• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA PEMBAJAKAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

D. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif

6. Pembagian Tindak Pidana

Menurut Hukum Pidana Positif

Menurut hukum pidana positif, perbuatan (tindak) pidana berdasarkan sifatnya secara kualitatif, Moeljatno menyebutkan di dalam KUHP dikenal adanya dua jenis perbuatan pidana, yang terdiri dari:

a. Kejahatan (misdrijven), misalnya pencurian (pasal 362 KUHP), penggelapan (pasal 378 KUHP), penganiayaan (pasal 351 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP), dan sebagainya.

b. Pelanggaran (overtredingen), misalnya: kenakalan (pasal 486 KUHP), mengemis di tempat umum (pasal 504 KUHP), mengadakan pesta atau keramaian umum tanpa izin pejabat yang berwenang (pasal 510 KUHP), dan sebagainya.34

Perbuatan-perbuatan pidana ini oleh Moeljatno dikatakan sebagai perbuatan yang menurut wujud dan atau sifatnya adalah bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan masyarakat.

34

Selain membedakan antara kejahatan dan pelanggaran, menurut Moeljatno biasanya dalam teori dan praktek dibedakan pula antara lain dalam35 :

1. Delik dolus dan Delik culpa (tindak pidana sengaja dan kealpaan)

Delik dolus merupakan delik (perbuatan pidana) yaitu dilakukan dengan sengaja, sebagai contoh pasal 338 KUHP yang merumuskan: “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, …”.36

Sedangkan delik culpa merupakan perbuatan pidana yang tidak disengaja atau merupakan kealpaan dan kelalaian, sebagaimana disebutkan dalam pasal 359 KUHP:

“Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati…”.

2. Delik commissionis dan Delikta commissionis

Delik commissionis merupakan perbuatan pidana yang terjadi karena seseorang berbuat sesuatu (melakukan sesuatu) perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana, misalnya mencuri (pasal 362 KUHP), menggelapkan (pasal 372 KUHP), atau menipu (pasal 378 KUHP), dan sebagainya.

Sedang delikta commissionis adalah perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana karena seseorang tidak berbuat atau melakukan sesuatau yang seharusnya ia lakukan. E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, memberikan istilah lain dari delikta ommissionis yaitu delik omisi atau tindakan pasif (passive handeling) yang diharuskan, yang jika tidak

35

Ibid, h. 75

36

melakukannya diancam dengan pidana.37 Misalnya, (pasal 224 KUHP) keharusan menjadi saksi, (pasal 164 KUHP) mewajibkan untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan, tatkala ia mengetahui adanya permufakatan jahat, maka orang yang tidak melaporkan permufakatan kejahatan yang oleh undang-undang diwajibkan lapor tersebut dianggap telah melakukan delikta commissionois.

3. Delik biasa dan Delik yang dikualifisir (dikhususkan)

Pengertian delik biasa adalah perbuatan pidana yang sederhana, misalnya pencurian biasa (pasal 362 KUHP), pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (pasal 338 KUHP). Sedangkan delik yang dikualifisir adalah delik biasa yang ditambah dengan unsur-unsur lain yang memperberat ancaman pidananya yang oleh Moeljatno tambahan unsur-unsur tersebutkan antara lain:

a. Unsur yang khas dalam melakukan delik biasa, misalnya pencurian dengan jalan membongkar rumah atau dilakukan dengan beberapa orang (pasal 363 KUHP)

b. Bersamaan dengan peristiwa lain, misalnya pencurian pada waktu terjadi kecelakaan, atau kebakaran.

c. Dilakukan pada waktu tertentu, misalnya pencurian di malam hari. 4. Delik menerus dan Tidak menerus

37

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta, Storia Grafika, 2002), cet ke III, h. 237

Dalam delik menerus, ialah perbuatan yang dilarang minimbulkan keadaan yang berlangsung terus, misalnya (Pasal 221 KUHP) tentang orang yang sengaja menyembunyikan orang yang telah melakukan kejahatan. Walaupun orang yang menyembunyikan sudah ditangkap, tetapi perbuatan yang dilarang masih dapat berlangsung terus, selama waktu persembunyiannya tersebut.

Delik tidak menerus artinya perbuatan yang dilarang telah selesai atau habis pada saat pelaku sudah tidak melakukan perbuatan lagi, misalnya pencurian. Pencurian akan berhenti bila si pencuri sudah ditangkap dan tidak melakukan perbuatan lagi.

Agak sedikit berbeda dengan Moeljatno, Rubai membedakan dan memberikan tambahan lain mengenai jenis-jenis tindak pidana adalah sebagi berikut38:

1. Tindak pidana formil dan Tindak pidana materil

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya lebih dititik beratkan kepada larangan terhadap perbuatannya. Contohnya (pasal 263 KUHP) tentang perbuatan memalsukan surat.

38

Anny Isfandyari dan Fachrizal Afandi, Tanggungjawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku ke II, h. 37

Sedangkan tindak pidana materil adalah tindak pidana yang perumusannya lebih dititik beratkan kepada akibat yang dilarang. Misalnya (pasal 359 KUHP) yang menitik beratkan kepada terjadinya kematian sebagai akibat kekhilafan atau kelalaian dan kealpaan.

2. Tindak pidana aduan dan Tindak pidana bukan aduan

Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari korban, atau dengan perkataan lain, dasar penuntutan dari tindak pidana adalah pengaduan korban. Tindak pidana aduan terbagi menjadi dua yaitu:

Tindak pidana aduan bersifat absolut, adalah pengaduan korban merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi agar tindak pidana ini dapat dilakukan penuntutan, misalnya perzinahan (pasal 284 KUHP). Tindak pidana aduan yang bersifat relatif, yang artinya tindak pidana yang sebenarnya termasuk di dalam tindak pidana bukan aduan, karena adanya hubungan khusus antara pelaku dengan korban, misalnya pencurian di kalangan keluarga (pasal 367 KUHP).

Sedangkan tindak pidana bukan aduan adalah semua tindak pidana yang penuntutannya tidak perlu adanya pengaduan dari korban yang dirugikan seperti dalam tindak pidana pembunuhan, terorisme, dan lain-lain.

Dalam hukum pidana Islam tindak pidana (jarimah) dapat berbeda penggolongannya, sesuai dengan sudut tinjauannya39:

1. Dilihat dari segi berat ringannya hukuman, jarimah dibadi menjadi tiga yaitu: jarimah hudud (دوﺪ ﺔ ﺮ ), jarimah qishas diyat (ﺔ دوأصﺎ ﺔ ﺮ ), dan jarimah ta’zir (ﺮ ﺰ ﺔ ﺮ ).

2. Dilihat dari segi niat si pembuat, jarimah dibagi dua yaitu: jarimah sengaja dan jarimah tidak sengaja.

3. Dilihat dari segi cara mengerjakannya, jarimah dibagi menjadi jarimah positif dan jarimah negatif.

4. Dilihat dari segi orang yang menjadi korban (yang terkena) akibat perbuatan, jarimah dibagi menjadi jarimah perseorangan dan jarimah masyarakat.

5. Dilihat dari segi tabiatnya yang khusus, jarimah dibagi menjadi jarimah biasa dan jarimah politik.

Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Audah, tindak pidana dapat diklasifikasikan dalam beberapa macam kriteria tertentu:

Tindak pidana (jarimah) jika dilihat dari segi berat ringannya hukuman terbagi menjadi40:

1. Kejahatan hudud, (دوﺪ ا ﺋاﺮ )

Kejahatan hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Adapun pengertian hukuman Had sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qadir ‘Audah, adalah:

39

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, h. 7

40

ﺪ او

ﻰ ﺎ ﷲﺎ ةرﺪ اﺔ ﻮ اﻮه

“Hukuman Had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara dan merupakan hak Allah SWT”

meliputi tujuh macam jarimah, ialah jarimah perzinahan, menuduh zina (Qadzaf), menkonsumsi khamar, pencurian, perampokan, murtad, dan pemberontakan.

2. Kejahatan qishas dan diyat (ﺔ ﺪ اوصﺎ ا ﺋاﺮ )

Kejahatan qishas diyat adalah perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman qishas atau hukuman diyat. Dan tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan, dengan pengertian bahwa si korban atau ahli warisnya dapat memaafkan si pelaku kejahatan. Bila dimaafkan, maka hukumannya menjadi terhapus. Jarimah ini terdiri dari lima macam, yaitu:

1. pembunuhan sengaja

2. pembunuhan menyerupai sengaja 3. pembunuhan karena kesalahan 4. penganiayaan sengaja

5. penganiayaan tidak sengaja41

3. Kejahatan Ta’zir, )(ﺮ ﺰ ا ﺋاﺮ

41

Sedangkan dalam kejahatan ta’zir ialah tindak pidana yang tidak tergolong ke dalam dua jenis kejahatan di atas. Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian42:

a) Jarimah hudud atau qishas diyat yang terdapat unsur syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat, misalnya percobaan pembunuhan, percobaan pencurian di kalangan keluarga. b) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh nash Al-Qur’an dan Hadits,

namun tidak ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, dan menghina agama.

c) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umum, dalam hal ini ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.

Dilihat dari sisi maksud atau tujuan pelaku tindak pidana (jarimah) dibagi ke dalam:

1. Tindak pidana sengaja/ delik dolus, (ﺔ ﺪ ﺋاﺮ )

Ialah tindakan atau perbuatan seseorang dengan sengaja untuk melakukan perbuatan yang dilarang, seperti pembunuhan yang direncanakan sebelumnya.

2. Tindak pidana tidak sengaja atau karena kesalahan (delik culpa), ﺋاﺮ ) ﺔ ﺪ ﺮ

(

42

Ahmad Djazuli, Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, (Jakarta, Rajawali Pers, 2000), h. 13

Jika si pelaku dengan sengaja atau tidak sengaja berbuat sesuatau dengan tidak menghendaki akibat-akibat perbuatannya atau karena kurang hati-hati, contohnya penganiayaan yang membawa kematian.

Ditinjau dari sisi mengerjakannya, suatu tindak pidana (jarimah) tergolong ke dalam:

1. Kejahatan positif atau Delict commissionis, )(ﺔ ﺎ ﻹاﺔ ﺮ

Yaitu kejahatan dengan melanggar larangan yang berupa perbuatan aktif, contohnya seperti mencuri, merampok, membunuh, dan lainnya. 2. Kejahatan negative atau Delict ommissionis, )(ﺔ اﺔ ﺮ

Adalah kejahatan yang melanggar perintah, seperti tidak melaksanakan amanah, tidak membayar zakat bagi orang-orang yang telah wajib membayarnya dan lainnya.

3. Omisi tidak murni, (ﺎ ﺮﻄ ﺔ ﺎ ﻹاﺔ ﺮ )

Contoh dari kejahatan omisi tidak murni ialah seperti seorang ibu yang tidak memberikan air susu pada anaknya dengan maksud untuk membunuhnya.

Dan tindak pidana (jarimah) jika dilihat dari aspek kerugian (korban) akibat jarimah tersebut, terbagi menjadi:

Adalah suatu jarimah dimana hukuman dijatuhkan untuk menjaga kepentingan masyarakat dan keamanannya, menurut para fuqaha penjatuhan hukuman atas perbuatan tersebut menjadi hak Allah.

2. Jarimah perseorangan, (داﺮ ﻷاﺪﺿﺔ ﺮ )

Suatu jarimah yang mana penjatuhan hukumannya untuk melindungi kepentingan individu, contohnya pada jarimah diyat seperti hutang dan gadai. Pemaafan dari korban dapat memringankan hukuman bahkan menghapus hukuman-hukuman pokok akan tetapi tidak berarti ia bebas dan tetap dikenakan ta’zir43.

Akan tetapi Ibn Rusyd memberikan penjelasan lain mengenai pembagian tindak pidana (jarimah). Menurutnya ada lima kejahatan yang dikenai hukuman tertentu dari syara’, yaitu44:

a) Kejahatan atas badan, jiwa, adan anggota-anggota badan, yaitu yang disebut pembunuhan (al-qatl) dan pelukaan (al-jarh).

b) Kejahatan kelamin, yaitu yang disebut zina dan pelacuran (sifah).

c) Kejahatan atas harta, seperti perampokan (hirabah), pencurian (sariqah), perampasan (ghashb), dan lainya.

d) Kejahatan atas kehormatan, seperti contohnya tuduhan melakukan zina (qadzaf).

Kejahatan berupa pelanggaran dengan membolehkan makanan dan minuman yang diharamkan oleh syara’. Hanya saja dalam syariat Islam yang

43

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, h. 9

44

dikenal dari kejahatan tersebut hanya minuman keras saja, yang hukumannya telah disepakati sepeninggalnya pembawa syari’at, Muhammad SAW.