• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis menemukan hasil penelitian di Gereja HKBP Salatiga pada jemaat yang mengalami kekerasan di dalam rumah tangga karena beberapa faktor penyebabnya adalah:

1. Suami korban yang selingkuh

Kekerasan di dalam rumah tangga bisa disebabkan oleh perselingkuhan. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Evi Tri Jayathi yang menyatakan perilaku selingkuh yang

52 TH (Korban) pada tanggal 25 Mei 2019.

53

22

dilakukan suami bisa menyebabkan kekerasan di dalam rumah tangga.54 Seharusnya sebagai kepala keluarga suami memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya dan menjaga keharmonisan rumah tangganya. Pada kenyataannya, suami dari jemaat Gereja HKBP Salatiga tidak menjaga keharmonisan keluarganya dan melakukan perbuatan perselingkuhan. Lebih parahnya lagi perselingkuhan dilakukan dengan saudaranya sendiri hingga hamil dan yang kedua melalui media sosial.

2. Suami Tidak Pernah Memberikan Nafkah

Nafkah adalah hak yang di berikan seorang ayah kepada istri dan anak-anaknya. Dari hasil penelitian bahwa sang istri tidak diberi nafkah oleh suaminya malah ditelantarkan. Selain itu sang istrilah yang bekerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga. Hal tersebut sejalan dengan hasil pemikiran oleh Maisah dan Yenti bahwa tidak ada pemberian nafkah dari suami akan mempengaruhi terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga karena keluarga jadi terlantar.55 Suami tidak memberikan nafkah dan ketika sang istri berusaha menasehati suami akan tetapi suami menjadi marah. Seharusnya suami memberikan nafkah pada istri dan anaknya karena itu merupakan kewajiban suami di dalam rumah tangga bahwa sebagai tulang punggung dan mencari nafkah adalah suami.

3. Sikap Suami Yang sering Emosi

Kasus kekerasan rumah tangga yang sering terjadi karena adanya pertengkaran yang disebabkan dari sikap emosi. Hal tersebut juga sejalan dengan pemikiran Sujadmi bahwa kekerasan rumah tangga bisa terjadi akibat faktor emosional yang tidak terkontrol.56 Dengan emosi yang tidak terkontrol terjadi percekcokan antara suami dan istri sering bertengkar bahkan melontarkan kata-kata kasar. Ini karena rasa frustasi suami sehingga melampiaskan atau untuk mengurangi ketegangan dengan memaki dan mencaci istri sehingga emosinya meluap-luap. Tetapi seharusnya suami bisa mengontrol emosi agar tidak marah-marah atau membentak istri, mungkin jika ada pedebatan bisa dibicarakan baik-baik tanpa harus emosi yang berlebihan pada istri.

54 Evi Tri Jayanthi. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Di dalam Rumah Tangga Pada

Survivor yang Ditangani Oleh Lembaga Sahabat Perempuan Magelang. (Yogyakarta : UNY, 2009), 40 55

Maisah dan Yenti. Dampak Psikologis Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota jambi. (Jambi : IAIN Jambi, 2016), 272

56 Sujadmi. Perempuan Dalam Arena Kekerasan Domestik (Studi Dokumen Penyebab Kekerasan Pada Perempuan Dalam Rumah Tangga di Pulau Bangka). (Bangka Belitung : Universitas Bangka Belitung,

23

4. Sikap Suami Yang Selalu Pulang Malam

Faktor penyebab kekerasan di dalam rumah tangga pada penelitian ini juga bisa disebabkan karena sang suami selalu pulang larut malam. Sikap sang suami ini menjadi seakan sudah tidak nyaman lagi dirumah dan menjadikan rumah hanya sebagai tempat singgah saja. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Armansyah bahwa suami yang pulang malam dengan adanya aktivitas diluar rumah yang dibawah kewajaran kadang kala menimbulkan sebuah kecurigaan dari sang istri terhadap suami.57 Seharusnya sang suami menyadari bahwa pulang larut malam tanpa hal yang jelas adalah sesuatu yang salah dalam berkeluarga karena suami bertanggung jawab untuk selalu memperhatikan keadaaan keluarganya.

Penulis juga menemukan beberapa dampak dari kekerasan di dalam rumah tangga pada jemaat di Gereja HKBP Salatiga, sebagai berikut:

1. Keluarga menjadi tidak nyaman

Adanya kekerasan di dalam rumah tangga bisa menghadirkan macam akibat, misalnya adalah keluarga menjadi tidak lengkap. Hal ini sejalan dengan hasil pemikiran Rochmat Wahab bahwa sesuai pemikiran Rochmat setuju bahwa adanya kekerasan fisik dari suami berupa : menampar, menendang, mengancam, perilaku ini sungguh membuat anggota keluarga menjadi trauma dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.58 Dengan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan keutuhan, keluarga bisa terganggu karena ada perasaan takut melihat kekerasan yang telah terjadi sehingga ingin pergi dari rumah.

2. Depresi

Rasa kecewa dan putus asa adalah rasa yang dialami istri dari kekerasan di dalam rumah tangga. Hal ini sejalan dengan hasil pemikiran oleh Emi Sutrisminah59 bahwa Emi setuju, dengan adanya kekerasan di dalam rumah tangga bisa berdampak dengan rasa depresi atau kekerasan psikologis yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Penyebab depresi adalah penghinaan,

57

Armansyah Matondang. Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian dalam perkawinan (Medan : Universitas Medan Area, 2014),145.

58 Rochmat Wahab.Kekerasan Dalam Rumah Tangga.(Yogyakarta: UNY,2004), 4

59

Emi sutrisminah. Dampak Kekerasan Pada Istri Dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan Reproduksi. (Semarang: UNISSULA, 2009),5

24

komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar.

3. Anak Jatuh Dalam Pergaulan Salah

Ketika dalam keluarga mengalami kekerasan anak juga ikut menjadi korbannya. Hal ini sejalan dengan hasil pemikiran oleh Christika Chatarina60, bahwa dalam pemikiran Christika setuju akibat dari kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan sebuah keluarga tidak jarang menempatkan anak menjadi korban karena kurang bisa mengkomunikasikan dengan baik. Hal ini sering terjadi, terutama bila ada perilaku anak yang kurang berkenan untuk orang tua atau anggota keluarga yang lain sehingga anak bisa terjerumus kearah pergaulan yang tidak baik. Anak menjadi kurang mendapat kasih sayang dari orang tua dan anak menjadi kurang terpantau sehingga bisa jatuh dalam pergaulan yang salah seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang. 4. Mendapat Cibiran dari masyarakat

Kejadian kekerasan didalam rumah tangga juga bisa berefek pada masyarakat. Efek yang ditimbulkan dalam masyarakat seperti merasa terkucilkan karena malu kepada orang disekitarnya. Hal ini sesuai pemikiran Isyatul Mardiyanti bahwa kondisi lingkungan masyarakat yang kurang baik maka masalah yang sedang terjadi dalam keluarga bisa tersebar pada masyarakat sekitar dan bisa terjadi gunjingan, cibiran.61 Penulis juga menemukan dalam hasil penelitian peran dan fungsi pastoral yang dilakukan terhadap jemaat gereja HKBP Salatiga, sebagai berikut:

1. Bila seseorang dalam keadaan yang salah dan memerlukan panduan orang lain untuk mengarah kejalan yang benar maka fungsi bimbingan sangat diperlukan. Berhubungan dengan kekerasan di dalam rumah tangga pihak gereja menunggu setelah pihak keluarga menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu. Jika langsung diserahkan kepada pihak gereja ditakutkan korban akan merasa malu. Hal ini sejalan dengan pemikiran Van Beek62 dalam fungsi bimbingan (Guilding) bahwa pastoral turun langsung untuk mendampingi korban, setelah korban memilih/keputusan yang dia tempuh. Dalam menyelesaikan masalah kekerasan di dalam rumah tangga bukanlah hal yang mudah karena saat korban sudah membuat keputusan akan

60

Christika Chatarina.Dampak Psikologis Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.( Semarang: UNIKA, 2018),83.

61 Mardiyanti Isyatul, “Dampak Trauma Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perkembangan Psikis,” Jurnal Studi Gender dan Anak, (Pontianak: IAIN Pontianak, 2010): 4.

62

25

meminta bantuan pastoral, korban akan bercerita akan masalah yang dialaminya pada orang lain ada rasa malu yang mendalam sebab masalah keluarganya diuangkap ke orang lain.

2. Sokongan membantu korban kekerasan di dalam rumah tangga yang sakit atau terluka dari tamparan suami, agar dapat bertahan dalam menjalani hidup. Hal ini sejalan dengan pemikiran Van Beek63 dalam fungsi menguatkan dari pastoral dengan rasa empatinya memberikan waktu lebih untuk korban kekerasan rumah tangga. Sehingga pastoral sudah menjalankan tugasnya dengan baik karena kesedian pastoral penuh dengan empati yang tinggi untuk membuka diri agar korban kekerasan rumah tangga mau menceritakan kejadian-kejadian yang pernah dialaminya.

3. Kekerasan rumah tangga yang dialami oleh seorang istri memberikan bekas yang mendalam sehingga menyebabkan tekanan batin. Perasaan yang tertekan dan tidak terungkap melalui kata-kata bisa berakibat pada tubuh seperti mual, pusing dsb. Dengan adanya pendampingan pastoral korban kekerasan di dalam rumah tangga mencoba mengatakan kisah yang dialaminya dan menenangkan hati korban. Hal ini sejalan dengan pemikiran Van Beek64 dalam fungsi penyembuhan (healing) bahwa dalam pendampingan ini perlu pendekatannya mengajak penderita untuk mengungkapkan perasaan batinnya sebagai sarana penyembuhan.

4. Gereja yang kurang peduli, dengan keadaan korban kekerasan didalam rumah tangga, ketika masalah terjadi barulah secara tiba-tiba gereja datang dan menasihati seperti memberi masukan tanpa mempertemukan antara korban dan suaminya untuk mendamaikan atau memperbaiki hubungan antara korban dan suami. Hal ini tidak sejalan dengan pemikiran Van Beek dalam fungsi memulihkan/memperbaiki hubungan (reconciling) karena gereja tidak melakukan hal tersebut. Gereja hanya memberikan saran sepihak pada korban tanpa memepertemukan dengan suami korban, hal ini perlu mendapat perhatian jangan sampai pendampingan memihak salah satu pihak dan hendaknya menjadi penengah yang bijaksana.

5. Proses bimbingan menjadi tugas pelayan gereja pastoral memberikan motivasi yang dilakukan bersifat nasehat dan arahan. Menangani kasus seperti kekerasan di dalam rumah tangga tidak mudah karena saran yang diberikan belum tentu diterima olah korban akan tetapi tugas utama pastoral harus dijalankan yaitu memberikan nasihat

63

Van Beek, Aart. Pendampingan Pastoral, 13.

64

26

dengan lembut. Hal ini sejalan menurut pemikiran Van Beek65 dalam fungsi memelihara atau mengasuh (nurturing) bahwa proses pastoral ini adalah mengasuh atau mengembangkan potensi-potensi korban. Penderita perlu ditolong untuk tetap berkembang sebagai kekuatan yang dapat diandalkannya untuk melanjutkan hidup. Dalam hal ini disadari oleh pastoral HKBP Salatiga sudah menjalankan tugasnya dengan empati serta semangat lewat doa agar menjadi penguat dari keterpurukan. Mengakhiri hasil dan pembahasan dari penelitian yang peneliti lakukan di HKBP Salatiga, peneliti ingin mengatakan bahwa korban kekerasan di dalam rumah tangga telah mengalami masa yang berat di dalam keluarga dan sering mendapat pembicaraan dalam masyarakat. Mengalami masa berat maksudnya bahwa korban kekerasan di dalam rumah tangga sering mendapat perlakuan tidak baik dari suami sehingga menyebabkan depresi atau tekanan batin. Korban kekerasan di dalam rumah tangga sulit menjalani hidup dilingkugan masyarakat karena akan menadapat cibiran atau gunjingan dari orang sekelilingnya. Para korban harus menerima kenyataan yang telah terjadi. Inilah yang menjadi peran pendampingan pastoral yang harus dilakukan oleh Gereja bagi korban kekerasan di dalam rumah tangga. Gereja harus siagap turun tangan untuk mengatasi masalah seperti ini jangan hanya sibuk mengurus kebutuhan administrasi tanpa memperdulikan jemaatnya yang sedang mengalami masalah. Bagaimana mungkin jemaat korban kekerasan di dalam rumah tangga langsung mampu mengungkapkan perasaan mereka kepada Gereja khususnya Pendeta. Akan sedikit sulit bagi korban kekerasan di dalam rumah tangga untuk mengungkapkan itu kepada pastoral karena tersingkup rasa malu pada korban.

Untuk itulah korban perlu untuk didampingi dengan mengarahkan mereka untuk mampu bangkit lagi dari keterpurukan yang sedang dialaminya seharusnya masyarakat lingkungan sekitar korban juga jangan menggunjing keluarga korban yang sedang mendapat masalah, baiknya mereka juga membantu korban untuk tetap semangat.

Ketika Pastoral atau pergembalaan menjadi tanggungjawab bersama, maka harapan semua orang dapat terwujud dalam tuntunan Tuhan. Tugas untuk menolong dan membimbing korban kekerasan didalam rumah tangga dengan mampu menjadi alat Tuhan yang siap dipakai untuk menjadi penenang hati bagi banyak orang. Maka, dengan itulah iman mereka

65

27

tetap teguh di dalam menjalani kehidupan dan selalu mengandalkan Tuhan dalam hidup mereka.

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan kajian hasil penelitian pada korban kekerasan di dalam rumah tangga pada jemaat di HKBP Salatiga, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa kekerasan di dalam rumah tangga terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor serta memiliki dampak yang bermacam-macam dan bagaimana pendampingan pastoral dilakukan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga Maka, peneliti menemukan beberapa faktor, yaitu:

1. Suami korban yang suka selingkuh

Kekerasan didalam rumah tangga yang terjadi pada jemaat di HKBP Salatiga disebabkan oleh perselingkuhan. Perselingkuhan yang dilakukan suaminya tidak hanya sekali tapi berkali-kali bahkan dengan saudaranya sendiri hingga hamil. 2. Suami Tidak Pernah Memberikan Nafkah

Nafkah adalah hak yang di berikan seorang ayah kepada istri dan anak-anaknya. Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi juga karena sang istri tidak diberi nafkah oleh suaminya dan ditelantarkan. Selain itu sang istrilah yang bekerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga.

3. Sikap Suami Yang sering Emosi

Kasus kekerasan rumah tangga yang sering terjadi karena adanya pertengkaran yang disebabkan dari sikap emosi. Dengan emosi yang tidak terkontrol terjadi percekcokan antara suami dan istri sering terjadi bahkan bertengkar melontarkan kata-kata kasar.

Dari beberapa faktor penyebab diatas dapat menimbulkan beberapa dampak yaitu: 1. Keluarga menjadi tidak nyaman

Adanya kekerasan di dalam rumah tangga bisa menghadirkan macam akibat, misalnya adalah keluarga menjadi tidak lengkap. Dengan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan keutuhan, keluarga bisa terganggu karena ada perasaan takut melihat kekerasan yang telah terjadi sehingga ingin pergi dari rumah.

28

2. Depresi

Rasa kecewa dan putus asa adalah rasa yang dialami istri dari kekerasan di dalam rumah tangga. Penyebab depresi adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar.

3. Anak Jatuh Dalam Pergaulan Salah

Ketika dalam keluarga mengalami kekerasan anak juga ikut menjadi korbannya. Anak menjadi kurang mendapat kasih sayang dari orang tua dan anak menjadi kurang terpantau sehingga bisa jatuh didalam pergaulan yang salah seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

4. Mendapat Cibiran dari masyarakat

Kejadian kekerasan didalam rumah tangga juga bisa berefek pada masyarakat. Efek yang ditimbulkan dalam masyarakat seperti merasa terkucilkan karena malu kepada orang disekitarnya.

Beberapa temuan juga yang didapatkan dalam pendampingan pastoral bagi korban kekerasan dalam rumah tangga, yaitu:

1. Pendampingan pastoral dari gereja terhadap korban kekerasan di dalam rumah tangga untuk selalu dibimbing, diperhatikan serta dibina secara rutin. Korban kekerasan di dalam rumah tangga harus diberi dukungan dalam hal kerohanian.

2. Menangani kasus kekerasan rumah tangga pastoral mempunyai empati yang tinggi untuk membantu korban agar mau menceritakan masalah yang terjadi dan memberikan saran serta motivasi agar korban tidak larut dalam kesedihan sehingga bisa menjalani hidup lebih baik lagi.

5.2 Saran

1. Bagi pihak keluarga yang sedang mengalami kekerasan di dalam rumah tangga harus bisa berpikir jernih dalam menghadapi suatu permasalahan sebaiknya jika ada permasalahan bisa dibicarakan secara baik-baik tanpa cekcok sehingga tidak menimbulkan kekerasan didalam rumah tangga dan suami korban sebaiknya menyadari bahwa perbuatan yang telah dilakukan selingkuh atau memukul istri itu salah karena tugas kepala keluarga adalah bertanggung jawab pada keluarga, mengayomi, memberi nafkah bagi keluarga bukan malah membuat istri dan anaknya menderita.

29

2. Bagi Gereja HKBP Salatiga memperbanyak kegiatan untuk ibu-ibu korban kekerasan dalam rumah tangga, kegiatan dilakukan agar bisa meringankan masalah yang sedang dihadapi dan bisa untuk motivasi korban kekerasan rumah tangga. Pelayanan pastoral atau penggembalaan harus dilakukan secara rutin. Gereja harus mempertemukan dua pihak yang sedang mengalami masalah keluarga, jangan memberikan saran sepihak pada korban tanpa memepertemukan dengan suami korban, hal ini perlu mendapat perhatian jangan sampai pendampingan memihak salah satu pihak dan hendaknya menjadi penengah yang bijaksana.

3. Bagi masyarakat untuk selalu mempunyai tanggungjawab besar untuk sama-sama mendampingi korban kekerasan didalam rumah tangga, jangan memberikan gunjingan atau pembicaraan hal-hal yang tidak baik pada korban kekerasan dalam rumah tangga.

4. Bagi Fakultas Teologi untuk tetap memberikan banyak referensi baik berupa ilmu maupun sumber-sumber mengenai pendampingan pastoral agar bisa memaksimalkan cara pendampingan pastoral.

30

Daftar Pustaka

Abineno. Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia 2006. Agusthina dan Yohanes. Pelayanan Pastoralia Transformatif Untuk Penanganan Masalah

Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Ambon. Ambon: Universitas Kristen

Indonesia Maluku, 2017.

Anastigitra. Perbedaan Katolik dan Protestan. 2014. Jakarta.

Armansyah, Matondang. Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian dalam perkawinan Medan : Universitas Medan Area, 2014.

Ayu Dewa dan Hartini Nurul.Dinamika Forgiveness pada Istri yang Mengalami Kekerasan

dalam Rumah Tangga (KDRT). Surabaya: Unair, 2017.

Bons, Strom. Apakah Penggembalaan itu?.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.

Clinebell. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral.Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Christika, Chatarina. Dampak Psikologis Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Semarang: UNIKA, 2018.

Daan, Jacob Engel. Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.

Dewi, Ratna Anggraeni. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. Jember: Universitas Jember. 2013.

Edi Cahyo dan Iswahyudi Didik. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bertentangan dengan

HAM di Wilayah Kelurahan Turen. Malang: Universitas kanjuruhan Malang, 2013.

Emi, sutrisminah. Dampak Kekerasan Pada Istri Dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan

Reproduksi. Semarang: UNISSULA, 2009.

Hadiati, Moerti. Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Handayani, dkk. KDRT( Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan Pemberdayaan Perempuan

dalam Bidang Ekonomi. Jurnal Psikologi. Yogyakarta : Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta. 2013.

Jati, Fibri. Pendampingan Pastoral Holistik: Sebuah Usulan Konseptual Pembinaan Warga

Gereja Semarang : Sekolah Tinggi Teologi Sangkakala, 2017.

Komnas Perempuan. Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2018.

31

Made, Putri dan Debora. Kehidupan Bermakna Perempuan Yang Mengalami Kekerasan

Dalam Rumah Tangga.Bali : Udayana, 2016.

Maisah dan Yenti. Dampak Psikologis Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota

jambi. Jambi : IAIN Jambi, 2016.

Manumpahi, Edwin dkk. Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologi Anak

di Desa Soakonora Kecamatan Jailolo, Kab. Halmahera Barat.Halmahera Barat, 2016.

Mardiyanti, Isyatul. Dampak Trauma Kekerasan Dalam Rumahtangga Terhadap

Perkembangan Psikis. Jurnal Studi Gender dan Anak.Pontianak: IAIN Pontianak.2010.

Narbuko Cholid, Abu achmadi. Metodologi Penelitian.Jakarta : PT Bumi Aksara, 2007. Ni Made dan Debora. Kehidupan Bermakna Perempuan yang Mengalami Kekerasan Dalam

Rumah Tangga. Jurnal Psikologi Udayana: Universitas Udayana. 2016. Hal 221.

Raco, R. Metode Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.

Rochmat Wahab. Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Yogyakarta: UNY,2004.

Simanjorang. Pelayanan Pastoral dalam Gereja Lutheran Sihabonghabong: Sekolah Tinggi Theologi GKLI, 2018.

Siregar. Bentuk-Bentuk Kekerasan Yang Dialami Perempuan Warga Kompleks Dinas

Peternakan Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial. Sumatera

Utara : USU.2015.

Sitanggang, Dongani. Pastoral Konseling Sukabumi : BPH GBI, 2015.

Sriulina, Indah. Pendampingan Pastoral Yang Memperdayakan Penyitas Sinambung yang

Mengalami Trauma. Jakarta: Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologi Jakarta 2016.

Sugiyono.Statistika Untuk Penelitian.Bandung : Alfabeta, 2012.

Tampake Tony. Studi peranan lembaga-lembaga agama dalam mencegah dan menangani

kasus KDRT di kota Kudus, Jawa Tengah. Semarang: Kementerian Agama, 2011.

Van, Beek Aart.Pendampingan Pastoral.Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2012. Wawancara dengan ibu NS di Gereja HKBP Salatiga

Wawancara dengan ibu TH di Gereja HKBP Salatiga Wawancara dengan pendeta di Gereja HKBP Salatiga

Wijayatsih. Pendampingan dan Konseling Pastoral. Yogyakarta: Universitas Kristen Duta Wacana.

Yogi, Komang. Penyelesaian Hukum Terhadap Tindak Pidana (KDRT) Kekerasan Dalam

Rumah Tangga Di Wilayah Kabupaten Kendal (Studi Kasus Di Pengadilan Negri

Dokumen terkait