• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan yang Tidak Diperbolehkan

Dalam dokumen RDTR Zonasi & Blok.pdf (Halaman 48-55)

Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan disekitarnya. Penentuan I,T,B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi didasarkan pada :

1) Pertimbangan Umum

Pertimbangan Umum berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan, antara lain yaitu : kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ang kabupaten/kota, keseimbangan antara kawasan lindung dan didaya dalam suatu wilayah, kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah), toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap tukan yang ditetapkan, kesesuaian dengan kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota diluar rencana tata ruang yang ada. 2) Pertimbangan Khusus

Pertimbangan Khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan,kegiatan atau komponen yang akan dibangun dan dapat disusun berdasarkan rujukan terhadap ketentuan maupun standar yang dengan pemanfaatan ruang, rujukan terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan setempat dan rujukan terhadap ketentuan sus bagi unsur bangunan/komponen yang dikembangkan.

Contoh Penulisan Zoning Text beserta Matriks ITBX dapat dilihat pada pada Lampiran 4

b. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang

Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan mengenai saran pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona berdasarkan batasan:

> Kelengkapan

Dokumen > Ketentuan Umum > Muatan RDTR Kabupaten/Kota

> Peraturan Zonasi

Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan RDTR dan PZ > Kelengkapan Dokumen Kabupaten/Kota

1) Koefisien Dasar bangunan Maksimum (KDB Maksimum)

Penetapan Koefisien Dasar Bangunan Maksimum didasarkan pada pertimbangan tingkat pengisian/peresapan air (KDH Minimum), kapasi sitas drainase, jenis Penggunaan Lahan.

Contoh menghitung KDB disajikan pada Lampiran 5

2) Koefisien Lantai Bangunan Maksimum (KLB Maksimum)

Penetapan besar KLB Maksimum didasarkan pada pertimbangan ga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan) dam- pak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan serta ekonomi dan pembiayaan.

Contoh menghitung KLB disajikan pada Lampiran 5

3) Ketinggian Bangunan Maksimum

4) Koefisien Dasar Hijau Minimum (KDH Minimum)

Koefisien dasar Hijau Minimum adalah koefisien yang dapat kan untuk mewujudkan Ruang Terbuka Hijau dan diberlakukan secara umum pada suatu zonasi. Pertimbangan besar KDH Minimum didasar kan pada pertimbangan tingkat pengisian/peresapan air, kapasitas drainase.

Beberapa aturan lain dapat ditambahkan dalam Intensitas Pemanfaatan Ruang, antara lain :

1) Koefisien Tapak Basement Maksimum (KTB Maksimum)

Koefisien Tapak Basement Maksimum didasarkan pada batas KDH Minimum yang ditetapkan

2) Koefisien Wilayah Terbangun Maksimum (KWT Maksimum)

Prinsip penetapan KWT sama dengan penetapan KTB tetapi dalam unit blok (bukan persil)

3) Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum

Kepadatan Bangunan ditetapkan berdasarkan pertimbangan faktor kesehatan (ketersediaan air bersih, sanitasi, sampah, cahaya mata hari, aliran udara dan ruang antar bangunan), faktor sosial (ruang terbuka privat, privasi, perlindungan dan jarak tempuh terhadap tas lingkungan), faktor teknis (resiko kebakaran dan keterbatasan lahan untuk bangunan/rumah), faktor ekonomi (biaya lahan, ketersedi aan dan ongkos penyediaan pelayanan dasar)

4) Kepadatan Penduduk Minimum

Contoh perhitungan intensitas pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Lampiran 5

> Ketentuan Umum > Muatan RDTR

Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan RDTR dan PZ > Kelengkapan Dokumen Kabupaten/Kota

c. Ketentuan Tata Masa Bangunan

Ketentuan tata masa bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran, peletakan dan tampilan bangunan pada suatu zonasi.

Komponen ketentuan tata masa bangunan minimum terdiri atas : garis sempadan bangunan minimum dengan mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, kesehatan, kenyamanan dan estetika, tinggi bangunan maksimum atau minimum yang ditetapkan dengan mempertimbangkan ke selamatan, resiko kebakaran, teknologi,estetika dan parasarana dan jarak bebas antar bangunan minimum yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas yang ditentukan oleh jenis peruntukkan dan ketinggian bangu nan serta tampilan bangunan (optional) yang mempertimbangkan warna bangunan, bahan bangunan,tekstur bangunan, muka bangunan, gaya ngunan, keindahan serta keserasian dengan lingkungan sekitarnya. Contoh perhitungan tata masa bangunan dapat dilihat pada Lampiran 6 d. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimum

Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman ngan menyediakan prasarana dan sarana yang sesuai untuk mendukung berfungsinya zona secara optimal.

Prasarana yang diatur dalam peraturan zonasi dapat berupa prasarana parkir, bongkar muat, dimensi jaringan jalan dan kelengkapan jalan serta kelengkapan prasarana lainnya yang dianggap perlu untuk mendukung berfungsinya zona secara optimal.

Materi aturan merujuk pada ketentuan prasarana yang diterbitkan oleh instansi teknis terkait.

e. Ketentuan Pelaksanaan

Ketentuan pelaksanaan terdiri dari:

1) ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan kelu wesan aturan yaitu yang mengatur kelonggaran yang diberikan untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang telah ditetapkan tanpa perubahan berarti pada peraturan zonasi.

> Kelengkapan

Dokumen > Ketentuan Umum > Muatan RDTR Kabupaten/Kota

> Peraturan Zonasi

Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan RDTR dan PZ > Kelengkapan Dokumen Kabupaten/Kota

2) ketentuan insentif/ disinsentif yaitu ketentuan yang memberikan tif bagi pembangunan yang sejalan dengan tata ruang dan kan dampak positif bagi masyarakat luas serta ketentuan disinsentif bagi pembangunan yang menyimpang dan memberikan dampak nega tif bagi masyarakat luas.

Altenatif bentuk insentif antara lain adalah kemudahan izin,keringanan pajak, kompensasi, imbalan, pola pengelolaan, subsidi prasarana, ngalihan hak membangun dan ketentuan teknis lainnya,sedangkan ternatif bentuk disinsentif antara lain adalah perpanjangan prosedur, perketat persyaratan, pajak tinggi, restribusi tinggi, denda,pembatasan prasarana dan lain sebagainya.

3) ketentuan untuk penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan ran zonasi dimana penggunaan lahan tersebut sudah ada sebelum peraturan zonasi ditetapkan.

Ketentuan ini dapat diberlakukan bila penggunaan lahan yang tidak sesuai tersebut terbukti memiliki izin yang sah, diperbolehkan untuk tidak sesuai untuk jangka waktu tertentu atau dibatasi ngannya atau ditarik izinnya dengan memberikan ganti rugi sesuai de- dengan peraturan perundangan yang berlaku.

f. Ketentuan Perubahan Peraturan Zonasi

Ketentuan perubahan peraturan zonasi ada apabila perda RDTR dan perda Peraturan Zonasi terpisah. Apabila perda RDTR dan perda ran Zonasi menjadi satu, ketentuan perubahan Peraturan Zonasi mengiku ti ketentuan perubahan perda RDTR.

Apabila terjadi perubahan dinamika yang bersifat internal maka dapat kukan perubahan pada peraturan zonasi setelah mendapat rekomendasi dari tim ahli.Penetapan perubahan peraturan zonasi sesuai dengan tuan peraturan perundangan yang berlaku.

Perubahan peraturan zonasi terdiri dari: 1) perubahan penggunaan lahan;

2) perubahan intensitas pemanfaatan lahan; 3) perubahan ketentuan tata massa bangunan; 4) perubahan ketentuan prasarana minimum; dan

5) perubahan lainnya yang masih ditoleransi tanpa menyebabkan bahan keseluruhan blok/subblok.

> Ketentuan Umum > Muatan RDTR

Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan RDTR dan PZ > Kelengkapan Dokumen Kabupaten/Kota

Kriteria perubahan peraturan zonasi dapat dilakukan bila: 1) terdapat kesalahan peta dan/atau informasi;

2) rencana yang disusun menyebabkan kerugian bagi masyarakat atau kelompok masyarakat;

3) rencana yang disusun menghambat pertumbuhan perekonomian kota; 4) permohonan/ usulan penggunaan lahan baru menjanjikan manfaat yang besar bagi lingkungan.

Perubahan Peraturan Zonasi dilakukan dengan ketetapan pati dan melalui prosedur peninjauan rencana tata ruang kota (RTRW/ RDTR) sesuai dengan mandat yang diberikan dalam peraturan daerah tentang peraturan zonasi. Perubahan ini terdiri dari:

1) perubahan kecil (perubahan yang intensitasnya kurang dari 10% dari intensitas awal dan tidak mengubah pola ruang wilayah perencanaan berdasarkan RDTR). Umumnya berhubungan dengan kondisi fisik ngunan;

2) perubahan besar (perubahan yang intensitasnya lebih besar dari 10% dari intensitas awal dan mengubah sebagian pola ruang wilayah rencanaan).

Perubahan tersebut dilakukan dengan catatan:

1) perubahan kecil (minor variance) dapat diputuskan Walikota/Bupati atau kepala dinas tata kota sesuai dengan aturan yang ditetapkan lam perda tentang peraturan zonasi;

2) perubahan besar diputuskan oleh Walikota/Bupati sesuai dengan ran yang ditetapkan dalam perda tentang peraturan zonasi.

3.2.2. Komponen dari materi optional yaitu:

a. Ketentuan Tambahan

Ketentuan tambahan adalah ketentuan lain yang dapat ditambahkan da suatu zonasi dan belum terakomodasi dalam aturan dasar yang kan untuk melengkapi aturan dasar yang sudah disusun.Ketentuan tamba han berfungsi memberikan penyelesaian pada kondisi yang spesifik pada zona tertentu dan belum diatur dalam ketentuan dasar.

> Kelengkapan

Dokumen > Ketentuan Umum > Muatan RDTR Kabupaten/Kota

> Peraturan Zonasi

Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan RDTR dan PZ > Kelengkapan Dokumen Kabupaten/Kota

b. Ketentuan Khusus

Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang memiliki fungsi khusus dan diberlakukan ketentuan khusus sesuai dengan karakteristik zona dan kegiatannya. Selain itu , ketentuan pada zona-zona yang digambarkan di peta khusus yang memiliki pertampalan dengan zona lainnya dapat pula dijelaskan disini.

Komponen Ketentuan Khusus dapat terdiri dari : 1) Zona Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); 2) Zona Cagar Budaya/Adat;

3) Zona Rawan Bencana; 4) Zona Militer;

5) Zona Pusat Penelitian; 6) Zona Pengembangan Nuklir; 7) Zona PLTA, PLTU;

8) Zona Gardu Induk Listrik; 9) Zona Sumber Air Baku; 10) Zona BTS.

Aturan khusus terkait komponen diatas merujuk pada aturan teknis yang diterbitkan oleh instansi terkait atau peraturan daerah setempat.

c. Standar Teknis

Standar teknis adalah aturan-aturan teknis pembangunan yang kan berdasarkan peraturan/ standar/ ketentuan teknis yang berlaku dan berisi panduan yang terukur dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan. Tujuan standar teknis adalah memberikan kemudahan dalam kan ketentuan teknis yang diberlakukan di setiap zona. Standar Teknis dirumuskan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau tuan-ketentuan lain yang bersifat sektoral dan lokal serta berdasarkan hasil penelitian untuk aspek yang belum diatur dalam standar.

d. Teknik Pengaturan Zonasi

Teknik pengaturan zonasi adalah varian dari zonasi konvensional yang dikembangkan untuk memberikan keluwesan dalam penerapan aturan zonasi dan ditujukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi lapangan dan penerapan peraturan zonasi dasar.

> Ketentuan Umum > Muatan RDTR

Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan Kabupaten/Kota > Prosedur Penyusunan RDTR dan PZ > Kelengkapan Dokumen Kabupaten/Kota

Teknik pengaturan zonasi berfungsi dalam memberikan keluwesan pada penerapan peraturan dasar yang disesuaikan dengan karakteristik, tujuan pengembangan dan permasalahan yang dihadapi pada zona tertentu dan memberikan pilihan penanganan pada lokasi tertentu sesuai dengan karakteristik dan tujuan pengembangan zona.

Ketentuan yang diberlakukan harus merujuk kepada referensi, literatur, kesepakatan dan penelitian khusus sesuai kebutuhan.

Teknik pengaturan zonasi ini bersifat optional dalam penyusunannya gantung oleh kebutuhan daerah masing-masing.

> Kelengkapan Dokumen

4

BAB

PROSEDUR PENYUSUNAN

Dalam dokumen RDTR Zonasi & Blok.pdf (Halaman 48-55)

Dokumen terkait