• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasaan

5.2.1. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2010), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Dalam penelitian ini, tingkat pengetahuan responden tentang kejang demam diukur dengan menggunakan kuesioner.

Pada penelitian ini, pengetahuan mengenai kejang demam meliputi pengetahuan umum, penyebab, gejala klinis, faktor risiko, managemen dan komplikasi. Bagi mengukur tingkat pengetahuan ibu mengenai kejang demam, terdapat 15 pertanyaan yang ditanyakan melalui kuesioner sebagai alat pengukur oleh peneliti. Dari hasil penelitian yang dijalankan, terdapat bahwa tingkat

pengetahuan ibu berada pada kategori baik yaitu 45 %, kategori cukup sebanyak 37% dan 18 % pada kategori kurang.Secara umum, pengetahuan baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber informasi dan faktor pendidikan serta faktor lingkungan. Dalam penelitian ini, kebanyakan ibu mendapatkan informasi baik dari lingkungan tenaga kesehatan, dari teman dan keluarga maupun media cetak. Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, dimana dalam hasil penelitian ini, kebanyakan ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pohan (2010), dari Universitas Sumantera Utara,tingkat pengetahuan ibu mengenai kejang demam di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung sebagian besar termasuk dalam kategori baik dengan persentase sebesar 90% dan sisanya tergolong dalam kategori sedang 10%.

Secara keseluruhannya, pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari pendidikan, usia dan pekerjaan manakala faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan sosial budaya. Berdasarkan hasil penelitian saya, salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu adalah usia dan tingkat pendidikan. Dari hasil penelitian ini, kelompok ibu yang berusia 30-34 tahun dan 35-39 tahun, memiliki pengetahuan yang baik. Menurut Huclock, semakin cukup umur seseorang, semakin meningkat tingkat kemampuan dan kematangannya dalam berpikir dan bekerja (Wawan dan Dewi, 2011). Namun, seseorang yang berumur lebih tua tidak mutlak akan memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang lebih muda lagi. Pengetahuan ibu berpendidikian tinggi lebih baik dibanding dengan ibu yang berpendidikan rendah. Sebesar 28 orang (60.9%) dari responden yang berpendidikan tinggi mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini disebabkan, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2011).

Dalam kuesioner, pada pertanyaan nomor 1 yaitu mengenai anak akan menggigil semasa mengalami demam, kebanyakan responden menjawab benar yaitu sebesar 62 orang (62.0%). Pertanyaan ini ditanyakan supaya ibu mengetahui bahwa demam tinggi dapat menyebabkan anak menggigil sekaligus dapat terjadi

kejang demam. Menurut Pujiarto, 2008, telah menyatakan bahwa pada fase pelepasan sitokin proinflamasi, anak akan menggigil sampai suhu tubuh meningkat. Pada pertanyaan nomor 2 ditanyakan bahwa kejang demam hanya terjadi kepada bayi dan balita, sebanyak 28 orang saja menjawab benar dan yang selainnya menjawab tidak benar yaitu 58 orang (58.0%). Pada jurnal yang ditulis oleh Farrell et al., 2011, telah menyatakan bahwa kejang demam merupakan suatu penyakit yang biasanya terjadi pada anak berusia 3 bulan hingga 6 tahun. Pada pertanyaan ini, kebanyakan responden tidak mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak. Pertanyaan nomor 1 dan 2 ini dibuat sekadar hanya untuk memberikan pengenalan pada kasus yang telah dibahas dalam penelitian ini kepada ibu sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Secara umumnya, pengetahuan ibu mengenai pengetahuan umum tentang kejang demam adalah cukup.

Seterusnya pada pertanyaan 3 yang mengenai penyebab kejang demam, paling banyak responden menjawab benar yaitu 75 orang (75.0%). Menurut Irdawati, 2009, telah menyatakan bahwa infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, otitis media dan pneumonia dapat menyebabkan demam dan menimbulkan kejadian kejang demam pada anak. Pada pertanyaan ini, kebanyakan ibu tahu bahwa infeksi dapat menyebabkan kejang demam pada anak. Pertanyaan nomor 4 dan 5 dipertanyakan persoalan mengenai gejala klinis kejang demam pada anak. Sebanyak 72 orang (72.0%) dan 68 orang (68.0%) menjawab benar pada pertanyaan 4 dan 5. Menurut Sonja Lyons, 2013, menyatakan bahwa semasa anak kejang demam akan mengalami penurunan kesadaran dan begitu juga menurut Gunawan, 2012, kejang berulang lebih dari satu kali dalam periode demam saat kejang demam pertama.

Pertanyaan nomor 6 dan 7 adalah mengenai faktor risiko terjadinya kejang demam. Terdapat sebesar 20 orang (20.0%) menjawab benar pada pertanyaan nomor 6 namun kebanyakannya menjawab tidak benar yaitu sebanyak 56 orang (56.0%). Dari hasil penelitian yang saya telah lakukan, dapat dilihat bahwa kebanyakan ibu tidak mengetahui bahwa riwayat keluarga merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Faudi et

al., 2010, anak dengan riwayat kejang keluarga terdekat mempunyai risiko untuk menderita kejang demam 4,5 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki riwayat keluarga. Sebanyak 54 orang (54.0%) menjawab benar daripada responden yang menjawab tidak benar yaitu 32 orang (32.0%) pada pertanyaan nomor 7.Anak usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko 4,43 kali lebih besar dibanding anak yang lebih dari dua tahun menurut penelitian yang dilakukan oleh Amalia et al., 2013. Secara umumnya, pengetahuan ibu mengenai faktor risiko kejang demam adalah cukup.

Pertanyaan nomor 8 hingga 14 mengenai penanganan kejang demam, pengetahuan responden pada pertanyaan ini adalah cukup. Pada pertanyaan nomor 8, sebanyak 32 orang (32.0%) telah menjawab benar pada pertanyaan nomor 8 tetapi kebanyakan ibu yang menjawab tidak tahu yaitu sebanyak 40 orang (40.0%). Dengan ini, didapati bahwa kebanyakan ibu tidak mengetahui cara memposisikan kepala anak secara miring semasa mengalami kejang demam. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ling, 2000, yaitu dari 53 orangtua, hanya 17 (29.3%) orangtua memposisikan kepala anak sacara miring selama kejang demam. Menurut Copovilla et al., 2009, anak yang mengalami kejang demam, posisi kepalanya harus dimiring supaya tidak terjadi aspirasi lambung pada anak. Seterusnya, pada pertanyaan nomor 9, sebesar 63 orang (63.0%) menjawab benar pada pertanyaan nomor 9. Anak yang mengalami kejang demam harus dibaringkan pada tempat yang lapang seperti yang dinyatakan oleh Ngastiyah, 2005. Pada pertanyaan nomor 10, sebanyak 46 orang (46.0%) menjawab benar. Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NIH), 2014, menyatakan bahwa selama anak kejang demam tidak harus menahan tangan dan kakinya. Hal ini disebabkan, tindakan ini dapat menyebabkan tulang anak patah (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).

Pada pertanyaan nomor 11, kebanyakan ibu menjawab tidak benar yaitu 61 orang (61.0%) namun yang menjawab benar adalah sejumlah 24 orang (24.0%) saja. Hal ini disebabkan, kebanyakan ibu tidak mengetahui bahwa tidak harus memasukkan sesuatu benda ke dalam mulut ketika anak kejang demam. Dari penelitian yang dilakukan oleh Oche, 2013, didapatkan bahwa sebanyak 74%

orangtua telah mencoba membuka dan memasukkan sendok ke dalam mulut anak sebagai salah satu cara untuk mencegah anak dari menggigit lidahnya. MenurutMahmood et al., 2011, sewaktu anak kejang demam tidak harus memasukkan sesuatu benda ke dalam mulut anak. Hal ini disebabkan, benda yang dimasukkan ke dalam mulut dapat menyebabkan luka dan sumbatan jalan napas anak (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014). Seterusnya, dari tabel 5.3, didapati pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pertanyaan nomor 12, yaitu sebanyak 87 orang (87.0%), dimana anak yang kejang demam perlu segera dibawa ke rumah sakit. Kebanyakan ibu mengambil tindakan segera dengan membawa anak mereka ke rumah sakit semasa mengalami kejang demam. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kayserili, 2008, sebanyak 78.1% orangtua segera membawa anak mereka ke rumah sakit daripada melakukan penanganan di rumah. Dalam Konsensus Penatalaksanaan Kejang demam, telah dinyatakan bahwa anak yang mengalami kejang demam yang berlangsung 5 menit atau lebih harus dibawa ke rumah sakit atau ke dokter.

Pada pertanyaan nomor 13 sebanyak 71 orang (71.0%) menjawab benar dan sebesar 85 orang (85.0%) menjawab benar pada pertanyaan 14. Menurut Capovilla et al., anak harus diberikan diazepam 0,5mg/kg secara rektal jika kejang demam masih berlanjutan lebih dari 2-3 menit. Menurut Siqueira, 2010, terapi antipiretik tidak dapat mencegah kekambuhan kejang demam namun dapat mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Akhirnya, pada soal mengenai komplikasi kejang demam yaitu pertanyaan nomor 15, sebesar 47 orang (47.0%) menjawab dengan benar. Risiko terjadinya epilepsi pada pasien yang memiliki kejang demam pada pertama kali adalah antara 70% dan 85% menurut Farrell, 2011.

Informasi yang diperoleh dapat memberikan pengaruh sehingga menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Antara sumber informasi yang digunakan dalam penelitian saya adalah media cetak, media elektronik, tenaga kesehatan, teman dan keluarga serta lain-lain sumber seperti pengalaman sendiri. Dalam penelitian ini, kebanyakan ibu yaitu sejumlah 35 orang (35.0%) telah mendapatkan sumber informasi tentang kejang demam dari tenaga

kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hazaveh, 2011, dimana kebanyakan ibu mendapatkan informasi mengenai kejang demam daripada dokter (32.0%) dan perawat (15.0%).

Dokumen terkait