• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pemaknaan Temuan Penelitian

Penerapan model pembelajaran STAD berbantuan media tiga dimensi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bangun ruang sederhana. Hal ini terlihat dari peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II dan ketercapaian indikator keberhasilan yang ditetapkan. Pada siklus I, nilai rata-rata hasil belajar siswa mencapai 65,90 dan persentase tuntas belajar klasikal 72,72%, sedangkan pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 88,18 dan persentase tuntas belajar klasikal menjadi 90,90%. Peningkatan hasil belajar siswa memiliki makna bahwa pembelajaran dengan model STAD berbantuan media tiga dimensi dapat memberikan pengalaman kepada siswa untuk mengalami proses belajar

melalui kegiatan berkelompok sehingga di dalamnya terdapat kerja sama diantara anggota kelompoknya, selain itu dalam pembelajaran STAD juga mengupayakan kemampuan belajar individu secara optimal, hal ini terlihat dari kuis individu yang jumlah perolehan nilainya diakumulasi untuk menentukan skor maksimal. Proses belajar dengan model pembelajaran STAD yang dialami siswa sesuai dengan pendapat Gagne dan Berliner dalam Anni (2007: 2) yakni belajar merupakan proses di mana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil pengalaman.

Proses belajar yang terjadi dalam pembelajaran dapat menjadikan siswa mengalami perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Hal ini sesuai dengan model pembelajaran STAD berbantuan media tiga dimensi yang diterapkan, karena dalam pembelajaran STAD siswa berinteraksi dalam kelompok dan berusaha untuk menyelesaikan tugas yang dihadapi dengan menggunakan media tiga dimensi yang disajikan. Hasil belajar tersebut ditandai dengan pemahaman siswa pada materi bangun ruang sederhana menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Makmun dalam Rohmah (2012: 172) bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Melalui model pembelajaran STAD berbantuan media tiga dimensi, siswa lebih memahami materi bangun ruang sederhana karena pengetahuan yang mereka peroleh tidak hanya dalam bentuk verbal saja melainkan siswa diperkenalkan secara langsung dengan bangun ruang seperti kubus, balok, bola, tabung dan kerucut dengan menggunakan benda nyata (bentuk tiga dimensi kubus, balok). Selain itu siswa

juga dilatih bekerjasama sehingga kemampuan belajar individu dapat meningkat dan diharapkan dapat mencapai skor maksimal. Model pembelajaran STAD yang terdiri dari beberapa komponen menciptakan interaksi yang baik antar sesama siswa, mengembangkan sikap postif individu, lebih menghargai diri dan dapat meningkatkan kemampuan pribadi. Temuan ini sesuai dengan pendapat Rai (2007) dalam Khan dan Inamullah, bahwa STAD adalah salah satu dari beberapa strategi pembelajaran kooperatif dimana pembelajaran ini menganjurkan adanya kerjasama yang mengatur kemampuan belajar individu. Salah satu alasan pemilihan STAD adalah karena STAD menciptakan interaksi yang baik antar sesama siswa. Mengembangkan sikap positif individu, lebih menghargai diri dan dapat meningkatkan kemampuan pribadi.

Pembelajaran dengan model STAD juga dapat menimbulkan aktivitas belajar siswa. Dalam proses pembelajaran, siswa lebih terlibat aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya, lebih berani bertanya, bekerjasama dalam kelompok untuk mengerjakan LKS, berani untuk menanggapi atau memberi pendapat terhadap hasil kerja siswa atau kelompok lain, serta mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Timbulnya aktivitas belajar siswa dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi bangun ruang sederhana dan aktivitas pembelajaran tersebut menjadi lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri proses belajarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2010: 2), bahwa pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Siswa akan bertanya pada guru, mengajukan pendapat, berdiskusi dengan teman kelompoknya, menjalankan perintah, melaksanakan tugas, memberi tanggapan, menyelesaikan kuis individu dan lain sebagainya. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif dalam pembelajaran, maka ia memiliki ilmu atau pengetahuan itu dengan baik.

Berdasarkan pelaksanaan tindakan siklus I dan II, aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan. Rata-rata kehadiran siswa pada siklus I mencapai 100% dan siklus II juga 100%. Peningkatan aktivitas belajar siswa ini tidak terlepas dari model pembelajaran STAD yang di dalamnya terdapat tahap-tahap yang mendukung partisipasi aktif siswa dari mulai persiapan, penyajian materi, belajar kelompok, tes, penentuan skor hingga pemberian penghargaan. Hal ini tentu saja sangat membantu siswa dalam meningkatkan aktivitas siswa karena dalam pembelajaran tersebut terdapat persiapan untuk memulai pelajaran, siswa juga dapat mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru, selanjutnya dari hasil pemahaman materi tersebut siswa mengerjakan LKS secara berkelompok setelah berdiskusi secara berkelompok, siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan kuis atau tes individu untuk mengetahui sejauh mana penguasaan terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Asma (2006: 51-54) bahwa dalam penerapan model pembelajaran STAD terdiri dari 5 tahap yakni persiapan pembelajaran, penyajian materi, belajar kelompok, tes, penentuan skor individual dan penghargaan kelompok.

Peningkatan hasil dan aktivitas belajar siswa juga tidak terlepas dari peningkatan performansi guru dalam pembelajaran dengan model STAD. Hal ini menjawab teori yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2002) dalam Wahyudi (2013: 103), bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja guru merupakan prestasi kerja guru sebagai hasil dorongan atau motivasi yang diperlihatkan dalam bentuk tingkah laku meliputi penyusunan program pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan evaluasi dan analisis evaluasi. Untuk mendapatkan proses dan hasil belajar siswa yang berkualitas tentu memerlukan kinerja (performansi) guru yang maksimal. Nilai performansi guru siklus I mencapai 86,08 (A) dan meningkat pada siklus II menjadi 92,89 (A). Performansi guru menjadi lebih baik karena guru semakin baik dalam menerapkan pembelajaran dengan model STAD berbantuan media tiga dimensi pada materi bangun ruang sederhana. Guru sudah melaksanakan semua kegiatan sesuai yang direncanakan dan lebih optimal dalam melaksanakan model STAD berbantuan media tiga dimensi.

Dokumen terkait