• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, total responden adalah 330 orang anak usia 3-5 tahun dari sekolah PAUD, TK di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang. Jumlah anak laki-laki 163 orang (49,4%) dan perempuan 167 orang (50,6%). Berdasarkan usia, usia 3 tahun 101 orang (30,7%), usia 4 tahun 114 orang (34,5%), usia 5 tahun 115 (34,8%) (Tabel 2).

Rerata pengalaman karies anak pada kelompok I (deft 1-5, tanpa pufa) sebesar 3,54. Kelompok II (deft > 5, tanpa pufa) sebesar 8,30. Kelompok III yang memiliki pufa sebesar 8,67. Decay mendominasi status deft pada penelitian ini, sedangkan filling pada kelompok I adalah 0,28, kelompok II, 0,25, dan kelompok III adalah 0,08. Data ini sesuai dengan penelitian Baginska J yang menunjukkan tingkat filling berkisar antara 0,12 hingga 0,01 dimana disimpulkan semakin tinggi gigi yang ada filling, semakin rendah resiko terjadinya karies.23 Tingkat kesadaran untuk mencari perawatan masih rendah. Tingginya gigi yang karies pada sampel penelitian ini dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti, orang tua yang kurang memerhatikan kesehatan gigi anak meliputi menyikat gigi dan diet anak. Peran orang tua dalam menjaga kesehatan gigi anak usia 3-5 tahun sangat penting karena anak pada usia ini tidak menjaga kebersihan mulutnya secara efektif. Orang tua harus membantu anak dan mengawasi anak ketika menyikat gigi agar prosedur yang dilakukan adalah benar.

Rerata skor pufa pada penelitian ini adalah 3,94. Data hasil penelitian ini menunujukkan skor p (karies melibatkan pulpa) merupakan status yang paling dominan diantara indeks pufa. Hal ini sesuai dengan penelitian Baginska J yang menunjukkan status karies melibatkan pulpa mendominasi sebesar 95,6% dari keseluruhan status pufa.23 Penyebab banyaknya karies gigi yang sampai ke pulpa karena orang tua mengabaikan karies dini pada anak, tidak membawa anak ke dokter gigi dan tidak melakukan perawatan. Hasil penelitian Kawashita et al. menunjukkan kesadaran orang tua untuk memeriksakan gigi anaknya ke dokter gigi minimal enam bulan sekali masih

kurang dan sebagian anak tidak mengetahui frekuensi menyikat gigi. Memeriksakan gigi anak secara rutin dan menjaga kebersihan mulut sangat penting untuk mencegah terjadinya karies gigi.7 Rerata abses pada penelitian ini sebesar 0,02, walaupun tidak sebesar nilai p bukan berarti tidak memengaruhi indeks massa tubuh. Hal ini disebabkan abses dapat menimbulkan rasa sakit yang sakit berpengaruh terhadap perilaku anak dalam memilih makanan, perilaku sosial yang lebih pendiam, dan masalah pada kehadiran ke sekolah.23

Penelitian ini menunjukkan seorang anak memiliki rerata skor pufa 3,94, disimpulkan sebagian besar anak memiliki karies yang melibatkan pulpa sebanyak 4 gigi meskipun usia anak baru berkisar 3-5 tahun. Diperlukan usaha pencegahan seperti penambalan gigi yang mengalami karies sebelum melibatkan pulpa, sehingga perlu disosialisasikan kepada orang tua.

Pada penelitian ini secara subtansi terdapat perbedaan indeks massa tubuh antara kelompok anak dengan pufa dan tanpa pufa. Anak memiliki pufa mempunyai indeks massa tubuh dibawah normal paling banyak yang sebesar 20%, kemudian diikuti oleh kelompok II (deft > 5 tanpa pufa) sebesar 16,4% dan kelompok I (deft 1-5 tanpa pufa) sebanyak 14,6% (Tabel 4). Perbedaan indeks massa tubuh antara kelompok pufa dan kelompok tanpa pufa secara statistik tidak bermakna, (p= 0,088). Tidak adanya perbedaan yang bermakna pada kelompok II (deft > 5, tanpa pufa) kemungkinan karena anak memiliki karies yang cukup tinggi dengan rerata 8,30 1,85, sedangkan pada anak kelompok pufa memiliki rerata pengalaman karies yang hampir sama yaitu sebesar 8,67 3,54. Anak pada kelompok II ini mungkin memiliki karies dentin yang banyak sehingga menyebabkan rasa sakit pada gigi dan akhirnya memengaruhi indeks massa tubuh anak.

Penelitian ini didukung oleh penelitian Chen et al. (cit. Asrianti dan Bahar) yang menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara dmf anak usia 3-5 tahun dengan indeks massa tubuh.7 Begitu juga dengan penelitian Susi et al. ditemukan tidak ada hubungan bermakna antara karies dengan indeks massa tubuh. Penjelasan yang memungkinkan adalah pengambilan sampel yang tidak memerhatikan keseimbangan status sosial ekonomi pada sampel sehingga memengaruhi hasil penelitian.16 Sebaliknya

pada penelitian George et al. ditemukan hubungan antara karies dengan indeks massa tubuh anak, dimana beliau menyatakan bahwa anak yang kesehatan giginya tidak terawat, berat badannya 1 kg lebih rendah dari anak yang kesehatan giginya baik.24

Pada penelitian ini, pada kelompok pufa menunjukkan ada korelasi antara rerata indeks massa tubuh dengan rerata skor pufa dengan koefisien yang sedang yaitu -0,429 (p=0,001). Korelasi negatif memberikan gambaran bahwa semakin tinggi skor pufa seorang individu, semakin rendah indeks massa tubuh individu tersebut (Tabel 5). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Filipina oleh Benzian et al. yaitu jumlah dan persentase indeks massa tubuh dibawah normal lebih banyak terdapat pada kelompok anak yang memiliki karies melibatkan pulpa. Rasa sakit yang timbul akibat karies yang tidak terawat dapat memengaruhi perilaku anak secara menyeluruh, seperti perubahan perilaku anak yang lebih memilih makanan lunak dan mudah dikunyah sehingga mengurangi asupan nutrisi anak.21 Anak yang memiliki banyak karies mencapai pulpa kemungkinan akan menderita sakit gigi dengan waktu yang lebih panjang dibandingkan anak yang memiliki lebih sedikit gigi karies mencapai pulpa, sehingga hal ini akan memengaruhi asupan makanan yang akan memengaruhi indeks massa tubuh anak.Sebaliknya penelitian Gokhale et al. (cit. Asrianti dan Bahar) pada tahun 2010 di India, menemukan bahwa indeks massa tubuh tidak berkorelasi dengan deft.7

Berdasarkan hasil analisis statistik pada penelitian ini, kelompok deft, (p= 0,025) menunjukkan ada korelasi antara rerata indeks massa tubuh dengan rerata skor deft dengan koefisien yang lemah yaitu (-0,151). Korelasi negatif memberikan gambaran bahwa semakin tinggi skor deft seorang individu, semakin rendah indeks massa tubuh individu tersebut (Tabel 5). Hasil ini didukung oleh penelitian Yani RW di Kaliwates Jember menunjukkan semakin tinggi karies gigi pada anak, semakin rendah status nutrisinya.6 Tingginya karies gigi anak pada penelitian ini dapat memengaruhi kesehatan umum, kualitas hidup, pertumbuhan, perkembangan dan pendidikan anak.21 Keadaan gigi dan mulut yang buruk dan tidak terawat akan memengaruhi status gizi. Pilihan makanan seperti makanan dan minuman ringan yang tidak sehat berdampak pada tumbuh kembang anak dan indeks massa tubuh.22

Karies merupakan penyakit multifaktorial, oleh karena itu jenis kelamin merupakan salah satu faktor biologis yang memberi kontribusi dalam berkembangnya proses karies. Pada penelitian ini, rerata skor pufa pada perempuan hampir sama dengan laki-laki. Rerata skor pufa perempuan adalah 3,94 dan laki-laki 3,93, namun jenis kelamin pada penelitian ini, tidak ada hubungan antara anak laki-laki dan perempuan dengan skor pufa (p=0,937) (Tabel 6). Penelitian Wu et al. menunjukkan perbedaan tidak bermakna antara jenis kelamin dengan status karies, rerata skor anak perempuan dan laki-laki hasil yang diperoleh sebesar 2,87 dan 2,96. Hal ini dikarenakan pada penelitian Wu et al. seluruh sampel yang digunakan difokuskan pada pola makan yang tidak baik, sehingga baik anak perempuan maupun laki-laki memiliki status karies yang buruk dan tidak menghasilkan perbedaan yang tidak bermakna menurut hasil uji analisis.25

Pola menjaga kebersihan gigi antara laki-laki dan perempuan pada anak usia 3-5 tahun adalah sama dan tergantung pada orang tua. Berbeda dengan pada saat anak dengan gigi permanen, karies gigi pada laki-laki biasanya lebih tinggi dari perempuan. Hal itu disebabkan karena anak perempuan cenderung lebih cepat mengalami kedewasaan dibandingkan anak laki-laki, dan dewasa ini memicu anak perempuan cenderung lebih cepat memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan rongga mulutnya. Perbedaan ini juga dipengaruhi oleh tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi, anak perempuan cenderung memiliki tingkat kecemasan yang jauh lebih tinggi dari laki-laki yang membuat perempuan lebih berusaha untuk melakukan perawatan ke dokter gigi dan lebih menjaga kebersihan rongga mulutnya untuk menjaga estetis agar tampil cantik.27

Dokumen terkait