• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB. IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DATA HASIL PENGUJIAN PJAS 2006

Semua hasil pengumpulan data sekunder pengujian PJAS ditabulasikan menur ut profil penggunaan siklamat pada PJAS dan perbandingan jumlah SD yang disampling dengan jumlah SD berdasarkan data statistik Departemen Pendidikan Nasional. Hasil tabulasi ini dievaluasi berdasarkan kesesuaian antara kriteria yang ditetapkan dalam Petunjuk Teknis Sampling PJAS Badan POM dengan pelaksanaan di lapang yang dilakukan oleh masing- masing Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan dalam penetapan jumlah SD yang meme nuhi kriteria tersebut ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perbandingan SD Yang Disampling Dengan Jumlah SD Berdasarkan Data Statistik Depdiknas 2006

No Nama Balai Jumlah SD yg di sampling

Jml SD di Kota Ibu Kota Prop (Depdiknas) = n Jumlah SD Yg seharusnya di Sampling = vn 1 Aceh 8 119 11 2 Medan 9 788 28 3 Padang 27 413 20 4 Pekanbaru 45 233 15 5 Jambi 15 248 15 6 Palembang 8 410 20 7 Bengkulu 28 96 10 8 B. Lampung 17 240 15 9 Jakarta 18 4163 64 10 Bandung 54 923 30 11 Semarang 27 694 26 12 Yogyakarta 15 225 15 13 Surabaya 39 934 30 14 Pontianak 15 195 14 15 Palangkaraya 11 118 11 16 Banjarmasin 25 281 17 17 Samarinda 14 216 14 18 Manado 10 259 16 19 Palu 6 155 12 20 Makassar 17 443 21 21 Kendari 9 119 11

(2)

No Nama Balai Jumlah SD yg di sampling

Jml SD di Kota Ibu Kota Prop (Depdiknas) = n Jumlah SD Yg seharusnya di Sampling = vn 22 Denpasar 14 209 14 23 Mataram 12 114 11 24 Kupang 12 115 11 25 Ambon 14 181 14 26 Jayapura 6 100 10 JUMLAH 475 11991 486

Dari tabel di atas terlihat dari 26 Bala i Besar/Balai POM hanya 17 Balai Besar/Balai POM yang memenuhi kriteria seperti terlihat dalam tabel 1 tersebut di atas. Evaluasi terhadap kriteria lain yaitu mengenai jumlah dan jenis PJAS yang diuji dari sekolah terpilih dengan fokus pengujian siklamat pada PJAS menunjukkan, dari segi jumlah contoh yang diuji terdapat 4 propinsi yaitu NAD, Jawa Barat, Kalbar, dan Kalsel yang jumlah contohnya kurang dari 20 contoh dan tidak sebanding dengan jumlah SD yang dijadikan lokasi sampling, sehingga datanya dianggap kurang mewakili.

Berdasarkan jenis PJAS yang paling sering menggunakan siklamat menur ut kriteria yang telah disebutkan dalam Juknis Sampling PJAS Badan POM meliputi jenis minuman berwarna merah, es (es mambo, es lolipop, es mimuman beraroma buah, es kelapa dsb), dan sirop, agar/jely, menunjukkan seluruh Balai Besar/Balai POM melakukan pengujian jenis PJAS es dan sejenisnya. Untuk jenis minuman berwarna merah hanya 17 propinsi yang melakukan pengujian siklamat pada jenis PJAS es. Sedangkan untuk jenis sirop, agar/jelly terdapat 2 propinsi yang sama sekali tidak melakukan pengujian siklamat, dan terdapat 10 propinsi yang jumlah contohnya kurang dari 10 contoh (lampiran 2 a dan b).

Mengingat keterbatasan data-data yang ada maka kajian ini merupakan studi kasus penggunaan siklamat pada PJAS tahun 2006-2007, diharapkan hasil kajian dapat digunakan untuk perbaikan pengaturan keamanan pangan.

Dengan data-data tersebut dapat ditentukan lokasi (propinsi) yang dijadikan obyek pendalaman terhadap produsen/penjaja PJAS dan konsumen dalam hal ini murid sekolah dasar, dipilih propinsi yang selain memenuhi kriteria tersebut di atas yaitu kesesuaian jumlah SD yang harus dijadikan

(3)

sasaran pengambilan contoh dan jumlah contoh yang di uji , juga mempertimbangkan persentase penggunaan siklamat yang tidak memenuhi syarat lebih 70 % dengan alasan bahwa di propinsi yang bersangkutan PJAS yang dijajakan masih mempunyai masalah besar terhadap penggunaan siklamat. Kecuali untuk DKI Jakarta meskipun tidak memenuhi kriteria di atas tetap dijadikan obyek untuk pendalaman dengan pertimbangan bahwa DKI Jakarta mudah dijangkau khususnya dalam pendalaman terhadap produsen/penjaja PJAS maupun konsumen (murid sekolah dasar).

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas maka ditetapkan 4 propinsi terpilih yang dijadikan obyek pendalaman yaitu NTB, DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu.

B. PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PERATURAN YANG BERLAKU. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Per/Menkes/V/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, pemanis siklamat hanya boleh digunakan bagi makanan berkalori rendah meliputi : Permen Karet ( 500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Permen ( 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Saus ( 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Es krim dan sejenisnya ( 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Es Lilin ( 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Jem dan Jeli ( 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Ringan (3 g/kg) dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Yoghurt (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuma n Ringan fermentasi ( 500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ).

Sementara itu berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, penggunaan siklamat pada produk pangan tidak dibatasi hanya pada produk pangan berkalori rendah, melainkan diizinkan untuk pangan lain pada umumnya, kecuali produk pangan olahan tertentu yang diperuntukan untuk kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Adanya perbedaan dua aturan tersebut menyebabkan adanya perbedaan kriteria dalam penentuan produk menggunakan siklamat yang

(4)

memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat seperti terlihat dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Kriteria memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan kedua aturan

Pengaturan Kriteria memenuhi syarat Kriteria tidak memenuhi syarat Permenkes 722/88 • Hanya produk kalori rendah

yang boleh pakai siklamat dan takaran sesuai aturan • Label harus memenuhi syarat

ketentuan label produk mengandung pemanis buatan

• Jika produk kalori rendah ditemukan positip siklamat, tapi label tidak menuliskan ketentuan label untuk produk mengandung pemanis Jika produk kalori rendah menggunakan siklamat melebihi batas

SK Ka Badan POM No.HK.00.05.5.1.45 47 Tahun 2004

• Tidak terbatas produk kalori rendah atau dg batas penggunaan sesuai takaran

• Hanya produk mengguna- kan siklamat dengan kadar yang melebihi batas, berdasarkan setiap jenis pangan

Denga n mulai diberlakukannya Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, diduga semakin banyak jenis pangan yang menggunakan siklamat.

Hipotesis ya ng diuji adalah adanya dua peraturan perundangan yang berbeda mengenai pemanis buatan menyebabkan peningkatan penggunaan siklamat yang melebihi batas dalam PJAS di Indonesia. Data yang di analisis adalah data hasil pengawasan terhadap PJAS yang dilakukan oleh Badan POM dari tahun 2004 – 2007 di seluruh Indonesia. Selanjutnya untuk studi pendalaman dipilih propinsi yang berdasarkan hasil pengujian terhadap penggunaan siklamat pada PJAS mencapai 70 % (cut-off) produk menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan. Berdasarkan kriteria tersebut maka dipilih 4 propinsi yaitu Bengkulu, DKI Jakarta, DIY, dan NTB.

(5)

Gambar 4. Grafik persentase produk yang menggunakan siklamat di seluruh Indonesia Tahun 2004 - 2007

9.22 9.0313.369.32 15.78 36.53 15.89 29.66 0 5 10 15 20 25 30 35 40 2004 2005 2006 2007 persentase nasional persentase 4 prop 18.21 41.17 26.14 54.55 42.28 79.74 42.88 66.47 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2004 2005 2006 2007 persentase nasional persentase 4 prop

Dari gambar di atas terlihat dengan adanya 2 versi n pembagi merupakan bukti bahwa ada peningkatan jumlah produk yang menggunakan siklamat melebihi batas, dimana untuk versi n pembagi adalah jumlah PJAS yang di uji siklamat, persentase kenaikan dari tahun 2004 ke 2005 naik sebesar 7,93 %, dari tahun 2005 ke 2006 naik sebesar 16,70 %, dan dari tahun 2006 ke 2007 naik sebesar 0,60 %. Sedangkan persentase produk yang

n pembagi adl jml total PJAS yg disampling n pembagi adl jml PJAS yg diuji siklamat

(6)

menggunakan siklamat melebihi batas, secara nasional pada tahun 2004 sebesar 18,21 %, tahun 2005 26,14 %, tahun 2006 42,28 %, dan tahun 2007 sebesar 42,88 %. Peningkatan yang signifikan juga terlihat di 4 propinsi yaitu 41,17 % pada tahun 2004 menjadi 54,55 % pada tahun 2005, dan dari 54,55 % pada tahun 2005 menjadi 79,74 % pada tahun 2006, meskipun pada tahun 2007 terjadi penurunan dari 79,74 % pada tahun 2006 menjadi 67,66 % pada tahun 2007. Hal ini diduga akibat karena pemberlakuan Surat Keputusan Kepala Badan POM No.HK. 00. 05. 5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, yang mulai diberlakukan tahun 2005, sehingga yang semula aturan penggunaan siklamat hanya terbatas untuk pangan kalori rendah, setelah adanya Surat Keputusan Kepala Badan POM tersebut, penggunaan siklamat tidak hanya terbatas pada produk pangan kalori rendah melainkan untuk semua jenis pangan termasuk pangan jajanan anak sekolah (PJAS), kecuali kecuali produk pangan olahan tertentu yang diperuntukan untuk kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Aspek lain yang menarik untuk diikuti adalah perubahan persentase yang tidak memenuhi syarat (TMS). Kriteria memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan kedua aturan disajikan seperti pada Tabel 2 tersebut di atas. Kriteria ya ng berbeda dapat berdampak pada penentuan memenuhi syarat (MS) maupun tidak memenuhi syarat (TMS) suatu produk. Sebagai contoh sebuah produk PJAS (Minuman Ringan) yang menggunakan siklamat, sepanjang kadar siklamat yang ada dalam minuman ringan tersebut tidak melebihi batas maksimum yang diizinkan maka berdasarkan aturan baru tersebut, minuman ringan tersebut dikatakan memenuhi syarat. Sebaliknya mengacu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, dalam kasus ini minuman ringan (PJAS) adalah tidak termasuk sebagai produk pangan kalori rendah meskipun kadar yang digunakan masih dibawah ambang batas yang diizinkan maka minuman ringan tersebut berdasarkan Permenkes 722/88 dikatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam hal penggunaan siklamat.

(7)

Dengan kriteria tersebut di atas persentase tidak memenuhi syarat (TMS) untuk PJAS baik nasional maupun gabungan 4 propinsi terpilih disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut

Tabel 3. Persentase PJAS yang tidak memenuhi syarat penggunaan siklamat baik nasional maupun gabungan 4 propinsi terpilih

2004 2005 2006 2007 Nasional ( % ) Propinsi ( % ) Nasional ( % ) Propinsi ( % ) Nasional ( % ) Propinsi ( % ) Nasional ( % ) Propinsi ( % ) Minuman 1,04 2,95 4,26 12,78 5, 17 8,50 6,93 7,29 Es(Mambo, Lolipop,dsb) 14,54 34.98 19,67 38,49 28,06 62,09 27,65 50,61 Sirop, Jely,agar 2,63 3,24 2,21 3,28 9,05 9,15 8,30 9,76 JUMLAH 18,21 41,17 26,14 54.55 42,28 79,74 42,88 67,66

Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pada Petunjuk Teknis Sampling PJAS tahun 2006 yang diterbitkan oleh Badan POM; yang dikatagorikan sebagai minuman adalah minuman ya ng berwarna merah; sedangkan minuman yang tidak berwarna merah yang umumnya disajikan dengan es masuk dalam katagori Es; selain itu jenis-jenis es seperti es mambo, es cendol, es lolipop, es aroma buah, es teh, es kelapa termasuk es sirop juga dikatagorikan sebagai jenis Es ; Sedangkan untuk katagori sirop masih dalam kondisi belum dicairkan baik dengan air maupun dengan es.

Mengingat adanya perbedaan kriteria memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) penggunaan siklamat dalam PJAS seperti yang sudah diuraikan di atas, maka bahasan selanjutnya difokuskan pada tahun 2006-2007 dengan pertimbangan bahwa selain adanya perbedaan regulasi, juga karena petunjuk teknis sampling yang dipakai BPOM untuk tahun 2006-2007 sama.

Berdasarkan jenis PJAS tahun 2006 - 2007 yang diambil dari para penjaja di lingkungan Sekolah Dasar, PJAS yang menggunakan siklamat dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti terlihat tabel 4 di bawah ini.

(8)

Tabel 4. Perbandingan PJAS yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat Jenis pangan Jumlah PJAS Yang Diuji Siklamat Memenuhi Syarat Penggunaan Siklamat Tidak Memenuhi Syarat Penggunaan Siklamat 2006 2007 2006 2007 2006 2007 Minuman 234 254 176 178 58 76 Es(Mambo, lolipop,dsb) 558 597 258 294 300 303

Sirop, Jelly, Agar 277 245 183 154 94 91

TOTAL 1069 1096 617 626 452 470

Secara nasional data hasil pengawasan BPOM pada tahun 2006, dari 1069 yang diuji kandungan siklamatnya untuk jenis es (es mambo, lolipop, dsb.), jeli/agar-agar, dan minuman, 452 (42,28 %) contoh diantaranya menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Sedangkan pada tahun 2007 dari 1096 yang diuji kandungan siklamatnya, 470 (42,88 %) contoh diantaranya menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan seperti terlihat pada gambar 5 di bawah ini.

Tahun 2006 Tahun 2007 617 452 626 470 0 100 200 300 400 500 600 700 MS TMS ` Gambar 5. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia Tahun 2006 -2007

(9)

Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) penggunaan siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia Tahun 2006 – 2007 terlihat dalam Gambar 6 a dan b di bawah ini.

MS 57.72% TMS 42.28% MS 57.12% TMS 42.88%

Gambar 6 a . Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) penggunaan siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia Tahun

2006

Gambar 6 b. Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) penggunaan siklamat pada

PJAS di seluruh Indonesia Tahun 2007

Data di atas menunjukkan bahwa secara nasional jenis produk PJAS yang paling banyak meggunakan siklamat melebihi batas adalah Es (Es Mambo, Lolipop, dsb.) sebanyak 300 (28,06 %) Tahun 2006 dan 303 (27,65 %) Tahun 2007 (BPOM, 2006-2007).

Banyaknya penggunaan siklamat pada produk-produk tersebut, hal ini diduga antara lain karena daya beli masyarakat (murid SD) rendah, harga gula relatif mahal dibanding apabila menggunakan siklamat, karena alasan ekonomi dimana pedagang PJAS ingin mendapatkan keuntungan lebih, dan karena ketidaktahuan pedagang bahwa penggunaan siklamat secara berlebih akan berdampak buruk terhadap kesehatan serta rendahnya tingkat pendidikan para penjaja. Hal ini didukung dari hasil pengujian di PPOMN bahwa produk-produk yang dijajakan pada sekolah dasar dengan daya beli rendah didasarkan pada uang saku yang rendah dan harga jual PJAS yang murah ternyata produk-produk dimaksud hasilnya menunjukkan adanya penggunaan siklamat secara melebihi batas dibanding dengan PJAS yang dijual di sekolah dengan daya beli lebih tinggi dan produk dijual dengan

(10)

harga 4 x lipat dari harga yang dijual di SD strata rendah dan hasil uji terhadap siklamat negatip.

Rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan dan terbatasnya peralatan khususnya alat takar/timbangan juga memicu penggunaan siklamat berlebih, dimana 21 responden (pedagang) tidak ada satupun yang menggunakan takaran secara akurat akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak sekolah, dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula.

C. PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PJAS DI 4 PROPINSI TERPILIH

Diantara 4 propinsi terpilih terdapat variasi dalam hal tidak memenuhi syarat (TMS) penggunaan siklamat secara melebihi batas dalam PJAS seperti Tabel 5 di bawah ini. Pada propinsi DIY dan NTB persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS tahun 2007 cenderung terjadi penurunan dibandingkan tahun 2006, namun masih relatif tinggi yaitu DIY 50 % (2007) dan NTB 40.54 % (2007) Sedangkan propinsi DKI Jakarta dan Bengkulu persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS tahun 2007 cenderung terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2006 yaitu DKI Jakarta 92,85 % (2007) dan Bengkulu 93,61 % (2007).

Tabel 5. Persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas 2006 - 2007

Jenis PJAS DI Y ( % ) DKI Jakarta ( % ) NTB ( % ) Bengkulu ( % ) 2006 2007 2006 2007 2006 2007 2006 2007 Minuman 22,73 - 14,29 28,57 - 5,41 - - Es (Mambo, Lolipop, dsb). 27,27 37,50 47,62 35,71 76,00 32,43 85,71 87,23

Sirup, Jely, Agar 13,64 12,50 14,29 28,57 - 2,70 7,94 6,38

63,64 50,00 76,72 92,85 76,00 40,54 93,65 93,61

Dari tabel terlihat di beberapa propinsi tidak ditemukan adanya persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada jenis minuman ( - ), hal ini disebabkan karena beberapa alasan yaitu untuk propinsi bengkulu bahwa minuman (selain warna merah) seperti es teh, es beraroma buah sudah termasuk dalam sampling jenis es sementara untuk minuman berwarna merah

(11)

hanya diuji untuk parameter rhodamin-B sehingga dalam tabel untuk minuman tampak kosong ( - ); untuk NTB memang tahun 2006 untuk jenis minuman (warna merah) tidak diuji siklamat, dan untuk jenis sirop, jely, dan agar hasil uji siklamat memenuhi syarat; sedangkan untuk DIY pada tahun 2007 untuk jenis minuman (warna merah) juga memenuhi syarat penggunaan siklamat.

Dari uraian dan tabel tersebut terlihat bahwa keragaman antar propinsi masih sulit dijelaskan. Hal ini terkait dengan keadaan sosial ekonomi dan program-program tentang keamanan pangan PJAS yang dilaksanakan di masing- masing daerah. Untuk DIY dan NTB dapat terjadi karena di kedua propinsi tersebut ada program-program pembinaan PJAS yang dilakukan secara terpadu antar stakeholder dengan membentuk jejaring pengawasan keamanan pangan, jejaring intelijen pangan dan jejaring promosi keamanan pangan yang didukung oleh komitmen Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/ Kota baik program maupun anggaran. Sementara itu untuk propinsi DKI Jakarta dan Bengkulu belum tampak secara signifikan adanya program-program terpadu terkait dengan pembinaan PJAS seperti halnya yang dilakukan di NTB dan DIY. Kompleksitas khusus untuk propinsi DKI Jakarta ditinjau dari aspek sosial ekonomi jelas akan berpengaruh terhadap kondisi tingkat keamanan PJAS dibandingkan dengan propinsi NTB dan DIY.

Profil penggunaan siklamat pada PJAS di gabungan 4 propinsi terpilih menunjukkan bahwa persentase tidak memenuhi syarat (TMS) penggunaan siklamat dalam PJAS secara melebihi batas yang diizinkan antara tahun 2006 – 2007, ada kecenderungan menurun, yaitu tahun 2006 terdapat 122 (79,74%) contoh dan tahun 2007 113 (67,66 %) contoh seperti terlihat dalam gambar 6 di bawah ini. Walaupun cenderung menurun yaitu sebesar 12,08 % namun persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS masih tinggi yaitu sebesar 67,66 %, dan diharapkan dalam 4 (empat) tahun kedepan persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS dapat ditekan menjadi kurang dari 10 % melalui berbagai upaya yang harus dilakukan secara terpadu oleh stakeholder.

(12)

Tahun 2006 Tahun 2007 31 122 54 113 0 20 40 60 80 100 120 140 Memenuhi Syarat Tidak memenuhi syarat

Gambar 7. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di 4 propinsi terpilih 2006 – 2007 Adapun proporsi untuk masing- masing jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 2006-2007 di 4 propinsi terpilih seperti terlihat dalam Gambar 8a dan b.

Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 62.09% Sirop, Jelly, Agar-agar,

dsb 9.15%

Minuman

8.50% MS

20.26%

Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 50.61% Sirop, Jelly, Agar-agar,

dsb 9.76% Minuman 6.10% MS 33.54%

Gambar 8a. Proporsi PJAS mengggunakan siklamatmelebihi batas maksimal

di 4 propinsi terpilih tahun 2006

Gambar 8b. Proporsi PJAS mengggunakan Siklamat melebihi batas maksimal

di 4 propinsi terpilih tahun 2007

Jenis produk yang paling banyak menggunakan siklamat melebihi batas maksimal di 4 propinsi terpilih jenis Es (Es Mambo, Lolipop, dsb.) sebanyak 62,09 % (2006) dan 50,61 % (2007). Besarnya persentase penyimpangan penggunaan siklamat secara melebihi batas yang diizinkan perlu menjadi perhatian kita, mengingat hasil survey di Malang oleh Badan POM tahun 2004, terkait dengan paparan siklamat dalam PJAS adalah 2,4 kali lipat dari ADI yang berlaku di Indonesia (11 mg/kg/BB). Selain itu kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi ( Emran, 2007).

N=153

MS = Memenuhi Syarat

N=167

(13)

Data di atas menunjukkan bahwa jenis pangan yang paling banyak mengandung siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan adalah jenis Es. Yang dimaksud es disini adalah selain es mambo dan lolipop juga termasuk semua minuman ringan (selain yang berwarna merah) yang dijual menggunakan es seperti es kelapa, es cendol, es teh, es beraroma buah dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena jenis PJAS es bahan baku utamanya selain air adalah gula, dan karena harga gula relatif mahal dmungkinkan untuk dilakukan penggunaan pemanis siklamat baik sebagai tambahan rasa manis maupun sebagai pengganti gula sehingga umumnya jenis PJAS es ditemukan menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan. Keadaan sosial ekonomi seperti kondisi daya beli masyarakat, tingkat ekonomi pedagang atau produsen PJAS, perilaku konsumen dan pedagang, serta program-program tentang keamanan pangan PJAS yang dilaksanakan di masing- masing daerah dapat mempengaruhi profil penggunaan siklamat dalam PJAS.

Sebagai gambaran untuk 4 propinsi terpilih (Bengkulu, DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan NTB) persentase penyimpangan dalam penggunaan siklamat juga sangat bervariasi untuk masing- masing propinsi. Di Yogyakarta persentase penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (47,61 %) menunjukkan penurunan sebesar 15,54 % dibandingkan tahun 2006 (63,15 %) seperti terlihat pada gambar 9 di bawah ini

Tahun 2006 Tahun 2007 7 12 22 20 0 5 10 15 20 25 MS TMS

Gambar 9 Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Yogyakarta tahun 2006-2007

(14)

Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa profil penggunaan siklamat pada PJAS untuk masing- masing propinsi bervariasi karena adanya perbedaan program-program pembinaan terkait dengan PJAS dan kondisi sosial ekonomi di setiap propinsi. Untuk DIY penurunan persentase penggunaan siklamat yang tidak memenuhi syarat sebesar 15,54 % karena di Yogyakarta ada kegiatan terpadu yang dilakukan antar instansi seperti Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Balai Besar POM, dengan melibatkan sekolah-sekolah, serta dilakukan kegiatan monitoring secara rutin terhadap PJAS. Yang jelas pemerintah daerah setempat telah memberikan perhatian khusus terhadap PJAS melalui program-program peningkatan keamanan PJAS seperti penyuluhan, promosi di sekolah-sekolah, dan monitoring secara berkala.

Adapun proporsi penggunaan siklamat pada masing- masing jenis PJAS adalah seperti terlihat pada gambar 10 a dan b di bawah ini.

Di Propinsi NTB, persentase penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (40,54 %) menunjukkan penurunan sebesar 35,46 % dibandingkan tahun 2006 (76 %) seperti terlihat pada gambar 6 dibawah ini. Kondisi di NTB jauh lebih baik dibandingkan dengan propinsi lainnya seperti DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu sehingga persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas penurunannya relatif tinggi.

Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 42.86% Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 21.43% Minuman 35.71% N = 28 Minuman 0.00% Sirop, Jelly,

Agar-agar, dsb 6.82% Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 93.18% Gambar 10 a.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Yogyakarta tahun 2006

Gambar 10 b.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Yogyakarta tahun 2007

(15)

Di NTB program-program terhadap peningkatan keamanan pangan relatif baik. Hal ini didukung adanya komitmen pemerintah daerah setempat terhadap keamanan pangan cukup tinggi yang diindikasikan dengan diterbitkannya berbagai kebijakan baik melalui SK Gubernur maupun dalam bentuk Peraturan Daerah. Demikian juga keterpaduan antar instansi dalam melaksanakan program peningkatan keamanan pangan sudah mulai berjalan dengan didukung kepemimpinan (leadership) Kepala Balai Besar POM Mataram yang secara proaktif melakukan inisiasi dalam upaya peningkatan keamanan pangan di NTB.

Tahun 2006 Tahun 2007 6 19 22 15 0 5 10 15 20 25 MS TMS

Gambar 11. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Mataram tahun 2006-2007.

Jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 2006-2007 di Mataram juga memiliki kesamaan apabila dibandingkan dengan jenis yang ada di propinsi lain yaitu minuman, es (lolipop, mambo, minuman beraroma buah, es kelapa dsb), sirop,jely dan agar seperti terlihat dalam Gambar 11 a dan b di bawah ini.

(16)

Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 100.00% Minuman 0.00% Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 0.00% Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 80.00%

Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb

6.67% Minuman

13.33%

Gambar 11 a.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Mataram tahun

2006

Gambar 11 b.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Mataram tahun

2007

Di Propinsi DKI Jakarta, persentase penyimpangan penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (92,85 %) menunjukkan peningkatan sebesar 16,66 % dibandingkan tahun 2006 (76,19 %) seperti terlihat pada gambar 12 dibawah ini. Persentase ini sangat tinggi apabila dibandingkan dengan profil PJAS dalam penggunaan siklamat di NTB dan DIY.

DKI Jakarta mempunyai kompleksitas yang tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Kompleksitas yang ada antara lain meliputi cakupan pembinaan terhadap para penjaja PJAS yang luas, jumlah instansi pembina tidak sebanding dengan jumlah dan sebaran para penjaja PJAS yang harus dibina, merupakan wilayah padat penduduk dengan penduduk “urban” yang paling besar di Indonesia. Hal ini akan menyulitkan bagi instansi pembina dalam melakukan upaya- upaya peningkatan keamanan pangan termasuk PJAS. Besarnya cakupan terkait dengan peningkatan keamanan PJAS melalui pembinaan di DKI Jakarta menambah kesulitan dalam melakukan upaya pembinaan yang harus dilakukan pemerintah daerah yang mempunyai sumber daya terbatas, dan upaya pembinaan serta pengawasan yang selama ini dilakukan jauh dari ideal baik tenaga maupun dana.

(17)

Tahun 2006 Tahun 2007 5 16 2 26 0 5 10 15 20 25 30 MS TMS

Gambar 12. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Jakarta tahun 2006-2007 Meskipun proporsi untuk masing- masing jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 2006-2007 di DKI Jakarta juga hampir sama dengan 3 propinsi lainnya seperti terlihat dalam Gambar 13 a dan b di bawah ini, namun persentasenya menujukkan adanya perbedaan.

Minuman 18.75% Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 62.50% Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 18.75% Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 38.46% Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 30.77% Minuman 30.77% Gambar 13 a.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Jakarta tahun

2006

Gambar 13 b.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Jakarta tahun

2007

Di Propinsi Bengkulu, persentase penyimpangan penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (93,61 %) menunjukkan penurunan sebesar 0,04 % dibandingkan tahun 2006 ( 93,65 %) seperti terlihat pada gambar 8 dibawah ini. Meskipun kompleksitasnya tidak sesulit dibanding dengan propinsi DKI Jakarta, namun persentase penur unanannya di tahun 2007 sangat kecil yaitu sebesar 0,04 % dan

(18)

persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan sangat tinggi sebesar yaitu 93,61 %.

Tahun 2006 Tahun 2007 4 59 3 44 0 10 20 30 40 50 60 MS TMS

Gambar 14. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Bengkulu tahun 2006-2007

Tingginya persentase PJAS yang tidak memenuhi syarat di Bengkulu dapat diduga disebabkan karena program-program peningkatan keamanan pangan di Bengkulu tidak sebaik yang dilakukan di propinsi NTB dan DIY. Demikian juga komitmen pemerintah daerah setempat tidak sebagus di NTB yang sudah menerbitkan berbagai kebijakan yang dituangkan melalui SK Gubernur atau Peraturan Daerah.

Di propinsi Bengkulu proporsi untuk masing- masing jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 2006-2007 , menunjukkan bahwa jenis es (lolipop, mambo, kelapa, minuman beraroma buah dll) adalah yang paling banyak , selanj utnya jenis sirop, jely, agar, dan paling sedikit adalah jenis minuman (warna merah) seperti terlihat dalam Gambar 15 a dan b di bawah ini.

(19)

Minuman 0.00% Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 8.47% Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 91.53% Minuman 0.00% Sirop, Jelly,

Agar-agar, dsb 6.82% Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 93.18% Gambar 15 a.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Bengkulu tahun

2006

Gambar 15 b.

Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Bengkulu tahun

2007

Berdasarkan uraian dan data-data tersebut di atas dapat dilihat bahwa baik skala nasional maupun di 4 propinsi terpilih terdapat adanya kesamaan profil PJAS yang banyak menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan baik 2006 maupun 2007, dan dapat disimpulkan bahwa baik secara nasional, gabungan 4 propinsi terpilih, maupun di masing- masing propinsi terpilih, jenis PJAS yang paling banyak menggunakan siklamat adalah jenis es ( Es Mambo, Lolipop, Es Kelapa, Es Cendol dsb.).

D. KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PENGGUNAAN SIKLAMAT

Setelah penetapan produk yang dijadikan obyek penelitian ditetapkan, maka dari jenis jajanan tersebut dilakukan pendalaman data melalui wawancara terkait dengan produk dan lokasi terpilih untuk memperoleh data-data baik dari aspek sosial dan ekonomi, meliputi : hitungan biaya produksi; proses produksi; konsumen/permintaan pasar; dan lingkungan sosial/budaya/ekonomi, maupun aspek keamanan pangan.

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah kawasan sekolah yang menjadi tempat jual beli jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat berdasarkan data hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah dari BPOM tahun 2007 di empat provinsi yang telah ditetapkan (lampiran 4).

Hal-hal yang diasumsikan mempengaruhi pemilihan PJAS yang dikonsumsi oleh anak sekolah dalam penelitian ini adalah : Murid sekolah (konsumen) dan Pedagang. Informasi yang dikumpulkan dari murid dan

(20)

pedagang antara lain adalah informasi yang terkait dengan pemahaman mengenai keamanan, perilaku, dan informasi dari aspek ekonomi, sosial, dan budaya, dengan menggunakan kuisioner (lampiran 5 dan 6).

Pendalaman data dan informasi untuk menjawab hipotesa mengenai karakteristik sosial ekonomi konsumen (murid sekolah) dan pedagang melalui wawancara dengan quesioner. Analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan data sekunder maupun wawancara, digunakan metode SPSS.

D.1. Karakteristik pedagang/penjaja PJAS

Dari 81 responden pedagang/penjaja PJAS yang menjawab, pedagang yang menyediakan PJAS berupa makanan dan minuman sebanyak (37), menyediakan makanan sebanyak (31), dan yang menyediakan minuman sebanyak (13) responden (penjaja) seperti terlihak dalam gambar 16 di bawah ini.

Jumlah Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan Jenisnya

Makanan; 31

Minuman; 13 Makanan dan

Minuman; 37

Gambar 16. Jumlah penjaja berdasarkan jenis PJAS yang dijual

Dari 81 responden pedagang/penjaja PJAS yang menjawab, 58 responden melengkapi karakteristik jumlah porsi yang di jual dengan pendapatan kotor dan bersih Sebanyak 43 responden memilki omzet kurang dari 50 porsi dengan pendapatan kotor kurang dari Rp.100.000,-, 14 responden memiliki omzet antara 50 – 100 porsi dengan pendapatan kotor antara Rp.100.000,- - Rp. 300.000,- dan hanya 1 responden memiliki omzet lebih dari 100 porsi dengan pendapatan kotor lebih dari Rp.300.000,-.

(21)

Dari 58 responden tersebut, 43 responden memiliki pendapatan bersih kurang dari Rp. 50.000,- , 14 responden memiliki pendapatan bersih antara Rp.50.000,- - Rp. 100.000,- , dan 1 responden memiliki pendapatan bersih lebih dari Rp.100.000,- seperti terlihat pada tabel 6. Tabel 6. Perbandingan jumlah responden keuntungan pedagang PJAS berdasarkan omset porsi dan pendapatan.

Jumlah Porsi Jumlah Pendapatan Kotor (Rp) Pendapatan Bersih (Rp) < 50 43 < 100.000 < 50.000 50 – 100 14 100.000 – 300.000 50.000 -100.000 > 100 1 > 300.000 > 100.000 Total 58

Catatan: nilai tengah (median dari masing-masing parameter adalah ”kategori < 50 porsi”; ”< 100.000”; dan ” 50.000”

Salah satu upaya penekanan produksi terlihat dengan banyaknya pedagang memasak / memproduksi sendiri PJAS yang akan dijual, yaitu sebanyak 76 % dari total n = 58 responden yang menjawab. Selain itu tempat produksi PJAS umumnya dilakukan di rumah pedagang (69 % dari 76 respoden yang menjawab) dan memproduksi di tempat jualan (35% dari 77 respoden menjawab seperti terlihat Gambar 17.

Gambar 17. Persentase pedagang berdasarkan tempat pembuatan PJAS

Salah satu contoh penanganan pangan yang berisiko menyebabkan pangan tidak aman adalah perolehan air sebagai salah satu bahan baku utama produksi PJAS. Persentase responden pedagang PJAS yang berproduksi di rumah menggunakan air sumur (55%) lebih tinggi dari responden pengguna air PDAM (48%). Di lain pihak, masih terdapat responden produsen PJAS di tempat jualan menggunakan air yang di

PERBANDINGAN PRESENTASE PEDAGANG PEMBUAT PJAS BERDASARKAN TEMPAT PEMBUATAN

0% 20% 40% 60% 80%

Buat Sendiri Buat di rumah Buat di tempat jualan

(22)

bawa dari rumah (37% dari 27 responden) yang tidak jelas sumbernya seperti terlihat Tabel 7.

Tabel 7. Sumber air yang digunakan untuk memproduksi PJAS

Asal air Jml responden

yang menjawab

Ya Tidak Persentase Ya

Produsen PJAS di rumah

- PDAM 52 25 27 48

- Sumur 51 28 23 55

Produsen PJAS di tempat jualan

- Bawa dr rumah 27 10 17 37

- Keran Sekolah 27 13 14 48

Dalam hal ini, air yang berasal dari PDAM dianggap lebih aman daripada air sumur, yang memiliki risiko lebih tinggi terkontaminasi dari lingkungan. Sedangkan, air keran sekolah lebih aman dari air yang di bawa dari rumah yang tidak jelas asalnya, apakah dari PDAM, sumur, sungai atau sumber lainnya. Hal tersebut menunjukkan salah satu contoh kecil perilaku produsen pangan PJAS yang menyebabkan risiko keamanan pangan pada PJAS tinggi, misalnya menyebabkan tingginya cemaran mikroba pada produk PJAS.

Untuk mengurangi risiko keamanan pangan terkait dengan penggunaan air harus diupayakan agar air yang digunakan selalu dimasak terlebih dahulu sampai mendidih sebelum digunakan untuk produksi.

D.2. Motivasi penggunaan siklamat berlebih

Dari 81 responden pedagang/penjaja PJAS semuanya menyatakan tidak pernah mendapatkan teguran dari pemerintah setempat mengenai praktek pengolahan pangan yang dilakukannya, dan hanya 9 responden yang menyatakan memperoleh pembinaan. Pembinaan dilakukan oleh Badan POM/Depkes (5 orang), Puskesmas ( 2 orang), Dinkes (1 orang), Kantor Kecamatan (1 orang), sisanya dari PKK (5 orang), pihak sekolah (1 orang). ( catatan 1 responden bisa memperoleh

(23)

Minimnya pembinaan dan lemahnya pengawasan terhadap pedagang/ penjaja PJAS seperti yang diuraikan di atas dapat memotivasi pedagang PJAS untuk tetap menggunakan pemanis siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan.

Penggunaan pemanis siklamat pada produk PJAS seperti yang telah diuraikan tersebut di atas bisa disebabkan karena produk-produk tersebut, selain air, bahan baku utamanya adalah gula, dan mengingat harga gula relatif lebih mahal sehingga perlu penambahan pemanis siklamat menjadi alternatif yang lebih ekonomis.

Selain omset dagang yang sedikit, mahalnya harga bahan baku dapat menyebabkan sedikitnya pendapatan yang pedagang peroleh. Hal tersebut dapat memicu pedagang untuk menggunakan bahan tambahan pangan sehingga dapat menekan ongkos produksi.

Secara umum jika penggunaannya tidak dikendalikan akan berdampak pada penggunaan secara melebihi batas yang diizinkan, mengingat pemanis siklamat mempunyai fungsi ganda sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yaitu selain sebagai pemanis, juga sebagai penguat rasa (flavor enhancer). Sifat siklamat yang stabil terhadap panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keuntungan teknologi lainnya menjadikan siklamat digunakan sebagai senyawa perisa yang baik pada beberapa produk farmasi dan toileteries. Keuntungan lainnya bila siklamat dikombinasikan dengan pemanis non kalori lainnya akan menghasilkan efek sinergis memberi manis yang lebih besar dibandingkan digunakan secara tunggal.

Hal ini terbukti dari hasil uji yang dilakukan Badan POM bahwa penggunaan pemanis siklamat umumnya dikombinasikan dengan pemanis sakarin. Namun sayangnya penggunaan siklamat pada tataran yang paling rendah seperti yang dilakukan para penjaja jajanan anak sekolah tidak diikuti dengan menerapkan cara produksi pangan yang baik sehingga penggunaannya tidak mengikuti takaran yang sesuai dengan aturan yang berlaku (BPOM, 2005).

(24)

Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak sekolah, dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula. Berdasarkan hitungan biaya produksi yang dilakukan secara mendalam terhadap proses produksi untuk 3 jenis PJAS yang menggunakan siklamat yaitu Es, Sirop/Jelly dan agar-agar, serta minuman di DKI Jakarta diperoleh hitungan biaya produksi seperti terlihat dalam tabel 8 dibawah ini.

Hal tersebut bisa disebabkan berbagai faktor antara lain rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan, dan terbatasnya peralatan khususnya alat takar/ timbangan, dimana dari ke 21 responden yang menjawab tidak ada satupun yang menggunakan takaran secara akurat akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Berdasarkan tingkat pendidikan penjaja PJAS, dari 78 responden yang menjawab menyatakan 28,21 % (22) berpendidikan SD, 28,21 % (22) SLTP, 21,79 % (17) tidak tamat SD, 16,67 % (13) SLTA, 3,85 % (3) D1/D2, dan 1,28 % (1) D3.

Hasil wawancara secara mendalam terhadap para pedagang yang menggunakan siklamat dan terkait hitungan biaya produksi, menunjukkan bahwa selain untuk menekan biaya produksi juga untuk menyesuaikan daya beli anak sekolah dasar yang umumnya mempunyai uang saku sangat rendah. Tingginya harga gula di pasaran juga dapat memicu para pedagang untuk menggunakan siklamat, terutama untuk para pedagang jenis PJAS tertentu seperti bajigur, es dawet dan produk lain yang menggunakan gula merah sebagai pemanis. Dengan harga gula pada saat ini mencapai Rp.9000,-/kg. sangat mempengaruhi para pedagang jenis tertentu tersebut untuk menggunakan siklamat selain menggunakan gula.

(25)

Tabel 8. Perbandingan hitungan biaya produksi dan harga jual PJAS menggunakan siklamat dan tanpa siklamat

Jenis PJAS

Biaya produksi Menggunakan siklamat & gula

(Rp) Harga Jual (Rp) Biaya produksi menggunakan gula (Rp) Harga Jual (Rp)

Bajigur 54500,-/130 porsi 500 - 1000,- 71900,-/120 porsi 1500-2000,- Es Krim

Puter 86500,-/140 cone 1000,- 128750,-/90 cup 2500,- Es Dawet 40100,-/80 porsi 1000 -1500 89850,-/70 porsi 2000-2500,- Es Kelapa 46950/80 porsi 1000,- 56900,-/60 porsi 2000,- Es Teh 18800,-/90 porsi 500-1000,- 22500,-/75 porsi 1500 -2000 Agar-agar 11750,-/40 porsi 1000,- 24750,-/50 porsi 2000,-

D.3. Profil Pangan Jajanan Anak Sekolah yang dijajakan

Hasil wawancara responden murid sekolah dasar di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Utara dengan strata Sekolah yang berbeda yaitu SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan dan SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading menunjukkan bahwa pada Sekolah dimana uang saku anak sekolah diatas Rp.5000,- maka jenis jajanan yang dijajakan berbeda dengan jenis jajanan yang di jajakan di Sekolah dimana uang saku kurang dari Rp.3000,-.

Hal tersebut berpengaruh terhadap harga jual PJAS yang dijajakan di masing- masing sekolah, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap jenis dan kualitas PJAS yang dijajakan, dan terbukti bahwa jenis PJAS yang dikonsumsi responden di SDN 03 dengan SDI Al-Azhar baik dari segi harga maupun asal produk dihasilkan berbeda seperti terlihat pada Tabel 9 .

Tabel 9. Profil PJAS yang dijajakan di SD dengan strata berbeda

SD NEGERI 03 PONDOK PINANG SDI AL-AZHAR KELAPA GADING

Jenis PJAS yang dijual Harga (Rp) Jumlah Murid yang membeli (dlm semiggu) Jenis PJAS Yang dijual Harga (Rp) Jumlah Murid yang membeli (dlm semiggu)

Es Teh 500,- 34 AMDK (Botol) * 2000,- 24

Mount Tea

(Cup) * 1000,- 30 Teh Botol * 2500,- 19

Es beraroma buah (leci,jeruk,dll) 500,- 23 Coca Cola/Fanta * 3000,- 12

(26)

SD NEGERI 03 PONDOK PINANG SDI AL-AZHAR KELAPA GADING Jenis PJAS yang dijual Harga (Rp) Jumlah Murid yang membeli (dlm semiggu) Jenis PJAS Yang dijual Harga (Rp) Jumlah Murid yang membeli (dlm semiggu)

AMDK (Cup) * 500,- 18 Fruit Tea * 2500,- 10

Es Susu 1000,- 13 Susu Tetrapack * 3000,- 6

Es Kelapa 1000,- 12 Lemon Tea * 2500,- 6

Cola Cola 1000,- 12

Es Doger 1000,- 9 Es beraroma

buah

2000,- 4

Es Buah 2500,- 6 Es Teh 2000,- 4

Fruit Tea * 2500,- 5 Nutrisari* 2000,- 3

Coca Cola / Sprite *

2500,- 2 MountTea * 1000,- 2

Teh Botol* 2500,- 1 POP Ice * 1000,- 1

Catatan : * produk dihasilkan oleh industri besar dengan nomor MD.

Dari uraian dan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa pada sekolah dengan strata ekonomi rendah (berdasarkan uang saku anak sekolah) untuk jenis PJAS yang sama, harga PJAS yang dijajakan lebih murah jika dibandingkan dengan harga PJAS di sekolah dengan strata ekonomi lebih tinggi. Dari 36 responden dengan uang saku di atas Rp.5000,-, 33 responden diantaranya adalah responden dari SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara. Sebaliknya 25 responden dengan uang saku antara Rp.1000,- - Rp.3000,- semuanya berasal dari SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan.

Selain itu harga PJAS murah berpengaruh terhadap kualitas PJAS yang dijajakan dalam hal ini penggunaan siklamat secara berlebih, dimana PJAS dengan harga murah terbukti menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang di izinkan, sementara untuk jenis PJAS sama dengan harga lebih tinggi terbukti tidak menggunakan siklamat. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian oleh Pusat Pengujian Obat dan Makanan Badan POM terhadap terhadap 2 jenis minuman yaitu es teh dan minuman beraroma buah menunjukkan bahwa minuman es teh dan minuman beraroma buah berasal dari SD Negeri 03 Pondok Pinang menggunakan siklamat melebihi batas, sementara untuk minuman berasal dari SD Al-Azhar Kelapa Gading tidak menggunakan siklamat. Hal ini juga membuktikan bahwa karakteristik

(27)

murid sekolah dalam hal ini uang saku dan daya beli anak sekolah berkaitan dengan penggunaan siklamat pada PJAS secara melebihi batas.

D.4. Profil Penggunaan Siklamat oleh Pedagang Jajanan Anak Sekolah

Siklamat masih banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang berfungsi sebagai pemanis pada PJAS. Sebanyak 11 (28%) dari 40 responden menyatakan menggunakan siklamat dalam memproduksi pangan jajanannya. Namun sebanyak 7 responden dari 11 responden yang menyatakan menggunakan siklamat tidak mengetahui istilah siklamat. Siklamat dikenal oleh pedagang melalui nama dagangnya, misalnya di Nusa Tenggara Barat dan DKI Jakarta, istilah siklamat dikenal dengan “Sari Manis”.

Sebanyak 46 % responden dari 11 responden yang menjawab menyatakan memperoleh siklamat dari pasar tradisional, 36 % dari warung , dan sisanya dari tempat lainnya di toko roti dan toko makanan. Umumnya siklamat dijual dengan kisaran harga Rupiah 1000,- – 1500,- per bungkus yang berisi 25 gram siklamat seperti terlihat Gambar 18 di bawah ini.

Gambar 18. Presentase tempat dimana pedagang PJAS memperoleh siklamat

Umumnya responden tidak mengetahui takaran penggunaan siklamat. Dari 18 responden yang menjawab hanya 2 responden yang menyatakan mengetahui takaran penggunaan siklamat. Hal tersebut juga

(28)

diperkuat dengan jawaban responden mengenai takaran siklamat yang umumnya berbeda dan hanya menggunakan Ukuran Rumah Tangga (URT) dengan berbagai takaran sebagai berikut : seujung sendok teh siklamat = 0,74 gram; setengah sendok teh siklamat = 1,67 gram; sesendok teh siklamat = 5,61 gram dan sebungkus siklamat = 25 gram, dengan cara menimbang masing- masing URT tersebut di PPOMN - BPOM.

Tidak semua label BTP mencantumkan takaran penggunaan, dari 17 responden yang menjawab, hanya 9 orang yang menyatakan melihat informasi mengenai takaran penggunaan siklamat di kemasan BTP tersebut. Selain itu kurangnya pembinaan dari institusi terkait serta tidak adanya upaya peneguran mengenai takaran siklamat, dapat memicu pedagang untuk mengira-ngira takaran siklamat tanpa mengetahui efek buruk yang dihasilkan apabila siklamat terkonsumsi secara berlebih.

E. KARAKTERISTIK KONSUMEN / MURID

E.1. Profil Murid Sekolah

Berdasarkan uang jajan responden menunjukkan bahwa umumnya responden memiliki uang jajan di kisaran Rp 1000 – 5000,- dan > Rp 5000,-. Dari 132 responden, 46 (34,85 %) responden dengan uang saku antara Rp.1000,- - Rp.3000,-, 42 (31,82 %) responden mempunyai uang saku diatas Rp 5000,- (lima ribu rupiah), 40 (30,30 %) dengan uang saku Rp.3000,- - Rp.5000,-, dan 4 (3,03 % ) dengan uang saku Rp.1000,-seperti terlihat dalam Gambar 19.

(29)

Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, dilakukan pembandingan uang saku antara murid SD di sekolah dengan strata ya ng berbeda yaitu SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara dan SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan. . Dari 36 responden dengan uang saku di atas Rp.5000,-, 33 responden diantaranya adalah responden dari SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara. Sebaliknya 25 responden dengan uang saku antara Rp.1000,- - Rp.3000,- semuanya berasal dari SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan.

E.2. Kondisi dan Kebiasaan Murid

Perbedaan profil penggunaan siklamat di 4 propinsi terpilih yang telah diuraikan tersebut di atas bisa disebabkan oleh karena perbedaan karakteristik sosial ekonomi di masing- masing propinsi, sehingga PJAS yang termasuk dalam 3 jenis ( Es, Sirop/Jelly/ Agar dan Minuman) yang dijajakan oleh para pedagang di masing- masing propinsi berbeda, akibatnya profilnya menjadi bervariasi. Selain itu kondisi dari konsumen /murid sekolah dasar juga sangat menentukan jenis PJAS yang dijajakan, Hal ini terbukti dari hasil pendalaman yang dilakukan di wilayah DKI Jakarta dengan membandingkan responden murid di SD Negeri 03 Pondok Pinang Pagi Jakarta Selatan dengan SD Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara dikaitkan dengan uang saku, dimana besarnya uang saku mempunyai keterkaitan terhadap PJAS yang dijual.

Berdasarkan frequensi jajan responden menunjukkan bahwa 65 % responden umumnya jajan setiap hari, 28 % jajan 3 – 5 kali seminggu, dan 7 % hanya jajan 1 – 2 kali dalam seminggu. Gambar 20.

(30)

Gambar 20. Grafik jumlah responden berdasarkan frekuensi jajan dalam seminggu.

Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi anak sekolah mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka kemungkinan paparan siklamat terhadap murid sekolah dasar di Indonesia diprediksi tinggi.

Responden membeli jajan dengan berbagai alasan, antara lain : enak 69,70 % , murah 25,76 %, bergizi 16,66 %, warna 3,03 % dan alasan lainnya, yaitu tidak ada tempat jajan lagi 0,76 %. Gambar 21.

(31)

E.3. Persepsi Anak Sekolah Mengenai Keamanan Pangan Tempat PJAS

Kantin sekolah menjadi lokasi jajan terbanyak yang dikunjungi responden murid sekolah dasar dibandingkan dengan pedagang keliling, dari 132 responden murid sekolah dasar, 91 (68,93 %) jajan di kantin sekolah dan 41 (31,06 %) jajan di pedagang keliling seperti terlihat Gambar 22.

Gambar 22 Grafik jumlah tempat responden jajan di sekolah.

Dengan kondisi tersebut menunjukkan bahwa kantin sekolah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan makanan selama di sekolah, mengingat terdapat 91 % anak sekolah yang jajan di Kantin Sekolah, dan jika dikaitkan dengan upaya pembinaan dalam rangka peningkatan keamanan PJAS, Kantin Sekolah lebih mudah jika dibandingkan pembinaan kepada pedagang keliling.

Sebanyak 49 % (29 siswa) menjawab kondisi lokasi memperoleh jajanan kurang bersih. Selain itu, banyak pedagang jajanan yang menyajikan PJAS tanpa menggunakan penutup seperti terlihat Gambar 23 di bawah ini.

(32)

Gambar 23. Kondisi tempat berjualan dan cara penyajian pangan

Gambar tersebut mencerminkan praktek higiene dan sanitasi tempat jajan anak sekolah kurang bersih, dan memungkinkan terjadinya kontaminasi silang dari lingkungan terhadap PJAS, karena PJAS dijajakan dalam kondisi wadah terbuka sebesar 44 % .

Kondisi kurang bersih dan kotor tempat berjualan PJAS tersebut didukung dengan pernyataan responden yang menyebutkan pernah mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi PJAS, terutama pangan siap saji. Dari 132 responden sebanyak 66 % menyatakan pernah mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi PJAS seperti terlihat Gambar 24 di bawah ini.

Gambar 24. Jumlah responden berdasarkan terjadinya gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi pangan jajanan.

(33)

PJAS yang mereka konsumsi sebelum terkena penyakit akibat pangan diantaranya : makanan siap saji (49), minuman siap saji (28), makanan olahan (8), minuman olaha n (7), dan lainnya (1). Buruknya praktek produksi dan penyajian pangan siap saji sering menjadi penyebab timbulnya penyakit akibat pangan.

Pangan jajanan yang mereka konsumsi sebelum terkena penyakit akibat pangan diantaranya : (1) makanan siap saji, (2) minuman siap saji, (3) makanan olahan, (4) minuman olahan, dan (5) lainnya seperti terlihat Tabel 10.

Tabel 10. Jenis jajanan penyebab timbulnya gangguan kesehatan pada responden. (n = 132)

Jenis Jajanan Jumlah Contoh Jajanan

Minuman siap saji 28 air minum, es, es yang mengandung sari manis, es teh, es yang manis- mains Minuman olahan 7 Es marimas mangga, es mariteh,

fruitea,pop ice

Makanan siap saji 49 baso saos, cimol, mie, KFC, buah, gorengan,nuget

Makanan olahan 8 Sosis, roti, mie instant, permen Lainnya 1 jajanan yang mengandung sari manis

Buruknya praktek produksi dan penyajian pangan siap saji sering menjadi penyebab timbulnya penyakit akibat pangan. Terdapat dua aspek utama penyebab penyakit akibat pangan jajanan anak sekolah adalah kontaminasi silang dan penggunaan bahan tambahan pangan atau bahan berbahaya. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran konsumen, dalam hal ini adalah murid sekolah dasar, akan pentingnya keamanan pangan menjadi salah satu hal yang penting sebagai salah satu bentuk pengawasan keamanan pangan oleh konsumen (murid sekolah).

E.4. Penyebaran Informasi Keamanan Pangan kepada Anak Sekolah.

Sebanyak 92 % dari 132 responden menyatakan pernah memperoleh penyuluhan keamanan pangan. Umumnya, responden memperoleh penyuluhan keamanan pangan hanya dari guru di sekolahnya (73,48 %). Gambar 25.

(34)

Gambar 25. Grafik jumlah responden berdasarkan informasi keamanan pangan

Adapun Instansi teknis yang paling banyak memberikan penyuluhan keamanan lainnya (masing- masing 3,03 %). Hal ini menggambarkan minimnya penyebaran informasi dari instansi teknis kepada konsumen murid sekolah seperti terlihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Jumlah jawaban responden berdasarkan instansi yang memberikan penyuluhan keamanan pangan

Dari data dan uraian tersebut di atas, maka peran guru sekolah menjadi sangat penting bagi peningkatan keamanan pangan PJAS, kaitannya dengan pemberian informasi/ penyuluhan mengenai keamanan PJAS kepada murid – murid sekolah dan pembinaan kantin sehat sekolah tentunya dengan melibatkan instansi berwenang seperti Dinas Kesehatan setempat, Badan POM, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

(35)

F. PERBANDINGAN REGULASI DI BERBAGAI NEGARA

Berdasarkan berbagai sumber, lebih dari 50 negara di dunia telah mengkaji siklamat secara ilmiah dan menyimpulkan bahwa siklamat aman digunakan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Di Eropa, siklamat termasuk dalam list sweetener yang diizinkan. Beberapa negara membatasi penggunaan siklamat, meskipun banyak kajian ilmiah membuktikan keamanan siklamat.

Berikut ini adalah tabel 11 perbandingan regulasi siklamat di berbagai negara.

Tabel 11. Perbandingan regulasi siklamat berbagai negara

Badan Otoritas

Butir-butir Penting Regulasi Jenis pangan yg boleh

menggunakan siklamat

Kadar maksimum yang diizinkan

Australia Sayur dan buah steril komersial dalam kemasan hermetis

Sayur dan buah “spreads” termasuk jam, “chutneys ” dan produk terkait

Sugar convectionery Tabletop sweeteners

Jus buah dan sayur Minuman beraroma Mixed foods 1350 mg/kg 1000 mg/kg 2000 mg/kg GMP 400 mg/kg 350 mg/kg 1600 mg/kg

Canada Belum mengatur

EFSA Minuman non alkohol

Produk desert dan sejenis Konfektioneri

250 mg/l 250 mg/kg

500 – 1600 mg/kg

INDIA Belum mengatur

Jepang Belum mengatur

Korea Selatan Termasuk yang tidak diizinkan

Malaysia Belum mengatur

Pakistan Hanya untuk pemakaian

diet

Philipina Belum mengatur

Singapore Belum mengatur

US- FDA Termasuk yang dilarang

(36)

G. ASPEK REGULASI YANG OPTIMAL

Dari uraian tersebut di atas meskipun berbagai negara menetapkan bahwa siklamat aman untuk digunakan dalam produk pangan, namun melihat kenyataan di lapang bahwa telah terjadi kecenderungan peningkatan penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah yang melebihi batas. Peningkatan jumlah penggunaan siklamat dalam PJAS tidak diikuti dengan praktek cara produksi yang baik sehingga kadar siklamat dalam PJAS melebihi batas maksimal yang diizinkan.

Hal tersebut terbukti dengan rendahnya tingkat pendidikan/ pengetahuan yang umumnya adalah SD bahkan tidak tamat dan terbatasnya peralatan khususnya alat takar/timbangan, dari 21 responden (pedagang) tidak ada satupun yang menggunakan takaran secara akurat akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan.

Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak sekolah dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula.

Oleh karena itu meskipun siklamat aman, namun apabila penggunaannya tidak dikendalikan secara baik, dan mengingat konsumsi PJAS oleh anak-anak cukup tinggi maka sebelum melakukan regulasi mengenai penggunaan siklamat dalam PJAS perlu dilakukan kajian secara khusus mengenai studi paparan siklamat yang digunakan dalam PJAS untuk anak sekolah secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai aspek terutama dari aspek sosial dan ekonomi. Dalam hal ini ya ng dimaksud dengan regulasi secara optimal adalah bagaimana melakukan pengaturan terhadap penggunaan siklamat agar tidak boleh sembarangan digunakan dalam PJAS. Dari dua aturan sebelumnya yaitu Permenkes 722/1988 bahwa penggunaan siklamat hanya diizinkan pada produk pangan kalori rendah, sedangkan berdasarkan SK Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan tahun 2005, bahwa pennggunaan siklamat diizinkan untuk semua produk pangan

(37)

kecuali untuk produk pangan tertentu untuk dikonsums kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Opsi yang dianggap paling optimal adalah sebelum melakukan regulasi terhadap penggunaan siklamat khususnya pada Pangan Jajanan Anak Sekolah, perlu di lakukan kajian analisis risiko secara menyeluruh dan hasilnya diharapkan dapat digunakan dalam penetapan kebijakan lebih lanjut terhadap penggunaan siklamat dalam PJAS.

Selain pertimbangan ekonomi juga sangat penting bagi pemerintah mengingat Indonesia memiliki industri siklamat terbesar setelah China, dan merupakan salah satu pengekspor siklamat ke berbagai negara.

Setelah semua data dari berbagai aspek lengkap, kemudian disusun

Roadmap untuk memformulasikan strategi kebijakan publik dalam

meningkatkan keamanan jajanan anak sekolah di Indonesia terhadap penggunaan siklamat.

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan terkait dengan penggunaan siklamat dalam produk pangan di Indonesia, bahwa pemanis siklamat masih diizinkan penggunaannya di berbagai negara, sehingga baik dari aspek keamanan maupun perbandingan regulasi dari berbagai negara, siklamat masih tetap dapat digunakan sebagai pemanis di Indonesia.

Meskipun demikian mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam penggunaan siklamat pada PJAS di Indonesia, dan kecenderungan konsumsi untuk jenis tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun, maka perlu kajian berbasis analisa risiko sehingga hasilnya bisa digunakan dalam menetapkan regulasi khususnya menyangkut penggunaan siklamat dalam jajanan anak sekolah di Indonesia.

H. SINTESIS UNTUK PENGATURAN

Hasil dari beberapa kajian dalam tulisan ini dikontribusikan dalam kebijakan penggunaan siklamat pada PJAS, antara lain: 1) kontribusi hasil kajian terhadap pengingkatan pengaturan keamanan pangan di Indonesia; 2) kontribusi hasil kajian profil keragaman penggunaan siklamat di setiap daerah dalam membangun program-program peningkatan keamanan pangan jajanan

(38)

anak sekolah (PJAS); 3) kontribusi hasil kajian harga dan produksi dalam membangun strategi law enforcement dan penyuluhan; 4) kontribusi hasil kajian terhadap uang jajan dalam pembinaan kant in sehat sekolah; 5) kontribusi hasil kajian motivasi penggunaan siklamat oleh pedagang dikaitkan dengan pembinaan dan penyuluhan.

1. Kontribusi hasil kajian terhadap pengaturan siklamat di Indonesia.

Hasil kajian data pengawasan Badan POM tahun 2004 – 2007 menunjukkan bahwa adanya pemberlakuan Surat Keputusan Kepala Badan POM No.HK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, yang mulai diberlakukan tahun 2005, penggunaan siklamat pada pangan termasuk PJAS meningkat. Semula sesuai Permenkes 722/88 aturan penggunaan siklamat hanya terbatas untuk pangan kalori rendah, setelah adanya Surat Keputusan Kepala Badan POM tersebut, penggunaan siklamat tidak hanya terbatas pada produk pangan kalori rendah melainkan untuk semua jenis pangan termasuk pangan jajanan anak sekolah (PJAS), kecuali produk pangan olahan tertentu yang diperuntukan untuk kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Untuk itu dengan hasil ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal untuk melakukan kajian lebih lanjut secara mendalam terkait dengan penggunaan siklamat pada PJAS, mengingat data-data yang tersedia dalam penulisan masih sangat terbatas baik secara statistik maupun secara teknis, sebelum penetapan kebijakan lebih lanjut.

2. Kontribusi hasil kajian profil keragaman penggunaan siklamat di setiap daerah dalam membangun program-program peningkatan keamanan pangan

Hasil kajian menunjukkan bahwa program-program peningkatan keamanan pangan yang berbeda menyebabkan profil penggunaan siklamat secara berlebih yang berbeda di setiap daerah, semakin baik penerapan program peningkatan keamanan PJAS secara terpadu maka profil penggunaan s iklamat secara melebihi batas semakin menurun (berkurang). Dengan demikian perlu dikembangkan program-program peningkatan

(39)

keamanan PJAS secara terpadu antar instansi terkait baik Pusat maupun

daerah dan diterapkan secara terpadu dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten/ Kota

3. Kontribusi hasil kajian harga dan produksi dalam membangun strategi law enforcement dan penyuluhan

Berdasarkan hasil kajian harga PJAS menunjukkan bahwa harga jual PJAS yang dijajakan di masing- masing sekolah berpengaruh terhadap jenis dan kualitas PJAS yang dijajakan, dan terbukti bahwa PJAS dengan harga murah menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan, sementara PJAS dengan harga jual tinggi tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas. Selain itu penggunaan siklamat melebihi batas juga untuk menekan biaya produksi, dan untuk menyesuaikan daya beli anak sekolah dasar yang umumnya mempunyai uang saku sangat rendah. Dengan hasil tersebut agar PJAS yang dijajakan menggunakan siklamat sesuai aturan, maka dalam penyusunan roadmap perlu dimasukkan upaya peningkatan daya beli masyarakat (murid

sekolah) misalnya melalui pemberian subsidi harga gula bagi para penjaja

PJAS, sehingga harga jual PJAS baik yang menggunakan siklamat maupun tanpa siklamat tidak berbeda jauh. Juga pentingnya pemberian “reward

and punishment” dimana bagi penjaja atau pengelola kantin yang terbukti

tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas wajib diberikan penghargaan, misalnya stikerisasi pada gerobak atau warung yang bersangkutan atau penghargaan lain yang dapat memotivasi para pedagang untuk menggunakan siklamat sesuai aturan, dan tentunya diberikan sanksi kepada para penjaja/pengelola kantin jika terbukti menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan melalui law

enforcement.

4. Kontribusi hasil kajian terhadap uang jajan dalam pembinaan kantin sehat sekolah

Dari hasil kajian terhadap uang saku anak sekolah dasar menunjukkan bahwa semakin tinggi uang jajan anak sekolah maka semakin baik kualitas keamanan PJAS yang dijajakan dalam hal ini PJAS yang dijajakan tidak

(40)

menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Hal ini juga terbukti bahwa karakteristik murid sekolah dalam hal ini uang saku dan daya beli anak sekolah berkaitan dengan penggunaan siklamat pada PJAS secara melebihi batas. Oleh karena itu menjadi sangat penting bahwa pembinaan kantin sehat sekolah diperlukan, dalam hal ini perlu adanya subsidi harga gula bagi pengelola kantin agar PJAS dapat dijajakan dengan harga murah tanpa menggunakan siklamat.

5. Kontribusi hasil kajian motivasi penggunaan siklamat oleh pedagang dikaitkan dengan pembinaan dan penyuluhan

Hasil kajian menunjukkan bahwa mahalnya harga gula di pasaran juga dapat memicu para pedagang untuk menggunakan siklamat, terutama untuk para pedagang jenis PJAS tertentu seperti bajigur, es dawet, es kelapa dan produk lain. Selain itu pedagang PJAS juga menggunakan siklamat secara berlebih karena ketidak tahuan dan atau rendahnya tingkat pengetahuan mengenai keama nan pangan. Atas dasar ini bagaimana melakukan penyuluhan kepada para pedagang untuk meningkatkan pengetahuan tentang keamanan pangan sehingga sadar bahwa penggunaan siklamat secara berlebih dapat merugikan kesehatan anak sekolah. Disamping itu dapat juga diberikan pembinaan melalui praktek penerapan cara produksi pangan yang baik, termasuk pengadaan alat takar / timbangan sehingga kalaupun menggunakan siklamat kadarnya sesuai aturan yang diizinkan.

6. Hasil kajian terkait teguran pemerintah terhadap pelanggar

Dengan tiadanya teguran (law enforcement) dari pemerintah terkesan bahwa pemerintah membiarkan terhadap pelanggaran yang dilakukan para penjaja dan seolah melegitimasi penjaja yang melakukan kesalahan menggunakan siklamat melebihi batas. Untuk itu law enforcement sangat diperlukan untuk menimbulkan efek jera bagi para pelanggar terkait dengan penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan.

(41)

7. Penyebaran informasi keamanan pangan bagi anak sekolah

Hasil kajian menunjukkan bahwa sebanyak 92 % dari 132 responden murid sekolah dasar menyatakan pernah memperoleh penyuluhan keamanan pangan, dan umumnya responden memperoleh penyuluhan keamanan pangan hanya dari guru di sekolahnya (73,48 %). Dari hasil ini terlihat betapa pentingnya peran Guru dilibatkan sebagai ujung tombak untuk berkontribusi dalam peningkatan keamanan PJAS, misalnya melalui Bimbingan Teknis bagi para guru dikaitkan dengan Kantin Sehat

Sekolah.

8. Hasil kajian mengenai label sediaan pemanis siklamat

Tidak semua label BTP dalam hal ini adalah sediaan pemanis siklamat mencantumkan takaran penggunaan, dari 17 responden yang menjawab, hanya 9 orang yang menyatakan melihat informasi mengenai takaran penggunaan siklamat di kemasan BTP tersebut, sehingga memicu pedagang untuk mengira-ngira takaran siklamat tanpa mengetahui efek buruk yang dihasilkan apabila siklamat terkonsumsi secara berlebih. Oleh karena itu perlu upaya agar para produsen siklamat tentunya termasuk "repacker” untuk meme nuhi ketentuan pemerintah mengenai kewajiban

pencantuman informasi takaran penggunaan pada label kemasan

sediaan pemanis buatan.

9. Berdasarkan hasil kajian terhadap frekuensi jajan responden (murid

sekolah) menunjukkan bahwa 65 % responden umumnya jajan setiap hari, 28 % jajan 3 – 5 kali seminggu, dan 7 % hanya jajan 1 – 2 kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan paparan anak sekolah mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka kemungkinan paparan siklamat terhadap murid sekolah dasar di Indonesia diprediksi tinggi. Untuk menguatkan prediksi tersebut, perlu adanya

kajian secara komprehensif mengenai paparan siklamat yang digunakan PJAS terhadap anak sekolah, sehingga hasilnya dapat

(42)

Dari hasil tersebut dapat disusun kontribusi kajian terkait dengan peningkatan pengaturan keamanan pangan khususnya penggunaan siklamat pada PJA dengan melakukan sintesis kebijakan, dengan mempertimbangkan berbagai hasil kajian. Dari hasil pembahasan tersebut di atas terdapat empat hal pokok yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan roadmap terkait dengan penggunaan siklmat dalam PJAS yaitu 1) Regulator (Pemerintah); 2) Konsumen ( murid SD); 3) Penjaja PJAS/ Penelola Kantin Sekolah; dan 4) Produsen siklamat. Dari ke empat hal ini disusun roadmap seperti Tabel 11 sebagai berikut :

Tabel 12. Matrik kontribusi kajian

Kondisi saat ini Upaya 2009 Upaya 2010 Upaya 2011 Upaya 2012 Kondisi yang diinginkan Law enforcement lemah Penyusunan Pedoman pembinaan dan pengawasan PJAS Sosialisasi kepada stakeholder pembina PJAS Penegakan hukum secara tegas Penegakan hukum secara tegas Tingkat kepatuhan produsen meningkat (90 %) >42 % PJAS TMS mengguna kan siklamat Pembinaan dan penyuluhan Penyusunan Raperda untuk PJAS di masing-masing Kab/Kota Penetapan PERDA di masing-masing Kab/Kota Sosialisasi dan Law enforcement Kurang dari 10 % PJAS menggunakan siklamat berlebih Penyuluhan terbatas Peningkatan cakupan /sasaran penyuluhan Peningkatan cakupan /sasaran penyuluhan Informasi sam-pai pada sasar-an dg jumlah lebih banyak Label/Penan daan BTP (siklamat) tidak benar KIE di media dan kerjasama dengan produsen serta penjual siklamat KIE di media dan kerjasama dengan produsen serta penjual siklamat Penerapan pencantuman label secara benar oleh industri siklamat Penerapan pencantuman label secara benar oleh industri siklamat Label kemasan siklamat 100 % mengikuti aturan Pengetahuan tentang bahaya Sosialisasi dan Penyuluhan Sosialisasi dan Penyuluhan Sosialisasi dan Penyuluhan Sosialisasi dan Penyuluhan 50 % penjaja dan konsumen mengetahui

(43)

Kondisi saat ini Upaya 2009 Upaya 2010 Upaya 2011 Upaya 2012 Kondisi yang diinginkan penggunaan siklamat berlebih rendah bahaya penggunaan siklamat berlebih Daya beli anak SD rendah Pembinaan Kantin Sehat dan Penjaja PJAS dengan subsidi harga gula Pembinaan Kantin Sehat dan Penjaja PJAS dengan subsidi harga gula Pembinaan Kantin Sehat dan Penjaja PJAS dengan subsidi harga gula Pembinaan Kantin Sehat dan Penjaja PJAS dengan subsidi harga gula

Daya beli anak SD meningkat sehingga PJAS yg bermutu yang dibeli Takaran penggunaan siklamat pd PJAS tdk akurat Pemberian bantuan sarana dan pelatihan Pemberian bantuan sarana dan pelatihan Pemberian bantuan sarana dan pelatihan Pemberian bantuan sarana dan pelatihan Semua industri/penjaja PJAS yg diberi sarana menggunakan siklamat sesuai aturan Penerapan CPPB industri PJAS kurang Penyuluhan dan Pelatihan Penyuluhan dan Pelatihan Penyuluhan dan Pelatihan Penyuluhan dan Pelatihan 90 % penjaja PJAS menerapkan CPPB IRT Biaya produksi PJAS dg gula > dibanding dg siklamat Mengupayakan agar harga gula dg siklamat bedanya tidak terlalu jauh atau subsidi harga gula Mengupayakan agar harga gula dg siklamat bedanya tidak terlalu jauh atau subsidi harga gula Mengupayakan agar harga gula dg siklamat bedanya tidak terlalu jauh atau subsidi harga gula Mengupayak an agar harga gula dg siklamat bedanya tidak terlalu jauh atau subsidi harga gula Penjaja/industri PJAS hanya memakai gula saja, jika pakai siklamat dalam takaran benar

Gambar

Tabel 1. Perbandingan SD Yang Disampling Dengan Jumlah SD Berdasarkan                  Data Statistik Depdiknas 2006
Tabel 2. Kriteria memenuhi syarat  dan tidak memenuhi syarat  berdasarkan                 kedua aturan
Tabel 3. Persentase PJAS yang tidak memenuhi syarat penggunaan siklamat                 baik nasional maupun gabungan 4 propinsi terpilih
Tabel 4. Perbandingan PJAS yang memenuhi  syarat dan tidak memenuhi syarat  Jenis pangan  Jumlah PJAS  Yang Diuji  Siklamat  Memenuhi Syarat      Penggunaan  Siklamat  Tidak Memenuhi Syarat Penggunaan Siklamat  2006  2007  2006     2007  2006  2007  Minuma
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alamat-alamat yang paling bawah dari memori program dapat berada dalam flash on-chip maupun memori eksternal, untuk melakukan hal ini lakukan pengkabelan pada pin EA‘ atau

➢ Pemberian nama merk dagang adalah PWS dengan ukuran huruf lebih besar dan posisi berada di tengah-tengah atas wuwung tetapi pada ujung kiri dan kanan diberi

A) Laiklik B) Milliyetçilik C) Devletçilik D) İnkılapçılık E) Halkçılık.. “Ülkeler çeşitlidir; fakat uygarlık birdir ve bir milletin kalkınması için

Ucapan terima kasih penulis sampaikan yang sebesar besarnya kepada segala pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian pengerjaan skripsi yang berjudul

- Alat ini tidak dimaksudkan untuk digunakan oleh orang (termasuk anak- anak) dengan cacat fisik, indera atau kecakapan mental yang kurang, atau kurang pengalaman dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat kimia dan sineresis yoghurt yang dibuat dari tepung kedelai full fat dan non fat dengan menggunakan pati sagu

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan dengan baik laporan penelitian yang berjudul Pengaruh Penambahan

Sasaran tersebut diwujudkan melalui Rencana Kinerja Kegiatan Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu Tahun 2019 yang berjumlah 44 (empat puluh empat) kegiatan yang