• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

5.2.2. Pembahasan Analisis Bivariat

Hasil analisis Fisher exact test dengan nilai p 0,007 (<0,005) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku anak dengan angka kejadian skabies di Panti Asuhan Bait Allah Kecamatan Medan Sunggal, Medan, dimana 70,0% anak yang menderita skabies memiliki perilaku yang buruk, dan 30,0% anak yang menderita skabies yang diteliti memiliki nilai perilaku yang baik. Hasil ini berkesinambungan dengan penelitian yang dilakukan pada santri di Pesantren Albadraih Sundak di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2010 lalu yang menyatakan bahwa 51,9% angka kejadian skabies yang disebabkan oleh perilaku yang buruk.23 Dari hasil uji analisis diatas dapat dilihat bahwa semakin baik perilaku seseorang maka semakin kecil kemungkinan seseorang tersebut untuk menderita skabies, sementara semakin buruk perilaku seseorang maka semakin besar kemungkinan untuk menderita skabies.

Hasil analisis cross-tabs pada tabel 5.8 menunjukkan distribusi kejadian skabies pada Panti Asuhan Bait Allah terbanyak ada pada kategori usia kanak-kanak (5-10) tahun berjumlah 60,0%, kategori usia balita (0-5 tahun) bejumlah 30,0%, dan kategori usia remaja awal (11-16 tahun) berjumlah 10,0%. Hal ini sejalan dengan penlitian di Samoa Amerika yang menyatakan anak usia 5-9 tahun 2,2 kali lebih rentan untuk menderita skabies dibandingkan dengan anak usia 14 tahun.6 Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitia yang dilakukan di RS Al-Islam Bandung yang menyatakan bahwa prevalensi kejadian skabies terbanyak ada pada rentang usia 11-20 tahun dengan angka 39,69% sedangkan prevalensi skabies pada rentang usia <10 tahun berkisar 29,4%.7 Penelitian lainnya di Timor Leste meyebutkan dari 17,5% skabies yang telah diteliti, sejumlah 39,1% dari total penderita skabies berusia dibawah 10 tahun.24 Pada penelitian lain diungkapkan juga bahwa penderita terbanyak skabies adalah anak/remaja usia 5-14 tahun, bila dibandingkan dengan anak dibawah usia 5 tahun, dan remaja dewasa usia 15-29 tahun.15 Hasil penelitian lain yag dilakukan di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, pada tahun 2013 mencatat bahwa angka kejadian skabies terbanyak pada usia 13 tahun, yang pada penelitian ini peneliti masukkan kedalam kategori usia remaja awal.25 Penelitian-penelitian tersebut

30

membuktikan bahwa ada perbedaan antara rentang usia skabies pada anak, namun tetap menyatakan bahwa usia anak hingga remaja merupakan usia yang paling rentan untuk menderita skabies. Hal ini dijelaskan menurut peneliti sebelumnya bahwa pengalaman terhadap penyakit ini sudah pernah dirasakan, atau diketahui oleh mereka yang memiliki usia tinggi, bila dibandingkan dengan anak-anak yang masih sangat muda.25

Pada hasil analisis cross-tab mengenai perbandingan jumlah angka kejadian skabies antara penghuni panti asuhan laki-laki dan perempuan didapatkan perbandingan yang sangat signifikan dimana angka kejadian skabies pada penghuni panti asuhan laki-laki mencapai angka 90,0% yaitu 9 anak dari total 10 angka kejadian skabies yang terjadi di panti asuhan tersebut, sementara sisa 1 anak yang menderita skabies adalah perempuan (10,0%). Hasil penelitian ini sebanding dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang pada tahun 2013 yang menyebutkan bahwa angka kejadian skabies pada responden laki-laki lebih banyak dibanding dengan perempuan.25 Namun, hasil ini juga dipengaruhi oleh karakteristik responden yang mencatat bahwa sebanyak 42 anak (84,0%) di Panti Asuhan Bait Allah memiliki jenis kelamin laki-laki, sedangkan jenis kelamin perempuan hanya berjumlah 8 anak (16%), hasil lainnya yang didapatkan pada penelitian ini adalah angka kejadian tidak skabies terbanyak juga terdapat pada responden laki-laki yaitu 33 anak (82,50%) bila dibandingkan dengan responden perempuan dengan angka kejadian tidak skabies sebanyak 7 anak (17,5%), hal ini dapat dijelaskan lagi dengan ketidakseimbangan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang terdapat dalam karakteristik responden pada penelitian ini. Meskipun demikian, perbandingan hasil ini, dimana angka kejadian skabies pada jenis kelamin laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan dinilai oleh peneliti sebelumnya terjadi akibat perilaku responden perempuan yang lebih menjaga penampilan dan merawat dirinya bila dibandingkan dengan responden laki-laki.25

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulannya adalah sebagai berikut:

1. Ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan kejadian skabies di Panti Asuhan Bait Allah dengan nilai p 0,007 (<0,05)

2. Diantara responden yang mengikuti penelitian, lebih banyak yang tidak terkena skabies berjumlah 40 responden (80%).

3. Berdasarkan kategori usia dan kejadian skabies, responden dengan kejadian skabies terbanyak adalah pada masa kanak-kanak (5-10 tahun) (60,0%). Responden yang tidak terdapat kejadian skabies terbanyak adalah pada masa remaja awal (11-16 tahun) (57,5%).

4. Berdasarkan pengetahuan, responden paling banyak memiliki pengetahuan yang baik (36%).

5. Berdasarkan sikap, responden paling banyak memiliki sikap yang baik (56%).

6. Berdasarkan tindakan, responden paling banyak memiliki tindakan yang cukup (58%).

7. Diantara responden yang mengikuti penelitian, lebih banyak yang tidak terkena skabies berjumlah 40 responden (80%).

8. Berdasarkan jenis kelamin dan kejadian skabies, responden dengan kejadian skabies terbanyak adalah pada jenis kelamin laki-laki (90,0%). Responden yang tidak terdapat kejadian skabies terbanyak juga terdapat pada jenis kelamin laki-laki (87,5%).

9. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kategori usia paling banyak dijumpai adalah masa remaja awal (12-16 tahun) (48%).

32

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Berikut beberapa saran dari penulis:

 Penghuni panti asuhan sebaiknya mengetahui tentang penyebab dan faktor risiko dari skabies agar dapat dilakukan pencegahan.

 Pemilik Panti Asuhan Bait Allah sebaiknya dapat lebih memantau dan menjelaskan pentingnya kebersihan kepada anak-anak penghuni.

 Diharapkan kepada penghuni panti asuhan agar lebih meningkatkan sikap yang positif dan personal hygiene yang baik yaitu dengan menjaga kebersihan diri.

 Diharapkan kepada seluruh penghuni panti asuhan agar lebih meningkatkan pengetahuan mengenai skabies dan cara pencegahannya.

 Diharapkan agar penelitian selanjutnya dilakukan dengan sampel yang lebih banyak dan dengan jumlah kejadian skabies yang lebih banyak agar dapat melakukan penelitian dengan uji chi-square.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas individu, yang merupakan hasil dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah karakteristik individu yang bersangkutan, misalnya tingkat pengetahuan, jenis kelamin, dan lain-lain. Faktor eksternal meliputi lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Faktor ini adalah faktor yang cenderung mewarnai perilaku individu.1

Ahli psikologi pendidikan Benyamin Bloom membagi perilaku kedalam tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Seiring dengan berjalan waktu, teori Bloom dikembangkan dan dimodifikasi menjadi :

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu”. Proses ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap objek spesifik yang diamatinya. Pengindraan berlangsung melalui lima cabang indra manusia yang terdiri dari indra pendengaran, indra penciuman, indra penglihatan, indra peraba, dan indra perasa. Indra penglihatan dan indra pendengaran merupakan dua sumber indra terbesar yang paling sering digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan dan area kognitif merupakan domain yang paling penting dalam menentukan tindakan seseorang (overt behavior).6

Menurut domain kognitif maka tingkatan pengetahuan dibagi menjadi enam bagian, yaitu :

1. Tahu

Arti tahu disini adalah dapat meningat kembali materi-materi yang pernah diajarkan sebelumnya, termasuk materi-materi spesifik dan seluruh materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang pernah diterima.

2. Memahami

Ketika seseorang memahami sebuah objek atau materi, maka seseorang tersebut dapat menjelaskan serta menginterpretasi objek yang telah dipelajari secara tepat.

5

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan materi yang telah dipelajari di kehidupan sebenarnya. Contohnya adalah seseorang mampu menerapkan rumus-rumus statistik dalam penelitian yang sedang dilakukannya. 4. Analisis

Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi-materi menjadi komponen-komponen, namun masih terdapat di dalam satu organisasi yang terstruktur, dan masih memiliki hubungan satu sama lain.

5. Sintesis

Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian menjadi bentuk keseluruhan yang baru. Artinya, sintesis adalah kemampuan individu untuk membuat formulasi baru melalui formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi artinya kemampuan seseorang untuk memberikan penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada kriteria-kriteria yang telah ada, ataupun kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri.

Indikator-indikator lainnya yang dapat digunakan untuk menilai dan mengetahui tingkat pengetahuan terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit meliputi :  Penyebab penyakit

 Gejala penyakit

 Bagaimana cara mengobati penyakit

 Bagaimana penyakit tersebut dapat menular  Bagaimana cara mencegah penyakit tersebut

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi:

 Jenis dan contoh makanan bergizi

 Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan  Apa fungsi olahraga bagi kesehatan

 Bahaya merokok, minum-minuman keras, dan lain-lain  Apa pentingnya istrirahat yang cukup bagi kesehatan 3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi:

 Guna dan manfaat air bersih

 Cara membuang limbah yang benar

 Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang benar  Dampak dari polusi bagi kesehatan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat diketahui dan dinilai dengan menggunakan angket atau wawancara mengenai isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.1

2.1.2. Sikap

Sikap adalah respons atau reaksi tertutup dari individu terhadap suatu objek atau stimulus. Manifestasi sikap tidak dapat langsung terlihat, namun hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu melalui perilaku yang tertutup. Seorang ahli psikologi sosial bernama Newcomb, menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum menentukan suatu tindakan, namun berupa predisposisi tindakan suatu perilaku.1

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan. Bila pengetahuan memiliki enam tingkatan, maka sikap terdiri dari empat tingkatan : 1. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memberi perhatian kepada stimulus yang diberi (objek).

2. Merespons

Merespons artinya bahwa seseorang memberikan tanggapan terhadap stimulus yang diterima. Misalnya, memberi jawaban apabila ditanya, menyelesaikan tugas yang diberikan, dan lain-lain.

3. Menghargai

Ketika seseorang ada dalam tingkat menghargai, maka orang tersebut dapat mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung jawab

7

Mampu menerima semua resiko dari tindakan-tindakan yang telah dipilihnya merupakan indikator bahwa seseorang bertanggung jawab.

Sama seperti pengetahuan, sikap juga memiliki indikator-indikator sikap yang memiliki hubungan terhadap kesehatan. Indikator-indikator tersebut antara lain :

1. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah penilaian atau tanggapan seseorang terhadap: gejala dan tanda penyakit, penyebab atau etiologi penyakit, bagaimana cara penyakit tersebut dapat menular, cara mencegah penyakit, dan lain-lain.

2. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian individu terhadap pemeliharaan hidup sehat. Misalnya, penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, istirahat, dan lain-lain.

3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah penilaian atau tanggapan terhadap lingkungan dan hubungan serta pengaruh terhadap kesehatan. Misalnya, penilaian terhadap pembuangan limbah, air bersih, dan lain-lain.

Pengukuran sikap dapat dilakukan baik secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung dapat berupa wawancara mengenai pendapat atau pernyataan responden perihal sebuah objek. Secara tidak langsung dapat diukur dengan menggunakan pernyataan-pernyataan hipotesis , kemudian ditanyakan pendapat responden. Misalnya, saya akan menikah apabila saya berusia 25 tahun (sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).1

2.1.3. Praktik atau Tindakan

Suatu sikap tidak langsung terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkannya, diperlukan faktor pendukung, antara lain adalah fasilitas. Selain faktor fasilitas, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain. Seperti halnya pengetahuan dan sikap, tindakan juga memiliki tingkatan.1

1. Respons terpimpin

Artinya dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Contohnya, seorang ibu memasak dengan tepat, mulai dari cara mencuci

yang baik dan memotong-motong bahan makanan, lamanya memasak, menutup panci dengan tepat, dan seterusnya.

2. Mekanisme

Artinya dapat melakukan sesuatu secara otomatis tanpa mengikuti panduan apapun, atau tindakan itu telah menjadi kegiatan sehari-hari. Contohnya, seorang ibu membawa anaknya untuk diimunisasi pada usia-usia tertentu, tanpa adanya ajakan dari pihak lain.

3. Adopsi

Adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya sudah mengalami modifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Contohnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang sehat dan bergizi dari bahan-bahan yang murah dan sederhana.

Seperti halnya pengetahuan dan sikap, maka praktik atau tindakan juga memiliki indikator-indikator yang berhubungan dengan kesehatan. Indikator praktik kesehatan mencakup hal-hal :

1. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penyakit

Tindakan atau perilaku ini mencakup pencegahan penyakit, mengimunisasikan anak, melakukan pengurasan bak mandi, dan lain-lain. Tindakan lainnya adalah penyembuhan penyakit, misalnya minum obat sesuai dengan anjuran dokter.

2. Tindakan atau praktik pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

Tindakan atau perilaku ini mencakup konsumsi makanan dengan gizi yang tepat dan seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, dan lain-lain.

3. Tindakan atau praktik kesehatan lingkungan

Tindakan atau perilaku ini mencakup buang air pada tempat yang layak, membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air yang bersih dan layak untuk mandi, dan lain-lain.

Pengukuran tindakan dapat dinilai dengan melakukan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan beberapa hari, minggu, bahkan bulan yang lalu. Cara pengukuran lain adalah secara langsung, yang artinya mengamati langsung kegiatan dari responden.1

9

2.2. Skabies

2.2.1. Pengenalan dan Morfologi

Skabies adalah penyakit yang disebabkarn oleh parasit Sarcoptes scabiei varietas hominis.2 Parasit ini adalah seeokor tungau, termasuk kedalam filum Arthropoda, ordo Acari, superfamili Sarcoptoidea, serta genus Sarcoptes. Parasit ini memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga sangat sulit untuk dilihat dengan mata, bahkan ada beberapa yang memiliki ukuran mikron sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop.5 Ukuran tungau betina sekitar 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan ukuran tungau jantan jauh lebih kecil yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.9 Pada tungau ini, bagian sefalotoraks dan abdomen menjadi satu tanpa ada batasan yang jelas, dan pada bagian mulut memiliki kelisera.3 Bentuk dewasa tungau memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada tungau jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat diakhiri dengan alat perekat.9

2.2.2. Siklus Hidup

Sarcoptes scabiei melalui empat tahapan dalam siklus hidupnya : telur, larva,

nimfa, dan bentuk dewasa. Tungau betina akan menetaskan 2-3 telur per hari pada saat masuk kedalam lapisan kulit. Telur ini berbentuk oval dan memiliki ukuran 0,1-0,15 mm dan akan menetas dalam waktu 3-4 hari. Setelah menetas, maka telur akan berubah bentuk mejadi larva. Larva akan berpindah ke permukaan kulit luar dan akan menetap di lapisan stratum korneum. Di lapisan stratum korneum, larva akan membentuk terowongan kecil yang hampir kasat mata bernama molting

pouches. Stadium larva memiliki 3 pasang kaki, dan hanya akan bertahan sekitar

3-4 hari. Setelah itu, larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki. Nimfa nantinya akan berubah menjadi lebih besar sebelum akhirnya masuk ke fase dewasa. Larva dan nimfa akan sering ditemukan di kantung-kantung kulit. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran tungau betina berkisar antara 0,3-0,45 mm sedangkan ukuran tungau jantan lebih kecil berkisar antara 0,2-0,24 mm. Perkawinan terjadi setelah tungau jantan secara aktif masuk ke dalam terowongan yang telah dibuat oleh tungau betina. Setelah kopulasi, maka tungau jantan akan

mati atau bertahan hidup dalam waktu yang singkat di dalam terowongan. Tungau betina akan keluar ke permukaan kulit untuk mencari tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru dan meletakkan telur-telurnya. Siklus hidup dari telur hingga dewasa memakan waktu satu bulan.10

2.2.3. Cara Penularan

Penularan skabies yang terutama adalah kontak langsung kulit seperti berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Hubungan seksual adalah faktor tersering penyebab skabies pada dewasa sedangkan pada anak penularan dapat terjadi akibat kontak langsung dengan teman ataupun orangtua yang terkena skabies.5

Penularan kontak kulit secara tak langsung pun dapat menyebabkan penularan terhadap penyakit skabies, misalnya saling meminjam baju, handuk, perlengkapan tidur dikatakan dapat menjadi penyebab penularan skabies pada anak maupun dewasa.5

Kelainan kulit skabies ini memiliki banyak sebutan, antara lain, kudis, buduk, kerak, penyakit amper atau gatal agogo.5

2.2.4. Gejala Klinis

Gejala utama pada pasien skabies adala rasa gatal yang hebat pada malam hari, atau bila udara hangat dan pada saat penderita sedang berkeringat. Gatal merupakan gejala utama pada penderita skabies, sebelum gejala klinis lainnya muncul. Rasa gatal biasanya hanya dirasakan di sekitar daerah lesi, akan tetapi pada kasus skabies yang menahun rasa gatal dapat dirasakan pada seluruh tubuh. Daerah sela-sela jari, pergelangan tangan, sekitar pinggang, bokong, genitalia, pada sekitar pinggang, dan daerah sekitar payudara adalah lokasi kulit yang paling sering terdapat lesi dan rasa gatal, namun pada bayi atau anak kecil, daerah yang terinfestasi dapat mengenai seluruh tubuh.5

Lesi kulit dapat berupa papula, vesikel, pustula dan urtikaria. Ekskoriasi, eksematisasi, dan infeksi sekunder akibat gerakan menggaruk pada daerah lesi dapat menyebabkan gambaran lesi primer menjadi kabur. Tingkat keparahan erupsi kulit sangat bergantung terhadap derajat sensitisasi, lama infeksi, higenitas personal, dan apakah ada atau tidaknya riwayat pengobatan terkait penyakit ini.

11

Pada kasus skabies menahun, ruam dapat menebal (likenifikasi) dan menghitam (hiperpigmentasi). Pada anak lesi lebih sering berupa vesikel dan infeksi sekunder akibat garukan, dan dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala, leher, telapak tangan dan kaki. Lesi pada skabies juga dapat berupa bula, sehingga gambaran klinisnya dapat serupa dengan dermatosis vesikobulosa. Pada anak biasanya menjadi gelisah dan lelah, akibat tidur yang terganggu karena rasa gatal yang hebat dirasakan pada malam hari, yang dapat pula menyebabkan nafsu makan yang menurun. Pada penderita dapat ditemukan vesikel dan eritema yang meluas. Hal ini disebabkan penggunaan detergen, sabun keras, minyak tanah, oli, atau air aki oleh penderita yang kesal karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh.5

Ditemukan terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi berwarna putih keabu-abuan dan berkelok-kelok, memilki panjang 2-3 mm, dan pada akhir terowongan biasanya terdapat papula atau vesikel. Tempat predileksi yang dimaksud adalah tempat dengan stratum korneum tipis.9

2.2.5. Patogenesis

Kegiatan tungau yang membuat terowongan pada stratum korneum menyebabkan sensitisasi kulit terhadap ekskret dan sekret yang dikeluarkan tungau pada masa pembuatan terowongan, sehingga timbul rasa gatal pada penderita. Gatal paling sering dialami pada malam hari. Erupsi khas dapat dikenali dengan bentuk terowongan halus dengan panjang 2-3 mm, sedikit meninggi, berkelok-kelok, dan berwarna putih keabu-abuan. Terowongan terbentuk akibat gerakan tungau sambil makan hancuran stratum korneum.5

2.2.6. Diagnosis

Diagnosis pasti adalah dengan cara menemukan tungau atau telur tungau pada kulit penderita, namun menemukan tungau atau telur adalah hal yang sulit untuk dilakukan.11 Banyak praktisi menegakkan diagnosis berdasarkan dengan gejala klinis yang khas seperti gatal pada saat malam hari dan berkeringat, maupun ditemukannya terowongan tungau pada permukaan kulit.12 Hal lain yang juga dapat dijadikan pegangan diagnosis berdasarkan gejala klinis adalah ada tidaknya kontak dengan penderita skabies sebelumnya.11

Cara menemukan tungau sebagai diagnosis pasti adalah, antara lain :

1. Mencari terowongan skabies, kemudian di ujung yang terlihat papula ataupun vesikel dicongkel dengan menggunakan jarum dan diletakkan di kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya.9

2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas dan dilihat dengan kaca pembesar.9

3. Dengan membuat biopsy irisan dengan cara mejepit lesi dengan 2 jari, kemusian membuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.9

4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan menggunakan pewarnaan H.E.9

Namun cara diagnosis lain yang dapat digunakan juga adalah dengan metode

Burrow Ink Test. Tes ini menggunakan tinta untuk dapat menemukan terowongan

halus pada kulit penderita skabies. Cara nya adalah dengan mengoleskan tinta (Sheaffer cartridge) yang berisi tinta biru ataupun hitam pada papula atau lesi yang dicurigai. Setelah menutupi lesi dengan tinta, tinta langsung dihapus atau diusap dengan menggunakan kapas beralkohol untuk menghapus tinta dari permukaan lesi. Bila hasil positif maka tinta akan mengikuti bentuk terowongan halus dari tungau, yang bersifat berkelok-kelok. Cara ini merupakan salah satu cara yang memiliki efisiensi terbaik untuk mendiagnosa skabies.13,14

2.2.7. Diagnosis Banding

Ada beberapa pendapatan yang mengemukakan bahwa penyakit skabies merupakan penyakit dengan sebutan the great imitator karena dapat menyerupai

Dokumen terkait