• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKAP SD (TEMPAT SAMPLING) PJAS 2006-

TINJAUAN PUSTAKA

A. PEMANIS BUATAN SIKLAMAT

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Per/Menkes/V/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, pengertian pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Ada tiga kelompok pemanis manis dalam pangan yang biasa dikonsumsi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung , yaitu : pemanis berkalori; pemanis rendah kalori; dan pemanis non kalori.

Pemanis buatan atau pemanis sintetis merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai nilai gizi (non-nutritive sweeteners). Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula murni karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami, selain rasanya lebih manis dan harganya lebih murah, pemanis buatan juga dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes).

Siklamat adalah merupakan salah satu contoh pemanis non kalori, dimana pemanis non kalori umumnya dibuat dari bahan-bahan kimia atau sintetis, namun ada yang dibuat dari bahan alami meskipun dalam jumlah terbatas. Pemanis non kalori (siklamat) banyak digunakan bagi dunia usaha dalam produk pangan karena sangat menguntungkan, karena dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam menghasilkan rasa manis, dimana tingkat kemanisan siklamat 30 kali gula ( Dahrul, et al 2005), selain itu siklamat juga termasuk pemanis buatan nonkalori yang telah digunakan lebih 50 negara. Pada tahun 1969, FDA melarang penggunaan siklamat

dan ketika diberikan pada hewan percobaan terlihat ada indikasi menyebabkab kanker. Namun setelah dilakukan penelitian toksikologi lebih lanjut oleh World Health Organization (WHO), tidak ada bukti siklamat bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker, akhirnya pelarangan tersebut dicabut kembali.

A.1. Sifat Fisikokimia

Siklamat atau asam sikloheksilsulfamat (CAS-No.100-88-9) memiliki struktur molekul sebagai berikut :

NH S

O O

OH

Dengan rumus kimia C6H13NO3S memiliki massa molekul

relatif (Mr) 179,24 g / mol, merupakan senyawa polar dengan nilai logaritma koefisien partisi oktanol – air (Log P), menurut hasil perhitungan dengan program ChemDraw, sebesar 0,35, memiliki kelarutan dalam air 200 g / L, mengalami penguraian pada suhu 265 °C. Sebagai pemanis digunakan juga garam natrium – dan kalsium – sikloheksilsulfamat ( Wikipedia , 2005 )

A.2. Stabilitas dan Reaktivitas Kimiawi

Berdasarkan evaluasi Keamanan Pemanis Siklamat oleh Emran, 2007 disampaikan bahwa Siklamat tahan terhadap pemanasan sehingga cocok digunakan pada produk makanan yang harus dimasak pada proses pengolahan. Ikatan antara atom S dan N pada siklamat merupakan ikatan amida, tepatnya amida sulfonat, sehingga disamping keasaman atom H yang terikat pada gugus sulfonat, atom yang terikat pada atom N juga bersifat asam, berdasarkan prinsip NH asiditas. Secara kimiawi ikatan amida tersebut dapat diputus dengan reaksi hidrolisis dengan katalisis asam maupun basa disertai pemanasan, menghasilkan sulfat dan sikloheksilamin. Ikatan amida tersebut lebih

stabil dari ikatan ester, sehingga reaksi hidrolisis tersebut juga lebih sulit dilakukan dari pada hidrolisis ester. Namun demikian, pada saluran pencernaan, dengan bantuan mikroba, reaksi hidroslisis dapat terjadi pada suhu tubuh manusia.

A.3. Toksisitas pada hewan percobaan

Siklamat dapat dimetabolisme menjadi sikloheksilamin, suatu senyawa yang dilaporkan lebih toksik dari siklamat sendiri (Renwick AG.1986). Pada percobaan menggunakan tikus dan anjing, sikloheksilamin dilaporkan menyebabkan atropi testis dan mengganggu spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh Takayama melalui hasil uji toksisitas jangka panjang selama 24 tahun dengan menggunakan hewan percobaan kera menunjukkan terjadinya adenocarcinoma pada kolon, carcinoma hepatoselular metastatik, dan adenocarcinoma papilar pada prostat, pada kera yang diberi siklamat. Namun demikian Takayama menyimpulkan bahwa tidak terdapat cukup bukti mengenai karsinogenisitas siklamat karena tumor yang teramati pada hewan percobaan terjadi pada jaringan yang berbeda dan pada frekuensi yang lazim teramati pada kera. Selain itu tidak dilaporkan menggunakan tikus yang menjadi dasar pelarangan penggunaan siklamat di Amerika Serikat (Takayama, 2000).

Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assesment Commitee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA the Scientific Commitee for Foods of the European Union, dan WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik ( Weichrauch dan Diehl, 2004 ).

JECFA menetapkan jumlah batas maksimum konsumsi siklamat dalam satu hari (acceptable daily intake = ADI) sebesar 11 mg/kg BB. Indonesia juga menetapkan nilai ADI untuk siklamat sebesar 11 mg/kg. Namun demikian berdasarkan survey paparan yang dilakukan Badan POM di Malang terhadap total 72 responden murid

mg/kg/BB/hari yang berasal dari produk minuman dan snack. Paparan tersebut telah melampaui nilai ADI (11 mg/kgBB/hari) sebesar 2,4 kali. Walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum direview oleh pakar independen, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia diprediksi cukup tinggi. (Emran, 2007).

Menurut data dari INCHEM (1999) didapatkan data karsinogen dari binatang yaitu sodium siklamat yang diuji dengan cara oral dalam dua percobaan pada me ncit, salah satu kelompok untuk penelitian multigenerasi, dan dalam tiga penelitian dalam tikus. Tidak ada hubungan peningkatan tumor yang terjadi. Sodium siklamat juga diuji secara oral dalam percobaan lain pada tikus, mencit, hamster dan monyet, tetapi hasilnya tidak dapat di evaluasi karena banyak data yang tidak lengkap. Pada pertemuan itu juga didapatkan evaluasi bahwa tidak cukup kejadian karsinogenitas pada manusia serta tidak cukup percobaan pada binatang yang menyatakan karsinogenitas pada siklamat.

Data Calorie Control Counsil menyebutkan bahwa percobaan dengan siklamat dosis yang tinggi pada hewan percobaan memperlihatkan bahwa siklamat tidak menyebabkan kanker. Lebih dari 70 penelitian mencakup percobaan mutagenisitas dengan grup yang komprehens iv dengan menggabungkan sedikitnya sepuluh perbedaan methodologis memperlihatkan bahwa siklamat tidak mutagenik. Penelitian pada manusia tidak ditemukan peningkatan risiko kanker, walaupun subyek secara nyata mengkonsumsi siklamat seperti sakarin setiap tahunnya. Tahun 2006 Dematos, dkk. meneliti efek sodium siklamat pada placenta tikus dengan Morphometrik study. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek sodium siklamat pada placenta tikus pada priode embriogenesis. Sodium siklamat diberikan secara intraperitonial dengan dosis 60 mg/kg BB selama sepuluh sampai empat puluh hari masa kehamilan.Sebagai kontrol diberikan larutan saline dengan route yang sama dengan perlakuan. Pada hari ke

20 masa kehamilan, 10 fetus (lima ekor dari tiap-tiap kelompok) yang dipilih secara acak . Cara cariometry dipilih untuk evaluasi parameter nuclear dari sel dalam lapisan deciduous dan spongy serta chorionic villi dalam placenta tikus. Ternyata didapatkan hasil bahwa : Perkembangan fetus dan masing- masing placenta berkurangu dibandingkan dengan kontrol, selain itu panjang umbilical-cord diperoleh lebih pendek dibandingkan dengan kontrol. Untuk lapisan deciduous tidak terpengaruh, lapisan spongy placental ditemukan pengaruhnya terutama dalam hal parameter diameter mayor, rata-rata diameter, perimeter, area, volume, volume/rasio area dan eccentricity. Pengaruh pada chorionic villi berdasarkan parameter rata-rata diameter, area, volume dan volume/area rasio.

Pada tahun 2000, European Commission menyimpulkan bahwa data epidemiologi baru yang menyatakan bahwa siklamat tidak ada indikasi yang membahayakan untuk mempengaruhi reproduksi manusia baik dalam bentuk siklamat sebagai bahan tambahan pangan maupun terpapar dalam bentuk sikloheksamin.

Berdasarkan hasil perkiraan potensi paparan makro siklamat di Indonesia, paparan siklamat masih dibawah nilai ADI. Namun demikian, berdasarkan hasil survey langsung dilapangan di salah satu daerah, walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum di review oleh pakar independen, serta kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi ( Emran, 2007)

A.4. Penggunaan dan manfaat Pemanis Siklamat

Penggunaan siklamat sebagai pemanis buatan, terkait langsung dengan sejarah penggunaan sakarin sebagai pemanis buatan pertama. Sakarin pertama kali disintesis tahun 1879 oleh Remsen dan Fahlberg dan merupakan senyawa kimia pertama yang digunakan sebagai

karena biaya produksinya yang murah. Namun demikian, walaupun sakarin memiliki kemanisan yang jauh lebih kuat dari gula, ternyata memiliki after taste yang pahit. Pada tahun 1950-an after taste yang ditimbulkan sakarin dapat diatasi dengan ditemukannya siklamat. Siklamat memiliki rasa yang lebih baik dari sakarin dan pada penggunaannya kedua pemanis tersebut sering dicampur. Karena karakteristik rasanya yang mirip dengan gula, siklamat bukan hanya digunakan sebagai table top sweetener tetapi juga digunakan dalam produk minuman ringan (Weihrauch dan Diehl, 2004).

Pada tahun 1970 FDA melarang penggunaan siklamat di Amerika Serikat setelah menurut studi yang dilakukan oleh Wagner (Wagner, 1970), siklamat dilaporkan me ningkatkan terjadinya insiden kanker kandung kemih pada binatang percobaan (tikus). Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assessment Committee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA, the Scientific Committee for Foods of the European Union, dan oleh WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik (Weihrauch dan Diehl, 2004).

Seperti pemanis non kalori lainnya, siklamat bermanfaat untuk mengontrol berat badan, mengendalikan diabetes, atau membantu mencegah kerusakan gigi. Siklamat, baik dalam bentuk natrium siklamat atau kalsium siklamat, stabil dan larut dalam air. Siklamat digunakan table top sweetener dalam makanan diet dan dalam makanan rendah kalori lainnya. Selain itu siklamat berguna sebagai pengua t rasa ( flavor enhancer ). Sifat siklamat yang stabil terhadap panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keuntungan teknologi lainnya membuat siklamat digunakan sebagai senyawa perisa yang baik pada beberapa preparat farmasi dan toiletries. Bila siklamat dikombinasi dengan pemanis non kalori lainnya akan menghasilkan efek sinergis – memberi rasa manis lebih besar dibandingkan digunakan secara tunggal. Selain itu, after taste yang timbul dari penggunaan tunggal dapat ditutupi dengan penggunaan kombinasi

pema nis. Contohnya campuran 10 bagian siklamat dan 1 bagian sakarin sudah digunakan secara luas pada makanan dan minuman sejak tahun 1960.

B. REGULASI SIKLAMAT

B.1. Regulasi Siklamat di berbagai negara

Di berbagai negara, sampai saat ini siklamat masih tetap diizinkan, terutama sebagai kombinasi dengan pemanis buatan lain. Lebih dari 50 negara di dunia, telah melakukan kajian secara ilmiah dan menyimpulkan bahwa siklamat aman digunakan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Di Eropa, siklamat termasuk list sweetener yang diizinkan. Meskipun banyak kajian ilmiah membuktikan keamanan siklamat, namun beberapa negara membatasinya. Kontroversi mengenai siklamat berdasarkan pada satu penelitian yang menemukan tumor kandung kemih pada beberapa tikus yang diberi makan siklamat dosis tinggi. Dengan alasan inilah USA melarang siklamat pada tahun 1970 dan beberapa negara membatasi penggunaannya. Sejak 1970, kajian terbaru dilakukan dan beberapa negara mempertimbangkan kembali penggunaan siklamat.

B.2. Regulasi Siklamat di Indonesia

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Per/Menkes/V1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahwa pemanis siklamat pengaturannya hanya boleh digunakan bagi makanan berkalori rendah meliputi : Permen Karet (500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Permen (1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Saus (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Es krim dan sejenisnya (2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Es Lilin (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Jem dan Jeli (2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Ringan (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuman Yoghurt (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuman Ringan fermentasi (500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat).

batas maksimum konsumsi siklamat dalam satu hari ( acceptable daily intake = ADI ) sebesar 11 mg/kg BB.

B.3. Peraturan Pelabelan di Indonesia

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dalam penjelasannya antara lain bahwa pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan pangan, dan nomo r indek khusus untuk pewarna.

Selain itu pada label sediaan pemanis buatan dan pangan yang mengandung pemanis buatan mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa pangan tersebut untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan pangan yang berkalori rendah, dan juga harus mencantumkan tulisan mengandung gula dan pemanis buatan, jika pangan tersebut selain mengandung pemanis buatan juga mengandung gula.

Menurut SK Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, bahwa penggunaan siklamat pada produk pangan tidak dibatasi hanya pada produk pangan berkalori rendah, melainkan diizinkan untuk pangan lain pada umumnya.

BAB. III METODOLOGI

A. TAHAPAN KAJIAN

Tahapan kajian penelitian ini dilakukan seperti terlihat pada Gambar 3. bagan alir penelitian dengan uraian dibawah ini.

1. Pengumpulan data sekunder pengawasan PJAS. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data hasil laporan Pengawasan PJAS dari Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, yang dihimpun melalui Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM.

2. Seleksi data sekunder , pemilihan data sekunder ditentukan sesuai kriteria yang ditetapkan berdasarkan Petunjuk Teknis Sampling PJAS dari Badan POM tahun 2006 (Lampiran 1), antara lain yaitu :

a. PJAS yang sering dan diduga mengandung Bahan Tambahan Pangan terlarang/cemaran.

b. Sebagai tindak lanjut karena adanya kasus /masalah dari suatu produk PJAS yang terbukti tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil sampling tahun sebelumnya.

c. PJAS yang sangat diminati anak-anak sekolah.

d. PJAS yang produsennya berada di Wilayah Balai Besar/Balai POM di ibu kota propinsi yang bersangkutan dengan skala kelas menengah ke bawah.

e. PJAS yang peredarannya luas

3. Untuk menarik sampel pangan jajanan anak sekolah yang dijual di sekitar sekolah dapat digambarkan seperti terlihat dalam gambar 2 sebagai berikut :

Gambar 1 :

Plot lokasi sekolah dasar dan sekolah dasar yang terpilih untuk kegiatan pengawasan PJAS

Keterangan :

. = Sekolah dasar = Sekolah dasar yang

terpilih untuk intervensi a. Inventarisasi lokasi seluruh sekolah dasar yang terdapat di

sekitar ibukota propinsi.

b. Lokasi seluruh sekolah dasar yang telah diinventarisasi diplotkan pada peta ibukota propinsi sehingga tergambar penyebarannya.

c. Menentukan jumlah sekolah dasar yang akan dijadikan lokasi untuk kegiatan sampling pangan jajanan anak sekolah, yaitu dihitung sama dengan v n, dimana n = jumlah seluruh sekolah dasar yang tedapat di ibukota.

Contoh: Atas dasar inventarisasi, diketahui jumlah sekolah dasar di seluruh ibukota propinsi adalah 100 buah, maka jumlah sekolah dasar yang harus diambil sebagai sampel sekolah dalam kegiatan sampling ini adalah v 100= 10 buah. Pada diagram di atas, secara acak 10 sekolah dasar ditetapkan sebagai sampel sekolah dasar yang masuk dalam kegiatan sampling. Penyebaran kesepuluh sekolah dasar tersebut diupayakan merata di seluruh ibukota.

Gambar 2. Pengambilan Sampel dari Pedagang PJAS

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

12 pedagang pangan jajanan per sekolah dasar:

• Minuman berwarna merah

• Es berwarna merah

• Sirop berwarna merah

• Mie

• Baso

• Snak (tahu si, cilok, dsb)

Sekolah Dasar

Keterangan: Dari setiap sekolah dasar dipilih sebanyak 12 pedagang jajanan yang menjual minuman, es, dan sirop berwarna merah, serta pedagang jajanan yang menjual mie, baso, dan snak yang terbuat dari bahan tepung seperti tepung terigu, tepung beras, tapioka, atau sagu. Selanjutnya setiap jenis pangan yang dijual diambil 2 sampel dari 2 pedagang yang berbeda, sehingga ada 12 sampel pangan dari setiap sekolah. a. Memilih sekolah-sekolah dasar sejumlah yang ditetapkan pada

butir 3 c di atas pada peta lokasi sekolah-sekolah dasar tersebut di atas, sedemikian rupa sehingga lokasi sekolah-sekolah dasar yang terpilih itu tersebar merata di seluruh ibukota propinsi. b. Melakukan survey awal untuk melihat apakah pedagang yang

mejajakan pangannya di sekitar sekolah-sekolah dasar itu cukup banyak jumlahnya dan cukup beragam jenis pangan yang dijajakannya. Jenis pangan yang akan diambil sampelnya adalah minuman, sirop atau jeli-jeli dan agar-agar serta es berwarna merah, snak seperti bakwan, tahu isi, cilok, serta mie dan baso. Jika di sekitar sekolah dasar yang diukunjungi tidak terdapat cukup banyak pedagang yang berjualan, maka lokasi sampel ini dapat diganti dengan lokasi sekolah dasar lainnya yang berdekatan.

c. Mengambil enam jenis produk pangan yang dijajakan untuk dijadikan sampel surveilan, yaitu tiga dari kelompok minuman yang berwarna merah untuk pengujian rhodamin B dan kadar pemanis buatan (misalnya minuman, es, sirop, jeli-jeli, agar- agar), dan tiga dari kelompok lainnya (misalnya mie, baso, bakwan atau tahu isi) untuk pengujian bahan kimia yang dilarang digunakan dalam pangan seperti boraks dan formalin. Enam jenis sampel diambil dari dari beberapa pedagang jajanan, minimum dua padagang atau pengrajin yang berbeda.

propinsi dengan 70 % (cut-off) produk terbanyak menggunakan siklamat

5. Penetapan produk dan lokasi yang dijadikan obyek kajian Kriteria penetapan tempat sampling adalah :

• Provinsi dimana berdasarkan hasil evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi antara petujuk teknis prioritas sampling jajanan anak sekolah yang dikeluarkan Badan POM tahun 2006. • Kesuaian antara jumlah Sekolah Dasar yang dijadikan sasaran

sampling apakah telah sesuai dengan akar n, dimana n adalah jumlah SD di Kota ibu kota Provinsi berdasarkan data dari Depdiknas. (Lampiran 7).

• Penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada jajanan anak sekolah dengan 70 % produk terbanyak menggunakan siklamat.

6. Wawancara pendalaman data dan informasi untuk menjawab pertanyaan terkait karakteristik sosial ekonomi konsumen dan pedagang 7. Analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan

data sekunder maupun wawancara, dengan menggunakan metode SPSS 8. Sintesis butir-butir penting terkait denga n pengaturan keamanan pangan

`di Indonesia khususnya siklamat.

9. Penyusunan hasil kajian untuk kontribusi dalam kebijakan penggunaan siklamat PJAS di Indonesia.

B.TEMPAT DAN WAKTU KAJIAN

Kajian dilaksanakan di Jakarta, untuk pengambilan data sekunder dilakukan di 26 ibu kota propinsi di sejumlah sekolah dasar melalui laporan hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah pada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan 2006 - 2007, dan untuk data primer dilakukan di Bengkulu, Jakarta, Yogyakarta, dan Mataram yang diharapkan dapat merepresentasikan gambaran permasalahan jajanan anak sekolah di Indonesia. Waktu pengkajian dilakukan pada bulan November 2007 – April 2008.

C. RANCANGAN KAJIAN DAN ANALISIS DATA

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh SPSS, Inc. sejak tahun 1968 dan telah mengalami perkembangan hingga versi terbarunya, yakni versi 16. Perangkat lunak ini merupakan perangkat yang umumnya digunakan untuk menganalisis data. Banyak pengujian statistik yang terdapat di dalam sotware tersebut, diantaranya fasilitas untuk pengolahan data statistik non- parametrik (Chi-square, Mann-Whitney, Mc Nemar Ttest) dan untuk pengolahan data regresi baik linear maupun multi linear.

Data kuesioner yang terkumpul terlebih dahulu akan dientrikan ke dalam SPSS ini, kemudian dianalisis berdasarkan parameter yang telah ditentukan. Misalnya, analisis regresi linear akan digunakan untuk mengetahui korelasi antara tingkat perekonomian produsen dengan penggunaan pemanis buatan dsb., sehingga dapat menjawab hipotesa- hipotesa yang telah dikemukakan.

Gambar 3. bagan alir penelitian Kriteria

menurut Juknis BPOM

Identifikasi produk dan daerah yang paling bermasalah

Penetapan Lokasi kajian

Pendalaman Data dan informasi untuk menjawab hipotesa mengenai karakteristik social ekonomi

konsumen (murid sekolah) dan pedagang

Rekomendasi Data-data Hasil Laporan

Pengawasan PJAS Regulasi pembanding di berbagai Ya Tidak sesuai Juknis Sampling BPOM Karakter Konsumen, Pedagang

Analisis data Kuesioner dengan Program SPSS

Sintesis Butir-butir Penting

BAB. IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DATA HASIL PENGUJIAN PJAS 2006

Semua hasil pengumpulan data sekunder pengujian PJAS ditabulasikan menur ut profil penggunaan siklamat pada PJAS dan perbandingan jumlah SD yang disampling dengan jumlah SD berdasarkan data statistik Departemen Pendidikan Nasional. Hasil tabulasi ini dievaluasi berdasarkan kesesuaian antara kriteria yang ditetapkan dalam Petunjuk Teknis Sampling PJAS Badan POM dengan pelaksanaan di lapang yang dilakukan oleh masing- masing Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan dalam penetapan jumlah SD yang meme nuhi kriteria tersebut ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perbandingan SD Yang Disampling Dengan Jumlah SD Berdasarkan Data Statistik Depdiknas 2006

No Nama Balai Jumlah SD yg di sampling

Jml SD di Kota Ibu Kota Prop (Depdiknas) = n Jumlah SD Yg seharusnya di Sampling = vn 1 Aceh 8 119 11 2 Medan 9 788 28 3 Padang 27 413 20 4 Pekanbaru 45 233 15 5 Jambi 15 248 15 6 Palembang 8 410 20 7 Bengkulu 28 96 10 8 B. Lampung 17 240 15 9 Jakarta 18 4163 64 10 Bandung 54 923 30 11 Semarang 27 694 26 12 Yogyakarta 15 225 15 13 Surabaya 39 934 30 14 Pontianak 15 195 14 15 Palangkaraya 11 118 11 16 Banjarmasin 25 281 17 17 Samarinda 14 216 14 18 Manado 10 259 16 19 Palu 6 155 12

No Nama Balai Jumlah SD yg di sampling

Jml SD di Kota Ibu Kota Prop (Depdiknas) = n Jumlah SD Yg seharusnya di Sampling = vn 22 Denpasar 14 209 14 23 Mataram 12 114 11 24 Kupang 12 115 11 25 Ambon 14 181 14 26 Jayapura 6 100 10 JUMLAH 475 11991 486

Dari tabel di atas terlihat dari 26 Bala i Besar/Balai POM hanya 17 Balai Besar/Balai POM yang memenuhi kriteria seperti terlihat dalam tabel 1 tersebut di atas. Evaluasi terhadap kriteria lain yaitu mengenai jumlah dan jenis PJAS yang diuji dari sekolah terpilih dengan fokus pengujian siklamat pada PJAS menunjukkan, dari segi jumlah contoh yang diuji terdapat 4 propinsi yaitu NAD, Jawa Barat, Kalbar, dan Kalsel yang jumlah contohnya kurang dari 20 contoh dan tidak sebanding dengan jumlah SD yang dijadikan lokasi sampling, sehingga datanya dianggap kurang mewakili.

Berdasarkan jenis PJAS yang paling sering menggunakan siklamat menur ut kriteria yang telah disebutkan dalam Juknis Sampling PJAS Badan POM meliputi jenis minuman berwarna merah, es (es mambo, es lolipop, es mimuman beraroma buah, es kelapa dsb), dan sirop, agar/jely, menunjukkan seluruh Balai Besar/Balai POM melakukan pengujian jenis PJAS es dan sejenisnya. Untuk jenis minuman berwarna merah hanya 17 propinsi yang