• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan pada karyawan PT. Telkom Divisi Regional I Sumatera menunjukkan bahwa ada pengaruh positif servant leadership terhadap perilaku inovatif karyawan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian ini, yaitu terdapat pengaruh positif servant leadership terhadap perilaku inovatif karyawan. Pengaruh positif ini ditunjukkan dengan nilai p (0,000)<0,05 dan memiliki koefisien determinan (R2) sebesar 0,205 atau 20,5%, yang artinya variabel servant leadership mempangaruhi perilaku inovatif karyawan sebesar 20,5%. Hal ini berarti bahwa semakin kuat servant leadership yang dirasakan oleh karyawan, maka semakin kuat perilaku inovatif.

Terdapat beberapa alasan yang yang dapat menerangkan mengapa servant leadership dapat mempengaruhi perilaku inovatif karyawan. Pertama, servant leadership adalah bentuk kepemimpinan yang mementingkan melayani orang lain dengan mengupayakan pembangunan dan kesejahteraan untuk memenuhi

tujuan bersama (Page&Wong, 2000). Pemimpin berusaha untuk memberikan pelayanan, memberikan semangat kepada karyawan, dan membantu untuk memberikan perubahan positif pada karyawan (Kwistianus & Devie, 2015). Hal tersebut dapat membuat karyawan memberikan kontribusi yang positif terhadap perusahaan, seperti dengan meningkatkan perilaku inovatif.

Kedua, servant leadership adalah salah satu bentuk kepemimpinan yang akomodatif terhadap iklim kerja sehingga dapat memingkatkan kinerja karyawan (Wahyuni, Christiananta, dan Elyana, 2014). Pernyataan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutahaean (2005), bahwa iklim yang dirasakan positif oleh karyawan akan memunculkan adanya perilaku-perilaku yang inovatif dan karyawan juga akan memiliki persepsi yang positif terhadap keberfungsian organisasi.

Ketiga, Pemimpin yang menganut servant leadership biasanya dapat mendorong karyawannya untuk terus berkembang dan tetap berkomitmen terhadap organisasi (Mira&Margaretha, 2012). Dengan adanya komitmen karyawan terhadap perusahaan, dapat membuat karyawan ikut terlibat untuk memajukaan organisasi dengan terus meningkatkan perilaku inovatif.

Berdasarkan perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik dari skala perilaku inovatif karyawan, ditemukan bahwa mean empirik lebih tinggi dibandingkan mean hipotetik. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan mean empirik sebesar 56 dan mean hipotetik sebesar 42 (XE 56> XH 42). Perbandingan ini berarti bahwa perilaku inovatif pada karyawan yang menjadi subjek penelitian lebih tinggi dibandingkan karyawan pada umumnya. pada skala servant

leadership mean empirik juga lebih tinggi dibandingkan mean hipotetik dengan perbandingan XE 196,88> XH 159. Perbandingan ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan servant leadership yang dipersepsikan oleh karyawan lebih tinggi di perusahaan yang menjadi tempat penelitian dibandingkan perusahaan-perusahaan lain pada umumnya.

Hasil dari perbandingan mean empirik dan mean hipotetik tersebut didukung dengan hasil dari kategorisasi dari kedua variabel, yaitu perilaku inovatif dan servant leadership. Berdasarkan hasil dari kategorisasi dari perilaku inovatif, ditemukan bahwa hampir seluruh subjek penelitian, yang berjumlah 55 orang berada pada frekuensi tinggi (84,6%), dan sisanya hanya 10 orang yang berada pada frekuensi sedang (15,4%). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada karyawan pada PT.Telkom Divi Regional I Sumatera yang memiliki perilaku inovatif yang rendah. Pada kategorisasi servant leadership, hampir setengah dari subjek penelitian berada pada frekuensi tinggi, yaitu berjumlah 41 orang (63,1%). Karyawan yang berada pada frekuensi sedang berjumlah 22 orang (33,8%) dan yang berada pada frekuensi rendah berjumlah 2 orang (3,1%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan mempersepsikan bahwa pemimpinnya merupakan servant leaders, walaupun terdapat sebagian karyawan yang merasa bahwa pemimpin di perusahaan tidak menggunakan servant leadership style.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian. Dan pada akhir bab ini akan diuraikan mengenai saran metodologis dan praktis untuk penelitian yang akan datang.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan:

1. Terdapat pengaruh positif antara servant leadership terhadap perilaku inovatif pada karyawan PT.Telkom Divisi Regional I Sumatera. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi servant leadership yang dirasakan oleh karyawan terhadap pemimpin, maka semakin tinggi perilaku inovatif karyawan tersebut.

2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa servant leadership memiliki pengaruh sebesar 20,5% terhadap perilaku inovatif. Sedangkan 79,5% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti faktor tipe kepribadian, iklim psikologis, dukungan, dll.

3. Berdasarkan kategorisasi data perilaku inovatif, subjek terbanyak terdapat dalam kategori tinggi, yaitu sebesar 84,6%. Sedangkan, berdasarkan kategorisasi data servant leadership, subjek terbanyak terdapat dalam kategori tinggi, yaitu sebsar 63,1%.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka penelti memberikan beberapa saran, yaitu saran metodologis dan saran praktis sebagai berikut :

1. Saran Metodologis

a. Bagi peneliti yang ingin mengambil tema perilaku inovatif , sebaiknya peneliti membatasi subjek penelitian dengan memberikan karakteristik seperti level pendidikan karyawan. Hal ini idkarenakan level pendidikan merupakan hal yang penting untuk mempengaruhi munculnya perilaku inovatif pada karyawan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Scott dan Bruce (dalam Etikarienda & Muluk, 2014) yang mengatakan bahwa level pendidikan berpengaruh terhadap perilaku inovatif karyawan di tempat kerja. Maka dari itu, diharapkan bahwa karyawan yang memiliki level pendidikan yang tinggi, dapat memunculkan perilaku inovatif dengan lebih mudah.

b. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti servant leadership maupun perilaku inovatif, sebaiknya peneliti menggunakan keseluruhan populasi sebagai sampel. Namun, apabila tidak memungkinkan, peneliti sebaiknya menggunakan probability sampling

c. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat lebih memperhatikan keseimbangan jumlah aitem.

2. Saran Praktis

Hasil penelitian ini menunjukkan besar pengaruh servant leadership terhadap perilaku inovatif karyawan adalah 20,5%. Maka dari itu diharapkan perusahaan dapat memberikan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan servant leadership di perusahaan. Hal ini dikarenakan model kepemimpinan servant leadership dinilai dapat meningkatkan perilaku inovatif karyawan di perusahaan.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Inovatif

1. Definisi Perilaku Inovatif

Menurut Kleysen & Street (dalam Kresnandito & Fajriyanthi, 2012), perilaku inovatif dapat diartikan sebagai keseluruhan tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan pada seluruh tingkat organisasi. Sejalan dengan itu, West & Farr (dalam Helmi, 2011) mengatakan bahwa perilaku inovatif adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan dan mengaplikasikan hal-hal yang baru yang dapat bermanfaat dalam berbagai level organisasi.

Scott & Bruce (dalam Yesil & Sozbilir, 2013) juga mengatakan bahwa Perilaku inovatif adalah adanya perilaku individu untuk menampilkan, mempromosikan, dan mengimplementasikan ide baru di dalam pekerjaan, kelompok, atau organisasi kerjanya. Sejalan dengan ini, Carmeli, A., Meitar, & Weisberg, J. (2006) medefinisikan perilaku inovatif sebagai perilaku yang meliputi beberapa proses, dimana individu menghasilkan ide-ide baru, mempromosikan dan mencari dukungan untuk ide-ide tersebut, dan menghasilkan hal-hal baru yang dapat berguna untuk organisasi maupun bagian-bagian yang ada didalam organisasi tersebut.

Perilaku inovatif sering dikaitkan dengan kreatifitas karyawan. Namun, keduanya memiliki konstruk perilaku yang berbeda (Jong & Den Hartog, 2010). Dimana, kreatifitas dapat dilihat pada tahap pertama dari proses perilaku inovatif yang dibutuhkan karyawan untuk menghasilkan ide-ide baru (West, dalam Jong Den Hartog, 2010). Sedangkan perilaku inovatif memiliki proses yang lebih kompleks karena ide-ide tersebut akan sampai pada tahap aplikasi (Jong & Den Hartog, 2010)

Berdasarkan penjelasan dari beberapa teori diatas, perilaku inovatif yang menjadi fokus penelitian ini adalah semua perilaku individu yang meliputi beberapa proses, yaitu adanya pemunculan ide-ide baru , pengenalan, mempromosikan, dan mengimplementasikan ide-ide baru tersebut ke dalam pekerjaan, kelompok, dan organisasi kerjanya yang dapat bermanfaat bagi seluruh tingkat organisasi.

2. Dimensi-Dimensi Perilaku Inovatif

Menurut Kleysen & Street (dalam Kresnandito & Fajriyanthi, 2012), perilaku inovatif memiliki 5 dimensi, yaitu :

a. Oppurtunity Exploration

Komponen ini mengacu pada mempelajari atau mengetahui lebih banyak mengenai peluang untuk berinovasi.

b. Generativity

Komponen ini mengacu pada pemunculan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan.

c. Formative Investigation

Komponen ini mengacu pada pemberian perhatian untuk menyempurnakan ide, solusi, opini dan melakukan peninjauan terhadap ide-ide tersebut.

d. Championing

Komponen ini mengacu pada adanya praktek-praktek usaha untuk merealisasikan ide-ide

e. Application

Komponen ini mengacu pada mecoba untuk mengembangkan, menguji coba, dan mengkomersialisasikan ide-ide inovatif.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi perilaku inovatif adalah mempelajari peluang, memunculkan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan, peninjauan terhadap ide-ide, menunjukkan usaha-usaha untuk merealisasikan ide dan mengaplikasikan ide tersebut.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Inovatif

Etikariena & Muluk (2014) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif, baik faktor eksternal maupun faktor internal.

Adapun faktor-faktor tersebut, yaitu : a. Faktor Eksternal

1) Kepemimpinan

Karyawan yang memiliki hubungan yang positif dengan pemimpinnya, cenderung memunculkan perilaku inovatif pada

karyawan. Harapan yang tinggi dari pemimpin agar karyawannya menjadi inovatif juga dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif pada karyawan (Scott & Bruce, 1994).

2) Dukungan

Ketika rekan-rekan kerja mendukung individu dengan cara yang dapat memungkinkan suatu perilaku inovatif muncul, yang dapat berupa kerja sama dan kolaborasi, dapat memunculkan perilaku inovatif pada karyawan (Scott & Bruce, 1994).

3) Tuntutan dalam pekerjaan

Karyawan yang menerima tuntutan pekerjaan yang tinggi akan dapat menimbulkan kemauan yang keras untuk mau mengerjakan suatu pekerjaan yang sudah menjadi kewajibannya demi memajukan perusahaan dimana karyawan tersebut berada (Koesmono, 2007). Salah satu hal yang muncul akibat adanya tingkat tuntutan pekerjaan yang tinggi tersebut adalah perilaku inovatif (Shalley & Gilson dalam Etikariena & Muluk, 2014)

4) Iklim psikologis

Brown dan Leigh (dalam Yekty, 2006) mengatakan bahwa iklim psikologis menunjukkan kepada bagaimana lingkungan organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh karyawan. Iklim yang

favorable akan menghasilkan kesediaan individu untuk berusaha semaksimal mungkin dalam bekerja dan berkualitas (French dalam Yekty, 2006). Dalam hal ini, apabila iklim bersifat favorable, maka akan memunculkan perilaku inovatif dalam karyawan sebagai usaha untuk bekerja secara maksimal.

b. Faktor Internal 1) Tipe kepribadian

Kepribadian adalah kesatuan psikofisik yang sifatnya unik dan dinamis yang didalamnya terkadung kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap yang sangat berguna dalam menghadapi dan menyesuaikan tuntutan hidup dan kehidupan seseorang (Hadjam dalam Widyasari, Syahlani & Santosa, 2007). Menurut Janssen, Van den Ven dan West (dalam Etikariena & Muluk, 2014), karyawan yang memiliki tipe kepribadian yang berani mengambil resiko dapat memunculkan perilaku inovatif. 2) Gaya individu dalam memecahkan masalah

Setiap karyawan memiliki gaya yang berbeda-beda dalam memecahkan masalah dalam menangani masalah yang ada di perusahaan. Karyawan yang memiliki gaya pemecahan masalah yang intuitif, dimana menggunakan pendekatan dengan menyesuaikan dengan situasi, dapat menghasilkan ide-ide sehingga menghasilkan solusi yang baru di setiap situasi yang dialami oleh perusahaan (Scott & Bruce, 1994).

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua factor yang mempengaruhi perilaku inovatif, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari kepemimpinan, dukungan, tuntutan dalam pekerjaan, dan iklim psikologis. Sedangkan faktor internal terdiri dari tipe kepribadian dan gaya individu dalam memecahkan masalah.

B. Servant Leadership

1. Definisi Servant Leadership

Servant leadership adalah konsep kepemimpinan yang pertama kali dikemukakan oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970. Menurut Greenleaf, servant leadership adalah kepemimpinan yang mengutamakan pelayanan kepada pihak lain, baik kepada karyawan, perusahaan, pelanggan, maupun kepada masyarakat sekitar. Dimana servant leadership ini berawal dari adanya perasaan tulus yang berasal dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu dengan menjadi pihak yang melayani (dalam Astohar, 2012). Mengacu dengan yang dikemukakan oleh Greeanleaf, Neuschel (dalam Rantung 2015) mengatakan bahwa servant leadership adalah bentuk kepemimpinan dimana pemimpin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi dan bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani.

Sejalan dengan itu, Page & Wong (dalam Oktavia & Devie, 2014) menyatakan bahwa servant leadership adalah bentuk kepemimpinan yang

mementingkan melayani orang lain dengan mengupayakan pembangunan dan kesejahteraan untuk memenuhi tujuan bersama.

Berdasarkan penjelasan definisi - definisi servant leadership diatas, servant leadership yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah bentuk kepemimpinan dimana pemimpin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi dan mengutamakan pelayanan kepada karyawan dengan mengupayakan pembangunan dan kesejahteraan untuk memenuhi tujuan bersama.

2. Dimensi-Dimensi Servant leadership

Servant leadership memiliki delapan dimensi yang merupakan gabungan dimensi yang dikembangkan oleh Barbuto dan Wheeler (2006) serta Page dan Wong (2000) yang dituliskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2010). Adapun delapan dimensinya, yaitu :

a. Altruistic calling menggambarkan adanya hasrat yang kuat untuk membuat perubahan positif pada kehidupan orang lain dan meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan sendiri dan juga akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan bawahannya.

b. Emotional healing menggambarkan komitmen seorang pemimpin

untuk meningkatkan dan mengembalikan semangat karyawannya.

c. Wisdom menggambarkan pemimpin yang mudah untuk memahami

suatu situasi dan dampak dari situasi tersebut.

d. Persuasive mapping menggambarkan sejauhmana pemimpin

memiliki keterampilan untuk memetakan persoalan dan mengkonseptualisasikan kemungkinan tertinggi yang akan terjadi

dan membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu ketika mengartikulasikan peluang.

e. Organizational stewardship menggambarkan sejauh mana

pemimpin menyiapkan organisasi untuk membuat kontribusi positif terhadap lingkungannya.

f. Humility menggambarkan kerendahan hati pemimpin.

g. Vision menggambarkan sejauhmana pemimpin mencari komitmen semua anggota organisasi terhadap visi bersama dengan mengajak anggota untuk menentukan arah masa depan perusahaan.

h. Service, yang mana menggambarkan sejauhmana pelayanan

dipandang sebagai inti dari kepemimpinan dan pemimpin menunjukkan perilaku pelayanannya kepada bawahan.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi servant leadership terdiri dari delapan dimensi, yaitu altruistic calling, emotional healing, wisdom, persuasive mapping, organizational stewardship, humility, vision, dan service.

C. Pengaruh Servant Leadership terhadap Perilaku Inovatif Karyawan

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, banyak perusahaan-perusahaan baru yang telah terbentuk. Karena hal itu, perusahaan-perusahaan tersebut harus bersaing agar tetap dapat mempertahankan eksistensinya di dunia pasar. Mempertahankan suatu perusahaan dan mengikuti persaingan industri yang

semakin ketat tidaklah mudah. Perusahaan dituntut untuk memiliki usaha yang keras agar mampu untuk bersaing dengan perusahaan lainnya (Hutahean, 2005).

Usaha yang keras perusahaan dapat diwujudkan dengan terus berinovasi dalam memproduksi produk-produk baru untuk melakukan perubahan organisasi dan agar tidak tenggelam dalam persaingan. Maka dari itu, perilaku inovatif sangatlah penting untuk efektivitas dan kelangsungan hidup dari suatu perusahaan (Pieterse, Knippenberg, Schippers, & Stam, 2009). Perilaku inovatif dapat diartikan sebagai keseluruhan tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan, dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan pada seluruh tingkat organisasi.

Inovasi tidak dapat muncul dengan begitu saja, tetapi harus ada faktor-faktor yang mendorong untuk munculnya inovasi tersebut (Hutahaean, 2005). Salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku inovatif adalah Kepemimpinan (De Jong & Den Hartog, 2010). Hal ini dapat terjadi karena inovasi merupakan proses sosial, oleh sebab itu pemimpin memiliki pengaruh yang kuat dalam menciptakan inovasi (Rank, dkk. dalam Kresnandito & Fajrianthi, 2012).

Setiap perusahaan memiliki model kepemimpinan yang berbeda-beda, yang mana dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan (Astohar, 2012). Salah satu model kepemimpinan adalah Servant leadership (Kepemimpinan Pelayan). Menurut Greenleaf, Servant leadership adalah kepemimpinan yang mengutamakan pelayanan kepada pihak lain, baik kepada karyawan, perusahaan, pelanggan, maupun kepada masyarakat sekitar. Dimana

servant leadership ini berawal dari adanya perasaan tulus yang berasal dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu dengan menjadi pihak yang melayani. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2010), servant leadership adalah salah satu model kepemimpinan yang dapat berhasil dalam mempengaruhi perubahan organisasi. Pemimpin yang menggunakan model servant leadership juga mampu untuk mengembalikan semangat karyawannya melalui emotional healing . sehingga apabila ditambah dengan menggunakan altruistic calling, pemimpin akan mampu untuk merubah karyawannya menjadi lebih positif dan berkontribusi dalam pengembangan perusahaan (Wong & Page, 2003). Salah satu bentuk perubahan positif yang dapat dilakukan karyawan untuk memajukan perusahaan adalah dengan meningkatkan perilaku inovatif. Melalui

wisdom dan persuasive mapping, pemimpin juga dapat membaca dan memahami

suatu situasi ataupun masalah, memprediksi dampak yang akan terjadi, dan membujuk karyawannya untuk melakukan suatu perubahan pada organisasinya (Wong & Page, 2003). Dalam hal ini, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat menghindari ataupun menyelesaikan masalah yang terjadi di perusahaan adalah dengan memunculkan perilaku inovatif. Dan melalui vision, pemimpin mencari komitmen semua anggota organisasi untuk menentukan visi bersama yang dapat menguntungkan perusahaan (Wong & Page, 2003). Dalam hal ini, perilaku inovatif dibutuhkan agar perusahaan tetap terus berkembang untuk mencapai visi tersebut.

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat diduga atau diasumsikan bahwa servant leadership dapat mempengaruhi perilaku inovatif.

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan penjelasan kerangka berpikir diatas, maka hipotesa penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh positif antara servant leadership terhadap perilaku inovatif karyawan, dimana semakin atasan menggunakan model kepemimpinan servant leadership, maka akan berkontribusi terhadap frekuensi munculnya perilaku inovatif karyawan.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, banyak perusahaan-perusahaan baru yang terbentuk, terutama perusahaan-perusahaan yang memproduksi suatu produk, jasa maupun layanan. Karena hal itu, perusahaan-perusahaan tersebut harus bersaing agar tetap dapat mempertahankan eksistensinya di dunia pasar. Perusahaan dituntut untuk selalu memahami apa saja yang menjadi keinginan konsumen, serta berbagai perubahan yang ada di lingkungan bisnisnya sehingga mampu untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya (Pitaloka & Widyawati, 2015).

Saat ini bagi suatu perusahaan, mempertahankan diri dan mengikuti persaingan industri yang semakin ketat tidaklah mudah (Li & Zheng, 2014). Perusahaan dihadapkan pada lingkungan yang sangat kompleks dengan situasi ketidakpastian yang tinggi. Menghadapi hal ini, perusahaan dituntut untuk memiliki usaha yang keras agar mampu untuk bersaing dengan perusahaan lainnya (Hutahean, 2005). Usaha yang keras tersebut dapat diwujudkan dengan terus berinovasi agar tidak tenggelam dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain yang semakin memenuhi pasar (Helia, Farida, & Prabawani, 2015). ). Inovasi merupakan faktor penentu dalam persaingan industri dan dapat menjadi senjata dalam menghadapi persaingan (Hartini, 2012). Pada kenyataannya, banyak perusahaan-perusahaan tidak beroperasi lagi karena tidak

mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Salah satu contohnya adalah Nokia. Nokia mengalami kegagalan karena terlalu lama membenamkan sistem operasi Symbian, yang dengan mudah dikalahkan oleh sistem Android dan iOS (Yusuf, 2013). Kegagalan yang dialami oleh Nokia dikarenakan Nokia lambat melakukan inovasi untuk merespon perubahan pasar. Keterlambatan tersebut membuat Nokia harus mengurangi karyawan sebanyak 14% (Kristo, 2016).

Bercermin dari masalah yang dialami oleh Nokia di atas, menunjukkan bahwa inovasi sangat penting bagi suatu perusahaan dan setiap karyawan harus memilki perilaku inovatif untuk efektivitas dan kelangsungan hidup dari suatu perusahaan (Pieterse, Knippenberg, Schippers, & Stam, 2009). Inovasi dan perilaku inovatif sangat berkaitan, namun merupakan dua hal yang berbeda (Purba, 2009). Inovasi adalah mengkreasikan dan mengimplementasikan sesuatu menjadi kombinasi yang baru, yang merujuk pada produk, jasa, proses kerja, pasar, kebijakan, dan sistem baru (De Jong & Den Hartog, 2003). Sedangkan perilaku inovatif dapat diartikan sebagai keseluruhan tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan, dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan pada seluruh tingkat organisasi (Kleysen & Street, dalam Kresnandito & Fajriyanthi, 2012 ). Adapun ciri-ciri dari perilaku inovatif yaitu tendensi untuk menciptakan ide-ide baru, toleran terhadap ambiguitas, adanya keinginan untuk menjadi efektif, dan berorientasi pada inovasi serta pencapaian (West dalam Hutahaean, 2005). Terdapat dua komponen yang mendasari perilaku inovatif, yaitu kreatif dan pengambilan resiko. Semua inovasi diawali dengan

adanya ide yang kreatif, dan suatu ide kreatif dapat menjadi realitas dengan adanya keberanian untuk mengambil resiko (Byrd & Brown, 2003). Jadi, dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku inovatif adalah faktor kunci dari suatu inovasi. Inovasi berfokus pada adanya suatu ide untuk menciptakan atau mengkombinasikan menjadi suatu hal yang baru. Sedangkan perilaku inovatif adalah keseluruhan tindakan-tindakan untuk mewujudkan inovasi tersebut.

Jadi, setiap karyawan harus memiliki perilaku inovatif agar dapat membantu perusahaan untuk terus berinovasi dan memajukan perusahaan. Salah satu contoh perusahaan yang terus berinovasi adalah Apple Inc. Karyawan-karyawan yang berada di Apple Inc memiliki perilaku inovatif dengan mengeluarkan ide-ide kreatif, mempelajari lebih lanjut mengenai ide tersebut, menguji coba ide-ide tersebut, menyempurnakan ide, dan merealisasikan ide tersebut (Hidayat, 2013). Perilaku inovatif yang dimilki karyawan Apple Inc. membuat Apple Inc. dapat terus mengeluarkan berbagai bentuk gadget setiap tahunnya, seperti iPod, iPad, iPhone dan iMac. Produk-produk ini pun sangat diterima di pasar, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Pada saat ini, Apple Inc memperoleh keuntungan yang besar (Yusuf, 2013). Keberhasilan yang dialami oleh Apple Inc. dapat menjadi salah satu bukti empiris betapa perilaku inovatif karyawan berpengaruh langsung terhadap keberhasilan usaha organisasi (Riyanti dalam Hutahean, 2005). Sejalan dengan hal tersebut, menurut penelitian yang dilakukan oleh Logahan, Indrajaya, dan Proborini (2014), perilaku inovatif juga dapat membuat karyawan memberikan kontribusi atau masukan kepada perusahaan untuk pembaruan perusahaan, kelangsungan hidup perusahaan, dan membuat perusahaan tersebut menjadi efektif.

Pentingnya perilaku inovatif dalam suatu perusahaan membuat perusahaan-perusahaan ingin agar setiap karyawannya memiliki perilaku inovatif. Namun, perilaku inovatif tidak dapat muncul dengan begitu saja, tetapi harus ada faktor-faktor yang mendorong untuk munculnya perilaku inovatif tersebut (Hutahaean, 2005). Menurut Etikariena & Muluk (2014) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Beberapa bentuk faktor eksternal, yaitu kepemimpinan, dukungan untuk berinovasi, tuntutan dalam pekerjaan, dan iklim psikologis. Sedangkan

Dokumen terkait