• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.6. Pembagian wilayah administrasi

Kecamatan Klojen : 11 Kelurahan, 89 RW, 676 RT.

Kecamatan Blimbing : 11 Kelurahan, 120 RW, 834 RT.

Kecamatan Kedungkandang : 12 Kelurahan, 102 RW, 764 RT.

Kecamatan Sukun : 11 Kelurahan, 79 RW, 692 RT

Kecamatan Lowokwaru : 12 Kelurahan, 115 RW, 683 RT

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data-data serta perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata, Jumlah Wisatawan, Investasi Sarana Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata dan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara.

4.2.1. Perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di Kota Malang

Perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di Kota malang dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.1. Perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Pendapatan Daerah Sektor

Pariwisata ( Rp ribu ) Perkembangan ( % ) 1999 15.875.500 - 2000 17.853.000 12,45 2001 16.275.000 - 8,83 2002 18.653.300 14,61 2003 20.175.000 8,15 2004 23.350.000 15,73 2005 25.461.800 9,04 2006 32.768.700 28,69 2007 63.238.732 92,98 2008 58.021.900 - 8,24

Sumber : Dinas Pariwisata Kota Malang ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata selama 10 tahun (1999-2008) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata adalah pada tahun 2007 sebesar 92,98 % dengan nilai Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata sebesar Rp.63.238.732 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp. 32.768.700 ribu hal ini dikarenakan adanya acara yang sengaja diselenggarakan pemerintah Kota Malang dengan tujuan menambah daya tarik wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara seperti Malang Tempo Dulu, Pentas seni yang melibatkan band – band ibukota dan perkembangan terendah adalah pada

tahun 2001 sebesar -8,83 %. dengan nilai Pendapatan Daerah Sektor

Pariwisata sebesar Rp. 16.275.000 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp. 17.853.000 ribu hal ini disebabkan tidak stabilnya ekonomi dan

keamanan dimana pada tahun itu harga BBM naik dan banyak sekali demo, yang mengakibatkan jumlah wisatawan yang berkunjung semakin sedikit.

4.2.2. Perkembangan Jumlah Wisatawan di Kota Malang

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Jumlah Wisatawan di Kota Malang setiap tahunnya mengalami kenaikan yang tidak tentu besarnya. Tetapi hanya pada tahun 2006 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1999 sampai 2008, Perkembangan terbesar Jumlah Wisatawan pada tahun 2007 sebesar 114,53 % dan terendah sebesar -1,07 % terjadi pada tahun 2006, Jumlah Wisatawan terbesar pada tahun 2008 sebesar 239.907 jiwa. dan Jumlah Wisatawan yang terendah yaitu pada tahun 1999sebesar 59.650 jiwa.

Tabel.2. Perkembangan Jumlah Wisatawan di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Jumlah Wisatawan

(jiwa) Perkembangan ( % ) 1999 59.650 - 2000 61.987 3,91 2001 62.685 1,12 2002 64.975 3,65 2003 65.765 1,21 2004 66.032 0,40 2005 73.166 10,80 2006 72.383 - 1,07 2007 155.284 114,53 2008 239.907 54,49

4.2.3. Perkembangan Investasi Sarana Pariwisata di Kota Malang

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Investasi Sarana Pariwisata di Kota Malang setiap tahunnya mengalami kenaikan yang tidak tentu besarnya hanya pada tahun 2008 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1999 sampai 2008, Perkembangan terbesar Investasi Sarana Pariwisata pada tahun 2003 sebesar 23,17 % dengan nilai Investasi Sarana Pariwisata sebesar Rp. 7.750.180 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp.6.291.823 ribu dan terendah sebesar -0,29 % terjadi pada tahun 2008, dengan nilai Investasi Sarana Pariwisata sebesar Rp. 10.321.818 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp. 10.352.232 ribu.

Tabel.3. Perkembangan Investasi Sarana Pariwisata di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Investasi Sarana Pariwisata

(Rp ribu) Perkembangan ( % ) 1999 4.853.576 - 2000 5.336.273 9,94 2001 6.281.761 17,71 2002 6.291.823 0,16 2003 7.750.180 23,17 2004 8.754.056 12,95 2005 8.952.166 2,26 2006 9.721.814 8,59 2007 10.352.232 6,48 2008 10.321.818 - 0,29

4.2.4 Perkembangan Usaha Jasa Pariwisata di Kota Malang

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa pekembangan Usaha Jasa Pariwisata di kota Malang selama 10 tahun ( 1999-2008 ) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi selama periode penelitian adalah pada tahun 2007 sebesar 32,94 % dengan nilai Usaha Jasa Pariwisata sebesar Rp.8.375.420 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp.6.299.810 ribu. Sedangkan perkembangan terendah adalah pada tahun 2008 sebesar -1,27 %.

Tabel.4. Perkembangan Usaha Jasa Pariwisata di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Usaha Jasa Pariwisata

( Rp ribu ) Perkembangan ( % ) 1999 3.689.520 - 2000 4.047.780 9,71 2001 4.406.430 8,86 2002 4.664.740 5,86 2003 5.032.740 7,88 2004 5.170.340 2,73 2005 5.763.050 11,46 2006 6.299.810 9,31 2007 8.375.420 32,94 2008 8.268.520 - 1,27

Sumber : Dinas Pariwisata Kota Malang ( diolah )

4.2.5 Perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Kota Malang

Perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Kota Malang dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.5. Perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Rata – rata Lama

Tinggal Wisatawan Mancanegara ( Hari ) Perkembangan ( % ) 1999 1,21 - 2000 1,21 0,00 2001 1,35 0,14 2002 1,32 - 0,03 2003 1,25 - 0,07 2004 1,21 - 0,04 2005 1,25 0,04 2006 1,27 0,02 2007 1,32 0,05 2008 1,35 0,03

Sumber : Dinas Pariwisata Kota Malang ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di kota Malang selama 10 tahun (1999-2008) cenderung mengalami fluktuatif. Perkembangan tertinggi Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara adalah pada tahun 2001 sebesar 0,14 % dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2003 sebesar -0,07 %. Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara tertinggi terjadi pada tahun 2001 dan 2008 sebesar 1,35 hari dan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara terendah pada tahun 1999,2000,dan 2004 sebesar 1,21 hari.

4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (BLUE / Best Linier Unbiased Estimator).

Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE (Best Linier

Unbiased Estimator) atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan. Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan terjadinya kasus-kasus sebagai berikut :

1. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross-sectional)” (Gujarati, 1995:201). Untuk mengujji variabel-variabel yang diteliti apakah terjadi autokorelasi atau tidak dapat digunakan uji Durbin Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung dengan nilai Durbin Watson (dL dan du) dalam tabel. Distribusi penetuan keputusan dimulai dari 0 (nol) sampai 4 (empat). Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4-dL), maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi. 2. Jika d teletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima

3. Jika nilai d terletak antara dL dan dU atau antara (4-dL) dan (4-dU) maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi di antara faktor-faktor penganggu.

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel bebas adalah 4 (k=4) dan banyaknya data adalah (n=10) sehingga diperoleh nilai DW tabel adalah sebesar dL = 0,376 dan dU = 2,414

Gambar 5. Kurva Statistik Durbin Watson

Daerah Daerah Daerah Daerah

Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian

Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho

0 dL= 0,376 dU = 2,414 (4-dU) = 1,586 (4-dL) = 3,624 d 3,092

Sumber : Lampiran 2 dan Lampiran 8

Berdasarkan hasil analisis, maka dalam model regresi ini tidak terjadi gejala autokorelasi karena nilai DW tes yang diperoleh adalah sebesar 3,092 berada pada daerah antara dL dan dU yang berarti berada dalam daerah tidak terjadi autokorelasi.

2. Multikolinier

Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang “sempurna” atau pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi.

Dari dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu adanya pembuktian secara statistik ada atau tidaknya gejala

multikolinier dengan cara menghitung Variance Inflation Factor

(VIF). VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila VIF lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier.

Adapun hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian analisis regresi linier berganda diketahui bahwa dari keempat variabel yang dianalisis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6 : Tes Multikolinier

TOLERANCE VIF Ketentuan KETERANGAN

0,157 6,374 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier

0,522 1,887 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier

0,237 4,205 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier

0,603 1,657 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier

3. Heterokedastisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas (X). Hal ini bisa diidentifikasikan dengan menghitung korelasi rank spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Pembuktian adanya heterokedastisitas dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi

Residual Simpangan

Baku

Spearman's rho Residual Simpangan Baku Koefisien Korelasi 1000

Sig. (2-tailed)

N 10

Jumlah Wisatawan Koefisien Korelasi -.079

(X1) Sig. (2-tailed) .829

N 10

Investasi Sarana (X2) Koefisien Korelasi .018

Sig. (2-tailed) .960

N 10

Usaha Jasa Pariwisata(X3) Koefisien Korelasi .018

Sig. (2-tailed) .960

N 10

Rata–rata Lama Tinggal

Wisatawan Mancanegara (X4) Koefisien Korelasi .056 Sig. (2-tailed) .878 N 10 Sumber : Lampiran 5.

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh tingkat signifikansi koefisien korelasi rank spearman untuk variabel bebas X1 sebesar 0,829; X2 sebesar 0,960; X3 sebesar 0,960 dan X4 sebesar 0,878

terhadap residual lebih besar dari 0,05 (tidak signifikan) sehingga tidak mempunyai korelasi yang berarti antara nilai residual dengan variabel yang menjelaskan. Jadi dapat disimpulkan persamaan tersebut tidak terjadi heterokedastisitas.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diatas dapat disimpulkan bahwa pada model penelitian ini tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik.

4.3.1 Analisis Dan Pengujian Hipotesis

Dalam analisis ini digunakan analisis regresi linier berganda dan untuk mengolah data yang ada digunakan alat bantu komputer dengan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 13.0.

Tabel 8: Hubungan Regresi Antar Variabel Bebas Dengan Variabel Terikat Pada Penerapan Model Linier

Variabel Koefisien Regresi

Jumlah Wisatawan (X1) 7,320

Investasi Sarana Pariwisata (X2) 4,888

Usaha Jasa Pariwisata (X3) 16,835

Rata - rata Lama Tinggal Wisman

(X4) -38.468.489

Variabel terikat : Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata R = 0,995

R² = 0,991

Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

Y = 23.482.491,5 + 7,320 X1 + 4,888 X2 + 16,835 X3 - 38.468.489 X4 Berdasarkan persamaan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan melalui penjelasan sebagai berikut:

βo = nilai konstanta sebesar 23.482.491,5 menunjukkan bahwa

apabila faktor Jumlah Wisatawan (X1), Investasi Sarana

Pariwisata (X2), Usaha Jasa Pariwisata (X3),dan Rata-rata

Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara (X4) konstan maka

Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata sebesar Rp.23.482.491,5.

β1 = 7,320. menunjukkan bahwa faktor Jumlah Wisatawan (X1) berpengaruh positif, dapat diartikan apabila Jumlah Wisatawan mengalami kenaikan satu jiwa maka Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata akan mengalami peningkatan sebesar Rp.7,320 juta.

β2 = 4,888 menunjukkan bahwa faktor Investasi Sarana Pariwisata (X2) berpengaruh positif, dapat diartikan apabila ada kenaikan Investasi Sarana Pariwisata Rp 1 juta maka Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata akan mengalami peningkatan sebesar Rp.4,888 juta.

β3 = 16,835 menunjukkan bahwa faktor Usaha Jasa Pariwisata (X3) berpengaruh positif, dapat di artikan apabila ada kenaikan

Usaha Jasa Pariwisata Rp 1 juta maka Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata akan mengalami kenaikan sebesar Rp.16,835 juta

β4 = -38.468.489 menunjukkan bahwa faktor Rata – rata Lama

Tinggal Wisatawan (X4) berpengaruh negatif, dapat di artikan apabila Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan, meningkat satu hari maka Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata akan mengalami penurunan sebesar Rp.38.468.489.

R² = Koefisien diterminasi sebesar 0,991, artinya bahwa variable bebas mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 99,1%, sedangkan sisanya sebesar 0,9 % ( diperoleh dari 100 % - 99,1 % ) dijelaskan factor lain yang tidak tampak pada model atau galatnya

Dokumen terkait