• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN TRADISI NGANGGUNG SEBAGAI BAHAN AJAR BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

1.2 Pemanfaatan Tradisi Nganggung

Sesuai dengan tujuan penelitian ini untuk memanfaatkan tradisi/budaya sebagai bahan pembelajaran, analisis kebudayaan dilakukan dengan terlebih dahulu memperhatikan kaitan dan relevansinya terhadap pembelajaran. Untuk penerapannya disusun pola dan strategi penyelenggaraan dalam pelaksanaan pendidikan melalui mata pelajaran yang diperoleh siswa dipadukan dengan budaya. Strategi pembelajaran ini sedang berkembang dan marak dibicarakan.

Dengan pola dan strategi dalam penyelenggaraan pembelajaran berbasis budaya, dapat mengintegrasikan prinsip interaksi aktif antara siswa dan guru dengan sumber belajar dalam suatu komunitas budaya. Jika kegiatan ini secara kontinyu dan konsisten dilaksanakan dapat memfasihkan peserta didik terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Budaya dikaitkan pula dengan pembentukan karakter dan kepribadian, pendidikan diarahkan pada pendidikan berbasis kearifan lokal yang mengembangkan serta memberdayakan potensi daerah dalam upaya memenuhi tuntutan kebutuhan sosial ekonomi. Pendidikan berbasis (keunggulan) kearifan lokal menurut Ahmadi dkk (2012:9) adalah pendidikan yang memanfaatkan (keunggulan) lokal dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, dan lain-lain yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.

Perkembangan kebudayaan yang tumbuh di Bangka khususnya, erat kaitannya dengan dominasi Islam yang diterima dalam masyarakat. Sistem kearifan lokal sehari-hari yang dipatuhi masyarakat, diimplementasikan dengan sederhana dan mudah untuk diterapkan, misalnya berkaitan dengan pantangan dan larangan. Hubungan antarmasyarakat dengan adat istiadat melahirkan budaya, di antaranya budaya kebersamaan adat sepintu sedulang/selawang sedulang (Kurniati dan Zalfika, 2012:5).

Salah satu budaya daerah Bangka dan termasuk dalam kebudayaan melayu adalah budaya nganggung. Nganggung adalah budaya masyarakat Bangka yang sudah membudaya, tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Bangka secara turun-temurun. Hal ini dapat dilihat dalam aktivitas masyarakat baik pada momen

hari-hari besar Islam maupun pada momen–momen tertentu lainya, seperti pada saat anggota masyarakat ada yang meninggal, maka masyarakat sekitarnya akan menganggung secara bergiliran dalam rangka membantu meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.

Selain itu ketika masyarakat mendapat kunjungan tamu agung seperti gubernur atau bupati atau lainnya, masyarakat juga akan bergotong-royong

nganggung untuk menghidangkan makanan bagi pejabat tersebut. Hal ini sudah

menjadi tradisi turun-temurun dalam masyarakat Bangka. Budaya nganggung ini tetap dilestarikan oleh masyarakat Bangka karena telah menjadi sebuah identitas bagi Kabupaten Bangka khususnya. Fenomena budaya ini merupakan sebuah kebiasaan yang mendidik, baik bagi masyarakatnya maupun bagi orang lain yang melihatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap aktivitas budaya pada masyarakat itu adalah menjadi cerminan atau identitas daerah.

Oleh karena itu, menjadi tugas dan kewajiban untuk melestarikan kebudayaan yang telah menjadi identitas tersebut. Sebagai putra daerah, wajib menjaga agar budaya-budaya yang ada tetap terlestarikan karena dalam setiap bentuk budaya mengandung pelajaran yang sangat berarti dalam menghadapi kehidupan ini.

Apresiasi dari budaya nganggung tercermin dalam motto Kabupaten Bangka yang bersemboyan Selawang Sedulang. Ini merupakan sebuah bukti kongkrit bahwa budaya nganggung telah menjadi identitas pada masyarakat Bangka. Semboyan tersebut bukan sebagai hiasan untuk memperindah atau menarik orang lain karena keunikannya saja tetapi dibalik itu mengandung makna yang mengajarkan dan mendidik masyarakatnya. Budaya nganggung yang dilaksanakan masyarakat saat ini merupakan cerminan kerukunan dan kebersamaan dalam suatu komunitas masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan apabila kebersamaan terus dilakukan dalam sebuah kehidupan maka komunitas tersebut telah terdidik untuk tetap saling mengayomi dalam hal apapun. Hal ini seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat Bangka.

Demikian tradisi nganggung, beragam fenomena budaya, serta beragam kearifan lokal merupakan kekuatan yang masih perlu digali. Sama halnya dengan

aspek sosial, aspek budaya juga sangat berperan dalam proses pendidikan. Hal ini dikarenakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Budaya

nganggung sesungguhnya memiliki pengaruh yang substansial terhadap

pendidikan, mengingat perspektif budaya yang relevan dengan studi pendidikan berdasar pada fakta pandangan tentang nilai-nilai, gaya komunikasi, pola bahasa, dan lain-lain, saling berhubungan dan terlekat dengan budaya. Fakta yang ada bahwa pendidikan adalah proses sosio-kultural, pengujian kritis peran budaya dalam kehidupan manusia sangat diperlukan untuk memahami dan mengontrol proses edukatif.

Dalam usaha pelestarian budaya Ngangung, yang harus dilakukan adalah tetap menjaga keberadaannya dalam masyarakat, dan usaha untuk melestarikan tersebut harus didukung oleh seluruh masyarakat dari berbagai unsur, baik itu para budayawan, seniman, pemerintah selaku penguasa dalam wilayah tersebut, dan tak terkecuali juga para pendidik. Hal ini karena para pendidik merupakan ujung tombak dalam terjaganya kelestarian budaya.

Melalui para pendidik, kebermaknaan budaya itu tersampaikan kepada generasi muda sehingga di masa selanjutnya mereka akan tetap melaksanakan ritual budaya nganggung tersebut sebagaimana yang dilakukan para orang tuanya. Hal ini akan tetap dilakukan apabila mereka memahami nilai yang terkandung dalam budaya tersebut. Oleh karena itulah kebersamaan dalam mempertahankan budaya nganggung dengan tetap melaksanakannya dalam kehidupan bermasyarakat menjadi hal yang bermakna. Pelaksanaan tradisi seperti dalam momen-momen penting di kehidupan sosial masyarakat akan menjadi budaya. Mudah-mudahan di masa selanjutnya juga akan tetap lestari.

Berdasarkan hal di atas, pendidikan berbasis budaya dalam hal ini budaya

nganggung dijadikan alternatif yang layak digunakan untuk memperbaiki proses

pendidikan di SMK. Dengan konsep atau kerangka pendidikan yang mampu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki manusia bersama budaya ini. Konsep ini disebut dengan etnopedagogi. Melalui etnopedagogik diketahui kekuatan-kekuatan budaya nganggung, beserta nilai-nilai budaya nganggung.

Kekuatan dan nilai-nilai budaya nganggung dipolakan dalam pembelajaran. Misalnya kegiatan berbicara dapat dilatih dengan menerapkan konsep-konsep budaya yang ada. Tradisi masyarakat yang berbentuk adat-istiadat dapat didudukkan porsinya pada silabus. Saat ini bentuk adat-istiadat dimasukkan dalam silabus pembelajaran bahasa Indonesia (kurikulum 2013).

Tradisi nganggung sebagai salah satu warisan budaya yang berbentuk adat kebiasaan masyarakat Bangka perlu didekatkan dengan siswa. Pada awalnya memang siswa (sebagian besar) telah mengenal dengan baik tradisi nganggung, dengan demikian tradisi nganggung dapat dimasukkan/diintegrasikan ke dalam pembelajaran. Oleh karena itu bentuk bahan ajar dengan memasukkan unsur budaya dalam pembelajaran perlu dirancang sesuai dengan silabus yang ada.

Tradisi nganggung merupakan tradisi kebersamaan/bekerja bergotong-royong. Dalam tradisi ini, memuat unsur bekerja sama, memecahkan masalah atau berdiskusi, juga menyampaikan informasi (adanya ceramah atau pidato yang disampaikan) melalui tahapan-tahapan tertentu. Masyarakat memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi melalui kegiatan nganggung. Dengan demikian mencari relevansinya dalam pembelajaran, tradisi nganggung dapat digunakan sebagai bahan ajar pada mata pelajaran bahasa Indonesia misalnya untuk pembelajaran berbicara. Hal ini dapat dikaitkan dengan teknik berbicara, metode atau konsep pembelajaran berkelompok untuk meningkatkan hasil pembelajaran siswa. Model yang sekarang sedang digaungkan adalah metode pembelajaran partisipatif. Sama halnya dengan metode pembelajaran partisipatif, tradisi

nganggung juga mengedepankan unsur kebersamaan dan saling berbagi, sharing

antara anggota kelompok dalam pembelajaran dengan menggunakan diskusi. Akan tetapi pembelajaran berbasis tradisi nganggung akan lebih mendekatkan siswa kepada lingkungannya, karena siswa telah mengenal budayanya dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil kajian tradisi nganggung ditindaklanjuti dengan memanfaatkan nilai-nilai dan konsep tradisi nganggung ke dalam bahan ajar. Pemanfaatan sebagai bahan ajar ditujukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dengan kompetensi berbicara. Hal ini tentu sejalan dengan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) SMK yang mencantumkan materi pembelajaran berdiskusi sebagai bahan pembelajaran untuk siswa. Pada prinsipnya, kemampuan yang akan diusung adalah kompetensi berbicara siswa berkenaan dengan kejuruan sesuai dengan program keahlian yang dipilih siswa.

Bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan materi berdiskusi, budaya nganggung dapat dijadikan sebagai pengalaman langsung kepada siswa. Kegiatan ini memberikan kesempatan dan pengetahuan agar siswa dapat melakukan kegiatan bersama dengan anggota secara baik, melalui materi bahan ajar berbasis budaya berorientasi pada kecakapan hidup. Berdasarkan hasil kajian

atau hasil analisis yang sudah dilakukan, nganggung dapat

dimanfaatkan/diintegrasikan, dan didesain sebagai bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia, dalam hal ini pembelajaran berbicara. Alasan selengkapnya sebagai berikut.

Pertama, pembelajaran berbasis budaya nganggung yang didesain, sesuai dengan acuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 157 ayat (2). Pasal tersebut menyatakan satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi berbasis keunggulan lokal harus diperkaya dengan muatan pendidikan kejuruan yang terkait dengan potensi ekonomi, sosial, dan/atau budaya setempat yang merupakan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah.

Kedua, perkembangan dunia industri yang akan dimasuki siswa adalah dunia penuh dengan aktivitas orang-orang dan kegiatan berbicara, berargumentasi sebagai buah pemikiran dan tindakan kerja yang baik. Tradisi nganggung juga memuat unsur berbicara karena nganggung pada dasarnya termobilisasi dari percakapan-percakapan masyarakat yang mendukungnya. Untuk itu, dengan mendesain pembelajaran yang dekat dengan lingkungan siswa diharapkan tujuan berbicara berorientasi kecakapan hidup dapat tercapai dalam durasi pembelajaran yang sesuai pada silabus.

Ketiga. budaya daerah nganggung merupakan salah satu tradisi, adalah kearifan lokal yang harus dilestarikan. Pembelajaran berbicara dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kaidah masyarakat dan siswa juga ikut didekatkan

dengan adat tradisi budaya mereka. Dengan mengetahui tradisi daerahnya dalam bentuk berdiskusi, diharapkan siswa akan bertambah pengetahuannya tentang cara-cara bersosialisasi, bernegosiasi dalam masyarakat di lingkungan mereka ataupun di tempat kerja. Dengan demikian akan tumbuh rasa bangga memiliki budaya sehingga sebuah tradisi hasil cipta, karya para leluhur dapat lestari, terjaga dan terpelihara sebagai sebuah kearifan lokal.

Keempat, tradisi nganggung dapat menciptakan suasana belajar yang adil dan saling memberi. Seiring dengan bergesernya pola kehidupan masyarakat sekaligus pola asuh orang tua yang mulai meninggalkan konsep kebersamaan, budaya nganggung dapat mengangkat kembali rasa kekeluargaan, yang menuntut siswa untuk peka terhadap kehidupan dan keadaaan lingkungan di sekitarnya. Kegiatan ini sekaligus dapat menuntut para pendidik untuk jeli melihat kondisi siswa agar guru dapat memilih bahan ajar yang tepat, sesuai dengan kemampuan dan tingkat penguasaan bahan oleh siswa.

Sementara itu tradisi nganggung dapat dijabarkan dalam tiga bentuk; dapat dilihat dari konsep nganggung, fungsi nganggung, dan nilai-nilai yang terdapat dalam nganggung.

1.2.1 Konsep Nganggung dan Teknik Pembelajaran

Dilihat dari pandangan konsep, tradisi nganggung adalah perwujudan manusia sebagai makhluk sosial, nganggung adalah kebersamaan/gotong-royong,

nganggung adalah ikatan persaudaraan, nganggung merupakan kegiatan makan

bersama, dan terakhir nganggung adalah adat-istiadat (tradisi). Konsep ialah kata atau istilah ilmiah yang menyatakan suatu ide atau pikiran umum tentang sifat-sifat suatu hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya.

Dihubungkan dengan pembelajaran, konsep nganggung dapat dijadikan

sebagai teknik pembelajaran dalam berbicara. Misalnya konsep

kebersamaan/gotong-royong, makan bersama, dan adat tradisi dapat dijadikan sebagai teknik pembelajaran. Teknik yang selaras dengan kegiatan kebersamaan adalah diskusi. Kegiatan nganggung juga memuat unsur saling berbagi pengalaman atau pendapat, dan teknik pembelajaran yang dapat dikaitkan dengan

kegiatan ini adalah bernegosiasi. Konsep makan bersama dalam kegiatan pembelajaran dapat dikaitkan dengan kegiatan melakukan presentasi, dalam pembelajaran berbicara presentasi merupakan kegiatan yang berusaha menyajikan dan menginformasikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud untuk memberitahukan atau meyakinkan orang lain. Selain itu dalam nganggung juga memunculkan kegiatan berbicara menyampaikan informasi, dalam pembelajaran dapat menarik tema nganggung untuk kegiatan berpidato atau berbicara lainnya.

1.2.2 Fungsi Nganggung dan Tujuan Berbicara

Memandang budaya dari segi fungsi, dapat dijadikan sebagai manfaat yang dapat diambil dari kegiatan budaya tersebut. Fungsi sebuah budaya dapat dilihat dari definisi bahwa budaya berfungsi: 1) sebagai profil unik kehidupan sosial suatu masyarakat; 2) sebagai warisan yang berharga yang selalu dilestarikan; 3) sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat; 4) sebagai terapi psikologis dalam masyarakat; 5) budaya sebagai aspek pemersatu dalam masyarakat; dan, 6) sebagai manifestasi keberadaan manusia yang ditransmisikan dari generasi ke generasi.

Berdasarkan definisi budaya nganggung, diketahui fungsinya sebagai 1) identitas budaya; 2) warisan budaya yang bernilai; 3) pembentuk perilaku sosial; 4) sebagai terapi psikologis dalam bermasyarakat; 5) pemersatu dalam masyarakat; dan 6) manifestasi keberadaan manusia yang beradap. Penerapan fungsi tradisi ini dapat dikaitkan dengan tujuan pembelajaran berbicara. Terutama pada fungsi nganggung sebagai identitas budaya, pembentuk perilaku sosial, pemersatu dalam masyarakat, dan manifestasi keberadaan manusia yang beradap. Fungsi ini searah dengan pencapaian tujuan kegiatan berbicara pada siswa yaitu tujuan untuk melaporkan, menginformasikan dan mempresentasikan, selain itu dari fungsi nganggung pembentuk perilaku dan manisfestasi manusia, dapat dikaitkan dengan tujuan berbicara agar siswa mampu bernegosiasi, berdiskusi dan melakukan presentasi.

Melalui pembelajaran dengan materi budaya diharapkan siswa memiliki identitas sebagai siswa yang berpotensi, memahami ilmu dan tidak mengabaikan

budaya. Menjadikan siswa yang memiliki kemampuan pengetahuan berpikir luas dengan cara berperilaku santun dan menjunjung agamanya. Menjadikan siswa yang memiliki pola berpikir global dan bertindak lokal.

1.2.3 Nilai-Nilai Nganggung dan Materi Pembelajaran

Nilai adalah seperangkat cita-cita dan norma. Menyangkut cita-cita karena nilai menjadi orientasi tujuan diadakannya kegiatan. Sedangkan menyangkut norma, karena nilai menyangkut orientasi tindakan. Pembelajaran dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang terkandung dalam nganggung yaitu: nilai religius, nilai solidaritas, nilai soliditas, nilai demokrasi, nilai keadilan, dan nilai keindahan, merupakan nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai bahan materi pembelajaran berbicara. Sebagai materi dalam hal ini dapat dijadikan wacana, tema, atau bahan diskusi yang memuat nilai-nilai nganggung untuk digunakan siswa dalam berlatih/belajar.

Adapun secara teknis kegiatan pembelajaran dikaitkan dengan nganggung yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

a. Rembugan/kesepakatan sesepuh desa. Kegiatan musyawarah awal dilakukan

untuk menentukan dalam menyajikan makanan apa (apakah nganggung nasi atau nganggung kue). Kegiatan belajar mengajar di kelas dikaitkan dengan kegiatan siswa membentuk kelompok atau sendiri secara individu dengan menentukan tema atau topik pembicaraan.

b. Membawa makanan/hantaran. Kegiatan membawa makanan dikaitkan dalam

pembelajaran merupakan kegiatan menyiapkan tema, bahan dan tujuan pembicaraan secara akurat.

c. Acara pengajian/ceramah agama/siraman rohani, dalam kegiatan pembelajaran

di kelas merupakan kegiatan tahap menyusun pikiran; dapat juga diskusi kelompok, diskusi kelompok kecil di kelas, membangun ranah berpikir siswa secara mandiri;

d. Berdoa bersama. Kegiatan ini menuntut siswa dapat menemukan solusi secara

besar. Kegiatan ini akan merangsang siswa untuk berani tampil dan mengemukakan buah pikirannya di depan orang banyak;

e. Bukak dulang/makan bersama. Kegiatan inti ini dalam kegiatan pembelajaran

dikaitkan dengan tahap publikasi, presentasi. Dalam tahap berbicara, teknik presentasi merupakan teknik yang menuntut berbagai jenis keterampilan, di antaranya adalah keterampilan berbicara dan penyajian.

f. Musyawarah saling bersilaturahmi. Setelah acara mukak dulang yaitu kegiatan

masyarakat makan bersama biasanya dilanjutkan dengan kegiatan diskusi kecil. Kegiatan ini dalam proses pembelajaran di kelas dikaitkan dengan kegiatan penilaian atau kegiatan evaluasi sesuai tujuan pembicaraan.