• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Hasil penelitian pada populasi karyawan di Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan menunjukkan bahwa ada pengaruh positif iklim organisasi dengan employee engagement sebesar (R=0,743) dengan p = 0,000.

Hal ini menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Bahwa karyawan merasakan iklim yang positif di dalam organisasi sehingga hal ini juga berpengaruh kepada tingkat keterikatan karyawan yaitu employee engagement. Hasil yang dicapai sesuai dengan pendapat dari penelitian- penelitian terdahulu mengenai pengaruh iklim organisasi terhadap employee engagement. Seperti

yang diungkapkan oleh Robinson (dalam Kulaar, 2008), Employee engagement dapat dicapai melalui penciptaan lingkungan organisasi dimana emosi positif seperti keterlibatan dan kebanggaan didorong, sehingga meningkatnya kinerja organisasi, rendahnya turnover karyawan dan kesehatan yang lebih baik. Upaya untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif, dapat diarahkan dengan terwujudnya kerjasama kerja yang serasi, sehingga dapat mewujudkan kinerja yang semakin lebih baik pada diri karyawan (Vivi, 2007).

Studi mengenai pengaruh iklim organisasi terhadap employee engagement juga sejalan dengan peneltian Abbey (dalam Suhanto, 2009) bahwa iklim organisasi menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap tingkah laku manusia. Iklim organisasi dapat menentukan sejauh mana individu merasa betah menjadi anggota suatu organisasi dan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas dan kualitas kinerja (Davis dan Newstrom, 2002).

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Trimahanani (dalam Mahmudah, 2011) mengungkapkan kondisi lingkungan yang kondusif dapat menjadi pemicu terciptanya employee engagement. Adanya employee engagement membuat karyawan memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan sehingga dapat merasakan kepuasan bekerja di perusahaan tersebut. Tentu hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap employee engagement.

64

Employee engagement muncul apabila karyawan mendapatkan penghargaan dan pengakuan terhadap performansi mereka. Kurangnya penghargaan dan pengakuan akan menyebabkan karyawan tidak betah, maka dari itu pengakuan dan penghargaan adalah faktor penting bagi engagement (Saks, 2006). Penghargaan dan pengakuan juga termasuk dalam aspek iklim organisasi yang dikemukakan oleh Stringer (2002).

Hasil positif yang didapat dari pengaruh iklim organisasi terhadap employee engagement didukung dengan hasil wawancara kepada salah satu karyawan di bank tersebut. Berikut petikan wawancaranya:

“....semua karyawan disini baik-baik. Kalau ada kesulitan mereka mau bantu. Gak pernah cuek. Peduli lah pokoknya. ... senang kerja disini. Karena teman-teman disini juga baik-baik. Betah jadinya.” (komunikasi personal, 4 Juni 2013).

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh sumbangan efektif iklim organisasi terhadap employee engagement adalah 55,2 % sedangkan sisanya 44,8 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian. Hasil yang dicapai sudah signifikan karena lebih dari setengah merupakan sumbangan dari iklim organisasi terhadap employee engagement pada karyawan. Sisa sebesar 44,8 % dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti kepuasan kerja, komunikasi antara atasan bawahan, kepribadian, budaya organisasi, dan persepsi terhadap dukungan organisasi. Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara pada salah satu karyawan di bank tersebut. Berikut petikan wawancaranya:

“...kalau masalah senang kerja di sini apa gak, ya pasti senang dek.

Kan orang disini baik-baik. Kakak udah lama kerja disini. Sudah tau kali gimana pekerjaan yang kakak geluti sekarang. Kalaupun ada mereka yang gak tau, kadang kakak bantu. Ya setahu kakak lah pastinya. Kalau sama teman-teman disini kami akrab kali. Becandaan-becandaan, saling bantu, macem-macem lah...” (komunikasi personal, 4 Juni 2013)

Untuk melihat tingkat penerimaan karyawan terhadap iklim organisasi dan tingkat employee engagement pada karyawan dapat menggunakan perbandingan antara mean hipotetik dan mean empirik. Tingkat penerimaan subjek penelitian terhadap iklim organisasi berada diatas rata-rata daripada populasi umumnya yang ditunjukkan oleh mean empirik skala yaitu 152,3 lebih besar dibandingkan dengan mean hipotetik skala yaitu 114. Sementara itu mean empirik skala employee engagement yaitu 60,1 lebih besar dibandingkan mean hipotetik yaitu 45, hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat employee engagement berada di atas rata-rata daripada populasi umumnya.

Berdasarkan kategorisasi iklim organisasi didapat hasil bahwa penerimaan karyawan terhadap iklim organisasi berada pada kategori tinggi, dari hasil data hipotetik didapat sebanyak 42 orang (84 %) memiliki penerimaan terhadap iklim organisasi yang tinggi. Hal ini bisa terjadi dikarenakan karyawan merasakan iklim yang positif di dalam organisasi tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh Yuliana (2007), individu merasakan iklim yang positif jika individu merasakan kepemimpinan yang kompeten, adanya kepercayaan diantara sesama rekan kerja dan atasan dan bawahan, komunikasi yang lancar dan efektif menciptakan kehangatan, adanya pemberian tanggung jawab dari atasan kepada bawahannya, karyawan merasakan pekerjaan yang ia

66

lakukan bermanfaat bagi dirinya dan perusahaan, hukuman dan penghargaan yang diberikan adil dan objektif, struktur dan birokrasi yang tidak terlalu banyak, tidak formal, tidak memberatkan anggotanya, adanya pengendalian dan pengarahan perilaku dari atasan yang tidak kaku, dan partisipasi karyawan yang cukup tinggi dalam perusahaan.

Hal ini juga sejalan dengan aspek-aspek iklim organisasi yang dikemukakan oleh Stringer (2002) yaitu struktur, standard, tanggung jawab, penghargaan, dukungan, dan komitmen.

Berdasarkan kategorisasi employee engagement didapat hasil bahwa tingkat employee engagement pada karyawan berada pada kategori tinggi, dari hasil data hipotetik didapat sebanyak 43 orang (86 %) memiliki tingkat employee engagement yang tinggi. Melihat hasil yang telah dicapai, maka data ini telah mendukung hipotesis penelitian.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan dalam penelitian ini, pada akhir bab akan dikemukakan saran-saran bagi penelitian di masa mendatang dengan tema yang hampir sama.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada seluruh karyawan di Bank Sumut Cabang Iskandar Muda, maka dapat diambil kesimpulan :

1. Terdapat pengaruh positif iklim organisasi dengan employee engagement, artinya semakin positif iklim yang dirasakan individu maka akan semakin tinggi tingkat employee engagement. Sebaliknya, semakin negatif iklim organisasi maka akan semakin rendah tingkat employee engagement.

2. Sumbangan efektif iklim organisasi terhadap employee engagement sebesar 55,2 % ini mengindikasikan bahwa iklim organisasi berpengaruh dalam meningkatkan employee engagement. sedangkan sisanya 44,8 % ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini dan diduga turut berpengaruh pada employee engagement pada karyawan di Bank Sumut Cabang Iskandar Muda, seperti kepuasan kerja, motivasi, hubungan antar atasan dan bawahan, dan budaya organisasi.

3. Berdasarkan kategorisasi data hipotetik employee engagement menunjukkan bahwa terdapat 14 % karyawan berada pada kategori sedang dan 86 %

68

4. Berdasarkan kategorisasi data hipotetik iklim organisasi terdapat 16 % karyawan berada pada kategori sedang dan 84 % karyawan berada pada kategori tinggi. Kategori tinggi menunjukkan bahwa karyawan merasakan iklim organisasi yang positif.

5. Berdasarkan hasil wawancara, karyawan merasakan suasana yang kondusif sehingga meningkatkan motivasi dan performansi mereka dalam bekerja. Karyawan juga merasakan adanya hubungan sesama karyawan yang cukup baik sehingga mereka merasa betah saat bekerja di perusahaan tersebut. Hal ini disimpulkan bahwa iklim organisasi positif berpengaruh terhadap employee engagement.

B. SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang telah dikemukakan maka peneliti memberi beberapa saran. Saran-saran yang dikemukakan oleh peneliti diharapkan dapat berguna bagi pengembangan kelanjutan studi ilmiah dan berguna bagi pihak Bank Sumut terkhusus Bank Sumut Cabang Iskandar Muda.

1. Saran bagi Bank Sumut Cabang Iskandar Muda

Iklim organisasi dapat mempengaruhi performansi individu dalam melaksanakan pekerjaannya. Sehingga hal ini tentunya juga akan mempengaruhi produktivitas dan efektivitas kerja. Iklim organisasi berpengaruh dengan terciptanya employee engagement. Ketika individu merasa terikat dengan organisasinya, tentu hal ini akan menguntungkan bagi perusahaan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa iklim organisasi mempengaruhi tingkat employee engagement. Oleh karena itu ada beberapa saran berikut ini:

a. Employee engagement pada saat penelitian berada dalam kategori tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,maka disarankan bagi pihak Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan agar dapat mempertahankan suasana iklim yang kondusif sehingga meningkatkan employee engagement.

b. Diharapkan pimpinan senantiasa memberikan dorongan semangat dan kebijakan-kebijakan lainnya yang membuat para karyawan merasakan iklim organisasi yang positif sehingga employee engagement akan semakin meningkat.

2. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Iklim organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 55,2 % terhadap employee engagement. Selebihnya employee engagement dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Sehubungan dengan hal ini, maka disarankan kepada peneliti selanjutnya yang berminat meneliti employee engagement pada karyawan bank untuk mengkaji variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi employee engagement, seperti: budaya organisasi, hubugan antara atasan dan bawahan, dan pengembangan karir.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. EMPLOYEE ENGAGEMENT 1. Pengertian Employee Engagement

Employee Engagement menjadi daya tarik dari perilaku organisasi beberapa tahun terakhir. Adanya daya tarik ini dikarenakan employee engagement yang berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Menurut Kahn (1990), engagement adalah memanfaatkan anggota diri organisasi untuk peran pekerjaan mereka sehingga mereka mempekerjakan dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional selama menunjukkan peran.

Menurut Gubman (dalam Henryhand 2009), tantangan yang dihadapi organisasi saat ini adalah tidak hanya mempertahankan karyawan tetapi sepenuhnya melibatkan mereka dengan menguasai emosional mereka pada setiap tahap kehidupan kerja mereka.

McPhie & Rose (2008) juga mendefenisikan Employee engagement adalah hubungan yang erat antara karyawan dan pekerjaan mereka, organisasi mereka, atau dengan orang-orang yang bekerja untuk atau dengan mereka. Dengan adanya employee engagement, karyawan akan menemukan makna pribadi dalam pekerjaan mereka, bangga dengan apa yang mereka lakukan dan dimana mereka melakukannya.

Robinson, Perryman, dan hayday (2004) the institute of Employment Studies mendefinisikan engagement sebagai sikap positif yang ditunjukkan oleh karyawan terhadap organisasi.

Employee engagement juga didefinisikan sebagai positivitas,

pemenuhan, kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002).

Menurut Gibbons (dalam Nusatria, 2011) employee engagement adalah hubungan emosional dan intelektual yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer, atau rekan kerja dalam pekerjaannya. Hubungan yang baik dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, organisasi tempat bekerja, manajer yang menjadi atasan dan memberikan dukungan dan nasehat, dan rekan kerja yang saling mendukung membuat individu dapat memberikan upaya terbaik yang melebihi persyaratan dari suatu pekerjaan.

Dapat disimpulkan bahwa employee engagement adalah hubungan erat antara karyawan dan organisasi yang saling mendukung satu sama lain, serta sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap organisasi sehingga individu mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional selama menunjukkan peran.

15

2. Aspek-aspek Employee Engagement

Kahn (1990) menyatakan ada 3 aspek dari Employee Engagement, yaitu: a. Aspek Fisik

Melibatkan energi fisik yang diberikan oleh individu untuk mencapai peran mereka. Aspek ini meliputi energi yang dikerahkan karyawan untuk menyelesaikan tugasnya. Dengan adanya employee engagement, akan membuat karyawan berusaha ekstra agar perilaku yang mereka timbulkan dapat memberi kontribusi terhadap kesuksesan organisasi (Lockwood, 2005 dalam Endres & Smoak, 2008). Hal ini juga sejalan dengan Vigor, yang merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. Dan memiliki kemauan untuk menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan meski mengalami kesulitan (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002).

b. Aspek Kognitif

Aspek ini menyangkut keyakinan karyawan tentang organisasi, kepemimpinan, dan kondisi kerja. Hal ini meliputi proses kognitif karyawan, seperti belief mengenai produk dan jasa dari organisasi dan persepsi apakah organisasi dapat membuat performa karyawan menjadi baik (Robinson, 2004). Hal ini sejalan dengan Absorption, yaitu merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan karyawan bekerja dengan penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Ketika bekerja

waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002).

c. Aspek Emosional

Aspek ini menyatakan bahwa apakah karyawan memiliki sikap positif atau sikap negatif terhadap organisasi dan para pemimpinnya. Aspek emosi ini hampir sama dengan dedication yang ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan tantangan (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengambil aspek iklim organisasi dari Kahn (1990) sebagai aspek yang digunakan untuk mengukur variabel employee engagement, yaitu: aspek fisik, kognitif, dan aspek emosional. 3. Faktor yang mempengaruhi Employee Engagement

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi employee engagement. Faktor- faktor ini meliputi drives yang membuat karyawan merasa engagement. Drives tersebut antara lain:

a. Career Development

Karir yang meningkat adalah harapan dari semua karyawan yang didukung dengan tersedianya tantangan dalam pekerjaan sekaligus menyediakan kesempatan kemajuan karir di organisasi (Vazirani, 2007). Karyawan yang diberikan kesempatan karir dengan pekerjaan yang menantang akan lebih engagement (Perrin, 2003).

17

b. Leadership

Setiap karyawan memerlukan nilai yang jelas dari organisasi seperti didengarnya pendapat mereka terutama oleh pemimpin (Vazirani, 2007; MacLeod & Clarke, 2009). Produktivitas karyawan akan meningkat seiring dengan sikap positif pemimpin kepada mereka (MacLeod & Clarke, 2009).

c. Autonomy

Kebebasan untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan salah satu dari driver dari employee engagement. Karyawan akan lebih menerima resiko yang besar jika mereka menganggap bahwa mereka juga memiliki kontrol terhadap keputusan yang berhubungan dengan resiko tersebut (Perrin, 2003)

d. Peers

Individu yang memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan rekan kerjanya akan memiliki pengalaman kerja yang lebih berarti. Hubungan interpersonal yang saling mendukung dan membantu antar karyawan akan meningkatkan level engagement dari karyawan tersebut (Vazirani, 2007).

e. Image

Ketika organisasi dipandang memiliki kualitas produk dan pelayanan yang baik, tingkat employee engagement yang bekerja di organisasi tersebut cenderung tinggi (Vazirani, 2007).

f. Communication

Komunikasi dua arah dan terbuka dapat meningkatkan engagement karyawan (Robinson, Perryman & Hayday, 2004). Memberikan kesempatan untuk menyatakan ide-ide dan saran-saran yang lebih baik.

g. Health and safety

Suatu riset menyebutkan bahwa level engagement akan tinggi apabila karyawan merasa aman ketika bekerja. Oleh karena itu, organisasi seharusnya membuat suatu sistem untuk kesehatan dan keselamatan kerja karyawan (Vazirani, 2007).

h. Job satisfacition

Tidak akan ada tingkat employee engagement apabila karyawan tidak merasa puas dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, sangat penting untuk organisasi melihat apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan tujuan karir yang disukai ooleh karyawan tersebut (Vazirani, 2007).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan faktor employee engagement, yaitu: Career Development, Leadership, Autonomy, Peers, Image, Communication, Health and safety, dan Job satisfacition.

19

B. IKLIM ORGANISASI

1. Pengertian Iklim Organisasi

Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an. Iklim organisasi merupakan iklim internal dan psikologi organisasi yang mempengaruhi praktek-praktek dan kebijakan sumber daya manusia yang diterima oleh anggota organisasi (Simamora dalam Prahastuti, 2009)

Menurut Davis & Newstrom (2002) iklim organisasi adalah lingkungan manusia di dalam suatu organisasi dimana para karyawan melaksanakan pekerjaan mereka.

Jewell dan Siegall (1998) mengatakan bahwa iklim organisasi menunjukkan persepsi para anggota mengenai organisasi dan/atau, subsistemnya terkait dengan anggotanya dan lingkungan luarnya. Sedangkan menurut Stringer (2002) iklim organisasi merupakan suatu koleksi dan pola lingkungan yang menentukan motivasi.

Iklim organisasi merupakan persepsi karyawan terhadap kebijakan organisasi, praktik, dan prosedur, pola interaksi dan perilaku yang menunjang inovasi ataupun jasa dalam organisasi (Schein, 1985; Schneider, 1990, dalam Patterson, M.G, dkk, 2005).

Nitisemito (dalam Rani, 2007), menjelaskan bahwa iklim organisasi adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

Iklim organisasi dapat memberikan suatu dinamika kehidupan dalam organisasi dan sangat berpengaruh terhadap individu (Shadur, dkk. dalam Suhanto, 2009).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah persepsi karyawan mengenai organisasi dan subsistemnya yang mempengaruhi diri individu dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

2. Aspek Iklim Organisasi

Menurut Stringer (2002), ada enam aspek yang dapat digunakan untuk mengukur iklim organisasi, yaitu:

a. Struktur.

Merefleksikan perasaan dalam organisasi dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika anggota merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

b. Standar.

Standar-standar dalam suatu organisasi yang mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar tinggi jika anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk

21

meningkatkan kinerja. Standar rendah jika anggota memiliki harapan yang rendah untuk kinerja.

c. Tanggung jawab.

Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi pemimpin diri sendiri dan tidak pernah meminta pendapat mengenai keputusannya dari orang lain. Tanggung jawab tinggi jika karyawan merasa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Tanggung jawab rendah jika pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.

d. Penghargaan.

Merefleksikan bahwa anggota merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran penghargaan yang dihadapkan dengan kritik dan berkarakteristik keseimbangan antara karakter dan kritik. Penghargaan rendah jika penyelesaian pekerjaan dengan baik diberikan imbalan secara tidak konsisten.

e. Dukungan.

Merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan saling mendukung yang terus berlangsung diantara anggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas.

Dukungan rendah jika anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih sendiri.

f. Komitmen.

Merefleksikan perasaan kebanggaan sebagai anggota organisasi dan derajat kesetiaan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal. level komitmen yang rendah jika karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengambil aspek iklim organisasi dari Stringer (2002) sebagai aspek yang digunakan untuk mengukur variabel iklim organisasi, yaitu: struktur, standard, tanggung jawab, penghargaan, dukungan, dan komitmen.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Iklim organisasi merupakan konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi (Rani, 2007). Maka dari itu perusahaan harus memperhatikan beberapa faktor berikut ini, karena iklim organisasi dapat berdampak pada produktivitas serta kinerja karyawan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi iklim organisasi yaitu:

1. Lingkungan Eksternal

Industri yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama, demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar, atau

23

perusahaan industry minyak kelapa sawit di Indonesia, mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh lingkungan eksternal organisasi (Stringer, 2002). Peristiwa atau faktor dari luar organisasi yang secara khusus berkaitan dengan karyawan, dapat mempengaruhi iklim suatu organisasi. Salah satu contoh pengaruh lingkungan luar yaitu ketidakpastian dalam pasar ekonomi yang dapat berakibat ancaman bagi keterbukaan yang terasa pada iklim organisasi (Steers, dalam Yuliana, 2007).

2. Strategi organisasi

Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan penentu dari level organisasi yang berbeda (Stringer, 2002).

3. Pengaturan organisasi

Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim Organisasi (Stringer, 2002). Termasuk juga dalam tingkat penstrukturan (seperti: sentralisasi, formalisasi, orientasi pada peraturan), besar kecilnya organisasi, dan penempatan tugas seorang karyawan dalam organisasi pada bagian tingkatan tertentu dapat mempengaruhi iklim organisasi (Steers, dalam Yuliana, 2007).

4. Kekuatan sejarah

Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang

membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya (Stringer, 2002).

5. Kepemimpinan

Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya kinerja (Stringer, 2002). Dan juga kebijakan dan praktek manajemen yang fleksibel akan menciptakan iklim organisasi yang positif bagi karyawannya (Steers, dalam Yuliana, 2007).

25

C. PENGARUH IKLIM ORGANISASI TERHADAP EMPLOYEE

ENGAGEMENT

Employee engagement dapat dicapai melalui penciptaan lingkungan organisasi dimana emosi positif seperti keterlibatan dan kebanggaan didorong, sehingga meningkatnya kinerja organisasi, rendahnya turnover karyawan dan kesehatan yang lebih baik (Robinson, dalam Kulaar, 2008). Hal ini sejalan dengan pernyataan McBain (dalam Mahmudah, 2011) bahwa kenyamanan lingkungan kerja atau working life dapat menjadi pemicu terciptanya employee engagement.

Istilah dari working life ini mengacu pada konsep iklim organisasi. Bahwa iklim organisasi adalah proses menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, sehingga dapat tercipta hubungan dan kerjasama yang harmonis diantara seluruh anggota organisasi. Upaya untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif, dapat diarahkan dengan terwujudnya kerjasama kerja yang serasi, sehingga dapat mewujudkan kinerja yang semakin lebih baik pada diri karyawan (Vivi, 2007).

Sejalan dengan yang dikatakan oleh Sari (2009), bahwa keberhasilan suatu organisasi dapat terwujud berkat kepiawaian organisasi dalam memahami kebutuhan karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sehingga memberikan kepuasan kerja bagi karyawan dan termotivasi secara optimal.

Iklim organisasi yang kondusif akan mampu mengelola kebutuhan- kebutuhan organisasinya secara optimal dan dapat menciptakan suasana lingkungan internal yang menunjang pencapaian tujuan organisasi (Hepner,

Dokumen terkait