• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Pemasaran dan Pemasaran Jasa

Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Pemasaran menurut Sunarto (2006:4) adalah proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Kotler (2007:7), pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawar dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.

Pemasaran merupakan suatu kegiatan terstruktur yang dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan yang jelas. tujuan pemasaran pada hakikatnya berorientasi pasar yang digunakan untuk memahami kebutuhan dan keinginan konsumen, memberikan pengarahan bagi kegiatan-kegiatan penjualan yang menguntungkan, dan mengkoordinasikan kegiatan pemasaran untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut. Pemasaran merupakan kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan pasar. Pemasaran berarti bekerja dengan pasar untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhaan dan keinginan manusia. Jadi, tujuan

pemasaran bukanlah untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang mudah dihasilkan dan kemudian berusaha menjualnya.

Dari beberapa konsep yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa pemasaran merupakan suatu interaksi yang berusaha untuk menciptakan hubungan pertukaran. Akan tetapi, pemasaran bukanlah sekadar menghasilkan penjualan barang dan jasa saja, hal itu dikarenakan bahwa sebenarnya pemasaran dilakukan baik sebelum maupun sesudah pertukaran.

Terdapat tiga filosofi pemasaran yang berbeda, yaitu berorientasikan produksi, berorientasikan penjualan, dan berorientasikan konsumen. Ketiga filosofi tersebut telah mendominasi dalam bisnis berskala kecil. Sebuah filosofi yang berorientasi pada proses pembuatan produk yang paling efisien, bahkan meremehkan promosi, distribusi, dan kegiatan pemasaran lainnya.

Filosofi yang berorientasi pada penjualan juga ditekankan pada efisiensi produksi dan preferensi konsumen yang mendukung terjadinya penjualan. Terakhir, filosofi yang berorientasikan konsumen mengemukakan kepercayaan perusahaan bahwa segala sesuatu termasuk produksi dan penjualan, tergantung pada kebutuhan konsumen. Prioritas utama ditujukan kepada konsumen, berarti semua usaha pemasaran bermula dan berakhir pada konsumen.

Kotler (2007:348) mengungkapkan jasa (service) yaitu a service any act permormance that one party can offer to another that essentially intangible and does not result in the ownership of anything. Its production may or not be tied a physical product. Yang berarti adalah bahwa jasa adalah

setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh suatu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik .

Dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan proses atau aktivitas yang di dalamnya selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun bagi pihak-pihak yang terlibat tidak sadar melakukannya. Contohnya jasa pengobatan, jasa pengangkutan, jasa telekomunikasi, hiburan, dan berbagai macam jasa lainnya.

Tjiptono (2008:16) menyatakan, jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang ada pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan tertentu. Walaupun demikian, produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Maksudnya, ada produk jasa murni (seperti child care, konsultasi psikologi dan konsultasi manajemen), namun ada jasa yang membutukan produk fisik sebagai persyaratan utama (misalnya kapal pesiar untuk angkutan laut, pesawat untuk jasa penerbangan dan makanan di restoran). Secara garis besar karakteristik pemasaran jasa terdiri atas (Tjiptono, 2008:18) :

1. Intangibility (tidak berwujud)

Jasa berbeda dengan barang, karena barang merupakan suatu objek, alat atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance) atau usaha.

2. Inseparability (tidak terpisahkan)

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi, sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.

3. Variability/Heterogenety (keanekaragaman)

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi.

4. Perishability (tidak tahan lama)

Maksud dari pernyataan ini adalah jasa tidak dapat disimpan dan dimasukkan ke dalam gudang atau dijadikan persediaan. Contohnya: makanan yang telah dimasak pada restoran.

5. Lack Of Ownership

Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya.

2.1.2 Bauran Pemasaran

Menurut Churchill (2009:198), “Bauran Pemasaran merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para pembeli atau konsumen. Agar usaha kegiatan pemasaran berjalan dengan baik, pertama - tama produk yang hendak ditawarkan harus sesuai dengan

selera pasar atau dalam bahasa pemasaran dikenal sesuai dengan kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) target pasar yang dituju. Untuk itu diperlukan pengembangan produk (product development) yang sesuai dengan selera target pasar sebagai hasil dari riset pemasaran yang dilakukan, kemudian diberi harga, didistribusikan ke tempat-tempat produk semacam itu dijual dan pada saat yang sama dikomunikasikan atau dipromosikan kepada calon pembeli, dalam hal ini adalah calon pengunjung.

2.1.2.1 Produk

Produk (product), merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Aspek pengembangan produk baru juga memiliki keunikan khusus. Selain itu, aspek kualitas dari produk juga merupakan faktor yang berperan penting dalam menghasilkan suatu produk. Penciptaan suatu produk yang berbeda dari produk pesaing juga merupakan faktor penting dalam konsep pemasaran. Salah satu konsep pemasaran adalah fokus pada kemauan dan keinginan konsumen sehingga organisasi dapat membedakan produknya dari produk yang ditawarkan oleh para pesaing (Lamb, dkk, 2001:8).

Menurut Yoeti (2005:126), produk nyata pariwisata tidak lain adalah kepuasan dalam pengalaman, yang sukar untuk dilihat atau diukur, tetapi sebaliknya produk itu dan cara penyediaannya menjadi kunci tujuan dari industri ini. Produk pariwisata adalah keseluruhan pengalaman

termasuk di dalamnya akomodasi, sumber-sumber alam, hiburan, transportasi, makanan dan minuman, rekreasi dan daya tarik lainnya.

Menurut Tjiptono (2008:126), produk pariwisata adalah sejumlah fasilitas dan pelayanan yang disediakan dan diperuntukkan bagi wisatawan yang terdiri dari tiga komponen, masing-masing yaitu: sumber daya yang terdapat pada suatu DTW, fasilitas yang terdapat di suatu DTW, dan transportasi yang membawa wisatawan dari tempat asalnya ke suatu DTW tertentu. Baud-Bovy menambahkan, paket wisata (package tour) yang ditawarkan untuk dijual (pada calon wisatawan) dalam satu harga (inclusive price) oleh suatu BPW (Tour Operator) adalah satu contoh dari produk industri pariwisata.

Dari uraian tersebut di atas semakin jelas bagi kita bahwa produk industri pariwisata merupakan produk gabungan (Composite Product), campuran dari berbagai (as a amalgam of) objek dan atraksi wisata (tourist atraction), transportasi (transportation), akomodasi (accommodation) dan hiburan (entertainment). Tiap komponen disuplai oleh masing-masing perusahaan atau unit kelompok industri pariwisata.

Menurut Yoeti (2005:129) karakter yang perlu diperhatikan dalam rangka pemasaran produk industri pariwisata:

a. Intangibility

Produk industri pariwisata itu tidak berwujud (intangibility), produk itu tidak bisa dipindahkan, dicoba, disentuh, dicium dan bahkan dalam transaksi tidak terjadi pemindahan hak milik dari

produsen kepada konsumen. Oleh karena itu dalam pemasaran produk industri pariwisata, suatu Tour Operator hendaknya dan bahkan merupakan keharusan memiliki Informasi yang dapat dipercaya oleh calon wisatawan. Untuk itu dituntut diperlukan eksekutif yang profesional untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya, khususnya tentang rencana perjalanan sesuai dengan penawaran paket wisata.

b. Inseparability

Dalam industri pariwisata pada khususnya dan industri jasa pada umumnya, produsen dan konsumen hadir pada waktu yang bersamaan dalam proses produksi dan konsumsi, karena antara produsen dan konsumen tidak ada jarak pemisah. Contoh, bila seseorang membeli paket wisata untuk mengkonsumsinya orang tersebut harus ikut tour yang diselenggarakan oleh Tour Operator yang menjual paket wisata.

c. Stressing The Products Benefits

Dalam menawarkan atau menjual produk industri pariwisata, perlu penekanan dan meyakinkan kepada calon wisatawan apa kelebihan dan manfaat. bila wisatawan membeli paket wisata melalui Tour Operator mereka. Untuk itu, seorang salesman harus memiliki "Product Knowledge", tanpa memahami produk yang ditawarkan, dapat dipastikan tidak dapat menjelaskan atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh calon wisatawan.

d. Variability

Produk industri pariwisata sangat variable sifatnya,selain tidak punya standard yang baku dan kualitasnya sangat tergantung pada siapa produsen yang mengemas dan memberi pelayan tentang produk yang dijual. Karena tidak konsistennya kualitas produk yang dihasilkan, maka sering menimbulkan ketidakpuasan wisatawan.

e. Building A Trusting Relationship

Orang-orang yang bekerja pada suatu Tour Operator, hendaknya memiliki kemampuan membina hubungan baik dengan pelanggan dengan jalan menanamkan kepercayaan demi kepercayaan, sehingga mereka memiliki keyakinan bila membeli tiket atau paket wisata melalui suatu Tour Operator tertentu. Untuk jangka panjang, strategi ini dapat meningkatkan `loyalitas' pelanggan untuk tetap menyerahkan semua bentuk jasa perjalanannya pada kita.

f. Inceasing The Tangibility

Pada beberapa kesempatan sudah seringkali dijelaskan bahwa dalam transaksi yang dilakukan antara pembeli dan penjual paket wisata tidak pernah terjadi pemindahan hak milik dari produsen kepada konsumen. Contoh, pada calon wisatawan yang membeli paket wisata, ia hanya menerima selembar kuitansi sebagai bukti pembelian berikut dengan program atau rencana perjalanan wisata (Tour Itinerary), tetapi tidak pernah berupa sesuatu benda berwujud, seperti kita membeli pakaian, misalnya. Setelah dibayar, pakaian yang dipilih dapat dibawa pulang.

si pembeli atau calon wisatawan hanya memiliki pelayanan purna jual (After Sales Service) yang merupakan kewajiban Tour Operator yang menjual paket wisata. Artinya, setelah membeli paket wisata, maka Tour Operator yang menjual paket wisata harus melaksanakan apa yang sudah diperjanjikan dalam paket wisata sesuai Tour Itinerary, bila tidak dianggap sebagai wanprestasi dan boleh diadukan kepada yang berwajib.

g. Perishability

Service atau produk jasa tidak bisa ditabung atau disimpan, karenanya juga tidak diperlukan gudang untuk menyimpan produk yang tidak laku hari ini. Hal ini terjadi pada kamar hotel, tempat duduk (seats) pada airline, kereta api, kapal, atau restoran. Contoh, pesawat Boeing 747 kapasitas tempat duduknya kurang lebih 450 seats. Bila dalam satu hari Jakarta - Denpasar P.P ada 5 kali penerbangan kemudian terjadi perishable tiap kali pemberangkatan (departure), baik di Jakarta maupun di Denpasar.

2.1.2.2 Harga

Harga (pricing) merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran dalam mendapatkan suatu barang atau jasa (Lamb, dkk. 2001:268). Harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis, seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran, dan tingkat diskriminasi harga di antara berbagai kelompok pelanggan. Menurut Tjiptono

(2008:181), penetapan harga maksimum akan dibatasi oleh permintaan pelanggan, khususnya daya beli.

Penentuan harga juga sangat berpengaruh dalam menarik minat beli yang juga memberikan dampak dalam pemakaian secara terus menerus. Menurut Yoeti (2007:145) harga adalah salah satu unsur penting dalam bauran pemasaran, tanpa harga produk tidak bisa ditawarkan kepada konsumen.Yang menjadi masalah, harga berapa suatu produk harus ditetapkan? Tidak mudah menetapkan harga suatu produk atau barang, banyak faktor yang perlu diketahui sebelum menetapkan harga suatu produk. Tiga faktor yang harus diperhatikan, yaitu:

a) Tingkat nilai tambah (value-added)

Sampai berapa besar nilai tambah telah dimasukkan ke dalam produk sehingga harganya menjadi lebih tinggi, apalagi kalau image lebih berperan dalam perusahaan itu. Bila kualitasnya sama, konsumen akan membeli harga yang termurah. Jadi harganya sangat sensitif sekali. Tetapi kalau beras sudah menjadi nasi goreng dan dijual hotel berbintang, maka harga tidak lagi dominan, tamu hotel akan membayarnya walau harga relatif mahal.

b) Faktor "Information Availability"

Sulitnya konsumen mencari informasi tentang harga suatu produk atau barang membuat produk atau barang tersebut tidak menjadi pricesensitive, seperti yang berlaku pada pejualan beras di atas. Banyak barang dijual dengan cara sales promotions yang

ditawarkan kepada pelanggan, tetapi konsumen menjadi enggan karena mereka tidak tahu siapa produsennya atau pabrik yang menghasilkan barang itu, sehingga penjual menetapkan harga seenaknya, dengan iming-iming cicilan yang ringan.

c) Tergantung struktur industri

Perusahaan yang memegang monopoli dapat menentukan harga seenaknya, tetapi akan berbeda halnya bila dalam perekonomian itu ada beberapa perusahaan sejenis, maka harga dapat ditetapkan dengan cara harga tetap (fixing price) atas kesepakatan mereka bersama. Bagi konsumen cara ini juga tidak menguntungkan, karena harga tetap dikendalikan oleh beberapa perusahaan itu.

Yoeti (2007:146) ada tiga cara yang lebih sederhana untuk menetapkan harga, misalnya:

a. Skim The Cream, atau disebut juga dengan istilah Premium Pricing. Di sini harga ditetapkan setinggi mungkin tanpa menghiraukan keluhan masyarakat.

b. Going rate pricing atau Average Rate Pricing, di mana harga-harga produk atau barang ditetapkan atas harga-harga rata-rata produk lain. c. Penetration Pricing, di mana suatu perusahaan menetapkan harga produknya di bawah harga rata-rata produk lain.

Churchill (2009:146): "Along with product, price tends to be a key component of strategy and in some cases can be the most important of the marketing mix". Menurut Churchill, bersama-sama dengan produk, harga

cenderung dapat berfungsi menjadi komponen strategis dan dalam beberapa hal dapat menjadi komponen yang amat penting dalam kegiatan pemasaran. Dianggap penting, karena strategi harga akan berkembang sesuai dengan arah waktu dan kondisi perekonomian. Oleh karena itu kebijakan harga dan strukturnya harus dikembangkan untuk dapat memberikan peranan dalam strategi pemasaran, sehingga dapat memberikan keleluasaan untuk menjawab perubahan kondisi yang mungkin terjadi sewaktu-waktu.

Menurut Yoeti (2005:147) strategi pemasaran bila dilihat dari sisi OPD (Organisasi Pariwisata Daerah) dapat digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membantu dan membimbing perusahaan-perusahaan yang

termasuk kelompok industri pariwisata dalam menetapkan tingkat harga actual yang pantas bagi suatu DTW tertentu.

b. Membantu dalam menetapkan harga yang akan digunakan

sebagai unsur yang aktif atau pasif dalam rangka menyusun strategi pemasaran bagi suatu DTW tertentu.

c. Membantu menetapkan tujuan-tujuan yang harus diselesaikan

atau hendak dicapai dengan penetapan harga tersebut.

Menurut Yoeti (2005:151) dalam industri pariwisata, penetapan harga dapat dibedakan dengan cara:

a. Surplus Maximation

Cara ini disebut dengan istilah penetapan harga dengan kelebihan yang maksimal. Dalam banyak kesempatan seringkali terjadi bahwa suatu unit usaha industri pariwisata dalam menetapkan harga cendrung menetapkan harga dengan harga lebih tinggi untuk memperoleh profit yang lebih besar. Kelebihan atau surplus diperoleh dari perbedaan harga jual dibandingkan dengan harga pokok produk yang dihasilkan. Cara ini sering terjadi atau dilakukan dengan memperhatikan events tertentu dimana diperhitungkan wisatawan akan banyak datang berkunjung, seperti paket-paket wisata yang dijual pada akhir tahun ke Bali atau untuk menginap di hotel yang jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan harga hari-hari biasa.

b. Usage Maximation

Cara ini dikenal sebagai penetapan harga dengan istilah penggunaan secara maksimal'. Cara ini mempunyai prinsip dalam penetapan harga yang lebih rendah, karena dengan cara itu diharapkan wisatawan akan lebih banyak datang. Jadi berbeda dengan cara surplus maximation yang datang hanya wisatawan kelas kakap raja, tetapi

dalam usage maximation kelompok menengah dan bawah masih

tertampung dengan penetapan harga seperti itu. c. Cost Recovery

Cara ini disebut sebagai `perbaikan biaya. Dalam hal ini unit usaha industri pariwisata mencari keseimbangan dengan cara

bagaimana dapat menutup biaya-biaya tetap (fix cost) dan biaya-biaya variabel (variable cost). Tentu saja harga yang lebih rendah itu tidak mengorbankan harga pokok untuk biaya produksi produk yang dijual. Yang penting di sini harga penjualan sudah melewati titik impas dengan perhitungan semakin banyak terjual, maka semakin besar profit atau keuntungan diperoleh.

2.1.2.3 Lokasi

Lokasi (place) keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan potensial. Sugiyono (2008:105), menyatakan bahwa tempat yang menarik bagi konsumen adalah tempat yang paling strategis, menyenangkan, dan efisien. Memilih lokasi dekat dengan pelanggan perlu untuk mempertahankan daya saing. Selain faktor kedekatan dengan pelanggan, faktor kenyamanan juga hendaknya diperhatikan.

Lokasi atau tempat seringkali ikut menentukan kesuksesan DTW, karena lokasi erat kaitannya dengan pasar potensial sebuah DTW (Tjiptono, 2008: 147). Disamping itu, lokasi juga berpengaruh terhadap dimensi-dimensi strategi seperti flexibility, competitive, positioning, dan focus. Fleksibelitas suatu lokasi merupakan ukuran sejauh mana suatu DTW dapat bereaksi terhadap perubahan situasi ekonomi.

Keputusan pemilihan lokasi berkaitan dengan komitmen jangka panjang terhadap aspek-aspek yang sifatnya kapital intensif, maka DTW

benar-benar harus mempertimbangkan dan menyeleksi lokasi yang responsif terhadap situasi ekonomi, demografi, budaya, dan persaingan di masa mendatang.

Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor, antara lain :

a. Akses, berhubungan dengan kemudahan untuk dijangkau

b. Visibilitas, lokasi sebaiknya mudah dilihat

c. Traffic, perlu dipertimbangkan lalu lalang orang dan lalu lintas kendaraan

d. Ekspansi, cukup tersedia tempat apabila di masa depan ingin

melakukan ekstensifikasi

e. Lingkungan

f. Peraturan pemerintah

2.1.2.4 Promosi

Promosi adalah mengkomunikasikan informasi antara penjual dan pembeli potensial atau orang lain dalam saluran untuk mempengaruhi sikap dan prilaku. Bagian promosi dalam bauran pemasaran melibatkan pemberitahuan kepada pelanggan target bahwa produk yang tepat tersedia di tempat dan pada harga yang tepat. Menurut Winardi (2010:293), promosi berarti mencakup kegiatan-kegiatan yang mengkomunikasi (menginformasi) manfaat produk yang ditawarkan dan yang mempersuasi para pelanggan untuk membelinya.

Bauran promosi meliputi berbagai metode untuk mengkomunikasikan manfaat jasa kepada pelanggan potensial dan aktual (Kotler dan Amstrong, 2001:153). Metode-metode tersebut terdiri atas periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), publisitas (public relations), penjualan tatap muka (personal selling).

a. Periklanan (Advertising)

Periklanan merupakan segala biaya yang harus dikeluarkan

sponsor untuk melakukan presentasi dan promosi nonpribadi dalam bentuk gagasan, barang atau jasa.

b. Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Merupakan insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian

atau penjualan dari suatu produk atau jasa, dan tidak dilakukan secara berulang serta tidak rutin, yang ditujukan untuk mendorong lebih kuat mempercepat respon pasar yang ditargetkan sebagai alat promosi lainnya dengan menggunakan yang berbeda.

c. Publisitas (Public Relation)

Public relation adalah salah satu alat promosi yang membangun hubungan baik dengan berbagai masyarakat disekitar perusahaan dengan memperoleh publisitas yang menguntungkan, membangun citra perusahaan yang baik, dan menangani atau meredam rumor, cerita dan peristiwa yang merugikan.

d. Penjualan Tatap Muka (Personal Selling)

Merupakan suatu presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan satu atau lebih calon pembeli untuk tujuan penciptakan penjualan.

Menurut Yoeti (2007:169) promosi adalah variabel kunci dalam rencana strategi pemasaran dan dapat dipandang sebagai suatu unsur untuk menciptakan kesempatan-kesempatan menguasai pasar. Unsur promosi yang digunakan disusun oleh lingkungan, terutama oleh keadaan atau kondisi permintaan wisatawan. Namun promosi dapat menjadi fungsi penghubung atau katalisator dalam strategi pemasaran dan sejak permintaan menjadi salah satu kekuatan yang tidak terawasi yang sebenarnya harus diperhitungkan, maka promosi digunakan untuk mengganti permintaan dan mempercepat proses keputusan untuk melakukan perjalanan wisata.

Yoeti (2005:174) menyatakan langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dalam mengembangkan strategi promosi pariwisata adalah:

a. Menentukan target pasar yang akan dipengaruhi oleh kegiatan

promosi yang akan dilakukan. Dengan mengetahui target pasar, kita akan lebih mudah melakukan pemilihan terhadap media yang akan digunakan, bahasa yang akan dipakai, dan waktu-waktu biasanya mereka melakukan perjalanan wisata.

b. Menetapkan kelayakan promosi yang akan dilakukan.

dan berapa anggaran yang akan digunakan untuk suatu target pasar tertentu.

c. Mengatur komposisi unsur-unsur bauran pemasaran yang akan

digunakan.

d. Mempersiapkan bentuk-bentuk desain iklan yang akan

digunakan, mulai dari ukuran (size), berwarna atau hitam-putih, bahasa yang digunakan, produk yang ditonjolkan dan copy-writing yang mengenai sasaran.

e. Merumuskan bentuk-bentuk kegiatan Sales Promotions yang

akan dilakukan.

f. Perencanaan pembuatan promotion materials, termasuk

bentuk-bentuk hand-out yang akan diberikan pada setiap pertemuan formal

kepada pejabat-pejabat pariwisata dari luar negeri dan pencetakan brosur yang berkualitas.

g. Rencana dan jadwal mengundang Tour Operator dan Travel

Writer luar negeri untuk melihat secara langsung melihat dan menyaksikan produk-produk suatu DTW (Daerah Tujuan Wisata) yang siap jual.

h. Menunjuk seorang Public Relations Officer, untuk menjaga atau

memelihara citra suatu DTW dan sekaligus untuk meng-counter berita-berita negatif untuk konsumsi luar negeri, khususnya target pasar yang dituju.

Kriteria-kriteria berikut ini dapat digunakan sebagai bimbingan bagi Organisasi Pariwisata Daerah (OPD) dalam mengembangkan dan mengevaluasi strategi bauran promosi, di antaranya yaitu:

a. Kegiatan promosi hendaknya dilakukan dengan koordinasi yang

cermat. OPD dengan bekerjasama dengan perusahaan kelompok industri pariwisata hendaknya mempertimbangkan suatu analisis bermacam-macam pasar bagi daerah menetapkan macam komunikasi yang diperlukan masyarakat banyak.

b. OPD hendaknya selalu berusaha sedapat mungkin DTW mencari

tema-tema pokok untuk daerah guna meningkatkan pengenalan dan identifikasi untuk setiap komunikasi dengan penawaran-penawaran yang dilakukan suatu DTW.

c. Promosi yang dilakukan hendaknya menunjukkan suatu keaslian

(authentic). Suatu usaha melakukan penipuan akan segera diketahui wisatawan dalam waktu singkat, sehingga mengakibatkan kemarahan dan komplain, akan menjadi boomerang atau menjadi bad promotion

Dokumen terkait