• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan data hasil pengujian untuk meningkatkan pengaturan keamanan pangan: studi kasus siklamat pada pangan jajanan anak sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan data hasil pengujian untuk meningkatkan pengaturan keamanan pangan: studi kasus siklamat pada pangan jajanan anak sekolah"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN DATA HASIL PENGUJIAN UNTUK MENINGKATKAN PENGATURAN KEAMANAN PANGAN : STUDI KASUS SIKLAMAT

PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH

SURATMONO NRP F 2520050075

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis : Penggunaan Data Hasil Pengujian Untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan Pangan : Studi Kasus Siklamat Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah adalah karya saya sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Jakarta, Juni 2009

(3)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(4)

ABSTRACT

Food School Children is one of the most concerned commodities by The National Agency for National Drug and Food Control (NADFC) because the strategic roles of the food in school children consumption pattern. Therefore, many facts and data are recorded by NADFC recently in regards to the use of additives for school food children, especially the use of cyclamates.

The aim of this thesis is to formulate important factors on the regulation of cyclamates. The outcome of the study is a synthetic framework of the important factors, in regards to make a better policy.

Nationally or in four selected provinces, the most common food school children found containing cyclamates above permitted level were edible ices (es mambo, lollypop, coconut ice, etc.). Besides that, there was similarity in food school children profile, not only in a national scale but also in four provinces, where the most dominant food school children containing cyclamates were edible ices, beverages, and jelly.

Based on the study of the price of food school children, it was shown that the price of food school children influenced the type and quality of available food school children, and it was proven that low price food school children tended to contain cyclamates above permitted level whereas high price food school children do not contain cyclamates or contain cyclamates below the maximum level. Moreover, the excessive use of cyclamates aimed to lower food production cost and to meet the demand of school children who commonly have low amount of pocket money. From the pocket money study, it was shown that the higher school children pocket money, the better quality of food school children sold, in terms of the food did not contain cyclamates and or contained cyclamates below the permitted level. This showed that the characteristics of school children, in this case pocket money and purchasing power, have negative relationship with the use of cyclamates above the permitted level.

The study showed that the high price of sugar in market may encourage food vendors to use cyclamates, especially particular food vendors such as those who sold bajigur, es dawet, coconut ice, etc. The expensive sugar influenced the particular food vendors to use cyclamates rather than sugar.

Among 81 food school children vendors, all of them stated never obtained warning from the government about their food processing practices. Only nine respondents stated they did.

Among 17 food school children vendor respondents, only nine vendors mentioned seeing information about the dosage of cyclamates use on its label, so that many respondents just guessing the dosage without knowing the adverse effects of excessive exposure of cyclamates.

The study showed that 92% of 132 elementary school student respondents mentioned that they obtained food safety extension, and generally the respondents only obtained it from their teachers (73,48%).

(5)

RINGKASAN

SURATMONO. Penggunaan Data Hasil Pengujian Untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan Pangan; Studi Kasus Siklamat Pada Pangan Jajanan Anak

Sekolah. Dibimbing oleh DAHRUL SYAH dan HARSI DEWANTARI KUSUMANIGRUM. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) merupakan salah satu jenis makanan yang mendapat perhatian khusus dari Badan POM. Hal ini tidak terlepas dari perannya yang strategis dalam pola konsumsi anak-anak. Oleh karena itu sangat banyak data dan fakta yang telah direkam oleh Badan POM dalam kurun waktu terakhir, salah satu komponen yang banyak dianalisis adalah Bahan Tambahan Pangan (BTP) termasuk siklamat.

Penulisan tesis ini bertujuan untuk merumuskan beberapa faktor penting untuk pengaturan keamanan pangan siklamat. Luaran penelitian ini berupa kerangka sintesis faktor-faktor penting tersebut dalam rangka melahirkan kebijakan yang lebih baik. Secara khusus kajian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan a. Bagaimana ketaatan pelaksanaan petunjuk teknis dalam rangka menghasilkan data analisis siklamat dalam PJAS; b. Apa PJAS yang paling dominan menggunakan siklamat; c. Bagaimana keragaman pencapaian MS (memenuhi syarat) dan TMS (tidak memenuhi syarat) dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan dan Keputusan Kepala Badan POM; d. Bagaimana kaitan antara kondisi sosial ekonomi yang diwakili oleh besarnya uang jajan dengan konsumsi PJAS; e. Apa motif-motif penggunaan siklamat dalam PJAS oleh pedagang atau produsen.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, kajian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu (a) Pendalaman data hasil pengujian beserta petunjuk teknisnya, (b) Pendalaman pelaku yang dipilih secara purposif dan (c) Penarikan butir-butir penting untuk pengaturan keamanan pangan yang lebih baik.

Secara umum ditemukan adanya variasi dalam ketaatan untuk mengikuti petunjuk teknis sampling PJAS. Dari 26 propnsi hanya 12 propinsi yang mengikuti syarat n untuk jumlah SD yang terpilih. Selain itu berdasarkan lokasi SD yang dipilih terdapat keraguan dalam pemilihan secara acak terhadap SD tersebut. Dan propinsi yang memenuhi syarat jumlah SD dipilih 4 propinsi untuk pendalaman yaitu NTB, DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu.

Secara nasional maupun di 4 propinsi terpilih, PJAS yang banyak menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan baik 2006 maupun 2007 adalah jenis es ( Es Mambo, Lolipop, Es Kelapa, dsb.). Selain itu terdapat kesamaan profil PJAS baik secara nasional maupun di 4 propinsi terpilih, PJAS yang paling dominan menggunakan siklamat adalah jenis es (mambo, lolipop, kelapa, minuman beraroma buah dsb,), sirop/jely dan agar.

Adanya dua aturan yang berbeda mengenai pemanis buatan menyebabkan adanya perbedaan kriteria MS dan TMS. Hal ini berdampak langsung pada peningkatan jenis produk yang menggunakan siklamat.

Pendalaman lanjutan terhadap produsen dan konsumen dilakukan secara purposif di 2 SD dengan karakteristik yang berbeda yaitu di SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan dan SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara.

(6)

menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan, sementara PJAS dengan harga jual tinggi tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas. Selain itu penggunaan siklamat melebihi batas juga untuk menekan biaya produksi, dan untuk menyesuaikan daya beli anak SD yang umumnya mempunyai uang saku sangat rendah.

Dari hasil kajian terhadap uang saku anak sekolah dasar menunjukkan bahwa semakin tinggi uang jajan anak sekolah maka semakin baik kualitas keamanan PJAS yang dijajakan dalam hal ini PJAS yang dijajakan tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Hal ini juga terbukti bahwa karakteristik murid sekolah dalam hal ini uang saku dan daya beli anak sekolah berkaitan dengan penggunaan siklamat pada PJAS secara melebihi batas.

Hasil kajian menunjukkan bahwa tingginya harga gula di pasaran juga dapat memicu para pedagang untuk menggunakan siklamat, terutama untuk para pedagang jenis PJAS tertentu seperti bajigur, es dawet, es kelapa dan produk lain. Dengan harga gula yang mahal sangat mempengaruhi para pedagang jenis tertentu tersebut untuk menggunakan siklamat secara berlebih selain menggunakan gula.

Dari 81 responden pedagang PJAS semuanya menyatakan tidak pernah mendapatkan teguran dari pemerintah setempat mengenai praktek pengolahan pangan yang dilakukannya, meskipun terdapat 9 responden yang menyatakan memperoleh pembinaan.

Dari 17 responden pedagang PJAS yang menjawab, hanya 9 orang yang menyatakan melihat informasi mengenai takaran penggunaan siklamat di kemasan BTP tersebut, sehingga memicu pedagang untuk mengira-ngira takaran siklamat tanpa mengetahui efek buruk yang dihasilkan apabila siklamat terkonsumsi secara berlebih.

Hasil kajian menunjukkan bahwa sebanyak 92 % dari 132 responden murid sekolah dasar menyatakan pernah memperoleh penyuluhan keamanan pangan, dan umumnya responden murid sekolah dasar memperoleh penyuluhan keamanan pangan hanya dari guru di sekolahnya (73,48 %).

Berdasarkan hasil kajian terhadap frekuensi jajan responden murid sekolah dasar menunjukkan bahwa 65 % responden murid sekolah dasar umumnya jajan setiap hari, 28 % jajan 3 – 5 kali seminggu, dan 7 % hanya jajan 1 – 2 kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan paparan anak sekolah mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka kemungkinan paparan siklamat terhadap anak sekolah di Indonesia diprediksi tinggi.

(7)

PENGGUNAAN DATA HASIL PENGUJIAN UNTUK MENINGKATKAN PENGATURAN KEAMANAN PANGAN; STUDI KASUS SIKLAMAT

PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH.

SURATMONO NRP F 2520050075

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada

Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tugas Akhir : Penggunaan Data Hasil Pengujian Untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan Pangan; Studi Kasus Siklamat Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah

Nama : Suratmono

NRP : F 2520050075

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Dahrul Syah Dr.Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum (Ketua) (Anggota)

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr.Ir. Lilis Nuraida, MSc Prof.Dr.Ir.H.Khairil Anwar Notodipuro,MS

(9)

PRAKATA

Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tesis berjudul Penggunaan Data Hasil Pengujian Untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan Pangan : Studi Kasus Siklamat Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Pangan.

Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Dahrul Syah dan Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya selama proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

2. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana.

3. Ir.Tien Gartini, MSi, selaku Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan yang telah memberikan dukungan selama penyelesaian tesis ini. 4. Drs. Sukiman Said Umar, Apt. selaku mantan Direktur Inspeksi dan Sertifikasi

Pangan yang telah memberikan kesempatan dan memberikan dukungan selama penulis melanjutkan sekolah.

5. Rekan-rekan di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama penyelesaian tesis ini.

6. Mbak Tika, sebagai asisten koordinator program studi pascasarjana teknologi pangan yang selalu membantu pelaksanaan sidang komisi dan memberikan dukungan semangat untuk penyelesaian tesis ini.

7. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam penyelesaian studi.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosari pada tanggal 28 Juli 1958 sebagai anak kedua dari Bapak Sastro Murtono dan Ibu Yumani. Tahun 1976, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta dan pada tahun 1977 diterima melanjutkan sekolah di Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Penulis menyelesaikan program Sarjana Biologi pada tahun 1985.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI xi - xv

I. PENDAHULUAN... 1 – 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4 A PEMANIS BUATAN SIKLAMAT ... 5 – 12

A.1. Sifat Fisikokimia ... 6 A.2. Stabilitas dan Reaktivitas Kimiawi ... 6 – 7 A.3. Toksisitas pada Hewan Percobaan ... 7 – 9 A.4. Penggunaan dan Manfaat Pemanis Siklamat ... 9 – 11 B REGULASI SIKLAMAT ... 11 – 12

B.1. Regulasi Siklamat di Berbagai Negara ... 11 B.2. Regulasi Siklamat di Indonesia ... 11 – 12 B.3. Peraturan Pelabelan di Indonesia ... 12 III. METODOLOGI ... 13 – 18 A TAHAPAN KAJIAN DAN ANALISA DATA... 13 – 16 B TEMPAT DAN WAKTU KAJIAN... 16 C RANCANGAN KAJIAN... 17 – 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 19 A DATA HASIL PENGUJIAN PJAS 2006……… 19 – 21 B PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PERATURAN YANG

BERLAKU ...

21 – 28

C PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PJAS DI 4 PROPINSI TERPILIH ...

28 – 37

D KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PENGGUNAAN ... SIKLAMAT ...

37

D.1. Karakteristik Pedagang / Penjaja ... 38 – 40

(12)

Petunjuk Teknis Sampling Produk Pangan Jajanan Anak Sekolah ... Profil Penggunaan Siklamat Pada 3 Jenis PJAS Tahun 2006-2007.... Perbandingan SD Yang Disampling Dengan Jumlah SD Berdasarkan Data Statistik Depdiknas... Rekap SD Tempat Sampling PJAS Tahun 2006 – 2007... Kuisioner Untuk Murid Sekolah Dasar... Kuisioner Untuk Pedagang PJAS...

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan SD yang disampling dengan jumlah SD ber- dasarkan data statistik Depdiknas ... Tabel 2. Kriteria memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat berda- sarkan ke dua aturan... Tabel 3. Kriteria memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat peng gunaan siklamat baik nasional maupun 4 propisi terpilih... Tabel 4. Perbandingan PJAS yang memenuhi syarat dan tidak meme- nuhi syarat... Tabel 5. Persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas 2006 – 2007... Tabel 6. Perbandingan jumlah responden keuntungan pedagang PJAS berdasarkan omset porsi dan pendapatan... Tabel 7. Sumber air yang digunakan untuk memproduksi PJAS... Tabel 8. Perbandingan hitungan biaya produksi dan harga jual PJAS menggunakan siklamat dan tanpa siklamat... Tabel 9. Profil PJAS yang dijajakan di SD dengan strata berbeda ... Tabel 10. Jenis jajanan penyebab timbulnya gangguan kesehatan pada responden...

Tabel 11. Perbandingan regulasi siklamat di berbagai negara ... Tabel 12. Matrik kontribusi kajian...

19 - 20

22

25

26 28

29 40

41 43 - 44

51

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Plot lokasi sekolah dasar dan sekolah dasar yang terpilih untuk kegiatan pengawasan PJAS... Gambar 2. Pengambilan sampel dari pedagang PJAS...

Gambar 3. Bagan alur penelitian... Gambar 4. Grafik persentase produk yang menggunakan siklamat di

seluruh Indonesia tahun 2004 - 2007... Gambar 5. Profil penggunaan siklamat pada PJAS seluruh Indonesia tahun 2006- 2007... Gambar 6 a dan b. Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) di seluruh Indonesia 2006 – 2007... Gambar 7. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di 4 propinsi terpilih 2006 – 2007... Gambar 8 a dan b. Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di 4 propinsi terpilih 2006 –2007... Gambar 9. Profil PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Yogyakarta 2006 –2007... Gambar 10 a dan b Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Yogyakarta 2006 –2007... Gambar 11. Profil PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Mataram 2006 –2007... Gambar 11 a dan b. Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Mataram 2006 –2007... Gambar 12. Profil PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Jakarta 2006 –2007...

Gambar 13 a dan b. Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi

(15)

Gambar 15 a dan b. Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Bengkulu 2006 –2007... Gambar 16. Jumlah penjaja berdasarkan jenis PJAS yang di jual ,,,,,,, Gambar 17. Persentase pedagang berdasarkan tempat penjualan PJAS Gambar 18. Persentase tempat dimana pedagang memperoleh Siklamat... Gambar 19. Grafik jumlah responden berdasarkan uang jajan... Gambar 20. Grafik jumlah responden berdasarkan frekuensi jajan dalam seminggu... Gambar 21. Grafik jumlah responden berdasarkan alasan membeli Jajanan ... Gambar 22. Grafik jumlah tempat responden jajan di sekolah... Gambar 23. Kondisi tempat berjualan dan cara penyajian pangan... Gambar 24, Jumlah responden berdasarkan terjadinya gangguan Kesehatan setelah mengonsumsi pangan jajanan... Gambar 25, Grafik jumlah responden berdasarkan informasi kea- manan pangan... Gambar 26. Grafik jumlah jawaban responden berdasarkan instansi yang memberikan penyuluhan keamanan pangan...

37 38 39

45 46

48

48 49 50

50

52

(16)

BAB. I PENDAHULUAN

Salah satu aspek keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan yang dikonsumsi memenuhi standar dan persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan. Salah satunya adalah bahwa penggunaan siklamat pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) tidak boleh melebihi batas maksimum yang diizinkan. Untuk melindungi konsumen dari penggunaan siklamat pada pangan, Pemerintah Indonesia telah mengatur penggunaan bahan tambahan pangan, dan salah satunya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Per/Menkes/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, dimana didalamnya diatur mengena i penggunaan siklamat dalam pangan.

Dikaitkan dengan aspek sosial ekonomi, studi ini diharapkan dapat diketahui dampak dari penerapan peraturan mengenai siklamat pada PJAS di Indonesia, dan untuk mengetahui dampak positip negatip bagi produsen maupun konsumen, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan/regulasi lebih lanjut. Selain itu karakteristik sosial ekonomi konsumen antara lain dapat diketahui melalui hitungan pengeluaran PJAS.

PJAS adalah salah satu contoh komoditas pangan yang sangat banyak digemari oleh anak-anak sekolah karena citarasanya, praktis, mudah dan cepat diperoleh, serta harga terjangkau (Maskar, 2007). Dibalik kelebihan ini pangan jajanan anak sekolah mempunyai masalah besar dalam aspek keamanan pangan (food safety), yang salah satunya adalah penggunaan siklamat pada jajanan anak sekolah dengan kadar melebihi batas maksimum yang diizinkan.

(17)

sikloheksilamin dilaporkan menyebabkan atropi testis dan mengganggu spermatogenesis (Renwick, 1986).

Hasil survey di Malang oleh Badan POM tahun 2004, terkait dengan paparan siklamat dalam PJAS adalah 2,4 kali lipat dari ADI yang berlaku di Indonesia (11 mg/kg/BB). Selain itu kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi ( Emran, 2007)

Di berbagai negara, sampai saat ini siklamat masih tetap diizinkan, terutama sebagai kombinasi dengan pemanis buatan lain. Lebih dari 50 negara di dunia, telah melakukan kajian secara ilmiah dan menyimpulkan bahwa siklamat aman digunakan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Di Eropa, siklamat termasuk list sweetener yang diizinkan. Meskipun banyak kajian ilmiah membuktikan keamanan siklamat, namun beberapa negara membatasinya. Beberapa negara juga tidak me mbolehkan penggunaan siklamat pada pangan seperti Kanada, Jepang, Singapura, Philipina, Malaysia, India, USA, UK dll.

Banyak faktor yang menjadi penyebab dipakainya siklamat secara melebihi batas. Penyebab-penyebab ini dapat ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, termasuk infrastruktur yang masih lemah. Beberapa penyebab ini mewujud dalam bentuk rendahnya penerapan cara produksi yang baik, lemahnya regulasi dan pengawasan, rendahnya permodalan penjaja PJAS, serta rendahnya pengetahuan penjaja dan konsumen tentang keamanan pangan. Disamping itu kecenderungan naiknya harga gula dunia memicu para produsen pangan beralih menggunakan siklamat yang harganya relatif murah.

(18)

pemanis buatan tersebut dapat menyebabkan peningkatan penggunaan siklamat pada PJAS di Indonesia.

Oleh karena itu untuk menggali lebih dalam terhadap semua faktor yang menjadi hambatan tersebut di atas, maka diperlukan kajian secara mendalam terutama dari dimensi keamanan, regulasi, dan aspek sosial ekonomi.

Kajian ini dilakukan untuk menyusun tugas akhir sebagai prasyarat penyelesaian studi pada program magister profesi teknologi pangan pada Program Studi Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penulisan tesis ini untuk merumuskan beberapa faktor penting untuk pengaturan keamanan pangan siklamat. Luaran penelitian ini berupa kerangka sintesis faktor- faktor penting tersebut dalam rangka melahirkan kebijakan yang lebih baik.

Secara khusus kajian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan terkait dengan penggunaan siklamat dalam Jajanan Anak Sekolah sebagai berikut :

a. Bagaimana ketaatan pelaksanaan petunjuk teknis sampling PJAS dalam rangka menghasilkan data analisis sikla mat dalam PJAS ;

b. Apa PJAS yang paling dominan menggunakan siklamat ;

c. Bagaimana keragaman pencapaian MS (memenuhi syarat) dan TMS (tidak memenuhi syarat) dengan adamya Peraturan Menteri Kesehatan dan Keputusan Kepala Badan POM ;

d. Bagaimana kaitan antara kondisi sosial ekonomi yang diwakili oleh besarnya uang jajan dengan konsumsi PJAS ;

(19)

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Pangan jajanan yang banyak dijajakan oleh pedagang kaki lima baik yang statis maupun pedagang keliling yang dalam bahasa Inggris disebut street food, yang menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (FAO, 1997).

Di banyak negara terutama negara berkembang termasuk Indonesia pangan jajanan mempunyai kontribusi ya ng besar dari sektor informal dalam menunjang perekonomian terutama untuk golongan tertentu. Meningkatnya pangan jajanan yang begitu pesat disebabkan karena peningkatan populasi penduduk, perubahan keadaan sosio ekonomi, peningkatan angka pengangguran, urbanisasi, dan turisme. Selain itu pangan jajanan dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik, bervariasi, dan umumnya mempunyai citarasa lezat, serta terkadang dijadikan sebagai “habitual food” (FAO, 1997).

Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼ waktunya di sekolah Sebuah penelitian yang dilakukan tahun 2004 di Jakarta menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp 7000. dan hanya sekitar 5% anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah. Karenanya mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut. Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%(3), sehingga pangan jajanan mempunyai peran penting

dalam pertumbuhan dan berperan dalam prestasi belajar anak sekolah.

(Maskar, 2004).

(20)

PJAS yang dianalisis, 1069 contoh diantaranya adalah produk Es (es sirop, es mambo, es loypop, dsb), sirop jely, agar, dan minuman ringan, dimana 458 ( 42,84 %) contoh diantaranya mengandung siklamat melebihi batas

penggunaan yang diizinkan (BPOM, 2006).

A. PEMANIS BUATAN SIKLAMAT

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Per/Menkes/V/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, pengertian pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Ada tiga kelompok pemanis manis dalam pangan yang biasa dikonsumsi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung , yaitu : pemanis berkalori; pemanis rendah kalori; dan pemanis non kalori.

Pemanis buatan atau pemanis sintetis merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai nilai gizi (non-nutritive sweeteners). Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula murni karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami, selain rasanya lebih manis dan harganya lebih murah, pemanis buatan juga dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes).

(21)

dan ketika diberikan pada hewan percobaan terlihat ada indikasi menyebabkab kanker. Namun setelah dilakukan penelitian toksikologi lebih lanjut oleh World Health Organization (WHO), tidak ada bukti siklamat bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker, akhirnya pelarangan tersebut dicabut kembali.

A.1. Sifat Fisikokimia

Siklamat atau asam sikloheksilsulfamat (CAS-No.100-88-9) memiliki struktur molekul sebagai berikut :

NH

S O

O

OH

Dengan rumus kimia C6H13NO3S memiliki massa molekul

relatif (Mr) 179,24 g / mol, merupakan senyawa polar dengan nilai logaritma koefisien partisi oktanol – air (Log P), menurut hasil perhitungan dengan program ChemDraw, sebesar 0,35, memiliki kelarutan dalam air 200 g / L, mengalami penguraian pada suhu 265 °C. Sebagai pemanis digunakan juga garam natrium – dan kalsium – sikloheksilsulfamat ( Wikipedia , 2005 )

A.2. Stabilitas dan Reaktivitas Kimiawi

(22)

stabil dari ikatan ester, sehingga reaksi hidrolisis tersebut juga lebih sulit dilakukan dari pada hidrolisis ester. Namun demikian, pada saluran pencernaan, dengan bantuan mikroba, reaksi hidroslisis dapat terjadi pada suhu tubuh manusia.

A.3. Toksisitas pada hewan percobaan

Siklamat dapat dimetabolisme menjadi sikloheksilamin, suatu senyawa yang dilaporkan lebih toksik dari siklamat sendiri (Renwick AG.1986). Pada percobaan menggunakan tikus dan anjing, sikloheksilamin dilaporkan menyebabkan atropi testis dan mengganggu spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh Takayama melalui hasil uji toksisitas jangka panjang selama 24 tahun dengan menggunakan hewan percobaan kera menunjukkan terjadinya adenocarcinoma pada kolon, carcinoma hepatoselular metastatik, dan adenocarcinoma papilar pada prostat, pada kera yang diberi siklamat. Namun demikian Takayama menyimpulkan bahwa tidak terdapat cukup bukti mengenai karsinogenisitas siklamat karena tumor yang teramati pada hewan percobaan terjadi pada jaringan yang berbeda dan pada frekuensi yang lazim teramati pada kera. Selain itu tidak dilaporkan menggunakan tikus yang menjadi dasar pelarangan penggunaan siklamat di Amerika Serikat (Takayama, 2000).

Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assesment Commitee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA the Scientific Commitee for Foods of the European Union, dan WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik ( Weichrauch dan Diehl, 2004 ).

(23)

mg/kg/BB/hari yang berasal dari produk minuman dan snack. Paparan tersebut telah melampaui nilai ADI (11 mg/kgBB/hari) sebesar 2,4 kali. Walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum direview oleh pakar independen, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia diprediksi cukup tinggi. (Emran, 2007).

Menurut data dari INCHEM (1999) didapatkan data karsinogen dari binatang yaitu sodium siklamat yang diuji dengan cara oral dalam dua percobaan pada me ncit, salah satu kelompok untuk penelitian multigenerasi, dan dalam tiga penelitian dalam tikus. Tidak ada hubungan peningkatan tumor yang terjadi. Sodium siklamat juga diuji secara oral dalam percobaan lain pada tikus, mencit, hamster dan monyet, tetapi hasilnya tidak dapat di evaluasi karena banyak data yang tidak lengkap. Pada pertemuan itu juga didapatkan evaluasi bahwa tidak cukup kejadian karsinogenitas pada manusia serta tidak cukup percobaan pada binatang yang menyatakan karsinogenitas pada siklamat.

(24)

20 masa kehamilan, 10 fetus (lima ekor dari tiap-tiap kelompok) yang dipilih secara acak . Cara cariometry dipilih untuk evaluasi parameter nuclear dari sel dalam lapisan deciduous dan spongy serta chorionic villi dalam placenta tikus. Ternyata didapatkan hasil bahwa : Perkembangan fetus dan masing- masing placenta berkurangu dibandingkan dengan kontrol, selain itu panjang umbilical-cord diperoleh lebih pendek dibandingkan dengan kontrol. Untuk lapisan deciduous tidak terpengaruh, lapisan spongy placental ditemukan pengaruhnya terutama dalam hal parameter diameter mayor, rata-rata diameter, perimeter, area, volume, volume/rasio area dan eccentricity. Pengaruh pada chorionic villi berdasarkan parameter rata-rata diameter, area, volume dan volume/area rasio.

Pada tahun 2000, European Commission menyimpulkan bahwa data epidemiologi baru yang menyatakan bahwa siklamat tidak ada indikasi yang membahayakan untuk mempengaruhi reproduksi manusia baik dalam bentuk siklamat sebagai bahan tambahan pangan maupun terpapar dalam bentuk sikloheksamin.

Berdasarkan hasil perkiraan potensi paparan makro siklamat di Indonesia, paparan siklamat masih dibawah nilai ADI. Namun demikian, berdasarkan hasil survey langsung dilapangan di salah satu daerah, walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum di review oleh pakar independen, serta kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi ( Emran, 2007)

A.4. Penggunaan dan manfaat Pemanis Siklamat

(25)

karena biaya produksinya yang murah. Namun demikian, walaupun sakarin memiliki kemanisan yang jauh lebih kuat dari gula, ternyata memiliki after taste yang pahit. Pada tahun 1950-an after taste yang ditimbulkan sakarin dapat diatasi dengan ditemukannya siklamat. Siklamat memiliki rasa yang lebih baik dari sakarin dan pada penggunaannya kedua pemanis tersebut sering dicampur. Karena karakteristik rasanya yang mirip dengan gula, siklamat bukan hanya digunakan sebagai table top sweetener tetapi juga digunakan dalam produk minuman ringan (Weihrauch dan Diehl, 2004).

Pada tahun 1970 FDA melarang penggunaan siklamat di Amerika Serikat setelah menurut studi yang dilakukan oleh Wagner (Wagner, 1970), siklamat dilaporkan me ningkatkan terjadinya insiden kanker kandung kemih pada binatang percobaan (tikus). Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assessment Committee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA, the Scientific Committee for Foods of the European Union, dan oleh WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik (Weihrauch dan Diehl, 2004).

(26)

pema nis. Contohnya campuran 10 bagian siklamat dan 1 bagian sakarin sudah digunakan secara luas pada makanan dan minuman sejak tahun 1960.

B. REGULASI SIKLAMAT

B.1. Regulasi Siklamat di berbagai negara

Di berbagai negara, sampai saat ini siklamat masih tetap diizinkan, terutama sebagai kombinasi dengan pemanis buatan lain. Lebih dari 50 negara di dunia, telah melakukan kajian secara ilmiah dan menyimpulkan bahwa siklamat aman digunakan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Di Eropa, siklamat termasuk list sweetener yang diizinkan. Meskipun banyak kajian ilmiah membuktikan keamanan siklamat, namun beberapa negara membatasinya. Kontroversi mengenai siklamat berdasarkan pada satu penelitian yang menemukan tumor kandung kemih pada beberapa tikus yang diberi makan siklamat dosis tinggi. Dengan alasan inilah USA melarang siklamat pada tahun 1970 dan beberapa negara membatasi penggunaannya. Sejak 1970, kajian terbaru dilakukan dan beberapa negara mempertimbangkan kembali penggunaan siklamat.

B.2. Regulasi Siklamat di Indonesia

(27)

batas maksimum konsumsi siklamat dalam satu hari ( acceptable daily intake = ADI ) sebesar 11 mg/kg BB.

B.3. Peraturan Pelabelan di Indonesia

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dalam penjelasannya antara lain bahwa pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan pangan, dan nomo r indek khusus untuk pewarna.

Selain itu pada label sediaan pemanis buatan dan pangan yang mengandung pemanis buatan mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa pangan tersebut untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan pangan yang berkalori rendah, dan juga harus mencantumkan tulisan mengandung gula dan pemanis buatan, jika pangan tersebut selain mengandung pemanis buatan juga mengandung gula.

(28)

BAB. III METODOLOGI

A. TAHAPAN KAJIAN

Tahapan kajian penelitian ini dilakukan seperti terlihat pada Gambar 3. bagan alir penelitian dengan uraian dibawah ini.

1. Pengumpulan data sekunder pengawasan PJAS. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data hasil laporan Pengawasan PJAS dari Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, yang dihimpun melalui Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM.

2. Seleksi data sekunder , pemilihan data sekunder ditentukan sesuai kriteria yang ditetapkan berdasarkan Petunjuk Teknis Sampling PJAS dari Badan POM tahun 2006 (Lampiran 1), antara lain yaitu :

a. PJAS yang sering dan diduga mengandung Bahan Tambahan Pangan terlarang/cemaran.

b. Sebagai tindak lanjut karena adanya kasus /masalah dari suatu produk PJAS yang terbukti tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil sampling tahun sebelumnya.

c. PJAS yang sangat diminati anak-anak sekolah.

d. PJAS yang produsennya berada di Wilayah Balai Besar/Balai POM di ibu kota propinsi yang bersangkutan dengan skala kelas menengah ke bawah.

e. PJAS yang peredarannya luas

(29)

Gambar 1 :

Plot lokasi sekolah dasar dan sekolah dasar yang terpilih untuk kegiatan pengawasan PJAS a. Inventarisasi lokasi seluruh sekolah dasar yang terdapat di

sekitar ibukota propinsi.

b. Lokasi seluruh sekolah dasar yang telah diinventarisasi diplotkan pada peta ibukota propinsi sehingga tergambar penyebarannya.

c. Menentukan jumlah sekolah dasar yang akan dijadikan lokasi untuk kegiatan sampling pangan jajanan anak sekolah, yaitu dihitung sama dengan v n, dimana n = jumlah seluruh sekolah dasar yang tedapat di ibukota.

Contoh: Atas dasar inventarisasi, diketahui jumlah sekolah dasar di seluruh ibukota propinsi adalah 100 buah, maka jumlah sekolah dasar yang harus diambil sebagai sampel sekolah dalam kegiatan sampling ini adalah v 100= 10 buah. Pada diagram di atas, secara acak 10 sekolah dasar ditetapkan sebagai sampel sekolah dasar yang masuk dalam kegiatan sampling. Penyebaran kesepuluh sekolah dasar tersebut diupayakan merata di seluruh ibukota.

. . .

12 pedagang pangan jajanan per sekolah dasar:

(30)

Keterangan: Dari setiap sekolah dasar dipilih sebanyak 12 pedagang jajanan yang menjual minuman, es, dan sirop berwarna merah, serta pedagang jajanan yang menjual mie, baso, dan snak yang terbuat dari bahan tepung seperti tepung terigu, tepung beras, tapioka, atau sagu. Selanjutnya setiap jenis pangan yang dijual diambil 2 sampel dari 2 pedagang yang berbeda, sehingga ada 12 sampel pangan dari setiap sekolah. a. Memilih sekolah-sekolah dasar sejumlah yang ditetapkan pada

butir 3 c di atas pada peta lokasi sekolah-sekolah dasar tersebut di atas, sedemikian rupa sehingga lokasi sekolah-sekolah dasar yang terpilih itu tersebar merata di seluruh ibukota propinsi. b. Melakukan survey awal untuk melihat apakah pedagang yang

mejajakan pangannya di sekitar sekolah-sekolah dasar itu cukup banyak jumlahnya dan cukup beragam jenis pangan yang dijajakannya. Jenis pangan yang akan diambil sampelnya adalah minuman, sirop atau jeli-jeli dan agar-agar serta es berwarna merah, snak seperti bakwan, tahu isi, cilok, serta mie dan baso. Jika di sekitar sekolah dasar yang diukunjungi tidak terdapat cukup banyak pedagang yang berjualan, maka lokasi sampel ini dapat diganti dengan lokasi sekolah dasar lainnya yang berdekatan.

c. Mengambil enam jenis produk pangan yang dijajakan untuk dijadikan sampel surveilan, yaitu tiga dari kelompok minuman yang berwarna merah untuk pengujian rhodamin B dan kadar pemanis buatan (misalnya minuman, es, sirop, jeli-jeli, agar-agar), dan tiga dari kelompok lainnya (misalnya mie, baso, bakwan atau tahu isi) untuk pengujian bahan kimia yang dilarang digunakan dalam pangan seperti boraks dan formalin. Enam jenis sampel diambil dari dari beberapa pedagang jajanan, minimum dua padagang atau pengrajin yang berbeda.

(31)

propinsi dengan 70 % (cut-off) produk terbanyak menggunakan siklamat

5. Penetapan produk dan lokasi yang dijadikan obyek kajian Kriteria penetapan tempat sampling adalah :

• Provinsi dimana berdasarkan hasil evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi antara petujuk teknis prioritas sampling jajanan anak sekolah yang dikeluarkan Badan POM tahun 2006. • Kesuaian antara jumlah Sekolah Dasar yang dijadikan sasaran

sampling apakah telah sesuai dengan akar n, dimana n adalah jumlah SD di Kota ibu kota Provinsi berdasarkan data dari Depdiknas. (Lampiran 7).

• Penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada jajanan anak sekolah dengan 70 % produk terbanyak menggunakan siklamat.

6. Wawancara pendalaman data dan informasi untuk menjawab pertanyaan terkait karakteristik sosial ekonomi konsumen dan pedagang 7. Analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan

data sekunder maupun wawancara, dengan menggunakan metode SPSS 8. Sintesis butir-butir penting terkait denga n pengaturan keamanan pangan

`di Indonesia khususnya siklamat.

9. Penyusunan hasil kajian untuk kontribusi dalam kebijakan penggunaan siklamat PJAS di Indonesia.

B.TEMPAT DAN WAKTU KAJIAN

(32)

C. RANCANGAN KAJIAN DAN ANALISIS DATA

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh SPSS, Inc. sejak tahun 1968 dan telah mengalami perkembangan hingga versi terbarunya, yakni versi 16. Perangkat lunak ini merupakan perangkat yang umumnya digunakan untuk menganalisis data. Banyak pengujian statistik yang terdapat di dalam sotware tersebut, diantaranya fasilitas untuk pengolahan data statistik non-parametrik (Chi-square, Mann-Whitney, Mc Nemar Ttest) dan untuk pengolahan data regresi baik linear maupun multi linear.

(33)

Gambar 3. bagan alir penelitian Kriteria

menurut Juknis BPOM

Identifikasi produk dan daerah yang paling bermasalah

Penetapan Lokasi kajian

Pendalaman Data dan informasi untuk menjawab hipotesa mengenai karakteristik social ekonomi

konsumen (murid sekolah) dan pedagang

Rekomendasi Data-data Hasil Laporan

Pengawasan PJAS

Regulasi pembanding di berbagai

Ya

Tidak sesuai Juknis Sampling BPOM

Karakter Konsumen, Pedagang

Analisis data Kuesioner dengan Program SPSS

Sintesis Butir-butir Penting

(34)

BAB. IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DATA HASIL PENGUJIAN PJAS 2006

Semua hasil pengumpulan data sekunder pengujian PJAS ditabulasikan menur ut profil penggunaan siklamat pada PJAS dan perbandingan jumlah SD yang disampling dengan jumlah SD berdasarkan data statistik Departemen Pendidikan Nasional. Hasil tabulasi ini dievaluasi berdasarkan kesesuaian antara kriteria yang ditetapkan dalam Petunjuk Teknis Sampling PJAS Badan POM dengan pelaksanaan di lapang yang dilakukan oleh masing- masing Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan dalam penetapan jumlah SD yang meme nuhi kriteria tersebut ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini.

(35)

No Nama Balai Jumlah SD yg di sampling

Jml SD di Kota Ibu Kota Prop (Depdiknas) = n

Jumlah SD Yg seharusnya di

Sampling = vn

22 Denpasar 14 209 14

23 Mataram 12 114 11

24 Kupang 12 115 11

25 Ambon 14 181 14

26 Jayapura 6 100 10

JUMLAH 475 11991 486

Dari tabel di atas terlihat dari 26 Bala i Besar/Balai POM hanya 17 Balai Besar/Balai POM yang memenuhi kriteria seperti terlihat dalam tabel 1 tersebut di atas. Evaluasi terhadap kriteria lain yaitu mengenai jumlah dan jenis PJAS yang diuji dari sekolah terpilih dengan fokus pengujian siklamat pada PJAS menunjukkan, dari segi jumlah contoh yang diuji terdapat 4 propinsi yaitu NAD, Jawa Barat, Kalbar, dan Kalsel yang jumlah contohnya kurang dari 20 contoh dan tidak sebanding dengan jumlah SD yang dijadikan lokasi sampling, sehingga datanya dianggap kurang mewakili.

Berdasarkan jenis PJAS yang paling sering menggunakan siklamat menur ut kriteria yang telah disebutkan dalam Juknis Sampling PJAS Badan POM meliputi jenis minuman berwarna merah, es (es mambo, es lolipop, es mimuman beraroma buah, es kelapa dsb), dan sirop, agar/jely, menunjukkan seluruh Balai Besar/Balai POM melakukan pengujian jenis PJAS es dan sejenisnya. Untuk jenis minuman berwarna merah hanya 17 propinsi yang melakukan pengujian siklamat pada jenis PJAS es. Sedangkan untuk jenis sirop, agar/jelly terdapat 2 propinsi yang sama sekali tidak melakukan pengujian siklamat, dan terdapat 10 propinsi yang jumlah contohnya kurang dari 10 contoh (lampiran 2 a dan b).

Mengingat keterbatasan data-data yang ada maka kajian ini merupakan studi kasus penggunaan siklamat pada PJAS tahun 2006-2007, diharapkan hasil kajian dapat digunakan untuk perbaikan pengaturan keamanan pangan.

(36)

sasaran pengambilan contoh dan jumlah contoh yang di uji , juga mempertimbangkan persentase penggunaan siklamat yang tidak memenuhi syarat lebih 70 % dengan alasan bahwa di propinsi yang bersangkutan PJAS yang dijajakan masih mempunyai masalah besar terhadap penggunaan siklamat. Kecuali untuk DKI Jakarta meskipun tidak memenuhi kriteria di atas tetap dijadikan obyek untuk pendalaman dengan pertimbangan bahwa DKI Jakarta mudah dijangkau khususnya dalam pendalaman terhadap produsen/penjaja PJAS maupun konsumen (murid sekolah dasar).

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas maka ditetapkan 4 propinsi terpilih yang dijadikan obyek pendalaman yaitu NTB, DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu.

B. PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PERATURAN YANG BERLAKU.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Per/Menkes/V/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, pemanis siklamat hanya boleh digunakan bagi makanan berkalori rendah meliputi : Permen Karet ( 500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Permen ( 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Saus ( 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Es krim dan sejenisnya ( 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Es Lilin ( 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Jem dan Jeli ( 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Ringan (3 g/kg) dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Yoghurt (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuma n Ringan fermentasi ( 500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ).

Sementara itu berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, penggunaan siklamat pada produk pangan tidak dibatasi hanya pada produk pangan berkalori rendah, melainkan diizinkan untuk pangan lain pada umumnya, kecuali produk pangan olahan tertentu yang diperuntukan untuk kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

(37)

memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat seperti terlihat dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Kriteria memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan

kedua aturan

Pengaturan Kriteria memenuhi syarat Kriteria tidak memenuhi syarat Permenkes 722/88 • Hanya produk kalori rendah

yang boleh pakai siklamat dan takaran sesuai aturan

• Label harus memenuhi syarat ketentuan label produk mengandung pemanis buatan

• Jika produk kalori rendah ditemukan positip siklamat, tapi label tidak menuliskan ketentuan label untuk produk mengandung pemanis Jika produk kalori rendah

• Tidak terbatas produk kalori rendah atau dg batas penggunaan sesuai takaran

• Hanya produk mengguna- kan siklamat dengan kadar yang melebihi batas, berdasarkan setiap jenis pangan

Denga n mulai diberlakukannya Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, diduga semakin banyak jenis pangan yang menggunakan siklamat.

(38)

Gambar 4. Grafik persentase produk yang menggunakan siklamat di seluruh Indonesia Tahun 2004 - 2007

9.22 9.03

Dari gambar di atas terlihat dengan adanya 2 versi n pembagi merupakan bukti bahwa ada peningkatan jumlah produk yang menggunakan siklamat melebihi batas, dimana untuk versi n pembagi adalah jumlah PJAS yang di uji siklamat, persentase kenaikan dari tahun 2004 ke 2005 naik sebesar 7,93 %, dari tahun 2005 ke 2006 naik sebesar 16,70 %, dan dari tahun 2006 ke 2007 naik sebesar 0,60 %. Sedangkan persentase produk yang

(39)

menggunakan siklamat melebihi batas, secara nasional pada tahun 2004 sebesar 18,21 %, tahun 2005 26,14 %, tahun 2006 42,28 %, dan tahun 2007 sebesar 42,88 %. Peningkatan yang signifikan juga terlihat di 4 propinsi yaitu 41,17 % pada tahun 2004 menjadi 54,55 % pada tahun 2005, dan dari 54,55 % pada tahun 2005 menjadi 79,74 % pada tahun 2006, meskipun pada tahun 2007 terjadi penurunan dari 79,74 % pada tahun 2006 menjadi 67,66 % pada tahun 2007. Hal ini diduga akibat karena pemberlakuan Surat Keputusan Kepala Badan POM No.HK. 00. 05. 5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, yang mulai diberlakukan tahun 2005, sehingga yang semula aturan penggunaan siklamat hanya terbatas untuk pangan kalori rendah, setelah adanya Surat Keputusan Kepala Badan POM tersebut, penggunaan siklamat tidak hanya terbatas pada produk pangan kalori rendah melainkan untuk semua jenis pangan termasuk pangan jajanan anak sekolah (PJAS), kecuali kecuali produk pangan olahan tertentu yang diperuntukan untuk kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

(40)

Dengan kriteria tersebut di atas persentase tidak memenuhi syarat (TMS) untuk PJAS baik nasional maupun gabungan 4 propinsi terpilih disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut

Tabel 3. Persentase PJAS yang tidak memenuhi syarat penggunaan siklamat baik nasional maupun gabungan 4 propinsi terpilih

Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pada Petunjuk Teknis Sampling PJAS tahun 2006 yang diterbitkan oleh Badan POM; yang dikatagorikan sebagai minuman adalah minuman ya ng berwarna merah; sedangkan minuman yang tidak berwarna merah yang umumnya disajikan dengan es masuk dalam katagori Es; selain itu jenis-jenis es seperti es mambo, es cendol, es lolipop, es aroma buah, es teh, es kelapa termasuk es sirop juga dikatagorikan sebagai jenis Es ; Sedangkan untuk katagori sirop masih dalam kondisi belum dicairkan baik dengan air maupun dengan es.

Mengingat adanya perbedaan kriteria memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) penggunaan siklamat dalam PJAS seperti yang sudah diuraikan di atas, maka bahasan selanjutnya difokuskan pada tahun 2006-2007 dengan pertimbangan bahwa selain adanya perbedaan regulasi, juga karena petunjuk teknis sampling yang dipakai BPOM untuk tahun 2006-2007 sama.

(41)

Tabel 4. Perbandingan PJAS yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat

Secara nasional data hasil pengawasan BPOM pada tahun 2006, dari 1069 yang diuji kandungan siklamatnya untuk jenis es (es mambo, lolipop, dsb.), jeli/agar-agar, dan minuman, 452 (42,28 %) contoh diantaranya menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Sedangkan pada tahun 2007 dari 1096 yang diuji kandungan siklamatnya, 470 (42,88 %)

contoh diantaranya menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan seperti terlihat pada gambar 5 di bawah ini.

Tahun 2006

(42)

Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) penggunaan siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia Tahun 2006 – 2007 terlihat dalam Gambar 6 a dan b di bawah ini.

MS 57.72% TMS

42.28%

MS 57.12% TMS

42.88%

Gambar 6 a . Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) penggunaan siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia Tahun

2006

Gambar 6 b. Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) penggunaan siklamat pada

PJAS di seluruh Indonesia Tahun 2007

Data di atas menunjukkan bahwa secara nasional jenis produk PJAS yang paling banyak meggunakan siklamat melebihi batas adalah Es (Es Mambo, Lolipop, dsb.) sebanyak 300 (28,06 %) Tahun 2006 dan 303 (27,65 %) Tahun 2007 (BPOM, 2006-2007).

(43)

harga 4 x lipat dari harga yang dijual di SD strata rendah dan hasil uji terhadap siklamat negatip.

Rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan dan terbatasnya peralatan khususnya alat takar/timbangan juga memicu penggunaan siklamat berlebih, dimana 21 responden (pedagang) tidak ada satupun yang menggunakan takaran secara akurat akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak sekolah, dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula.

C. PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PJAS DI 4 PROPINSI

TERPILIH

Diantara 4 propinsi terpilih terdapat variasi dalam hal tidak memenuhi syarat (TMS) penggunaan siklamat secara melebihi batas dalam PJAS seperti Tabel 5 di bawah ini. Pada propinsi DIY dan NTB persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS tahun 2007 cenderung terjadi penurunan dibandingkan tahun 2006, namun masih relatif tinggi yaitu DIY 50 % (2007) dan NTB 40.54 % (2007) Sedangkan propinsi DKI Jakarta dan Bengkulu persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS tahun 2007 cenderung terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2006 yaitu DKI Jakarta 92,85 % (2007) dan Bengkulu 93,61 % (2007).

Tabel 5. Persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas 2006 - 2007

Jenis

(44)

hanya diuji untuk parameter rhodamin-B sehingga dalam tabel untuk minuman tampak kosong ( - ); untuk NTB memang tahun 2006 untuk jenis minuman (warna merah) tidak diuji siklamat, dan untuk jenis sirop, jely, dan agar hasil uji siklamat memenuhi syarat; sedangkan untuk DIY pada tahun 2007 untuk jenis minuman (warna merah) juga memenuhi syarat penggunaan siklamat.

Dari uraian dan tabel tersebut terlihat bahwa keragaman antar propinsi masih sulit dijelaskan. Hal ini terkait dengan keadaan sosial ekonomi dan program-program tentang keamanan pangan PJAS yang dilaksanakan di masing- masing daerah. Untuk DIY dan NTB dapat terjadi karena di kedua propinsi tersebut ada program-program pembinaan PJAS yang dilakukan secara terpadu antar stakeholder dengan membentuk jejaring pengawasan keamanan pangan, jejaring intelijen pangan dan jejaring promosi keamanan pangan yang didukung oleh komitmen Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/ Kota baik program maupun anggaran. Sementara itu untuk propinsi DKI Jakarta dan Bengkulu belum tampak secara signifikan adanya program-program terpadu terkait dengan pembinaan PJAS seperti halnya yang dilakukan di NTB dan DIY. Kompleksitas khusus untuk propinsi DKI Jakarta ditinjau dari aspek sosial ekonomi jelas akan berpengaruh terhadap kondisi tingkat keamanan PJAS dibandingkan dengan propinsi NTB dan DIY.

(45)

Tahun 2006

Gambar 7. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di 4 propinsi terpilih 2006 – 2007

Adapun proporsi untuk masing- masing jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 2006-2007 di 4 propinsi terpilih seperti terlihat dalam Gambar 8a dan b.

Es (Es Mambo, lolipop, dsb)

Es (Es Mambo, lolipop, dsb)

Gambar 8a. Proporsi PJAS mengggunakan siklamatmelebihi batas maksimal

di 4 propinsi terpilih tahun 2006

Gambar 8b. Proporsi PJAS mengggunakan Siklamat melebihi batas maksimal

di 4 propinsi terpilih tahun 2007

Jenis produk yang paling banyak menggunakan siklamat melebihi batas maksimal di 4 propinsi terpilih jenis Es (Es Mambo, Lolipop, dsb.) sebanyak 62,09 % (2006) dan 50,61 % (2007). Besarnya persentase penyimpangan penggunaan siklamat secara melebihi batas yang diizinkan perlu menjadi perhatian kita, mengingat hasil survey di Malang oleh Badan POM tahun 2004, terkait dengan paparan siklamat dalam PJAS adalah 2,4 kali lipat dari ADI yang berlaku di Indonesia (11 mg/kg/BB). Selain itu kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk

N=153

MS = MemenuhiSyarat

N=167

(46)

Data di atas menunjukkan bahwa jenis pangan yang paling banyak mengandung siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan adalah jenis Es. Yang dimaksud es disini adalah selain es mambo dan lolipop juga termasuk semua minuman ringan (selain yang berwarna merah) yang dijual menggunakan es seperti es kelapa, es cendol, es teh, es beraroma buah dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena jenis PJAS es bahan baku utamanya selain air adalah gula, dan karena harga gula relatif mahal dmungkinkan untuk dilakukan penggunaan pemanis siklamat baik sebagai tambahan rasa manis maupun sebagai pengganti gula sehingga umumnya jenis PJAS es ditemukan menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan. Keadaan sosial ekonomi seperti kondisi daya beli masyarakat, tingkat ekonomi pedagang atau produsen PJAS, perilaku konsumen dan pedagang, serta program-program tentang keamanan pangan PJAS yang dilaksanakan di masing- masing daerah dapat mempengaruhi profil penggunaan siklamat dalam PJAS.

Sebagai gambaran untuk 4 propinsi terpilih (Bengkulu, DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan NTB) persentase penyimpangan dalam penggunaan siklamat juga sangat bervariasi untuk masing- masing propinsi. Di Yogyakarta persentase penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (47,61 %) menunjukkan penurunan sebesar 15,54 % dibandingkan tahun 2006 (63,15 %) seperti terlihat pada gambar 9 di bawah ini

Tahun 2006

Tahun 2007 7

12

22 20

0 5 10 15 20 25

MS

TMS

(47)

Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa profil penggunaan siklamat pada PJAS untuk masing- masing propinsi bervariasi karena adanya perbedaan program-program pembinaan terkait dengan PJAS dan kondisi sosial ekonomi di setiap propinsi. Untuk DIY penurunan persentase penggunaan siklamat yang tidak memenuhi syarat sebesar 15,54 % karena di Yogyakarta ada kegiatan terpadu yang dilakukan antar instansi seperti Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Balai Besar POM, dengan melibatkan sekolah-sekolah, serta dilakukan kegiatan monitoring secara rutin terhadap PJAS. Yang jelas pemerintah daerah setempat telah memberikan perhatian khusus terhadap PJAS melalui program-program peningkatan keamanan PJAS seperti penyuluhan, promosi di sekolah-sekolah, dan monitoring secara berkala.

Adapun proporsi penggunaan siklamat pada masing- masing jenis PJAS adalah seperti terlihat pada gambar 10 a dan b di bawah ini.

Di Propinsi NTB, persentase penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (40,54 %) menunjukkan penurunan sebesar 35,46 % dibandingkan tahun 2006 (76 %) seperti terlihat pada gambar 6 dibawah ini. Kondisi di NTB jauh lebih baik dibandingkan dengan propinsi lainnya seperti DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu sehingga persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas penurunannya relatif tinggi.

Es (Es melebihi batas maksimal di Yogyakarta tahun 2006

Gambar 10 b.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Yogyakarta tahun 2007

(48)

Di NTB program-program terhadap peningkatan keamanan pangan relatif baik. Hal ini didukung adanya komitmen pemerintah daerah setempat terhadap keamanan pangan cukup tinggi yang diindikasikan dengan diterbitkannya berbagai kebijakan baik melalui SK Gubernur maupun dalam bentuk Peraturan Daerah. Demikian juga keterpaduan antar instansi dalam melaksanakan program peningkatan keamanan pangan sudah mulai berjalan dengan didukung kepemimpinan (leadership) Kepala Balai Besar POM Mataram yang secara proaktif melakukan inisiasi dalam upaya peningkatan keamanan pangan di NTB.

Tahun 2006

Tahun 2007

6 19

22

15

0 5 10 15 20 25

MS TMS

Gambar 11. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Mataram tahun 2006-2007.

(49)

Es (Es Mambo,

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Mataram tahun

2006

Gambar 11 b.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Mataram tahun

2007

Di Propinsi DKI Jakarta, persentase penyimpangan penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (92,85 %) menunjukkan peningkatan sebesar 16,66 % dibandingkan tahun 2006 (76,19 %) seperti terlihat pada gambar 12 dibawah ini. Persentase ini sangat tinggi apabila dibandingkan dengan profil PJAS dalam penggunaan siklamat di NTB dan DIY.

(50)

Tahun 2006

Meskipun proporsi untuk masing- masing jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 2006-2007 di DKI Jakarta juga hampir sama dengan 3 propinsi lainnya seperti terlihat dalam Gambar 13 a dan b di bawah ini, namun persentasenya menujukkan adanya perbedaan.

Minuman

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Jakarta tahun

2006

Gambar 13 b.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Jakarta tahun

2007

(51)

persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan sangat tinggi sebesar yaitu 93,61 %.

Tahun 2006

Tahun 2007 4

59

3 44

0 10 20 30 40 50 60

MS

TMS

Gambar 14. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Bengkulu tahun 2006-2007

Tingginya persentase PJAS yang tidak memenuhi syarat di Bengkulu dapat diduga disebabkan karena program-program peningkatan keamanan pangan di Bengkulu tidak sebaik yang dilakukan di propinsi NTB dan DIY. Demikian juga komitmen pemerintah daerah setempat tidak sebagus di NTB yang sudah menerbitkan berbagai kebijakan yang dituangkan melalui SK Gubernur atau Peraturan Daerah.

(52)

Minuman

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Bengkulu tahun

2006

Gambar 15 b.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Bengkulu tahun

2007

Berdasarkan uraian dan data-data tersebut di atas dapat dilihat bahwa baik skala nasional maupun di 4 propinsi terpilih terdapat adanya kesamaan profil PJAS yang banyak menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan baik 2006 maupun 2007, dan dapat disimpulkan bahwa baik secara nasional, gabungan 4 propinsi terpilih, maupun di masing- masing propinsi terpilih, jenis PJAS yang paling banyak menggunakan siklamat adalah jenis es ( Es Mambo, Lolipop, Es Kelapa, Es Cendol dsb.).

D. KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PENGGUNAAN SIKLAMAT

Setelah penetapan produk yang dijadikan obyek penelitian ditetapkan, maka dari jenis jajanan tersebut dilakukan pendalaman data melalui wawancara terkait dengan produk dan lokasi terpilih untuk memperoleh data-data baik dari aspek sosial dan ekonomi, meliputi : hitungan biaya produksi; proses produksi; konsumen/permintaan pasar; dan lingkungan sosial/budaya/ekonomi, maupun aspek keamanan pangan.

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah kawasan sekolah yang menjadi tempat jual beli jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat berdasarkan data hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah dari BPOM tahun 2007 di empat provinsi yang telah ditetapkan (lampiran 4).

(53)

pedagang antara lain adalah informasi yang terkait dengan pemahaman mengenai keamanan, perilaku, dan informasi dari aspek ekonomi, sosial, dan budaya, dengan menggunakan kuisioner (lampiran 5 dan 6).

Pendalaman data dan informasi untuk menjawab hipotesa mengenai karakteristik sosial ekonomi konsumen (murid sekolah) dan pedagang melalui wawancara dengan quesioner. Analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan data sekunder maupun wawancara, digunakan metode SPSS.

D.1. Karakteristik pedagang/penjaja PJAS

Dari 81 responden pedagang/penjaja PJAS yang menjawab, pedagang yang menyediakan PJAS berupa makanan dan minuman sebanyak (37), menyediakan makanan sebanyak (31), dan yang menyediakan minuman sebanyak (13) responden (penjaja) seperti terlihak dalam gambar 16 di bawah ini.

Jumlah Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan Jenisnya

Makanan; 31

Minuman; 13 Makanan dan

Minuman; 37

Gambar 16. Jumlah penjaja berdasarkan jenis PJAS yang dijual

(54)

Dari 58 responden tersebut, 43 responden memiliki pendapatan bersih kurang dari Rp. 50.000,- , 14 responden memiliki pendapatan bersih antara Rp.50.000,- - Rp. 100.000,- , dan 1 responden memiliki pendapatan bersih lebih dari Rp.100.000,- seperti terlihat pada tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan jumlah responden keuntungan pedagang PJAS

Catatan: nilai tengah (median dari masing-masing parameter adalah ”kategori < 50 porsi”; ”< 100.000”; dan ” 50.000”

Salah satu upaya penekanan produksi terlihat dengan banyaknya pedagang memasak / memproduksi sendiri PJAS yang akan dijual, yaitu sebanyak 76 % dari total n = 58 responden yang menjawab. Selain itu tempat produksi PJAS umumnya dilakukan di rumah pedagang (69 % dari 76 respoden yang menjawab) dan memproduksi di tempat jualan (35% dari 77 respoden menjawab seperti terlihat Gambar 17.

Gambar 17. Persentase pedagang berdasarkan tempat pembuatan PJAS

Salah satu contoh penanganan pangan yang berisiko menyebabkan pangan tidak aman adalah perolehan air sebagai salah satu bahan baku utama produksi PJAS. Persentase responden pedagang PJAS yang berproduksi di rumah menggunakan air sumur (55%) lebih tinggi dari responden pengguna air PDAM (48%). Di lain pihak, masih terdapat responden produsen PJAS di tempat jualan menggunakan air yang di

PERBANDINGAN PRESENTASE PEDAGANG PEMBUAT PJAS BERDASARKAN TEMPAT PEMBUATAN

0% 20% 40% 60% 80%

Buat Sendiri Buat di rumah Buat di tempat jualan

(55)

bawa dari rumah (37% dari 27 responden) yang tidak jelas sumbernya seperti terlihat Tabel 7.

Tabel 7. Sumber air yang digunakan untuk memproduksi PJAS

Asal air Jml responden

yang menjawab

Ya Tidak Persentase Ya

Produsen PJAS di rumah

- PDAM 52 25 27 48

- Sumur 51 28 23 55

Produsen PJAS di tempat jualan

- Bawa dr rumah 27 10 17 37 - Keran Sekolah 27 13 14 48 Dalam hal ini, air yang berasal dari PDAM dianggap lebih aman daripada air sumur, yang memiliki risiko lebih tinggi terkontaminasi dari lingkungan. Sedangkan, air keran sekolah lebih aman dari air yang di bawa dari rumah yang tidak jelas asalnya, apakah dari PDAM, sumur, sungai atau sumber lainnya. Hal tersebut menunjukkan salah satu contoh kecil perilaku produsen pangan PJAS yang menyebabkan risiko keamanan pangan pada PJAS tinggi, misalnya menyebabkan tingginya cemaran mikroba pada produk PJAS.

Untuk mengurangi risiko keamanan pangan terkait dengan penggunaan air harus diupayakan agar air yang digunakan selalu dimasak terlebih dahulu sampai mendidih sebelum digunakan untuk produksi.

D.2. Motivasi penggunaan siklamat berlebih

(56)

Minimnya pembinaan dan lemahnya pengawasan terhadap pedagang/ penjaja PJAS seperti yang diuraikan di atas dapat memotivasi pedagang PJAS untuk tetap menggunakan pemanis siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan.

Penggunaan pemanis siklamat pada produk PJAS seperti yang telah diuraikan tersebut di atas bisa disebabkan karena produk-produk tersebut, selain air, bahan baku utamanya adalah gula, dan mengingat harga gula relatif lebih mahal sehingga perlu penambahan pemanis siklamat menjadi alternatif yang lebih ekonomis.

Selain omset dagang yang sedikit, mahalnya harga bahan baku dapat menyebabkan sedikitnya pendapatan yang pedagang peroleh. Hal tersebut dapat memicu pedagang untuk menggunakan bahan tambahan pangan sehingga dapat menekan ongkos produksi.

Secara umum jika penggunaannya tidak dikendalikan akan berdampak pada penggunaan secara melebihi batas yang diizinkan, mengingat pemanis siklamat mempunyai fungsi ganda sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yaitu selain sebagai pemanis, juga sebagai penguat rasa (flavor enhancer). Sifat siklamat yang stabil terhadap panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keuntungan teknologi lainnya menjadikan siklamat digunakan sebagai senyawa perisa yang baik pada beberapa produk farmasi dan toileteries. Keuntungan lainnya bila siklamat dikombinasikan dengan pemanis non kalori lainnya akan menghasilkan efek sinergis memberi manis yang lebih besar dibandingkan digunakan secara tunggal.

(57)

Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak sekolah, dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula. Berdasarkan hitungan biaya produksi yang dilakukan secara mendalam terhadap proses produksi untuk 3 jenis PJAS yang menggunakan siklamat yaitu Es, Sirop/Jelly dan agar-agar, serta minuman di DKI Jakarta diperoleh hitungan biaya produksi seperti terlihat dalam tabel 8 dibawah ini.

Hal tersebut bisa disebabkan berbagai faktor antara lain rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan, dan terbatasnya peralatan khususnya alat takar/ timbangan, dimana dari ke 21 responden yang menjawab tidak ada satupun yang menggunakan takaran secara akurat akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Berdasarkan tingkat pendidikan penjaja PJAS, dari 78 responden yang menjawab menyatakan 28,21 % (22) berpendidikan SD, 28,21 % (22) SLTP, 21,79 % (17) tidak tamat SD, 16,67 % (13) SLTA, 3,85 % (3) D1/D2, dan 1,28 % (1) D3.

(58)

Tabel 8. Perbandingan hitungan biaya produksi dan harga jual PJAS siklamat & gula

(Rp) Bajigur 54500,-/130 porsi 500 - 1000,- 71900,-/120 porsi 1500-2000,- Es Krim

Puter 86500,-/140 cone 1000,- 128750,-/90 cup 2500,- Es Dawet 40100,-/80 porsi 1000 -1500 89850,-/70 porsi 2000-2500,- Es Kelapa 46950/80 porsi 1000,- 56900,-/60 porsi 2000,- Es Teh 18800,-/90 porsi 500-1000,- 22500,-/75 porsi 1500 -2000 Agar-agar 11750,-/40 porsi 1000,- 24750,-/50 porsi 2000,-

D.3. Profil Pangan Jajanan Anak Sekolah yang dijajakan

Hasil wawancara responden murid sekolah dasar di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Utara dengan strata Sekolah yang berbeda yaitu SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan dan SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading menunjukkan bahwa pada Sekolah dimana uang saku anak sekolah diatas Rp.5000,- maka jenis jajanan yang dijajakan berbeda dengan jenis jajanan yang di jajakan di Sekolah dimana uang saku kurang dari Rp.3000,-.

Hal tersebut berpengaruh terhadap harga jual PJAS yang dijajakan di masing- masing sekolah, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap jenis dan kualitas PJAS yang dijajakan, dan terbukti bahwa jenis PJAS yang dikonsumsi responden di SDN 03 dengan SDI Al-Azhar baik dari segi harga maupun asal produk dihasilkan berbeda seperti terlihat pada Tabel 9 .

Tabel 9. Profil PJAS yang dijajakan di SD dengan strata berbeda

SD NEGERI 03 PONDOK PINANG SDI AL-AZHAR KELAPA GADING

Gambar

Tabel 1. Perbandingan SD Yang Disampling Dengan Jumlah SD Berdasarkan                 Data Statistik Depdiknas 2006
Gambar 5.  Profil penggunaan siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia
Gambar 6 a dan b di bawah ini.
Gambar 8b. Proporsi PJAS mengggunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait