• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI HKBP SALATIGA DARI PERSPEKTIF PENDAMPINGAN PASTORAL. Oleh, SRI WENNY PANGGABEAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI HKBP SALATIGA DARI PERSPEKTIF PENDAMPINGAN PASTORAL. Oleh, SRI WENNY PANGGABEAN TUGAS AKHIR"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI HKBP SALATIGA DARI PERSPEKTIF PENDAMPINGAN PASTORAL

Oleh,

SRI WENNY PANGGABEAN 712015045

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas Teologi

Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Bersyukur selalu karena kebaikan Tuhan telah memberkati penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari akan setiap proses pendidikan penulis juga diberikan motivasi, doa dan dukungan untuk keberhasilan penulis. Untuk itu dengan penuh kerendahan hati dan rasa syukur yang mendalam penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkatnya yang selalu memberikan saya kesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Kepada orang tua, abang advent, kak Siska, adik Waldy, adik Amanda uang selama ini telah membantu penulis dalam bentuk perhatian, kasih sayang, semangat, serta doa yang tidak henti-hentinya mengalir demi kelancaran dan kesuksesan penulis dalam menyelesaikan TA ini.

3. Pak Pdt. Jacob Daan Engel dan Pdt. Nimali Fidelis Buke M.A selaku dosen pembimbing 1 dan 2 yang telah membantu saya dalam proses penulisan TA saya, dan terimakasih buat revisi yang begitu banyak yang mengajarkan untuk tetap semangat dalam menulis.

4. Kepada segenap dosen dan staff akademis yang selalu memberikan fasilitas, ilmu, serta pendidikan kepada penulis hingga dapat menunjang dalam menyelesaikan TA ini.

5. Kepada HKBP Salatiga tempat penelitian, para majelis dan jemaat yang membantu penulis dalam mengumpulkan data sehingga memperoleh data yang akurat dan mampu menyusunnya hingga selesai.

6. Kepada teman-teman seperjuangan (Lena, Esti, Shinta) dan adik-adik yang kukasihi Amel, Novita, Rut serta anak-anak diva kos yang sama-sama berjuang di tempat rantau, yang saling membantu satu sama lain, tolong menolong hingga penulis bisa tetap berjuang hingga saat ini.

7. Terimakasih kepada Teologi angkatan 2015 teman seperjuangan yang sama-sama berjuang dalam susah senang sampai saat ini masih tetap kompak.

8. Kepada Pdt. Rapina Habeahan yang telah membimbing serta memberikan nasehat mulai dari awal penulis berjuang sampai saat ini selalu termotivasi.

Akhir kata didalam penulisan tugas akhir ini penulis nmenyadari bahwa terdapat kekurangan didalamnya. Oleh karna itu kritik dan saran dari berbagai pihak diperlukan guna melengkapi penulisan tugas akhir ini. Demikian yang dapat saya sampaikan jika ada salah saya mohon maaf

Salatiga, 05 Agustus 2019

(7)

vii MOTTO

Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau;

janganlah takut dan janganlah patah hati.” Ulangan 31:8

Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada Tuhan apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon. Perjuanganku di saat

Ku olah kata, kubaca makna, kuikat dalam alinea, kubingkai dalam bab sejumlah lima, jadilah mahakarya, gelar sarjana kuterima, orangtua pun bahagia. Di setiap proses Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi

(8)

viii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian kekerasan dalam rumah tangga di hkbp salatiga dari perspektif pendampingan pastoral. Penelitian ini dimotivasi oleh fakta banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga yang kebanyakan korbannya adalah seorang istri. Serta tinjauan kekerasan dalam rumah tangga dilihat dari perspektif pendampingan pastoral. Pendampingan pastoral di katakan berhasil jika dapat menerapkan fungsi-fungsi pastoral yaitu fungsi membimbing, fungsi memperbaiki hubungan, fungsi menopang, fungsi menyembuhkan, fungsi mengasuh/ memelihara. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah korban kekerasan rumah tangga di HKBP Salatiga. Pendekatan deskriptif merupakan jenis pendekatan penelitian sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian. Salah satu teknik pengumpul data terkait dengan penelitian ini, dilakukan melalui wawancara, yaitu suatu kegiatan di lakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden. Hasil dari penelitian ini ialah pendampingan pastoral lakukan di HKBP Salatiga sudah menerapkan fungsi-fungsi pastoral akan tetapi dalam tahapan memperbaiki hubungan, Gereja hanya memberikan saran sepihak pada korban tanpa memepertemukan dengan suami korban, hal ini perlu mendapat perhatian jangan sampai pendampingan memihak salah satu pihak dan hendaknya menjadi penengah yang bijaksana. Gereja harus siaga dan sigap turun tangan untuk mengatasi masalah seperti ini jangan hanya menyelesaikan masalah tanpa menemukan orang yang sedang bermasalah tersebut. Hal ini membuat pelayanan pastoral tidak maksimal karena dalam proses kegiatan pendampingan pastoral tujuan pendampingan pastoral yang belum terealisasikan sepenuhnya karena ada penerapan fungsi-fungsi pastoral yang masih kurang.

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ... ..ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT... ... .iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES... ... ....iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALITI DAN PUBLIKASI... ... ...v

KATA PENGANTAR... ... vi MOTTO... ... ..vii ABSTRAK ... viii DAFTAR ISI ... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... Latar Belakang ... 1 1.2 ... Rumusan Masalah ... 4 1.3 ... Tujuan penelitian ... 4 1.4 ... Manfaat Penelitian ... 5 1.5 ... Metode Penelitian ... 5 1.5.1 Sifat Penelitian ... 5 1.5.2 Jenis Penelitian ... 5

1.5.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 6

1.5.4 Wawancara ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 ... Pengertian Pastoral ... 7 2.2 ... Pengertian Pendampingan ... 8 2.3 ... Teologi Pendampingan Pastoral ... 9 2.4 ... Bentuk-Bentuk Pendampingan Pastoral ... 10

2.5 ... Fungsi Pendampingan Pastoral ... 11

2.6 ... Tujuan Pendampingan Pastoral ... 13

2.7 ... Kekerasan di Dalam Rumah Tangga ... 14

2.8 ... Jenis-Jenis Kekerasan ... 15

2.9 ... Bentuk-Bentuk Kekerasan ... 16

2.10 ... Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 16

2.11 ... Hubungan Pendampingan Pastoral Dengan Kekerasan Rumah Tangga ... 17

BAB III HASIL PENELITIAN 3.1 ... Gambaran Umum HKBP Salatiga ... 18

(10)

x

3.2 ... Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di HKBP Salatiga ... 19 BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA

4.1 ... Pembahasan dan Analisa ... 22 BAB V PENUTUP 5.1 ... Kesimpulan ... 28 5.2 ... Saran ... 29 Daftar Pustaka ... 31

(11)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Hal ini mendorong manusia untuk hidup bersama dan menciptakan suatu keluarga. Keluarga terbentuk adanya suatu perkawinan yang dimana dalam perkawinan pasangan ingin membangun keluarga yang bahagia, harmonis dan tanpa kekerasan. Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini banyak sekali keluarga yang melakukan kekerasan di dalam rumah tangganya sendiri. Kekerasan rumah tangga merupakan suatu tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik suami maupun istri yang memberikan dampak buruk pada fisik, psikis.1

Di Indonesia sudah banyak sekali kasus kekerasan dalam rumah tangga, pada tahun 2018 saja kasus yang ditangani oleh pengadilan agama mengenai perceraian rumah tangga karena adanya kekerasan terhadap istri ada sekitar 5.167 kasus.2 Dengan tingginya kasus kekerasan terhadap istri, bisa berdampak buruk terhadap kondisi istri. Kekerasan rumah tangga banyak terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat baik suami maupun istri, kurangnya keuangan dalam keluarga.3 Selain itu kekerasan rumah tangga bisa disebabkan oleh faktor internal (dari dalam) dan eksternal (dari luar).4 Baik itu secara perseorangan maupun secara bersama-sama, apalagi di zaman globalisasi serta kemajuan teknologi informasi yang seringkali suatu tindak kekerasan muncul melalui media informasi baik koran, majalah atau media sosial lainnya yang tidak bisa tersaring pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup dalam berumah-tangga.

Dalam Undang-Undang RI No 23 Tahun 2004 disebutkan bahwa kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melanggar hukum dalam lingkup rumah tangga.

1Hadiati Moerti. Kekerasan Dalam Rumah Tangga: (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 5 2Komnas Perempuan, “Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2001,” 2.

3Ni Made dan Debora.“Kehidupan Bermakna Perempuan yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah

Tangga,” Jurnal Psikologi Udayana, ( Universitas Udayana, 2016): 221.

4Mardiyanti Isyatul, “Dampak Trauma Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perkembangan

(12)

2

Selain tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri, kekerasan rumah tangga juga bisa dilakukan terhadap anak maupun terhadap pembantu rumah tangga. Penyebab terjadinya kekerasan itu karena banyak faktor, yang paling dominan adalah nilai sosial budaya seperti budaya patriarki (laki-laki lebih berkuasa), komunikasi antar suami-istri yang tidak terbuka dan lancar, latar belakang sosial ekonomi yang tidak seimbang (setara), dan sebagainya.5

Jenis-jenis kekerasan itu sendiri yaitu: 1. kekerasa langsung (direct violence), tindakan ini merujuk pada tindakan penyerangan fisik atau psikologis terhadap seseorang atau sekelompok orang secara langsung. 2. Kekerasan tidak langsung (indirect violence), hal ini merupakan tindakan yang membahayakan manusia, bahkan kadang-kadang sampai ancaman kematian, tetapi tidak melibatkan hubungan langsung antara korban dengan pihak yang bertanggung jawab atas tindakan kekerasan tersebut. 3. Kekerasan represif (repressive violence) jenis kekerasan yang sering dihubungkan dengan tindakan mencabut atau menghalangi seseorang dari pemenuhan hak-hak dasar selain hak untuk bertahan hidup dan hak untuk dilindungi dari kesakitan atau penderitaan. 4. Kekerasan alienatif (alienating violence) adalah upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencabut, membatalkan, mengurangi atau menghalangi hak-hak individu yang lebih tinggi.6

Kekerasan dalam rumah tangga menjadi perhatian yang cukup serius. Adapun bentuk-bentuk Kekerasan dalam rumah tangga yaitu kekerasan fisik maupun psikis. Kekerasan fisik yaitu kekerasan yang dilakukan dengan fisik seseorang seperti menampar, mengancam menggunakan senjata, mutilasi organ reproduksi, bahkan sampai membunuh. Sedangkan kekerasan psikis adalah kekerasan terhadap mental seseorang. Kekerasan psikis berupa ancaman, mengurung istri di rumah, mengawasi secara ketat, agresivitas verbal, dan selalu menghina. Memaksa atau melarang istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tidak memberi uang belanja serta mengontrol akses istri.7 Kekerasan dalam rumah tangga biasanya gampang terjadi jika pasangan ada permasalahan dan masalah tersebut diselesaikan dengan amarah yang berlebihan. Bahkan lebih parahnya lagi kadang muncul perilaku seperti menyerang, atau melakukan kekerasan fisik dengan menggunakan benda tumpul hingga

5Yogi, Komang.Penyelesaian Hukum Terhadap Tindak Pidana (KDRT) Kekerasan Dalam Rumah

Tangga Di Wilayah Kabupaten Kendal (Studi Kasus Di Pengadilan Negri Kendal). Jurnal Hukum.(Semarang: Unissula, 2018),172.

6Tony Tampake. Studi Peranan lembaga-lembaga Agama Dalam Mencegah Dan Menangani Kasus

KDRT Di Kota Kudus Jawa Tengah(Semarang 2011), 19-20

7Handayani, dkk. KDRT “(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan Pemberdayaan Perempuan dalam

(13)

3

benda tajam. Dampak yang ditimbulkan akibat kekerasan dalam rumah tangga yaitu kondisi ketidaktentraman baik lahir maupun batin, rasa sakit secara fisik memar atau luka-luka, trauma yang berlebihan pada istri.8

Bagi istri sendiri jika di dalam keluarga mendapat kekerasan, maka istri akan trauma dan menyebabkan istri merasa terancam. Istri yang lemah biasanya merasa tidak mampu untuk memutuskan hubungan dengan suami yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga.9 Selama mengalami kekerasan di dalam rumah tangga istri selalu berpikir bertahan di dalam pernikahan agar tidak terjadi perceraian. Selain itu istri yang mengalami kekerasan di dalam rumah tangga merasa kesengsaraan dan merasa serba salah dengan suami. Dampak lainnya yang terjadi yaitu kekerasan terhadap istri meliputi rasa takut, cemas yang berlebihan, juga gangguan makan dan tidur.

Kekerasan dalam rumah tangga sudah banyak terjadi dimana-mana, termasuk dikalangan orang Kristen dan tidak terkecuali di HKBP Salatiga sendiri. HKBP Salatiga adalah singkatan dari Huria Kristen Batak Protestan yang dikenal sebagai gereja suku orang Batak di Salatiga. Gereja HKBP Salatiga memiliki jumlah jemaat 60 keluarga, dan dengan hal itu sesuai pengalaman yang saya dapatkan saya menemukan ada 2 jemaat yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang memiliki alasan yang berbeda-beda yaitu adanya ketidakpedulian terhadap istri, adanya perbedaan pendapat dan masalah perselingkuhan dalam keluarga, sehingga para korban kekerasan itu perlu pendampingan pastoral.

Dizaman sekarang istilah pendampingan pastoral tidak asing lagi di kehidupan bergereja. Pelayanan gereja memang tidak dapat dipisahkan dari pendampingan pastoral. Pendampingan sendiri berasal dari kata kerja mendampingi, sebagai suatu kegiatan menolong, karena suatu sebab perlu didampingi.10 Pendampingan Pastoral adalah suatu penemanan yang menumbuhkan dan mampu menghidupkan, mengembangkan kepribadian diri sendiri dengan menyadari terus menerus sebagai pelayan yang terluka.11 Maksudnya, tidak terlepas dari masalah, tetapi mau menyembuhkan dan membalut luka atau masalah orang lain serta tidak hanya sekedar meringankan beban penderitaan tetapi menempatkan orang dalam menumbuhkan dan mengutuhkan orang dalam kehidupan spiritualnya untuk

8Dewi Ratna Anggraeni. “Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik.

Jember: Universitas Jember. 2013,.3.

9Handayani, dkk, “KDRT( Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan Pemberdayaan Perempuan dalam

Bidang Ekonomi,” Jurnal Psikologi.(Yogyakarta : Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta 2013), 22.

10

Aart Van Beek. Pendampingan Pastoral, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2012), 9.

11

(14)

4

membangun dan membina hubungan sesamanya. Dengan demikian, pendampingan pastoral dalam bahasa alkitabiah dipakai untuk melakukan tugas penggembalaan. Penggembaan inilah yang menjadi dasar pendampingan pastoral untuk mewujudkan kasih, perhatian dan kepedulian kepada mereka yang berada dalam masalah. Pastoral mempunyai fungsi yang bersifat membimbing (guiding), menopang (sustaining), menyembuhkan (healing), memulihkan/memperbaiki hubungan (reconciling), memelihara/mengasuh (nurturing).12 Memalui fungsi inilah yang menjadi bantuan kepada individu dalam menghadapi permasalahan–permasalahan yang dapat timbul dalam hidupnya. Dengan adanya pendampingan pastoral di gereja HKBP keluarga jemaat yang sedang mengalami masalah yang disebabkan adanya kekerasan dalam rumah tangga bisa berkonsultasi atau meminta bimbingan.

Banyak gereja yang mulai memasukkan pendampingan pastoral sebagai program gereja. Akan tetapi, seringkali perhatian gereja hanya terfokus dalam segi spiritualnya saja, dan mengesampingkan aspek lain dalam hidup manusia. Apabila seseorang datang meminta saran atau solusi atas masalahnya, pihak gereja cenderung hanya memberi solusi berdasarkan analisis aspek kerohanian saja. Jika gereja tidak memperhatikan aspek-aspek manusia tersebut secara menyeluruh, maka pendampingan pastoral yang dilakukan tidak dapat menyentuh kehidupan secara utuh. Jemaat yang banyak memerlukan perhatian ekstra dari pihak gereja.

Dalam kajian ini, penulis berusaha memaparkan atau menggambarkan cara alternatif usulan dalam rangka pendampingan pastoral. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengangkat judul: “Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Hkbp Salatiga Dari Perspektif Pendampingan Pastoral”

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana kajian kekerasan dalam rumah tangga di HKBP Salatiga dari perspektif pendampingan pastoral?

12

(15)

5

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kajian kekerasan dalam rumah tangga di HKBP Salatiga dari perspektif pendampingan pastoral.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa maupun penelitian berikutnya. Hal yang sama juga diharapkan bermanfaat bagi pendeta, konselor dan semua warga gereja berkaitan dengan pemahaman pendampingan pastoral terhadap korban akibat dari kekerasan di dalam keluarga di HKBP Salatiga.

b. Secara Praktis

Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini menambah pengetahuan akan pastoral gereja yang terkait dengan korban kekerasan. Selain itu bagi gereja, pemahaman akan pendampingan pastoral terhadap ibu-ibu korban kekerasan dalam keluarga sangat mendukung pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian masalah.

1.5. Metode Penelitian

Sifat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah korban kekerasan rumah tangga di HKBP Salatiga. Pendekatan deskriptif merupakan jenis pendekatan penelitian sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian.13 Metode kualitatif dimengerti sebagai suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap dirnulai dengan penentuan topik, pengumpulan data dan rnenganalisis data, sehingga nantinya diperoleh suatu pemahaman dan pengertian atas topik, gejala atau isu tertentu berdasarkan orang yang diwawancara.14 Metode kualitatif merupakan metode terkait cara yang digunakan oleh peneliti dalam memahami, menggali, mengungkap fenomena tertentu dari responden penelitiannya.

13

Sugiyono.Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), 68

14

(16)

6

1.5.2. Jenis penelitian

Jenis penelitian menggunakan penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistimatis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi berdasarkan data-data yang akan di analisis dan diinterprestasi.15 Data berupa hasil wawancara, dokumentasi, video, catatan dan hasil rekaman suara.

1.5.3. Tempat dan waktu penelitian

Tempat yang akan penulis jadikan penelitian sesuai dengan judul penelitian berada di gereja HKBP Salatiga. Adapun alasan penulis untuk memilih lokasi ini adalah karena ada beberapa jemaat yang sangat membutuhkan kehadiran pendampingan pastoral di HKBP Salatiga mengenai kekerasan rumah tangga. Penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara mengenai pendampingan pastoral gereja terhadap ibu-ibu korban akibat kekerasan dalam keluarga di HKBP Salatiga.

1.5.4. Wawancara

Di dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur atau yang biasa disebut wawancara mendalam (in-depth interview-ing). Dalam teknik wawancara mendalam ini, wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open-ended” dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang

tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Penulis akan menjadikan pendeta, majelis serta jemaat korban kekerasan dalam rumah tangga sebagai narasumber dalam pengumpulan data menggunakan wawancara. Alat bantu yang digunakan dalam wawacara yaitu audio tipe recorder, video, dan kamera yang mengambil gambar saat wawancara.

15

(17)

7

1.6. Sistimatika Penulisan

Sistimatikan penulisan tugas akhir ini dijelaskan dalam lima bagian:

Penulis akan membagi tulisan ini menjadi lima bagian, yakni sebagai berikut: Bagian pertama membahas tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bagian kedua tentang definisi Landasan teori yang digunakan, khususnya pendampingan pastoral dan kekerasan dalam keluarga. Bagian ketiga ini membahas tentang hasil penelitian yang meliputi: 1. Deskripsi kasus kekerasan dalam rumah tangga di HKBP Salatiga. 2. Faktor-faktor penyebab dan akibat kekerasan dalam rumah tangga di HKBP Salatiga.bagian keempat berisi tentang pembahasan dan analisis yang meliputi kajian korban kekerasan dalam rumah tangga di HKBP Salatiga dari perspektif pendampingan pastoral.Bagian Kelima berisi penutup dalam tulisan ini di dalamnya berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian di HKBP Salatiga disertai saran dan masukan-masukan yang ditinjau dari pihak-pihak yang ada hubungannya dengan tujuan dari penelitian ini.

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Pastoral

Pastoral berasal dari kata pastor dalam bahasa Yunani disebut poimen yang berarti gembala yang mempunyai tugas memelihara, memberi nasehat, membantu, dan menjaga. Kata gembala biasanya dikaitkan dengan pelaku atau orang yang bersifat pastoral yang bersedia merawat, memelihara dan menolong.16 Para pastoral atau gembala selalu melaksanakan tugasnya penggembalaan dengan bantuan dan bimbingan kepada jemaat dalam menghadapi permasalahan, krisis perkembangan hidup. Tindakan yang dilakukan pastoral lebih sebagai perawatan jiwa, dan mengarah pada penyembuhan atau mendamaikan orang yang mempunyai suatu masalah hidup. Sehingga penggembalaan bertujuan penting untuk memperdalam pelayanan masalah jemaat. Pelayanan pastoral bisa dibedakan menjadi dua :

Konseling pastoral atau Pastoral Counseling merupakan layanan percakapan antara pastoral pada jemaat untuk menolong jemaat yang tengah dalam krisis agar bisa mengatasi

16

Simanjorang. Pelayanan Pastoral dalam Gereja Lutheran (Sihabonghabong: Sekolah Tinggi Theologi GKLI, 2018), 65.

(18)

8

persoalan yang sedang dihadapinya17. Selain itu pengertian lain dari konseling pastoral yaitu penggembalaan yang dikerjakan oleh seorang konselor (gembala atau hamba tuhan) melalui hubungan timbal balik dengan jemaat untuk menuju jalan tuhan18. Contoh layanan konseling pastoral yaitu Konseling masalah keluarga.

Bentuk layanan konseling diatas merupakan bentuk layanan konseling yang berupa tatap muka atau bertemu langsung. Akan tetapi di era globalisasi ini beberapa gereja/ lembaga menggunakan layanan konseling pastoral melalui telepon, email dan lain-lain. Layanan konseling melalui telepon biasanya menjadi pembuka sebelum mengadakan layanan konseling secara tatap muka.19 Layanan konseling pastoral tanpa tatap muka biasanya kurang efektif daripada konseling secara tatap muka. Hal ini karena konseling tanpa tatap muka kurang gamblang atau mendalam permasalahan yang akan dikonselingkan.

Pendampingan pastoral atau Pastoral Care sebuah tindakan manusia yang bermaksud menemani atau membimbing sesamanya karena kesadaran kasih pada sesama yang dihayati di dalam kehidupan20. Adanya pendampingan pastoral dilandasi kasih sayang bukan mengharapkan imbalan atau fee. Pendampingan pastoral atau Pastoral Care berlaku untuk umum dan ada juga untuk anggota komunitas.

Bentuk-bentuk pendampingan pastoral contohnya adalah

a. Khotbah yang bertujuan membimbing warga sesuai dengan tema-tema khusus b. Pelayanan liturgi contohnya tata dan persiapan dalam berbagai ibadah

c. Pelayanan diakonia yaitu pelayanan pemberian bantuan kepada sesama yang membutuhkan

Pastoral care berbeda dengan koseling pastoral, jika di dalam konseling pastoral di dalamnya seorang konselor memberikan nasehat atau anjuran dan cara-cara tertentu kepada jemaat supaya jemaat yang sedang menghadapi masalah bisa mengambil keputusan secara mantap dari diri sendiri.21

17Jati, Fibri. Pendampingan Pastoral Holistik: Sebuah Usulan Konseptual Pembinaan Warga Gereja

(Semarang : Sekolah Tinggi Teologi Sangkakala, 2017), 142

18

Sitanggang, Dongani. Pastoral Konseling ( Sukabumi : BPH GBI, 2015),2

19Wijayatsih. Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Universitas Kristen Duta

Wacana),3

20

Wijayatsih. Pendampingan dan Konseling Pastoral 2

21

(19)

9

2.2. Pengertian Pendampingan

Pendampingan berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupakan suatu kegiatan manusia untuk menolong orang lain karena suatu sebab perlu didampingi. Orang yang melakukan kegiatan “mendampingi” disebut sebagai “pendamping”.22

Antara yang didampingi dan pendamping terjadi suatu interaksi sejajar atau relasi timbal balik. Pendampingan bisa diartikan sebagai menemani, bersama-sama dan bahu-membahu. Pendampingan juga mempunyai arti kegiatan yang menolong atau membantu orang lain karena permasalahan yang dimiliki orang tersebut. Pendampingan pastoral tidak sekedar meringankan beban penderitaan, tetapi menempatkan orang dalam relasi dengan Allah dan sesama, dalam pengertian menumbuhkan dan mengutuhkan orang dalam kehidupan spiritualnya untuk membangun dan membina hubungan dengan sesamanya, mengalami penyembuhan dan pertumbuhan serta memulihkan orang dalam hubungan dengan Allah.23 Pendampingan adalah cara manusia untuk saling memberi satu sama yang lain dan memberadakan diri. Tindakan mendampingi selalu dilandasi sikap, semangat dan saling menguatkan. Sehingga orang yang mengalami krisis, bisa bangkit dari keterpurukannya. Pendampingan mengacu pada hubungan antara dua subyek, yakni orang yang mendampingi (pendamping) dengan yang didampingi. Keduanya dalam posisi sederajat, tidak ada yang lebih tinggi atau rendah. Tanpa adanya pendampingan pada orang yang sedang mengalami masalah hidup mereka tidak bisa bangkit dari krisis yang sedang dihadapi. Dengan saling mendampingi manusia mampu mempersatukan, menguatkan, dan menghibur dalam masalah yang sedang dihadapi.

2.3. Teologi Pendampingan Pastoral

Teologi pastoral biasa disebut juga “poimenik” yang berarti ilmu mengenai pengembalaan,

yang dimaksud disini teologi pastoral adalah bagian dari teologi tentang pastoral. Teologi pendampingan pastoral termasuk dalam teologi praktika karena teologi tersebut siap untuk menjawab tantangan manusia yang kita layani di masa yang akan datang, khususnya masa yang akan datang.24 Teologi praktika merupakan teologi yang berkata-kata tentang pelayanan gereja di berbagai bidang. Teologi pastoral umumnya mencangkup hubungan kata-kata Injil,

22, Aart Van Beek. Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2017),9. 23

Jacob daan Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 4

24

(20)

10

dengan perasaan-perasaan dan pengalaman manusia.25 Misalnya kata-kata seperti kasih, pertobatan, pembebasan, dan lain-lain dapat ditafsirkan baik secara teologis.

Di dalam teologi pastoral Allah itu merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia kepada Allah, di sisi lain, proses ini menunjukkan tindakan kasih Allah kepada manusia. Allah bertindak sebagai seorang gembala yang datang untuk menolong umat ciptaanNya, menemukan akar dan penyebab permasalahan yang dihadapi, serta upaya memperbaiki hubungan manusia dengan Allah dan sesamanya.26 Dengan kata lain dalam membangun hubungan antara manusia dengan Allah akan ada ikatan cinta kasih yang tercipta secara emosional dan akal sehat memberi kemungkinan bagi manusia untuk menikmati persekutuan batin dengan orang lain.

2.4. Bentuk Bentuk Pendampingan Pastoral

Ada beberapa tipe pendampingan yang perlu diketahui. Tipe-tipe pendampingan itu misalnya27

1. Pendampingan merupakan pembinaan

Arti dari pendampingan merupakan pembinaan yang berarti bahwa pendampingan yang tugasnya membentuk watak seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid kristus yang baik.

2. Pendampingan sebagai pemberian firman Tuhan

Melalui pertemuan antar-pribadi atau dalam kelompok kecil walaupun juga dapat dilakukan dalam khotbah dan liturgi. Hal ini berarti bahwa dalam pertemuan sudah pasti harus dibicarakan supaya yang hadir dapat dibimbing dan disadarkan.

3. Pelayanan yang berhubungan dengan Sakramen

Dilingkungan Katolik bahwa penggembalaan berarti pelayanan yang berhubungan dengan sakramen. Ada perbedaan antara Gereja Katolik dan Prostestan. Jika di dalam Gereja Katolik ada 7 sakramen yaitu: sakramen baptis suci, peneguhan iman, pengakuan dosa,

25Aart Van Beek. Pendampingan Pastoral,19.

26Jacob daan Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 16 27

(21)

11

Ekaristi, pengurapan minyak akhir, imamat kudus serta pernikahan, sedangkan dalam Protestan ada dua sakramen yaitu sakramen baptis suci dan sakramen ekaristi.28

4. Pendampingan adalah pelayanan penyembuhan

Arti kata pelayanan penyembuhan maksudnya adalah pelayanan rohani yang mengakibatkan penyembuhan fisik dan mental. Pelayanan penyembuhan termasuk pertolongan pada sesama yang utuh yang mencangkup jasmani, mental, rohani.

5. Pelayanan Pada Masyarakat

Penggembalaan bagi kelompok karismatik merupakan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan pada masyarakat merupakan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan. 6. Pelayanan sebagai interaksi

Penggembalaan sebagai pelayanan dimana manusia yang terlibat dalam interaksi menantikan dan menerima kehadiran dan partisipasi Tuhan, yang dinantikan sebenarnya adalah suatu pernyataan dari Tuhan.

7. Pendampingan sebagai konseling pastoral

Penggembalaan dapat dianggap juga sebagai konseling pastoral yang menggunakan teknik-teknik khusus yang dipinjam dari ilmu-ilmu manusia khususnya psikologi. Akan tetapi yang dihadapi adalah permasalahan pernyataan bahwa penggembalaan dianggap sebagai aliran sehingga bisa menimbulkan resiko bahwa pelayanan akan jadi kurang baik.

2.5. Fungsi Pendampingan Pastoral

Hal yang dimaksud fungsi disini merupakan kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari pekerjaan pendampingan tersebut.29 Dengan demikian fungsi pendampingan merupakan tujuan-tujuan operasional yang hendak dicapai dalam memberikan pertolongan kepada orang lain.30

28

Anastigitra.Perbedaan Katolik dan Protestan. 2014.

29Sriulina, Indah. Pendampingan Pastoral Yang Memberdayakan Penyitas Sinambung yang

Mengalami Trauma.(Jakarta: Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologi Jakarta 2016), 11.

30

(22)

12

a. Fungsi Pembimbing

Bila seseorang berjalan dan tersesat maka memerlukan panduan orang lain yang terampil untuk menunjukkan jalan yang benar. Orang tersebut perlu dibimbing untuk menemukan jalan yang benar. Fungsi membimbing penting dalam kegiatan menolong dan mendampingi seseorang. Orang yang didampingi, ditolong untuk memilih/mengambil keputusan tentang apa yang akan ditempuh atau apa yang menjadi masa depannya. Pendampingan mengemukakan beberapa kemungkinan yang bertanggung jawab dengan segala risikonya, sambil membimbing orang kearah pemilihan yang berguna.

Pengambilan keputusan tentang masa depan ataupun mengubah dan memperbaiki tingkah laku tertentu atau kebiasaan tertentu, tetap di tangan orang yang didampingi (penderita). Jangan sampai pendamping yang mewajibkan untuk memilih lebih bertanggung jawab apabila orang yang didampingi diberi kepercayaan untuk mengemukakan persoalan bila sangat membutuhkan pendampingan.

b. Fungsi Mendamaikan/ Memperbaiki Hubungan

Salah satu kebutuhan manusia untuk hidup dan merasa aman adalah adanya hubungan yang baik dengan sesama, apakah dengan orang yang dekat: suami-istri, anak-anak, menantu-mertua maupun dengan orang banyak. Oleh sebab itu maka manusia disebut dengan makhluk sosial. Apabila hubungan tersebut terganggu maka terjadilah penderitaan yang berpengaruh pada masalah emosional. Tidak jarang dengan adanya konflik tersebut, orang menjadi sakit secara fisik yang berkepanjangan. Sering orang tersebut tidak sadar persis pada posisi mana ia berpijak sehingga memerlukan orang ketiga yang melihat objektif pada posisi tersebut.

Pendamping dapat menjadi cermin dalam hubungan tersebut serta dapat menganalisisnya. Menganalisis masalah tersebut dan akhirnya mencari alternatif untuk memperbaiki hubungan tersebut.

c. Fungsi Menopang/Menyokong

Seringkali kita dihadapkan dengan seseorang yang tiba-tiba mengalami krisis mendalam (kehilangan, kematian orang-orang yang dikasihi, dukacita, dll). Sokongan berupa kehadiran dan sapaan yang meneduhkan dan sikap yang terbuka, akan

(23)

13

mengurangi penderitaan mereka. Sokongan ini juga dapat membantu mengurangi penderitaan yang begitu memukul.

d. Fungsi Menyembuhkan (Healing)

Dalam pendampingan pastoral, fungsi menyembuhkan ini penting dalam arti bahwa melalui pendampingan yang berisi kasih sayang, rela mendengarkan segala keluhan batin dan kepedulian yang tinggi akan membuat seseorang yang sedang menderita mengalami rasa aman dan kelegaan sebagai pintu masuk arah penyembuhan yang sebenarnya.

Fungsi ini penting terutama bagi mereka yang mengalami dukacita, dan lika batin akibat kehilangan atau terbuang, biasanya berakibat pada penyakit psikosomatis, suatu penyakit yang secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh tekanan mental yang berat. Penting sekali kita menyadari bahwa emosi/perasaan yang tertekan dan tidak terungkapkan melalui kata-kata atau ungkapan perasaan kemungkinan akan disalurkan melalui disfungsi tubuh kita. Ketika cemas, takut, gelisah hal tersebut berakibat pada tubuh, misalnya mual, pusing, dada sesak dan sebagainya. Pada saat ini hal yang dianggap dapat menolong adalah bagimana pendamping melalui pendekatannya mengajak penderita untuk mengungkapkan perasaan batin yang tertekan. Melalui interaksi ini akan membawakannya pada hubungan iman dengan Tuhan melalui doa. Hal ini sekaligus dapat membantu penyembuhan fisik.

e. Fungsi Mengasuh

Hidup berarti bertumbuh dan berkembang. Perkembangan itu meliputi aspek emosional, cara berpikir, motivasi, kemauan, tingkah laku kehidupan rohani dalam interaksi dan sebagainya. Demikianlah dalam hal menolong mereka yang memerlukan pendampingan perlu melihat potensi apa saja yang dapat menumbuh kembangkan kehidupannya sebagai kekuatan yang dapat diandalkan untuk tetap melanjutkan kehidupan. Untuk itu diperlukan pengasuhan kearah pertumbuhan melalui pendampingan pastoral.

f. Fungsi Mengutuhkan

Fungsi mengutuhkan merupakan fungsi pusat karena sekaligus merupakan tujuan utama dari pendampingan pastoral yaitu pengutuhan kehidupan manusia dalam segala

(24)

14

aspek kehidupannya, yakni fisik, sosial, mental dan spiritual. Bila mengalami penderitaan aspek-aspek ini tercabik. Lawan dari keutuhan adalah penderitaan. Dalam proses pendampingan ini perlu dipertimbangkan posisi konseling pastoral yang berjangka waktu minimal beberapa jam dan menuntut perencanaan dan keterampilan/ teknik pelayanan yang tuntas.

2.6. Tujuan Pendampingan Pastoral

Tujuan dari semua pendampingan pastoral adalah untuk membebaskan memperkuat dan memelihara keutuhan hidup selain itu pendampingan pastoral juga memberikan pelayanan kasih atas permasalahan yang sedang terjadi.yang berpusat pada Roh. Menurut Clinebell, “keutuhan hidup adalah hidup dalam segalah kelimpahan.”31

Selain itu pendampingan pastoral supaya jemaat di bangun dan jemaat mengetahui apa serta karunianya dan bagaimana karunia itu bisa dipakai sebaik mungkin.32 Maka inti dari semua pendampingan pastoral adalah untuk menolong atau membantu orang-orang memahami atas kesembuhan dan pertumbuhan serta belajar berusaha memperkokoh/ memperkuat iman serta nilai-nilanya. Bentuk-bentuk pelayanan pastoral bisa berwujud:33

1. Pelayanan pastoral berusaha untuk memanfaatkan pemahaman psikologis maupun teologis yang berhubungan dengan situasi penyembuhan manusia.

2. Pelayanan pastoral dalam suatu jemaat atau komunitas saling memperdulikan menjadi konteks dan pondasi yang memperkuat pelayanan pastoral.

3. Pelayanan pastoral membangkitkan potensi kemampuan dan kemauan dalam diri orang yang didampingi sehingga mempunyai harapan untuk maju dalam kesehatannya.

2.7. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau melukai fisik seseorang. Kekerasan adalah wujud perbuatan yang berhubungan dengan fisik bisa membuat luka atau sakit dengan tindakan

31Clinebell. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral.(Yogyakarta: Kanisius, 2002),15 32Bons Strom. Apakah Penggembalaan itu? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),5

33

(25)

15

yang keras. Kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan perilaku yang melewati batas (kejam) oleh suami terhadap istinya dapat menimbulkan kesengsaraan secara fisik dan akan berdampak pada psikologis.34

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam Pasal 1 disebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga.

Kekerasan di dalam rumah tangga bisa dilakukan oleh anggota keluarga misalnya suami terhadap istri, istri terhadap suami atau orangtua terhadap anaknya.35 Akan tetapi pada zaman saat ini kebanyakan kasus adalah tindak kekerasan suami terhadap istrinya. Faktor terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga adalah bahwa ada perbedaan pendapat antara suami dan istri, masalah ekonomi yang ada dalam keluarga serta adanya anggapan bahwa istri harus ada dibawah kendali suami sehingga menyebabkan under pressure pada istri.36

2.8. Jenis-jenis Kekerasan

Berdasarkan pengertian tentang kekerasan seperti yang dipaparkan di atas maka terdapat beberapa jenis kekerasan,37 yaitu:

1. Kekerasan langsung (direct violence)

Tindakan kekerasan langsung merujuk pada penyerangan fisik atau psikologis terhadap seseorang atau sekelompok orang secara langsung, seperti pembunuhan individual atau sekelompok, permusuhan etnis, pertikaian karena suku, agama, ras, kejahatan perang, pembunuhan massal, dan penganiayaan dalam rumah tangga atau di tempat kerja.

34Ayu Dewa dan Hartini Nurul. Dinamika Forgiveness pada Istri yang Mengalami Kekerasan dalam

Rumah Tangga (KDRT). (Surabaya: Unair, 2017),53

35Manumpahi, Edwin dkk. Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologi Anak di Desa

Soakonora Kecamatan Jailolo, Kab. Halmahera Barat.(Halmahera Barat, 2016), 5

36Edi Cahyo dan Iswahyudi Didik.Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bertentangan dengan HAM di

Wilayah Kelurahan Turen.(Malang: Universitas kanjuruhan Malang, 2013) 611.

37

Toni Tampake, Studi peranan lembaga-lembaga agama dalam mencegah dan menangani kasus KDRT di kota Kudus, Jawa Tengah, (Semarang:Kementerian Agama, 2011), 19

(26)

16

2. Kekerasan tidak langsung (indirect violence)

Kekerasan tidak langsung adalah tindakan yang membahayakan manusia, bahkan kadang-kadang sampai ancaman kematian, tetapi tidak melibatkan hubungan langsung antara korban dengan pihak yang bertanggung jawab atas tindakan kekerasan tersebut.

3. Kekerasan represif (repressive violence)

Jenis kekerasan ini sering dihubungkan dengan tindakan mencabut atau menghalangi seseorang dari pemenuhan hak-hak dasar selain hak untuk bertahan hidup dan hak untuk dilindungi dari kesakitan atau penderitaan.

4. Kekerasan alienatif (alienating violence)

Kekerasan ini menunjukkan pada upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencabut, membatalkan, mengurangi, atau menghalangi hak-hak induvidu yang lebih tinggi, misalnya: hak pertumbuhan kejiwaan (emosi), hak pemelihara tradisi budaya dan identitas adat istiadat.

2.9. Bentuk-bentuk Kekerasan

Ada beberapa bentuk tindakan kekerasan yang terjadi atau dapat terjadi di dalam kehidupan individu atau masyarakat38, yaitu:

1. Kekerasan fisik: pemukulan, pengeroyokan, penggunaan senjata yang menyakiti, melukai, penyiksaan, penggunaan obat untuk menyakiti, penghancuran fisik, pembunuhan, dll.

2. Kekerasan seksual/alat-alat regenerasi/reproduksi: serangan atau upaya fisik untuk melukai alat seksual/reproduksi orang lain, pemaksaan hubungan seksual atau pemerkosaan, mutilasi alat seksual, pemaksaan aborsi, penghamilan paksa, dll.

3. Psikologis: agresi atau penyerangan terhadap harga diri orang lain, penghancuran motifasi, perendahan, penghinaan, pembunuhan karakter, kegiatan mempermalukan, dan upaya membuat takut.

4. Deprivasi: penelantaran, pembiara secara sengaja dan sistematis, penjauhan seseorang atau sekelompok orang dari pemenuhan kebutuhan dasar mereka dalam berbagai bentuknya.

38

Toni Tampake, Studi peranan lembaga-lembaga agama dalam mencegah dan menangani kasus KDRT di kota Kudus, Jawa Tengah, 21

(27)

17

2.10. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dampak yang terjadi dari kekerasan dalam rumah tangga yaitu berpengaruh pada fisik dan psikologi istri yang menjadi korban kekerasan. Biasanya jika berhubungan dengan fisik maka tubuh korban akan terlihat memar atau luka dibagian tubuh. Dampak fisik bisa terjadi pada alat seksualitas yang dialami oleh perempuan jika dipaksa melakukan hubungan seksual disertai dengan kekerasan sehingga bisa melukai alat vital korban. Contoh lain kekerasan fisik dalam rumah tangga seperti suami akan memukul, menarik, dan menendang.39 Sedangkan dampak psikologis korban kekerasan didalam rumah tangga yaitu tekanan yang kuat, merasa takut yang berlebihan, hidup tidak terarah, dan merasa ingin pergi dari rumah. 40 2.11. Hubungan Pendampingan Pastoral Terhadap Kekerasan di dalam Rumah

Tangga

Dalam gereja mempunyai tugas untuk membantu jemaatnya yang memiliki masalah.Pelayanan dalam gereja disebut dengan pendampingan pastoral (Pastoral Care). Pastoral dengan jemaat memiliki peran sebagai konselornya yang mencoba membimbing jemaatnya ke dalam suasana percakapan untuk bisa mengenal dan mengerti masalah apa yang sedang dihadapi oleh jemaat.

Dalam membatu jemaat yang mengalami kekerasan di dalam rumah tangga pendampingan pastoral bisa sebagai healing yang mendengarkan segala keluhan batin, melalui pendekatannya pendamping mengajak penderita kekerasan di dalam rumah tangga menggungkapkan perasaan batinnya.41 Melalui interaksi ini bisa membawa korban kepada hubungan iman dengan Tuhan melalui doa, pembacaan alkitab sebagai penyembuh batin.42 Sehingga jemaat yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga bisa merasa lega dan aman akibat tekanan mental yang berat. Selain itu pendampingan bisa menganalisis apa yang menjadi masalah atau penyebab kekerasan dalam rumah tangga dan menjembatani sebagai perantara untuk memperbaiki hubungan yang rusak dalam keluarga.

Rangkuman : Pendampingan pastoral sangat di butuhkan bagi korban kekerasan di dalam rumah tangga. Para pastoral atau gembala selalu melaksanakan tugasnya penggembalaan

39Made, Putri dan Debora.Kehidupan Bermakna Perempuan Yang Mengalami Kekerasan Dalam

Rumah Tangga. (Bali : Udayana, 2016), 223

40

Aart Van Beek. Pendampingan Pastoral,15.

41Agusthina dan Yohanes. Pelayanan Pastoralia Transformatif Untuk Penanganan Masalah Kekerasan

Seksual Terhadap Perempuan di Ambon. (Ambon: Universitas Kristen Indonesia Maluku, 2017), 175.

42

(28)

18

dengan bantuan dan bimbingan kepada jemaat dalam menghadapi permasalahan, krisis perkembangan hidup. Pendampingan pastoral untuk menolong atau membantu orang-orang memahami atas kesembuhan dan pertumbuhan serta belajar berusaha memperkokoh/ memperkuat iman. Kasus kekerasan didalam rumah tangga biasanya bisa dilakukan oleh anggota keluarga misalnya suami terhadap istri. Faktor terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga adalah bahwa ada perbedaan pendapat antara suami dan istri, masalah ekonomi yang ada dalam keluarga serta adanya anggapan bahwa istri harus ada dibawah kendali suami sehingga menyebabkan under pressure pada istri. Dampaknya dari kekerasan didalam rumah tangga berupa stress atau gangguang depresi berat, merasa takut, banyak luka fisik akibat pukulan sang suami sehingga istri sangat terganggu batinnya. Dalam hal ini pendampingan pastoral mempunyai tanggungjawab bersama dalam membimbing, menopang, menyembuhkan jemaat yang mengalami kekerasan didalam rumah tangga pendampingan pastoral bisa berupa healing yang mendengarkan segala keluhan batin, melalui pendekatannya pendamping mengajak penderita kekerasan didalam rumah tangga menggungkapkan perasaan batinnya.

HASIL PENELITIAN

3.1. Gambaran Umum HKBP Salatiga

Tempat penelitian yang diambil oleh penulis yaitu HKBP Salatiga, Gereja tersebut terletak di Kalicacing, Sidomukti, Kota Salatiga, Semarang. Gereja HKBP Salatiga terletak dilokasi yang sangat mudah dijangkau karena daerahnya yang sangat strategis (dekat dengan pusat Kota Salatiga, Lapangan Pancasila). Visi dan misi yang ada di HKBP Salatiga itu tidak hanya akan menjadi jasad tanpa Roh ketika warga jemaat hanya berada dalam posisi sebagai objek pelayanan yang sepenuhnya bergantung kepada pelayan. Gereja HKBP Salatiga memiliki visi yaitu berkembang menjadi gereja yang inklusif, dialogis dan terbuka serta mampu dan bertenaga mengembangkan kehidupan yang bermutu di dalam kasih Tuhan, bersama-sama dengan semua orang di dalam masyarakat global, terutama masyarakat Kristen, demi kemuliaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sedangkan misi dari Gereja HKBP Salatiga adalah berusaha meningkatkan mutu segenap warga masyarakat, terutama warga HKBP, melalui pelayanan-pelayanan gereja yang bermutu agar mampu melaksanakan amanat Tuhan dalam segenap perilaku kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, maupun kehidupan

(29)

19

bersama segenap masyarakat manusia di tingkat lokal, nasional, di tingkat regional dan global dalam menghadapi tantangan abad- 21.

HKBP Salatiga memiliki komitmen dan senantiasa membuka diri dalam memenuhi tugas dan panggilannya untuk memberdayakan setiap warga jemaat dalam menghadapi perubahan sosial. Sebagaimana keberadaan Gereja sebagai bagian yang integral dari kehidupan masyarakat.Maka pertumbuhan dan perkembangan Gereja tersebut juga menjadi salah satu perhatian masyarakat, oleh sebab itu gereja haruslah dapat menjadi tempat sekaligus sarana bagi setiap jemaatnya untuk mengekspresikan rasa sayang dan cinta kepada Tuhan melalui sesamanya.

Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT pada jemaat Gereja HKBP Salatiga kebanyakan korbannya adalah istri. Kasus persoalan kekerasan di dalam rumah tangga yang dilaporkan menyebabkan sang istri mengalami trauma yang berat. Kekerasan yang terjadi pada istri merupakan keprihatinan di dalam suatu kehidupan keluarga Kristen saat ini.

3.2. Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di HKBP Salatiga

Ibu NS43 adalah korban kekerasan di dalam rumah tangga yang diakibatkan karena suaminya selingkuh. Suaminya selingkuh sebanyak dua kali, pertama ketika sang suaminya berselingkuh dengan saudaranya sendiri sehingga saudaranya hamil dan memiliki anak dari perselingkuhan tersebut, akan tetapi Ibu NS tetap memaafkannya dan mengasuh anaknya serta sudah menganggap seperti anak sendiri. Perselingkuhan yang kedua sang, suami berselingkuh melalui media sosial.44 Yang dialami Ibu NS bahwa suami selingkuh yang kedua melalui media sosial. Perselingkuhan melalui media sosial sangatlah riskan, karena perselingkuhan tersebut diketahui oleh anaknya sendiri kemudian sang istri mencoba berbicara pada suami dan menasehatinya akan tetapi tidak berhasil.45 Selain itu faktor lain yang menyebabkan kekerasan dirumah tangga karena sang istri mencoba menasehati pada suami karena tidak bekerja dan pulang selalu larut malam bahkan, selama Ibu NS berumah tangga pernah mengalami kekerasan berupa tamparan ketika suami di nasehati dia tidak terima lalu pergi dari rumah, parahnya lagi selama berumah tangga sang suami tidak pernah memberi nafkah kepada Ibu NS dan anaknya.46 Ibu NS yang berusaha mencukupi kebutuhan

43 NS (Korban) pada tanggal 24 Mei 2019. 44 NS (Korban) pada tanggal 24 Mei 2019. 45

NS (Korban) pada tanggal 24 Mei 2019.

46

(30)

20

sehari-hari dengan bekerja banting tulang. Walaupun begitu penghasilan yang diterima ibu NS tidaklah banyak dan hanya cukup untuk dirinya sendiri. Pertengkaran antara suami dan Ibu NS menyebabkan keluarganya tidak lengkap karena setiap keluarga harus melengkapi dan saling mendukung bukan saling bertengkar satu sama lain. Ibu NS merasa bahwa pertengkaran yang dia alami itu perbuatan tercela dan tidak baik dipandang orang. Dari pertengkaran yang dialami Ibu NS anaknya menjadi kurang kasih sayang dari bapaknya.47 Ibu NS sebenarnya sangat malu karena orang-orang disekitarnya tahu bahwa suaminya yang suka selingkuh dan malu juga pada pihak gereja karena suaminya adalah seorang penatua tetapi kelakuannya tidak mencerminkan sebagai penatua. Masyarakat disekitar rumah Ibu NS kadang sering membicarakan masalah suaminya yang sering selingkuh di depan dia dan ada juga yang tidak perduli. Akan tetapi ketika Ibu NS ditanya perihal suaminya Ibu NS Selalu bicara jujur dan tidak ditutup-tutupi. Dengan adanya kekerasan rumah tangga yang diakibatkan dari suami Ibu NS yang sering selingkuh, anaknya jatuh ke dalam pergaulan yang salah seperti bergaul dengan orang-orang yang suka memakai obat-obatan terlarang akibat melihat kekerasan yang terjadi antara ibu dengan ayahnya.48

Sebenarnya Ibu NS merasa malu terhadap semua orang dan Tuhan dari masalah dengan suaminya tersebut, kadang Ibu NS menyalahkan diri sendiri dan Ibu NS selalu menyalahkan takdir kenapa harus seperti ini. Ibu NS pernah sakit dan sebagian badannya tidak bisa digerakkan. Ibu NS menjadi stress berat, akan tetapi Ibu NS sanggup bertahan demi ananknya karena anaknya sangat butuh kasih sayang dari beliau. Walaupun sedang dirundung masalah dengan suami Ibu NS tetap bekerja seperti biasa untuk menghidupi anaknya dan tidak perduli apa kata orang mengenai hal buruk pada keluarganya.

Ibu TH adalah korban kekerasan di dalam rumah tangga berikutnya.49 Ibu TH mengalami kekerasan di dalam rumah tangga karena suaminya adalah seorang yang emosian dan emosi suaminya sering kali tidak bisa terkontrol.50 Setiap Ibu TH berbicara dengan suaminya selalu dibalas dengan kata-kata kasar dan bentakan. Samahalnya dengan anak-anak Ibu TH selalu dibentak tidak ada belas kasih dari suaminya. Selain itu suaminya yang selalu malas mencari nafkah untuk keluarga dan kerjaannya hanya memancing setiap hari tetapi tidak pernah ada hasilnya dan ketika suami Ibu TH dinasehati suaminya tidak terima.51

47

NS (Korban) pada tanggal 24 Mei 2019.

48 NS (Korban) pada tanggal 24 Mei 2019. 49 TH (Korban) pada tanggal 25 Mei 2019. 50

TH (Korban) pada tanggal 25 Mei 2019.

51

(31)

21

Resiko yang diterima Ibu TH adanya kekerasan di dalam rumah tangga adalah Ibu TH merasa gagal sebagai istri karena usahanya selama ini menasehati suami tidak berhasil karena sifat suaminya tetap sama. Ibu TH merasa tertekan batinnya dengan keadaannya sekarang ini dan merasa sangat kasihan dengan anak-anaknya. Efek yang ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga ini anak Ibu TH menjadi tidak menyukai bapaknya sendiri mereka menjadi terbiasa hidup tanpa seorang bapak.52 Anak Ibu TH yang kedua tidak pernah suka kalau Ibu TH membahas ayahnya di depan dia, anaknya selalu nangis kalau Ibu TH menceritakan suaminya itu. Ibu TH mencoba tetap kuat dalam menghadapi cobaan yang terjadi di dalam keluarganya. Ibu TH mencoba menjaga dan merahasiakan kekerasan rumah tangga yang dialaminya agar tidak pernah diketahui oleh orang lain atau masyarakat sekitar rumahnya. Masyarakat dilingkungan Ibu TH masyarakatnya kurang baik, karena ketika ada permasalahan sedikitpun pasti selalu mendapatkan cibiran.53 Ibu TH selama ini selalu bersabar dalam menghadapi masalah dan beliau berpikir daripada stress setiap hari, Ibu TH lebih mementingkan mencari uang demi menghidupi keluarga dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan anak-anaknya dengan selalu pergi dan menjemput anaknya yang sedang sekolah. Semua itu Ibu TH lakukan agar bisa melupakan kesedihannya.

Dari kedua kasus diatas menceritakan tentang faktor penyebab kekerasan di dalam rumah tangga di Gereja HKBP, serta beberapa dampak dan akibat dari kasus kekerasan didalam rumah tangga yang telah terjadi di Gereja HKBP Salatiga.

PEMBAHASAN DAN ANALISA

Penulis menemukan hasil penelitian di Gereja HKBP Salatiga pada jemaat yang mengalami kekerasan di dalam rumah tangga karena beberapa faktor penyebabnya adalah:

1. Suami korban yang selingkuh

Kekerasan di dalam rumah tangga bisa disebabkan oleh perselingkuhan. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Evi Tri Jayathi yang menyatakan perilaku selingkuh yang

52 TH (Korban) pada tanggal 25 Mei 2019. 53

(32)

22

dilakukan suami bisa menyebabkan kekerasan di dalam rumah tangga.54 Seharusnya sebagai kepala keluarga suami memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya dan menjaga keharmonisan rumah tangganya. Pada kenyataannya, suami dari jemaat Gereja HKBP Salatiga tidak menjaga keharmonisan keluarganya dan melakukan perbuatan perselingkuhan. Lebih parahnya lagi perselingkuhan dilakukan dengan saudaranya sendiri hingga hamil dan yang kedua melalui media sosial.

2. Suami Tidak Pernah Memberikan Nafkah

Nafkah adalah hak yang di berikan seorang ayah kepada istri dan anak-anaknya. Dari hasil penelitian bahwa sang istri tidak diberi nafkah oleh suaminya malah ditelantarkan. Selain itu sang istrilah yang bekerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga. Hal tersebut sejalan dengan hasil pemikiran oleh Maisah dan Yenti bahwa tidak ada pemberian nafkah dari suami akan mempengaruhi terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga karena keluarga jadi terlantar.55 Suami tidak memberikan nafkah dan ketika sang istri berusaha menasehati suami akan tetapi suami menjadi marah. Seharusnya suami memberikan nafkah pada istri dan anaknya karena itu merupakan kewajiban suami di dalam rumah tangga bahwa sebagai tulang punggung dan mencari nafkah adalah suami.

3. Sikap Suami Yang sering Emosi

Kasus kekerasan rumah tangga yang sering terjadi karena adanya pertengkaran yang disebabkan dari sikap emosi. Hal tersebut juga sejalan dengan pemikiran Sujadmi bahwa kekerasan rumah tangga bisa terjadi akibat faktor emosional yang tidak terkontrol.56 Dengan emosi yang tidak terkontrol terjadi percekcokan antara suami dan istri sering bertengkar bahkan melontarkan kata-kata kasar. Ini karena rasa frustasi suami sehingga melampiaskan atau untuk mengurangi ketegangan dengan memaki dan mencaci istri sehingga emosinya meluap-luap. Tetapi seharusnya suami bisa mengontrol emosi agar tidak marah-marah atau membentak istri, mungkin jika ada pedebatan bisa dibicarakan baik-baik tanpa harus emosi yang berlebihan pada istri.

54 Evi Tri Jayanthi. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Di dalam Rumah Tangga Pada

Survivor yang Ditangani Oleh Lembaga Sahabat Perempuan Magelang. (Yogyakarta : UNY, 2009), 40

55

Maisah dan Yenti. Dampak Psikologis Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota jambi. (Jambi : IAIN Jambi, 2016), 272

56 Sujadmi. Perempuan Dalam Arena Kekerasan Domestik (Studi Dokumen Penyebab Kekerasan Pada

Perempuan Dalam Rumah Tangga di Pulau Bangka). (Bangka Belitung : Universitas Bangka Belitung, 2017),104

(33)

23

4. Sikap Suami Yang Selalu Pulang Malam

Faktor penyebab kekerasan di dalam rumah tangga pada penelitian ini juga bisa disebabkan karena sang suami selalu pulang larut malam. Sikap sang suami ini menjadi seakan sudah tidak nyaman lagi dirumah dan menjadikan rumah hanya sebagai tempat singgah saja. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Armansyah bahwa suami yang pulang malam dengan adanya aktivitas diluar rumah yang dibawah kewajaran kadang kala menimbulkan sebuah kecurigaan dari sang istri terhadap suami.57 Seharusnya sang suami menyadari bahwa pulang larut malam tanpa hal yang jelas adalah sesuatu yang salah dalam berkeluarga karena suami bertanggung jawab untuk selalu memperhatikan keadaaan keluarganya.

Penulis juga menemukan beberapa dampak dari kekerasan di dalam rumah tangga pada jemaat di Gereja HKBP Salatiga, sebagai berikut:

1. Keluarga menjadi tidak nyaman

Adanya kekerasan di dalam rumah tangga bisa menghadirkan macam akibat, misalnya adalah keluarga menjadi tidak lengkap. Hal ini sejalan dengan hasil pemikiran Rochmat Wahab bahwa sesuai pemikiran Rochmat setuju bahwa adanya kekerasan fisik dari suami berupa : menampar, menendang, mengancam, perilaku ini sungguh membuat anggota keluarga menjadi trauma dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.58 Dengan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan keutuhan, keluarga bisa terganggu karena ada perasaan takut melihat kekerasan yang telah terjadi sehingga ingin pergi dari rumah.

2. Depresi

Rasa kecewa dan putus asa adalah rasa yang dialami istri dari kekerasan di dalam rumah tangga. Hal ini sejalan dengan hasil pemikiran oleh Emi Sutrisminah59 bahwa Emi setuju, dengan adanya kekerasan di dalam rumah tangga bisa berdampak dengan rasa depresi atau kekerasan psikologis yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Penyebab depresi adalah penghinaan,

57

Armansyah Matondang. Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian dalam perkawinan (Medan : Universitas Medan Area, 2014),145.

58 Rochmat Wahab.Kekerasan Dalam Rumah Tangga.(Yogyakarta: UNY,2004), 4 59

Emi sutrisminah. Dampak Kekerasan Pada Istri Dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan Reproduksi. (Semarang: UNISSULA, 2009),5

(34)

24

komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar.

3. Anak Jatuh Dalam Pergaulan Salah

Ketika dalam keluarga mengalami kekerasan anak juga ikut menjadi korbannya. Hal ini sejalan dengan hasil pemikiran oleh Christika Chatarina60, bahwa dalam pemikiran Christika setuju akibat dari kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan sebuah keluarga tidak jarang menempatkan anak menjadi korban karena kurang bisa mengkomunikasikan dengan baik. Hal ini sering terjadi, terutama bila ada perilaku anak yang kurang berkenan untuk orang tua atau anggota keluarga yang lain sehingga anak bisa terjerumus kearah pergaulan yang tidak baik. Anak menjadi kurang mendapat kasih sayang dari orang tua dan anak menjadi kurang terpantau sehingga bisa jatuh dalam pergaulan yang salah seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang. 4. Mendapat Cibiran dari masyarakat

Kejadian kekerasan didalam rumah tangga juga bisa berefek pada masyarakat. Efek yang ditimbulkan dalam masyarakat seperti merasa terkucilkan karena malu kepada orang disekitarnya. Hal ini sesuai pemikiran Isyatul Mardiyanti bahwa kondisi lingkungan masyarakat yang kurang baik maka masalah yang sedang terjadi dalam keluarga bisa tersebar pada masyarakat sekitar dan bisa terjadi gunjingan, cibiran.61 Penulis juga menemukan dalam hasil penelitian peran dan fungsi pastoral yang dilakukan terhadap jemaat gereja HKBP Salatiga, sebagai berikut:

1. Bila seseorang dalam keadaan yang salah dan memerlukan panduan orang lain untuk mengarah kejalan yang benar maka fungsi bimbingan sangat diperlukan. Berhubungan dengan kekerasan di dalam rumah tangga pihak gereja menunggu setelah pihak keluarga menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu. Jika langsung diserahkan kepada pihak gereja ditakutkan korban akan merasa malu. Hal ini sejalan dengan pemikiran Van Beek62 dalam fungsi bimbingan (Guilding) bahwa pastoral turun langsung untuk mendampingi korban, setelah korban memilih/keputusan yang dia tempuh. Dalam menyelesaikan masalah kekerasan di dalam rumah tangga bukanlah hal yang mudah karena saat korban sudah membuat keputusan akan

60

Christika Chatarina.Dampak Psikologis Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.( Semarang: UNIKA, 2018),83.

61 Mardiyanti Isyatul, “Dampak Trauma Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perkembangan

Psikis,” Jurnal Studi Gender dan Anak, (Pontianak: IAIN Pontianak, 2010): 4.

62

(35)

25

meminta bantuan pastoral, korban akan bercerita akan masalah yang dialaminya pada orang lain ada rasa malu yang mendalam sebab masalah keluarganya diuangkap ke orang lain.

2. Sokongan membantu korban kekerasan di dalam rumah tangga yang sakit atau terluka dari tamparan suami, agar dapat bertahan dalam menjalani hidup. Hal ini sejalan dengan pemikiran Van Beek63 dalam fungsi menguatkan dari pastoral dengan rasa empatinya memberikan waktu lebih untuk korban kekerasan rumah tangga. Sehingga pastoral sudah menjalankan tugasnya dengan baik karena kesedian pastoral penuh dengan empati yang tinggi untuk membuka diri agar korban kekerasan rumah tangga mau menceritakan kejadian-kejadian yang pernah dialaminya.

3. Kekerasan rumah tangga yang dialami oleh seorang istri memberikan bekas yang mendalam sehingga menyebabkan tekanan batin. Perasaan yang tertekan dan tidak terungkap melalui kata-kata bisa berakibat pada tubuh seperti mual, pusing dsb. Dengan adanya pendampingan pastoral korban kekerasan di dalam rumah tangga mencoba mengatakan kisah yang dialaminya dan menenangkan hati korban. Hal ini sejalan dengan pemikiran Van Beek64 dalam fungsi penyembuhan (healing) bahwa dalam pendampingan ini perlu pendekatannya mengajak penderita untuk mengungkapkan perasaan batinnya sebagai sarana penyembuhan.

4. Gereja yang kurang peduli, dengan keadaan korban kekerasan didalam rumah tangga, ketika masalah terjadi barulah secara tiba-tiba gereja datang dan menasihati seperti memberi masukan tanpa mempertemukan antara korban dan suaminya untuk mendamaikan atau memperbaiki hubungan antara korban dan suami. Hal ini tidak sejalan dengan pemikiran Van Beek dalam fungsi memulihkan/memperbaiki hubungan (reconciling) karena gereja tidak melakukan hal tersebut. Gereja hanya memberikan saran sepihak pada korban tanpa memepertemukan dengan suami korban, hal ini perlu mendapat perhatian jangan sampai pendampingan memihak salah satu pihak dan hendaknya menjadi penengah yang bijaksana.

5. Proses bimbingan menjadi tugas pelayan gereja pastoral memberikan motivasi yang dilakukan bersifat nasehat dan arahan. Menangani kasus seperti kekerasan di dalam rumah tangga tidak mudah karena saran yang diberikan belum tentu diterima olah korban akan tetapi tugas utama pastoral harus dijalankan yaitu memberikan nasihat

63

Van Beek, Aart. Pendampingan Pastoral, 13.

64

(36)

26

dengan lembut. Hal ini sejalan menurut pemikiran Van Beek65 dalam fungsi memelihara atau mengasuh (nurturing) bahwa proses pastoral ini adalah mengasuh atau mengembangkan potensi-potensi korban. Penderita perlu ditolong untuk tetap berkembang sebagai kekuatan yang dapat diandalkannya untuk melanjutkan hidup. Dalam hal ini disadari oleh pastoral HKBP Salatiga sudah menjalankan tugasnya dengan empati serta semangat lewat doa agar menjadi penguat dari keterpurukan. Mengakhiri hasil dan pembahasan dari penelitian yang peneliti lakukan di HKBP Salatiga, peneliti ingin mengatakan bahwa korban kekerasan di dalam rumah tangga telah mengalami masa yang berat di dalam keluarga dan sering mendapat pembicaraan dalam masyarakat. Mengalami masa berat maksudnya bahwa korban kekerasan di dalam rumah tangga sering mendapat perlakuan tidak baik dari suami sehingga menyebabkan depresi atau tekanan batin. Korban kekerasan di dalam rumah tangga sulit menjalani hidup dilingkugan masyarakat karena akan menadapat cibiran atau gunjingan dari orang sekelilingnya. Para korban harus menerima kenyataan yang telah terjadi. Inilah yang menjadi peran pendampingan pastoral yang harus dilakukan oleh Gereja bagi korban kekerasan di dalam rumah tangga. Gereja harus siagap turun tangan untuk mengatasi masalah seperti ini jangan hanya sibuk mengurus kebutuhan administrasi tanpa memperdulikan jemaatnya yang sedang mengalami masalah. Bagaimana mungkin jemaat korban kekerasan di dalam rumah tangga langsung mampu mengungkapkan perasaan mereka kepada Gereja khususnya Pendeta. Akan sedikit sulit bagi korban kekerasan di dalam rumah tangga untuk mengungkapkan itu kepada pastoral karena tersingkup rasa malu pada korban.

Untuk itulah korban perlu untuk didampingi dengan mengarahkan mereka untuk mampu bangkit lagi dari keterpurukan yang sedang dialaminya seharusnya masyarakat lingkungan sekitar korban juga jangan menggunjing keluarga korban yang sedang mendapat masalah, baiknya mereka juga membantu korban untuk tetap semangat.

Ketika Pastoral atau pergembalaan menjadi tanggungjawab bersama, maka harapan semua orang dapat terwujud dalam tuntunan Tuhan. Tugas untuk menolong dan membimbing korban kekerasan didalam rumah tangga dengan mampu menjadi alat Tuhan yang siap dipakai untuk menjadi penenang hati bagi banyak orang. Maka, dengan itulah iman mereka

65

(37)

27

tetap teguh di dalam menjalani kehidupan dan selalu mengandalkan Tuhan dalam hidup mereka.

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan kajian hasil penelitian pada korban kekerasan di dalam rumah tangga pada jemaat di HKBP Salatiga, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa kekerasan di dalam rumah tangga terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor serta memiliki dampak yang bermacam-macam dan bagaimana pendampingan pastoral dilakukan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga Maka, peneliti menemukan beberapa faktor, yaitu:

1. Suami korban yang suka selingkuh

Kekerasan didalam rumah tangga yang terjadi pada jemaat di HKBP Salatiga disebabkan oleh perselingkuhan. Perselingkuhan yang dilakukan suaminya tidak hanya sekali tapi berkali-kali bahkan dengan saudaranya sendiri hingga hamil. 2. Suami Tidak Pernah Memberikan Nafkah

Nafkah adalah hak yang di berikan seorang ayah kepada istri dan anak-anaknya. Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi juga karena sang istri tidak diberi nafkah oleh suaminya dan ditelantarkan. Selain itu sang istrilah yang bekerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga.

3. Sikap Suami Yang sering Emosi

Kasus kekerasan rumah tangga yang sering terjadi karena adanya pertengkaran yang disebabkan dari sikap emosi. Dengan emosi yang tidak terkontrol terjadi percekcokan antara suami dan istri sering terjadi bahkan bertengkar melontarkan kata-kata kasar.

Dari beberapa faktor penyebab diatas dapat menimbulkan beberapa dampak yaitu: 1. Keluarga menjadi tidak nyaman

Adanya kekerasan di dalam rumah tangga bisa menghadirkan macam akibat, misalnya adalah keluarga menjadi tidak lengkap. Dengan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan keutuhan, keluarga bisa terganggu karena ada perasaan takut melihat kekerasan yang telah terjadi sehingga ingin pergi dari rumah.

Referensi

Dokumen terkait

Notes: TCO = total customer orientation, COA = customer orientation asymmetry toward sellers relative to buyers (i.e., orientation toward sellers minus orientation toward buyers),

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah membuat rancangan program berbentuk aplikasi enkripsi dan dekripsi file berbasis web dengan teknik kriptografi

3HQXOLVDQ VNULSVL EHUMXGXO PENGENAAN RETRIBUSI OLEH PEMERINTAH KOTA SURABAYA KEPADA TVRI DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 1997 TENTANG IZIN PEMAKAIAN

Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan audit komunikasi kegiatan penempatan dan pemindahan kerja pegawai dalam kegiatan employee relations Perwakilan BKKBN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA sebanyak 15 g/tanaman pada media tanah ultisol memperlihatkan pengaruh yang nyata pada pertambahan jumlah

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “ Meningkatkan Kemampuan naturalis anak melalui pemanfaatan lingkungan alam sekitar “. B.

Setelah dilakukan penelitian pada tanggal 11 Maret sampai 11 April 2016, bahwa hubungan Induksi dengan kejadian Asfiksia di Rumah Sakit Ahmad Mochtar Bukittinggi, maka

Dalam sistem modernisasi perpajakan, pengelompokan potensi pajak berdasar keunggulan fiskus di wilayah wajib pajak atau mapping dan pembuatan profil wajib pajak merupakan