• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Dasar Per timbangan Hakim Dalam Putusan Per kar a Nomor : 2045/Pid.B/2010/PN.Sby

Pembahasan mengenai pertimbangan hakim tentu membahas tentang apa yang menjadi landasan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa dalam proses pengadilan dan pertimbangan hakim tersebut mengacu terhadap Undang-undang No.48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup didalam masyarakat, dimana hakim sebelum menjatuhkan suatu putusan harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi terdakwa dan juga korban agar nilai-nilai hukum dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.

Hakim di indonesia mempunyai kebebasan dalam memilih jenis pidana. Selain itu, hakim juga memiliki kebebasan untuk menentukan berat ringannya pemidanaan karena yang ditentukan oleh si pengundang – undang adalah batas maksimal dan batas minimal.49

Perihal pertimbangan hakim dalam mengambil putusan, maka penulis membahas pertimbangan hakim dalam hasil putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap kasus pemalsuan tanda tangan dalam putusan perkara nomor : 2045/Pid.B/2010/PN.Sby.

49

Putusan perkara nomor : 2045/Pid.B/2010/PN.Sby di dalamnya telah diuraikan bentuk penjatuhan putusan secara Realita atau dalam praktek di lapangan dalam menjatuhkan pidana yang lebih ringan dari tuntutan penuntut umum di Pengadilan Negeri Surabaya dengan terdakwa pelaku pemalsuan tanda tangan yaitu H.M. ADHY SUHARMADJI, BA dengan korban adalah SITI SUNDARI, dimana Hakim menjatuhkan Hukuman penjara terhadap terdakwa selama 3 bulan penjara, maka pada umumnya semua putusan Majelis Hakim lebih ringan dari putusan jaksa penuntut umum, dengan asumsi yang seharusnya dalam pasal 263 ayat 1 bahwa pelaku tindak pidana pemalsuan tanda tangan dikenai hukuman enam tahun penjara, atau dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan tuntutan selama lima bulan penjara, dimana pertimbangan hakim dalam memutuskan bahwa terdakwa dinyatakan sah bersalah dan melanggar hukum adalah sebagai berikut :

1. Terdakwa telah terbukti secara sah membuat surat palsu atau memalsukan surat menurut hukum.

2. Unsur keseluruhan dalam pasal 263 ayat (1) telah terpenuhi dan sesuai dengan surat dakwaan.

3. Terdakwa harus dijatuhi pidana, dikarenakan telah dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana.

4. Majelis hakim tidak menemukan hal – hal yang dapat menghapuskan kesalahan terdakwa selama persidangan.

Akan tetapi, dalam beracara dalam peradilan sering ditemukan pertimbangan hakim yang meringankan dan pertimbangan hakim yang memberatkan. Dalam putusan perkara nomor : 2045/Pid.B/2010/Pn.Sby, dasar pertimbangan majelis hakim menjatuhkan hukuman dua bulan lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum dengan asumsi bahwa Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan penjara selama lima bulan dan putusan hakim selam 3 tiga bulan penjara terhadap terdakwa H.M. ADHY SUHARMADJI, BA dengan korban adalah SITI SUNDARI di Surabaya, dimana Hal – Hal pertimbangan Hakim yang meringankan terdakwa :

1. Terdakwa Mengakui dan Menyesali Perbuatannya 2. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan. 3. Terdakwa belum pernah dihukum.

Sedangkan Hal – Hal pertimbangan Hakim yang memberatkan adalah : 1. Perbuatan Terdakwa merugikan saksi atau korban Siti Sundari.

3.2 Analisa Ter hadap Putusan Per kar a Nomor : 2045/Pid.B/2010/PN.Sby Pada dasarnya dalam beracara di peradilan, hakim memiliki kuasa atau hak penuh dalam menjatuhkan putusan sesuai peraturan atau perundang – undangan, akan tetapi hakim juga dapat membuat hukum jika memang itu dibutuhkan dalam persidangan. Hal itu dalam praktik penyelesaian sengketa tidak dapat dihindari manakala terminologi yang digunakan oleh undang – undang tidak jelas, undang – undang tidak mengatur masalah yang dihadapi atau undang – undang yang ada

bertentangan dengan situasi yang dihadapi, Hal tersebut yang disebut dengan penemuan hukum.50

Selain sebagai penemuan hukum, hakim juga berwenang dalam pemberian sanksi, dikarenakan bagian terpenting dalam pemidanaan adalah menetapkan suatu sanksi. Sanksi dalam hukum pidana dapat dibagi menjadi sanksi pidana dan sanksi tindakan.

Sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah yang dilakukan sesorang melalui pengenaan penderita agar yang bersangkutan menjadi jera, fokus sanksi tindakan lebih terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku agar ia berubah.51

Salah satu bagian dalam putusan perkara pidana yaitu terdapat pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi pidana bagi terdakwa, dimana dalam putusan perkara nomor :2045/Pid.B/2010/PN.Sby Perihal pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa adalah sebagai berikut :

1. Terdakwa menyesali dan mengakui perbuatannya. 2. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan. 3. Terdakwa belum pernah dihukum.

Hal – Hal yang dapat dipertimbangkan dalam pasal undang – undang yang digunakan sebagai dasar pemidanaan adalah :

50

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, 2009, h.333 51

1. Perilaku. 2. Kondis mental. 3. Keadaan. 4. Identitas.52

Penulis berpendapat telah sesui dengan teori dalam pengambilan putusan dalam perihal pemidanaan, dimana hal – hal yang digunakan sebagai teori dasar pemidanaan jika diterapkan ke dalam pasal 263 ayat ( 1 ) KUHP adalah :

1. Perilaku

Dalam hal ini terdakwa berperilaku sopan selama menjalani persidangan yang diacarakan.

2. Kondisi mental

Terdakwa dalam persidangan merasa menyesal telah melakukan kejahatan pemalsuan tanda tangan dan terdakwa telah berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

3. Keadaan.

Terdakwa selama persidangan sehat dan terdakwa dalam keadaan sadar dalam melakukan kejahatan dan telah mengetahui perbuatannya telah melanggar hukum beserta mengetahui sanksi hukumnya.

4. Identitas

Terdakwa merupakan orang yang tepat atau pelaku secara sah telah memenuhi unsur tindak pidana pemalsuan tanda tangan.

52

Akan tetapi, disamping perihal atau pertimbangan – pertimbangan diatas, sebenarnya banyak hal yang dapat juga dijadikan sebagai pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan perkara tersebut, misalnya berdasarkan hasil wawancara dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yaitu I Made Sukadana, SH., MH, berpendapat bahwa ada beberapa pertimbangan yang dapat diperhatikan dalam beracara dala peradilan, diantaranya yaitu :

1. Unsur sengaja atau tidak sengaja, dengan maksud bahwa perbuatan tersebut silakukan atas kehendak atau dalam keadaan sadar atau dengan ancaman orang lain.

2. Unsur akibat yaitu mengenai resiko yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut, misalnya pemalsuan tersebut dapat merugikan pihak tersebut atau tidak, misalnya dalam kasus pemalsuan tanda tangan tentunya memberikan dampak negatif terhadap moral korban karena telah dianggap sebagai pemalsu atau pun penipu.

3. Unsur maksud dan tujuan, dengan artian bahwa apa yang menjadi faktor maksud dan tujuan yang akan dikehendaki oleh pelaku.

4. Unsur perdamaian, dalam hal ini dapat diartikan sama haknya permintaan maaf atau dengan arti lain bahwa korban masih memberikan maaf terhadap pelaku atau terdakwa.

Analisa mengenai putusan perkara nomor : 2045/Pid.B/2010/PN.Sby, penulis membahas tentang putusan atau penjatuhan sanksi oleh Hakim terhadap Terdakwa, dimana suatu putusan

mengutamakan adanya pemberian sanksi atau pertanggung jawaban. Putusan hakim dalam perkara pidana dapat digolongkan menjadi tiga : 1. Terdakwa diputus bebas, jika pengadilan berpendapat bahwa hasil

pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atau perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. 2. Terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum, jika pengadilan

berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakn terhadap terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana. 3. Terdakwa dijatuhi hukuman pidana, jika pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.53

Akan tetapi, adanya putusan pasti adanya bentuk sikap pertanggung jawaban pelaku, dikarenakan selain telah memenuhi unsur – unsur tindak pidana pemalsuan, hakim dapat memutuskan bahwa terdakwa dinyatakan melanggar hukum atau tidaknya yaitu berdasarkan kesanggupan terdakwa dalam bertanggung jawab.

Pertanggung jawaban merupakan syarat dalam penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku atau terdakwa, dimana pertanggung jawaban pidana itu sendiri, baik kita lihat apa yang ditulis oleh Roeslan Saleh merupakan perbuatan yang tercela oleh masyarakat itu di pertanggung jawabkan pada si pembuatanya. Artinya celaan yang obyektif terhadap perbuatan itu kemudian diteruskan kepada si terdakwa. Menjadi soal selanjutnya, apakah si terdakwa juga di cela dengan dilakukannya perbutan itu, kenapa perbuatan yang obyektif tercela, secara subyektif dipertanggungjawabkan

53

kepadanya, oleh sebab itu perbuatan tersebut adalah pada diri si pembuat.54

Dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban. Pada umumnya seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:

a. Keadaan Jiwanya

1. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara. 2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (Gagu, Idiot, gila dan sebagainya) 3. Tidak terganggu karena terkejut (Hipnotisme, amarah yang meluap

dan sebagainya). b. Kemampuan Jiwanya :

1. Dapat menginsyafi hakekat dari perbuatannya.

2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah dilaksanakan atau tidak.

3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Dalam putusan perkara nomor : 2045/Pid.B/2010/PN.Sby, terdakwa atau pelaku dianggap atau telah dinyatakan memenuhi unsur dapat bertanggung jawab dan telah memenuhi unsur – unsur telah melakukan tindak pidana pemalsuan, maka pelaku atau terdakwa dapat

54

Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1988, h.105.

diputuskan dalam penjatuhan sanksi pidana telah melangar hukum yang berlaku.

Analisa mengenai putusan Hakim dalam putusan perkara pidana Nomor : 2045/Pid.B/2010/PN.Sby., penulis tidak sepenuhnya setuju dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap pelaku H.M. ADHY SUHARMADJI, BA yang hanya menuntut 5 bulan penjara, begitu juga penjatuhan sanksi terhadap terdakwa H.M. ADHY SUHARMADJI, BA yang hanya dikenai sanksi berupa kurungan selam 3 bulan penjara. Hakim sering terpengaruh oleh dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam membuat keputusan, dimana seharusnya profesi Hakim tidak terpengaruh oleh rekuisitur Jaksa Penuntut Umum.55

Penerapan teori putusan hakim dalam perkara pidana telah diimplimentasikan dengan baik oleh hakim, dimana hakim memberikan putusan berupa sanksi karena hakim menganggap bahwa pelaku bersalah melakukan tindakan pidana sesuai dengan apa yang didakwakan, dalam penerapan penemuan hukum, hakim tidak membuat suatu hukum baru, dikarenakan perbuatan terdakwa telah tertulis dan diatur di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.

Akan tetapi, dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan Putusan Hakim sangatlah berbeda jauh dengan sanksi yang ditegaskan dalam pasal 263 ayat ( 1 ) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, penulis tidak setuju jika pertimbangan hakim yang meringankan dijadikan alasan sebagai

55

perbedaan antara putusan dengan pasal 263 ayat (1) KUHP, dikarenakan jika penjatuhan sanksi tidak seberat yang ditentukan dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, maka tidak akan memberikan efek jera.

Selain sanksi berupa hukuman penjara selama tiga bulan, berdasarkan wawancara dengan Hakim I Made Sukardani SH.,MH., bentuk pertanggung jawaban dalam putusan perkara nomor : 2045/Pid.B/2010/Pn.Sby, berupa pengembalian hak tanah sepenuhnya kepada Siti Sundari dan pemenang lelang tanah oleh BDNI atau kepemilikan tanah lelang yaitu Rustam Effendi dinyatakan batal karena Hukum.56

Tidak dipungkiri jika dewasa ini banyak persoalan mengenai pemberian sanksi atau banyaknya kontradiktif sanksi atau hukuman, dalam persoalan yang menjadi pokok utama adalah masalah pemberlakuan sanksi bagi suatu pebuatan pidana. Bila didasarkan berbagai macam teori maka pemberian sanksi mempunyai beberapa tujuan, antar lain sebagai penghukuman atau pembalasan bagi pelaku perbuatan sehingga menimbulkan rasa jera dan tidak akan mengulangi lagi perbuatan itu.

Hukum modern seperti sekarang ini, pemberian sanksi tidak dilakukan dalam rangka memberikan pembalasan dan menimbulkan rasa jera, namun sanksi dilakukan untuk memberikan pendidikan sehingga menimbulkan rasa kesadaran hukum dan membuka pemikiran akan

56

Wawancara Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, I Made Sukadana, 11 Agustus 2012, 11.00 AM

kesalahan yang telah dilakukan menimbulkan kerugian terhadap orang lain sehingga mereka akan sadar dan tidak lagi mengulangi perbuatan.57

Perkembangan hukuman yang hanya memberikan pendidikan dan menimbulkan rasa kesadaran hukum tanpa adanya hukuman berat agar memiliki dampak jera bagi pelaku, hanya akan memicu perkembangan tindak pidana dan tidak merasa jera untuk mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.

Selain perkembangan hukum yang tidak memberikan efek jera, putusan hakim yang selalu terpengaruh oleh dakwaan jaksa tentu perlu diperhatikan, dikarenakan banyaknya berita mengenai kasus suap yang dilakukan terhadap jaksa, dimana suap tersebut bertujuan untuk mengurangi tuntutan Jaksa Penuntut umum terhadap pelaku.

Keterkaitan putusan Hakim terhadap Tuntutan jaksa seharusnya dapat dikurangi, misalnya dengan cara yaitu sebaiknya sistem hukum di Indonesia tidak menggunakan rekuisitur jaksa, sehingga hakim lebih dipacu untuk memutuskan secara adil tanpa terpengaruh secara kognitif

oleh jaksa.

57

Dewi Setyowati, Prespektif Hukum Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum, Universitas Hang Tuah, Surabaya, 2005, 65 - 66

MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN TANDA TANGAN 2.1 J enis Pemalsuan Tanda Tangan yang Dilakukan Dalam Putusan Nomor :

2045/pid.B/2010/PN.Sby

Pemalsuan adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau dokumen-dokumen (lihat dokumen palsu), dengan maksud untuk menipu. Kejahatan yang serupa dengan penipuan adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk melalui penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan. Menyalin, studio pengganda, dan mereproduksi tidak dianggap sebagai pemalsuan, meski pun mungkin mereka nanti dapat menjadi pemalsuan selama mengetahui dan berkeinginan untuk tidak dipublikasikan. Dalam hal penempaan uang atau mata uang itu lebih sering disebut pemalsuan. Barang konsumen tetapi juga meniru ketika mereka tidak diproduksi atau yang dihasilkan oleh manufaktur atau produsen diberikan pada label atau merek dagang tersebut ditandai oleh simbol. Ketika objek-adakan adalah catatan atau dokumen ini sering disebut sebagai dokumen palsu.39 Pasal 263 KUHPidana, berbunyi sebagai berikut:

Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan

39

Padanan Pasal ini di dalam Ned. W. V. S ( KUHP Belanda ) ialah artikel 225, bagian inti delik ( delicts bestanddelen ) :

a. Membuat surat palsu atau / memalsukan surat.

b. Yang dapat menimbulkan hak, perikatan atau / pembebasan utang atau / diperuntukkan sebagai bukti mengenai sesuatu hak, perikatan atau / pembebasan utang.

c. Dengan maksud untuk memakai atau / menyuruh orang lain untuk memakai surat tersebut seolah – olah benar dan tidak palsu.40

Pemalsuan surat termasuk juga pemalsuan tanda tangan diatas kertas kosong, penyalahgunaan tanda tangan juga jika yang mempunyai tanda tangan menyetujuinya 9 Hage Raad, 28 November 1887 ), termasuk juga pemalsuan surat yang dilakukan dalam negeri, hage raad memutuskan jika yang menderita kejaran juga termasuk bukan orang belanda ( jadi ini disundur : bukan orang Indonesia ). 41

Pada pasal 266 ayat 2 huruf dalam penjelasan Sughandi, bahwa memalsukan tanda tangan yang berkuasa menanda tangani termasuk dalam pengertian memalsukan surat, demikian pula menempelkan pas foto orang lain dari pada yang berhak dalam ijazah sekolah, surat izin mengemudi, harus dapat dipandang sebagai suatu pemalsuan. Membuat surat palsu, dapat terjadi apabila :

40

Andi Hamzah, Delik – delik Tertentu ( Special Delicten ) di Dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h.135

41

b. Seorang membuat surat dengan menandatanganinya sendiri tetapi isinya tidak benar ( intellectueelevalsheid );

c. Seorang A mengisi kertas kosong yang ada tanda tangan dari B dengan tulisan yang tidak benar ( blancoseing ).

Sehingga dalam tindak pidana pemalsuan tanda tangan dapat digolongkan ke dalam jenis memalsukan surat berdasarkan Kitab Undan – Undang Hukum Pidana ( KUHP ), dan dalam Putusan Perkara Nomor Putusan Nomor : 2045/Pid.B/2010/PN. Sby, telah disebutkan :

“ Unsur membuat surat palsu atas memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian ( kewajiban ), atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat – surat itu seolah – olah itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat.”

Menimbang, bahwa yang dimaksud membuat surat palsu atau Memalsukan Sur at adalah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa telah disengaja dan mempunyai tujuan untuk mengelabuhi seolah – olah yang dibuatnya itu asli, dan di dalam pembahasan barang bukti berupa kutipan resume Laboratik Kriminalistik No. Lab. 5225/DTF/2008 dengan kesimpulan tanda tangan yang terdapat pada dokumen bukti QT mempunyai bentuk namun ( general design ) yang berbeda terhadap tanda tangan pembandung KT, atau dengan kata lain

pada 1 ( satu ) lembar BERITA ACARA PEMERIKSAAN TUGU – TUGU BATAS Nomor : 593/43/402.91.04.01/93, yang dipersoalkan tersebut romawi IIA diatas, adalah merupakan SPURIOS SIGNATURE ( tanda tangan karangan ) yang bukan merupakan tanda tangan formal SITI SUNDARI, sebagaimana yang terdapat pada dokumen pembanding.

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Pemalsuan tanda tangan pada Putusan Perkara Nomor : 2045/Pid.B/2010/PN. Sby, merupakan bentuk jenis pemalsuan tanda tangan :

a. Memalsukan surat.

b. Spurios Signature atau / tanda tangan karangan.

Dalam melaksanakan modus operandinya pada umumnya, ada dua macam pemalsuan yang dapat digunakan yaitu dengan cara memalsu dengan keseluruhannya apa yang dikehendaki, maka dalam hal ini dilakukan dengan membuat sesuatu yang tidak benar dan benar – benar baru dipastikan berbeda dari asli dan juga membuat palsu sehingga kelihatan asli, maka disini dapat dilakukan dengan cara mengubah sebagian dari dokumen yang asli sehingga menjadikan dokumen tersebut tidak asli yang dapat merugikan pihak lain. 2.2 Faktor – Faktor Ter jadinya Tindak Pidana Pemalasuan Tanda Tangan

Pemalsuan merupakan suatu bentuk tindak pidana yang mana saat ini marak terjadi di dalam masyarakat, pemalsuan itu sendiri merupakan proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau

dokumen-termasuk melalui penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan. Menyalin, studio penganda, dan mereproduksi tidak dianggap sebagai pemalsuan, meski pun mungkin mereka nanti dapat menjadi pemalsuan selama mengetahui dan berkeinginan untuk tidak dipublikasikan. Dalam hal penempaan uang atau mata uang itu lebih sering disebut pemalsuan. Barang konsumen tetapi juga meniru ketika mereka tidak diproduksi atau yang dihasilkan oleh manufaktur atau produsen diberikan pada label atau merek dagang tersebut ditandai oleh simbol. Ketika objek-adakan adalah catatan atau dokumen ini sering disebut sebagai dokumen palsu.

Tindak pidana pemalsuan merupakan bentuk suatu kejahatan dengan kejahatan itu sendiri memiliki makna tiap kelakuan yang merugikan ( merusak ) dan susila, yang menimbulkan kegoncangan yang sedemikian besar dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencela dan melakukan perlawanan terhadapa kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja atau nestapa ( penderitaan ) terhadap pelaku perbuatan tersebut.42

Pemalsuan dapat dikatakan sebagai bentuk kejahatan, dikarenakan kejahatan pemalsuan tersebut kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu

42

Hendrojono, Kriminologi Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum, Srikandi, Surabaya, 2005, h. 2

Pembahasan tentang suatu Kejahatan pastinya dapat juga penulis menarik ke dala suatu pengertian kriminologi, dimana arti krominologi itu sendiri sebagian dari Criminal Science yang dengan penelitian empirik atau nyata berusaha memberi gambaran tentang faktor – faktor kriminalitas (

Etiology Of Crime ). Kriminologi dipandang sebagai suatu istilah global atau umum untuk suatu lapangan ilmu pengetahuan yang sedemikian luas dan beraneka ragam, sehingga tidak mungkin dikuasai oleh seorang ahli saja.43

Pemahaman kriminologi tertulis bahwa mengenai faktor – faktor kriminalitas atau dapat dikatakan penyebab terjadinya atau berkembang tindak kejahatan atau tindak pidana, sehingga perlu dijelaskan tentang faktor atau penyebab kriminologi pada umumnya.

Faktor – Faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan data di Indonesia terjadi karena beberapa faktor sebagai berikut yaitu, faktor sosial ekonomi, faktor penegakan hukum, dan faktor perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ).

Faktor pemalsuan yang ada dalam Putusan Perkara Nomor : 2045/Pid.B/2010/PN. Sby tentunya dapat disangkut pautkan dengan faktor kriminologi pada umumnya, dikarenakan suatu bentuk tindak pidan pemalsuan dapat dikategorikan sebagai bentuk kejahatan atau kriminologi, dengan penjabaran sebagai berikut :

43

sosial ekonomi masyarakat itu. Keadaan sosial ekonomi suatu masyarakat yang merupakan tempat yang subur untuk timbulnya kejahatan adalah masyarakat yang keadaan ekonominya jelek, yang antara lain dapat digambarkan sebagai berikut :

1)Merajalelanya kemiskinan / kemelaratan.

2)Terdapatnya perbedaan sosial ekonomi yang sangat menyolok antara si kaya dan si miskin sehingga menimbulkan rasa ketidak adilan dan tidak puas.

3)Peraturan perundang – undangan yang tidak menguntungkan si miskin dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengadaan sosial masyarakat ( sociale voorziening )

4)Banyaknya pengannguran

5)Banyaknya orang – orang gelandangan.

Faktor – faktor sosial ekonomi diatas dapat diimplementasikan ke dalam putusan perkara Nomor : 2045/Pid.B/2010/PN. Sby, dimana berdasarkan kutipan putusan sebagai berikut :

1. “ bahwa petok D Nomor 258 persil 3d – 1 dengan luas tanah 500 m2 berlokasi di Jl. Mayjen Sungkono Surabaya milik dan atas nama SITI SUNDARI sekitar tahun 1993 dirumah saksi SITI SUNDARI Jl. Dukuh Pakis V A/12 Surabaya terdakwa pernah meminta surat tanah petok D milik dan atas nama SITI SUNDARI,

2. “ telah diserahkan pada IWAN KUSBIANTO, yang mana oleh IWAN KUSBIANTO digunakan sebagai jaminan / agunan ke BDNI Cabang Kertajaya Surabaya dan terdakwa mendapat Keuntungan sebesar Rp. 50.000.000,- “

3. “ dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

Dokumen terkait