tanah tersebut, akan tetapi
dapat diajukan suatu keberatan untuk menemukan pemilik dari suatu bidang tanah
tersebut dengan suatu pembuktian yang lebih daripada yang tercantum namanya
tersebut, dalam hal ini dapat diajukan ke depan Pengadilan.
3. Asas publisitas, adalah suatu informasi pertanahan kepada umum dan pemerintah,
oleh karena itu setiap orang berhak meminta surat keterangan yang berisikan
keterangan tentang haknya, luasnya, lokasinya dan sebagainya.
17
4. Asas spesialitas, adalah pendaftaran tanah dapat dilihat dari surat ukurannya
karena himpunannya adalah desa disertai jalan, nomor dari jalan tersebut sehingga
akan mudah ditelusuri tempat tersebut.
5. Asas rechts-cadaster, adalah suatu kegiatan daripada Kantor Pertanahan apabila
seseorang yang akan melakukan suatu peralihan harus lebih dahulu dibayar pajak
balik namanya dan biaya balik nama kepada orangnya18
Menurut Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997, Pendaftaran Tanah bertujuan : .
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar
agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Dari penjelasan pasal-pasal disebutkan sebagai berikut :
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada huruf a
merupakan tujuan utama pendaftaran tanah oleh pasal 19 UUPA. Disamping itu,
dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat
18
informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak-pihak termasuk pemerintah
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak-pihak termasuk pemerintah
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah
terdaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan
perwujudan tertib admisnistrasi di bidang pertanahan19
3. Mekanisme Pendaftaran Tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997
.
PP No. 24 Tahun 1997 memerintahkan pendaftaran tanah untuk pertama
kali dan pemeliharaan pendaftaran tanah. Namun dalam skripsi ini penulis hanya
membahas mengenai pendaftaran tanah untuk pertama kalinya.
Bertolak dari luasnya cakupan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kalinya, ada beberapa hal pokok yang terdapat pada kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali itu yang harus dipahami, yaitu :
a. Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali
b. Pengumpulan dan pengolahan data fisik
c. Pembuktian hak dan pembukuannya
d. Penerbitan sertifikat
e. Penyajian data fisik dan data yuridis, dan
f. Penyimpangan daftar umum dan dokumen
19
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali itu dilakukan melalui 2
cara, yaitu secara sistematik dan secara sporadik. Dalam PP No. 24 Tahun 1997
kedua cara itu diberi penegasan bahwa pendaftaran tanah secara sistematik adalah
kegaiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang
meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa / kelurahan. Sementara pendaftaran tanah secara sporadik
merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau
beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa /
kelurahan secara individual dan massal20
1. Permohonan Pendaftaran Tanah secara Sporadik .
Adapun tahap-tahapan dalam pendaftaran tanah secara sporadik
sebagaimana tercantum dalam PerMen. Agra/Ka.BPN No.3/1997 sebagai berikut :
Kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan atas dasar
permohonan perorangan atau massal dengan surat permohonan yang bentuknya
sebagaimana yang diatur dalam PerMen. Agra/Ka.BPN No.3/1997 yang meliputi
permohonan untuk :
a. Melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan tertentu yaitu untuk
persiapan permohonan hak baru, untuk pemisahan, pemecahan, penggabungan
bidang tanah, untuk pengembalian batas, untuk penataan batas dalam rangka
20
pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk hal-hal lain
dengan persetujuan pemegang hak,
b. Mendaftarkan hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 23 PP No. 24 Tahun 1997,
c. Mendaftarkan hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 23 PP No. 24 Tahun 1997.
Setiap permohonan yang diajukan harus disertakan dengan dokumen asli
untuk membuktikan hak atas bidang tanah yang bersangkutan.
2. Pengukuran dan Pemetaan
Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan
kegiatan pengukuran dan pemetaan yang meliputi :
a. Pembuatan peta dasar pendaftaran,
b. Penetapan batas bidang-bidang tanah,
c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran,
d. Pembuatan daftar tanah,
e. Pembuatan surat ukur.
3. Pengumpulan dan Penelitian data Yuridis bidang tanah
a. Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang
bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut
berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan;
b. Asli akta PPAT yang menurut pemberian hak tersebut oleh pemegang hak
milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna
bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik;
c. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan
oleh pejabat yang berwenang;
d. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;
e. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;
f. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak
tanggungan.
Sedangkan Hak lama dibuktikan dengan :
a. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi
hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut
berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang
bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftarkan hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya;
b. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengakp alat-alat pembuktian,
maka pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan
secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya
dengan syarat :
Penguasaan tanah tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara
terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta
diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 PP No.24 Tahun 1997 tidak
dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa / kelurahan yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya.
c. Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud dalam
pasal 24 PP No.24 Tahun 1997 dilakukan pengumpulan dan penelitian data
yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Kepala Kantor
Pertanahan.
d. Hasil penelitian alat-alat bukti di tuangkan dalam suatu daftar isian.
4. Pengumpulan Data Fisik, Data Yuridis dan Pengesahannya.
a. Daftar isian beserta peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan
sebagai hasil pengukuran diumumkan selama 60 (enam puluh) hari untuk
memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan
keberatan;
b. Pengumuman dilakukan di Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang
c. Jika dalam jangka waktu pengumuman ada yang mengajukan keberatan
mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, maka Kepala
Kantor Pertanahan mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat;
d. Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, data fisik dan data yuridis yang
diumumkan tersebut oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah
secara sporadik disahkan dengan suatu berita acara;
e. Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman masih ada
kekuranglengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan atau
masih ada keberatan yang belum diselesaikan, pengesahan dilakukan dengan
catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum
diselesaikan.
5. Pembukuan Hak
Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan
rumah susun didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah. Dalam buku tanah
tersebut tercantum data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan, dan
apabila ada surat ukurnya maka dicatat pula pada surat ukur tersebut. Pembukuan hak
6. Penerbitan Sertifikat
Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang
bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku
tanah.
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya
dengan data yang ada didalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Apabila atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah,
atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad
baik, dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak
atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam
waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu, tidak mengajukan keberatan secara
tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan
ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan atau
penerbitan sertifikat tersebut.
Adapun tahapan-tahapan pendaftaran tanah secara sistematis sebagaimana
diatur dalam Permen.Agra/Ka/BPN No.3/1997 adalah sebagai berikut :
1. Penetapan lokasi oleh Menteri atas usul Kepala Kantor Wilayah;
2. Persiapan Kepala Kantor Pertanahan menyiapkan peta dasar yang berbentuk
3. Pembentukan Panitia Ajudikasi danSatuan Tugas (satgas)
Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor
Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk.
4. Penyelesaian permohonan yang ada pada saat mulainya pendaftaran tanah
secara sistematik.
5. Penyuluhan wilayah
Sebelum dimulainya ajudikasi, diadakan penyuluhan di wilayah atau bagian
wilayah desa / kelurahan yang bersangkutan mengenai pendaftaran tanah
secara sistematik oleh Kepala Kantor Pertanahan dibantu Panitia Ajudikasi
yang memberitahukan kepada pemeganng hak atau kuasanya, atau pihak lain
yang berkepentingan bahwa di desa / kelurahan tersebut akan diselenggarakan
pendaftaran tanah secara sistematik.
6. Pengumpulan Data Fisik yang meliputi penetapan batas, pemasangan
tanda-tanda batas, pengukuran dan pembuatan surat ukur, penetapan bidang tanah
dan pembuatan daftar tanah.
7. Pengumpulan dan penelitian Data Yuridis yang meliputi pengumpulan
alat-alat bukti kepemilikan atau penguasaan tanah, baik bukti tertulis maupun
bukti tidak tertulis berupa keterangan saksi dan atau keterangan yang
bersangkutan, yang ditunjukkan oleh pemegang hak atas tanah atau kuasanya
8. Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis dan Pengesahannya
Daftar isian beserta peta bidang atau bidang-bidang yang bersangkutan
sebagai hasil pengukuran diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari untuk
memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan
keberatan. Pengumuman dilakukan di Kantor Kepala Desa / Kelurahan letak
tanah yang bersangkutan serta ditempat lain yang dianggap perlu.
9. Pembukuan Hak
Seperti halnya dalam pendaftaran tanah secara sporadik, pembukuan hak juga
dilakukan dimana data yuridis maupun data fisik dicatat dalam buku tanah
tersebut.
10.Penerbitan Sertifikat
Jika dalam buku tanah terdapat catatan-catatan yang menyangkut data yuridis
maupun data fisik, maka oenerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan
yang bersangkutan dihapus.
11.Penyerahan Hasil Kegiatan
Setelah berakhirnya pendaftaran tanah secara sistematik, Ketua Panitia
Ajudikasi menyerahkan hasil kegiatannya kepada Kepala Kantor Pertanahan
yang berupa semua dokumen mengenai bidang-bidang tanah di lokasi
pendaftaran tanah secara sistematik meliputi peta pendaftaran, daftar tanah,
surat ukur, buku tanah, daftar nama, sertifikat hak atas tanah yang yang belum
diserahkan kepada pemegang hak, daftar hak atas tanah, warkah-warkah dan
Setelah melakukan proses pendaftaran tanah, baik melalui sistematik
maupun secara sporadik, selanjutnya dilakukan proses penyajian data, yaitu data fisik
dan data yuridis. Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, Kantor
Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum yang
terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama.
Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang telah
digunakan sebagai dasar pendaftaran diberi tanda pengenal dan disimpan di Kantor
Pertanahan yang bersangkutan atau ditempat lain yang ditetapkan oleh Menteri
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari daftar umum21
1. Jenis Penelitian / Spesifikasi Penelitian
.
F. Metode Penelitian
Metode diartikan sebagai suatu jalan atau cara mencapai sesuatu.
Sebagaimana tentang tata cara penelitian harus dilakukan, maka metode penelitian
hukum yang digunakan penulis mencakup antara lain :
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
hukum empiris yang meliputi pendekatan hukum normatif dan pendekatan hukum
sosiologis. Dalam hal pendekatan hukum normatif, penulis melakukan penelitian
terhadap peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, dan bahan hukum yang
berhubungan dengan judul dari skripsi ini. Pendekatan ini dilakukan untuk
memperoleh data sekunder.
21
Sedangkan pendekatan secara sosiologis dilakukan untuk melakukan data
primer yaitu dengan melakukan penelitian dan wawancara langsung dengan Kepala
Kantor Tata Usaha Kantor Pertanahan Kabupaten Nias serta mengambil data dari
masyarakat melalui kuesioner yang disebarkan oleh penulis kepada masyarakat yang
dijadikan sampel, menyangkut pendaftaran tanah.
Dari 131.377 jiwa jumlah penduduk di Kabupaten Nias, 134,01 jiwa /
km2. Penulis menarik sampel sebagai responden penelitian sebanyak 100 orang yang
merupakan perwakilan dari setiap kecamatan dari 10 kecamatan di Kabupaten Nias.
Dalam menganalisa data-data yang sudah diperoleh, maka penulis menggunakan
analisis kualitatif.
2. Metode Pendekatan
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis
atau social legal approach dalam hal ini karena permasalahan yang diteliti adalah
mengenai hubungan faktor sosiologis dengan faktor yuridis, serta bagaimana
implementasinya dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Nias. Yang menjadi faktor
sosiologis dalam skripsi ini adalah mengenai reaksi atau kesadaran masyarakat
menyangkut pendaftaran tanah dan peranan serta upaya yang telah dilakukan Badan
Pertanahan Kabupaten Nias mengenai pendaftaran tanah, dengan melakukan
penelitian langsung ke Kantor Pertanahan Kabupaten Nias dan meminta informasi
Sedangkan faktor yuridisnya adalah mengenai mekanisme hukum atau
peraturan perundang-undangan dan prosedur hukum yang mengatur pendaftaran
tanah.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan tepatnya di Kantor Pertanahan Kabupaten Nias.
Dalam hal ini untuk memperoleh keterangan dan data yang diperlukan mengenai
pendaftaran tanah di Kabupaten Nias. Dalam rangka memperoleh data dari
responden, lokasinya adalah di Kabupaten Nias.
4. Alat Pengumpulan Data
Adapun alat (instrumen) yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian ini adalah berupa studi dokumen, yaitu dengan menelaah bahan-bahan
kepustakaan yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Untuk memperoleh data
primer, penulis menggunakan instrumen yang lain yaitu dengan menjalankan daftar
pertanyaan (kuesioner) serta wawancara langsung dengan sebagian masyarakat yang
dijadikan sampel. Penulis juga menggunakan wawancara (interview) terhadap Pejabat
Badan Pertanahan Kabupten Nias.
G. Sistematika Penulisan
Dengan maksud memudahkan dalam menelaah penulisan skripsi yang
Kabupten Nias”, maka penulis terlebih dahulu menguraikan sistematika yang
merupakan gambaran isi dari skripsi ini, yaitu sebagai berikut :
Pada bab I diuraikan tentang latar belakang penulisan skripsi ini;
Kemudian perumusan masalah yang akan diteliti ; diuraikan pula Tujuan
Penulisan dan Manfaat Penulisan baik secara praktis maupun secara
teoritis ; Keaslian Penulisan bahwa tulisan ini adalah karya asli dari
penulis ; Tinjauan Kepustakaan yang meliputi : Pengertian Kesadaran
Hukum dan Pengertian Pendaftaran Tanah, Asas-asas dan Tujuan
Pendaftaran Tanah,
Mekanisme Pendaftaran Tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 ;
selanjutnya Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Pada bab II diuraikan tentang pengertian pendaftaran tanah dalam
pandanganYuridis berdasarkan UUPA dan Peraturan Pemerintah yang
mengaturnya; Selanjutnya peranan Kantor Badan Pertanahan Kabupaten
Nias dalam Pendaftaran Tanah, struktur organisasi, program-program
yang telah dilaksanakan dan yangakan dilaksanakan oleh Kantor Badan
Pertanahan di Kabupaten NiasPada bab III diuraikan tentang gambaran
umum dan struktur pertanahan diKabupaten Nias, meliputi jumlah
kecamatan, jumlah penduduk ; mengenai sejauhmana pemahaman
masyarakat Nias tentang Pendaftaran Tanah ; Bagaimana masyarakat
mengenai kekuatan hukum yang dimiliki masyarakat terhadap tanah hak
milik berupa surat wasiat, SK Camat dan akta jual beli.
Pada bab IV diuraikan mengenai hambatan-hambatan yang dialami
masyarakat berupa kurangnya sosialisasi tentang pendaftaran tanah ;
kurangnya tingkat pendidikan ; dan pengaruh keadaan ekonomi dan sosial
budaya di masyarakat. Sedangkan hambatan yang dialami oleh Kantor
Badan Pertanahan Kabupaten Nias seperti luasnya daerah wilayah tugas
BAB II
PERANAN DAN UPAYA PEMERINTAH (BPN)
A. Pendaftaran Tanah dalam Pandangan Yuridis
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3), dinyatakan bahwa
bumi, air, dan kekayaan yang terkandung didalamnya dipelihara oleh Negara dan
“dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat” tidak berarti bahwa
kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum /
masyarakat.
Hal tersebut juga dipertegas dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1988
Bab IV huruf D angka 30, yang berbunyi : “Tanah mempunyai fungsi sosial dan
pemanfaatannya harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat”.
Sedangkan UUPA yang memuat dasar-dasar pokok dibidang pertanahan
merupakan landasan bagi usaha pembaharuan hukum pertanahan agar dapat
memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan bumi,
air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk
kesejahteraan bersama secara adil. Jadi, untuk mencapai kesejahteraan dimana
masyarakat dapat secara aman, melaksanakan hak dan kewajiban yang diperolehnya
sesuai dengan peraturan yang telah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak
dan kewajiban tersebut22
22
Bahtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan peraturan-peraturan pelaksananya,
Alumni, Cetakan I, Bandung, 1983 Hal 7
Mengenai jaminan kepastian hukum, hal ini menjadi salah satu tujuan dari
UUPA dan termuat dalam ketentuan Pasal 19 Ayat (1) yang menyatakan bahwa :
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesiamenurut ketentuan-ketentuan
dalam peraturan pemerintah”.
Meskipun UUPA telah mengatur tentang pendaftaran tanah, namun tidak
memberikan pengertian tentang apa yang di maksud dengan pendaftaran tanah.
Begitu pula dengan PP no. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, juga tidak
memberikan pengertian tentang pendaftaran tanah, juga tidak memberikan pengertian
apa yang dimaksud dengan Pendaftaran Tanah.
Pengertian pendaftaran tanah baru dimuat dalam pasal 1 angka 1
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Definisi pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah
meliputi : pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah,pendaftaran dan peralihan
hak atas tanah serta pemberian tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa yang mengadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia adalah Pemerintah. Namun
dalam Pasal ini tidak disebutkan instansi Pemerintah mana yang mengadakan
pendaftaran tanah tersebut. Begitu pula dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 10
Tahun 1961 hanya menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh
Jawatan Pendaftaran Tanah.
Pasal 19 Ayat (3) UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah
diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu
lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya. Dalam penjelasan
umum angka IV UUPA dinyatakan bahwa “Pendaftaran Tanah akan diselenggarakan
dengan mengingat pada kepentingan serta keadaan negara dan masyarakat, lalu lintas
sosial ekonomi dan kemungkinan-kemungkinan dalam bidang personel dan
peralatannya. Oleh karena itu, akan didahulukan penyelenggaraannya di kota-kota
lambat laun meningkat pada kadaster yang meliputi wilayah Negara.
Atas dasar ketentuan Pasal ini, penyelenggaraan pendaftaran tanah
diprioritaskan di daerah-daerah perkotaan, disebabkan daerah ini merupakan lalu
lintas perekonomiannya lebih tinggi daripada daerah pedesaan. Selanjutnya
bergantung pada anggaran negara, petugas pendaftaran tanah, peralatan yang tersedia,
dan kesadaran masyarakat pemegang hak atas tanah.
UUPA menetapkan bahwa bagi rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
biaya pendaftaran tanah. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 19 Ayat (4) UUPA, yaitu :
“Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran yang termaksud dalam Ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa bagi
rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. “Dalam
melaksanakan pendaftaran tanah, pemerintah tidak mampu membebaskan seluruh
biaya pendaftaran tanah yang menjadi kewajiban bagi pemohon pendaftaran tanah,
disebabkan oleh keterbatasan dana yang dimiliki oleh Pemerintah. Pemerintah hanya
dapat memberikan subsidi biaya pendaftaran tanah yang biayanya disubsidi oleh
Pemerintah adalah PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) berdasarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 Tahun 1981 tentangProyek Operasi
Nasional Agraria dan pendaftaran tanah secara sistematik melalui ajudikasi.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 secara tegas menyebutkan
bahwa instansi Pemerintah yang menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia menurut Pasal 5 adalah Badan Pertanahan Nasional
(BPN), yang selanjutnya pada Pasal 6 Ayat (1) nya ditegaskan bahwa dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut, tugas pelaksanaannya dilakukan oleh
Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah ini menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, secara garis besar meliputi 2 kegiatan yaitu
pendaftaran tanah secara sporadik dan pendaftaran tanah secara sistematik :
1. Pendaftaran Tanah secara Sporadik, adalah kegiatan pendaftaran
tanah pertama sekali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran
tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa / kelurahan
secara individual atau massal (Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997). Dalam hal suatu desa / kelurahan belum
ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah sistematik, maka
pendaftaran tanahnya dilaksanakan melalui pendaftaran secara
sporadik. Pendaftaran tanah yang secara sporadik dilaksanakan atas
permintaan para pihak yang berkepentingan. Pendaftaran tanah secara
sporadik dapat dilakukan secara perorangan atau massal.
2. Pendaftaran Tanah secara Sistematik, adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang
meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa / kelurahan (Pasal 1
angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Pendaftaran
tanah secara sistematik ini didasarkan pada suatu rencana kerja dan
dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam
Pertanahan Kabupaten / Kota dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang
dibentuk oleh Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan
Nasional23
Ketentuan-ketentuan diatas menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan
pendaftaran tanah di Indonesia yang kemudian ditegaskan dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang erat hubungannya dengan Pasal 23
ayat (1) dan (2) UUPA yang menentukan bahwa : “Hak milik, demikian pula setiap
peralihan, hapusnya pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19, pendaftaran yang dimaksud
dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik
serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. .
Keharusan pendaftaran hak atas tanah semakin ditekankan lagi dengan
adanya sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 52 ayat (1), (2) dan (3) UUPA,.
Dimana ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuandalam Pasal 15
dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/ atau denda
setinggi-tingginya sebesar Rp. 10.000,-. Ayat (2) Peraturan Pemerintah dan peraturan
perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 19, 22, 24, 26 ayat (1), 46, 47, 48,
49 ayat (3) dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran
peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/ atau denda
setinggi-tingginya Rp. 10.000.-. dan pada ayat (3) Tindak Pidana dalam ayat 1 dan 2
pasal ini adalah pelanggaran.
23
Ketiga ayat tersebut diatas merupakan penegasan untuk Undang-Undang
tentang arti pentingnya pendaftaran tanah dan pendaftaran hak-hak diatasnya yang
harus dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat pemegang hak tersebut.
B. Peranan Kantor BPN Kabupaten Nias terhadap pendaftaran tanah dan Struktur Organisasi BPN Kabupaten Nias
Pasal 1 ayat (3) UUPA menjelaskan bahwa : Hubungan antara bangsa
Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini
adalah hubungan yang bersifat abadi dengan tanah diseluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, karena tanah merupakan perekat negara yang harus
diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dimana pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak
hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban hukum, tetapi juga untuk
menyelesaikan masalah, sengketa, konflik pertanahan yang timbul, tetapi
memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat mengenai status hak atas
tanah. Oleh karena itu, kebijakan nasional dibidang pertanahan perlu disusun dengan
memperhatikan aspirasi dan peran serta masyarakat guna dapat memajukan
kesejahteraan umum.
Berdasarkan hal tersebut diatas dan Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945, UUPA
Pasal 5, maka Presiden melalui Peraturan Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006, tentang Badan
Pertanahan Nasional, maka Kantor Pertanahan Kabupaten Nias telah berupaya
menjalankan perintah dari Peraturan tersebut. Walaupun sampai saat ini masih belum
dapat terlihat jelas dan belum dapat diwujudnyatakan keberadaannya dimasyarakat
hasil kerja para pejabat maupun staf BPN. Terbukti masih banyak masyarakat
Kabupaten Nias yang kurang tahu tentang keberadaan dan fungsi dari BPN itu
sendiri. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai pendaftaran tanah itu
masih sangat kecil, bahkan sebagian dari mereka tidak tahu bahwa tanah milik
mereka itu harus disertifikatkan untuk memperoleh haknya atas tanah tersebut dan
memberikan jaminan kepastian hukum. Hal ini jelas menunjukkan sangat minimnya
informasi yang diperoleh masyarakat yang seharusnya sudah menjadi tugas dan
kewajiban dari BPN untuk memberikan informasi hukum tersebut melalui sosialisasi
maupun penyuluhan hukum.
Menurut Prof.Dr.H.Zainuddin Ali, MA, Peningkatan Kesadaran Hukum
seyogianya dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas
dasar perencanaan yang mantap. Penyuluhan hukum bertujuan agar warga
masyarakat mengetahui dan memahami hukum-hukum tertentu, misalnya peraturan
perundang-undangan tertentu mengenai pajak. Peraturan dimaksud dijelaskan melalui
penerangan dan penyuluhan hukum., mungkin hanya perlu dijelaskan pasal-pasal