• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Anak dengan Angka Kejadian Skabies di Panti Asuhan Bait Allah Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Anak dengan Angka Kejadian Skabies di Panti Asuhan Bait Allah Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2016"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Diko Hamonangan Saragih Tempat/ Tanggal lahir : Yogyakarta, 15 Januari 1997 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Sei Bengawan No. 60, Medan Riwayat Pendidikan : 1. SD Swasta Santo Antonius 1, Medan

2. SMP Swasta Santo Thomas 1, Medan 3. SMA Swasta Santo Thomas 1, Medan

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pelatihan : -

Riwayat Organisasi : 1. Ketua Seksi Peralatan OSIS SMA Swasta Santo Thomas 1, Medan periode 2011-2012

2. Anggota Panitia Paskah FK USU tahun 2015 3. Anggota Panitia Natal FK USU tahun 2015 4. Anggota Panitia Bakti Sosial FK USU tahun 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

Saya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara semester VI yang sedang melakukan penelitian berjudul Hubungan Perilaku

Anak Dengan Angka Kejadian Skabies Di Panti Asuhan Bait Allah

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2016

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku anak di Panti Asuhan Bait Allah dengan angka kejadian skabies atau kudis. Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Bapak/Ibu selaku Orangtua/Wali untuk bersedia mengizinkan anak Bapak/Ibu untuk ikut serta menjadi subjek penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dengan menggunakan angket dan dengan mengikuti pemeriksaan fisik dan uji tinta. Adapun data individu dalam penelitian ini tidak akan dipublikasikan.

Apabila dikemudian hari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan keikutsertaan anak Bapak/Ibu dalam penelitian ini maka Bapak/Ibu dapat menghubungi saya, Diko Saragih (nomor telepon : 081260266338).

Peneliti

( Diko Hamonangan Saragih )

(6)

LEMBAR PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ………

Umur : ………

Pekerjaan : ………

Alamat : ………

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap serta memahaminya, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menyatakan anak saya bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. Demikianlah lembar persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan dan apabila di kemudian hari saya mengundurkan diri, saya tidak dituntut apapun.

Medan,...2016 Peneliti Yang membuat pernyataan

( Diko Hamonangan Saragih ) ( )

(7)

Nama : Umur : Jenis Kelamin :

A. Pengetahuan

1. Gejala utama kudis adalah rasa gatal yang sangat hebat a. Benar

b. Salah

2. Rasa gatal pada penderita kudis lebih terasa pada malam hari a. Benar

b. Salah

3. Penyakit ini tidak ada hubungannya dengan kebersihan diri a. Benar

b. Salah

4. Kudis hanya dapat ditularkan melalui pemakaian pakaian secara bergantian

a. Benar b. Salah

5. Penyakit ini tidak dapat diatasi hanya dengan mandi teratur a. Benar

b. Salah

6. Penyakit kudis disebabkan oleh tungau kutu a. Benar

b. Salah

(8)

B. Sikap

1. Menurut saya, suka berganti pakaian dengan teman sekamar dapat menularkan kudis

a. Setuju b. Tidak setuju

2. Saya tidak yakin bahwa kudis dapat ditularkan melalui kontak langsung a. Setuju

b. Tidak setuju

3. Menurut saya kudis merupakan penyakit yang sering mengenai anak kecil dibawah 15 tahun

a. Setuju b. Tidak setuju

4. Menurut saya tidak masalah tetap berganti pakaian dengan teman yang menderita kudis

a. Setuju b. Tidak setuju

5. Menurut saya, kudis sangat berhubungan dengan kebersihan pribadi seseorang

a. Setuju b. Tidak setuju

C. Tindakan atau Praktik

1. Apakah anda mencuci pakaian dengan menggunakan sabun cuci atau detergen ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anda menjemur pakaian dibawah terik matahari ? a. Ya

b. Tidak

(9)

a. Ya b. Tidak

5. Apakah anda tidur berhimpitan atau beramai-ramai ? a. Ya

b. Tidak

6. Apakah anda mengganti pakaian dalam anda sehabis mandi ? a. Ya

b. Tidak

7. Apakah anda berbagi-bagi handuk dengan teman-teman anda ? a. Ya

b. Tidak

(10)
(11)

kanak

18 R laki-laki 7 masa

kanak-kanak tidak 2 1 2 5

19 S laki-laki 5 masa balita tidak 4 4 1 9

20 T laki-laki 9 masa

kanak-kanak tidak 2 2 3 7

21 U laki-laki 12 masa remaja

awal tidak 3 2 4 9

22 V laki-laki 10 masa

kanak-kanak tidak 3 2 3 8

23 W laki-laki 14 masa remaja

awal tidak 4 2 3 9

24 X laki-laki 16 masa remaja

awal tidak 2 4 3 9

25 Y perempuan 5 masa balita tidak 2 2 2 6

26 Z laki-laki 16 masa remaja

awal tidak 6 5 7 18

27 AA laki-laki 14 masa remaja

awal tidak 4 3 7 14

28 AB laki-laki 6 masa

kanak-kanak tidak 2 2 6 10

29 AC perempuan 15 masa remaja

awal tidak 5 5 7 17

(12)
(13)

awal

47 AU laki-laki 15 masa remaja

awal tidak 6 3 7 16

48 AV perempuan 16 masa remaja

awal tidak 5 3 7 15

49 AW laki-laki 14 masa remaja

awal tidak 5 4 6 15

50 AX laki-laki 13 masa remaja

awal tidak 3 3 5 11

(14)

Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Statistics jenis.kelamin

N Valid 50

Missing 0

jenis.kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

laki-laki 42 84.0 84.0 84.0

perempuan 8 16.0 16.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia

Statistics kategori.umur

N Valid 50

Missing 0

kategori.umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

masa balita 7 14.0 14.0 14.0

masa kanak-kanak 19 38.0 38.0 52.0

masa remaja awal 24 48.0 48.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

(15)

N Valid 50

Missing 0

skor.pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

kurang 17 34.0 34.0 34.0

cukup 15 30.0 30.0 64.0

baik 18 36.0 36.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Skabies

Statistics skor.sikap

N

Valid 50

Missing 0

skor.sikap

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

buruk 22 44.0 44.0 44.0

baik 28 56.0 56.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

(16)

Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Terhadap Skabies

Statistics skor.tindakan

N

Valid 50

Missing 0

skor.tindakan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

buruk 5 10.0 10.0 10.0

cukup 29 58.0 58.0 68.0

baik 16 32.0 32.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Skabies

Statistics skabies

N Valid 50

Missing 0

skabies

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

ya 10 20.0 20.0 20.0

tidak 40 80.0 80.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo S. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. In : Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2012. p. 138-147.

2. World Health Organtization. Scabies. WHO [Internet]. [cited 2016 Apr 20].

Available from: Parasitologi Klinik. 1st Edition. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. p. 341-348

6. Edison L, Beaudoin A, Goh L, Introcaso CE, Martin D, Dubray C, et al. Scabies and Bacterial Superifection among American Samoan Children, 2011-2012.PLoS ONE [Internet]. 2015 Oct [cited 2016 Apr 22]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4601791/

7. Fauziah, Tony S, Djajakusumah, Susanti Y. Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Skabies di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan). 2015 Jul: 1023-1027 8. Soedarto. Parasitologi Klinik. 1st Edition. Surabaya: Airlangga University

Press; 2008.

9. Boediardja SA, Handoko RP. Skabies. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th Edition. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. p. 137-140.

10. Centers for Diseases Control and Prevention. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern. CDC [Internet]. 2010 Nov [cited 2016 Apr 21]. Available from: http://www.cdc.gov/parasites/scabies/biology.html

(18)

34

11. Hay RJ, Steer AC, Engelman D, Walton S. Scabies in the developing world-its prevalence, complications, and management. The International Foundation for Dermatology. 2012; 18: 312-323.

12. Thomas J, Peterson GM, Walton SF, Carson CF, Naunton M, Baby KE. Scabies: an ancient global disease with a need for new therapies. BMC Infectious Diseases. 2015; 15: 250-256.

13. Woodley D, Saurat JH. The Burrow Ink Test and the scabies mite. Journal of the American Academy of Dermatology. 1981 June; 4(6): 715-722.

14. Maroun S, Munoz-Price S. Scabies and Bedbugs in Hospital Outbreaks. Healthcare Associated Infections. 2014; 16: 412-417.

15. Haar K, Romani L, Filimone R, Kishore K, Tuicakau M, Koroivueta J, et al. Scabies community prevalence and mass drug administration in two Fijian Villages. International Journal of Dermatology. 2013: 1-7.

16. WHO. Epidemiology and management of common skin diseases in children in developing countries. Geneva: WHO. 2005.

17. Zeba N, Shaikh DM, Memon KN, Khoharo HK. Scabies in Relation to Hygiene and Other Factors in Patients Visiting Liaquat University Hospital, Sindh, Pakistan. International Journal of Science and Research. 2012; 3(8): 241-244.

18. Asra HP, Fujiati II. Pengaruh Pengetahuan dan Tindakan Higiene Pribadi terhadap Kejadian Penyakit Skabies di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan. Repository USU. 2011.

19. Simanjuntak CRT. Gambaran Pengetahuan dan Sikap pada Anak Usia 10-15 Tahun Terhadap Skabies di Panti Asuhan Bait Allah Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012. FK USU. 2012.

20. Munusamy T, Yulfi H. Gambaran Perilaku Penghuni Panti Asuhan Bait Allah Medan Terhadap Pencegahan Skabies. FK USU. 2011.

21. Yasin. Prevalensi Skabies dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Siswa-Siswi Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober Tahun 2009. FK-IK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009

(19)

22. Rathore P, Saxena P. Prevalence & Risk Facotrs for Scabies among OPD Population of Tertiary Care Hospital. Global Research Analysis. 2013; 2(11): 189-190

23. Mariana E. Hubungan Perilaku Personal Hygine Dengan Kejadian Skabies pada Santri Aliyah Pondok Pesantren Albadriah Sunduk Desa Raring Kecamatan Terara Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. UNISA Digital. 2015.

24. dos Santos MM, Amaral S, Harmen SP et al. The prevalence of common skin infections in four districts in Timor-Leste: a cross sectional survey. BMC Infect Dis. 2010; 61-66.

25. Akmal SC, Semiarty R, Gayatri. Hubungan Personal Hygine Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah Kecamatan Koto Tengah Padang Tahun 2013

(20)

16

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teori

Kerangka teori menggambarkan seluruh tinjauan pustaka dalam bentuk skema sehingga seluruh landasan penelitian dapat tergambar dengan jelas. Berdasarkan landasan teori di atas maka kerangka teori dari penelitian ini adalah :

(21)

3.2. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.2. Kerangka Konsep

3.3. Hipotesis

Hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah ditemukannya hubungan antara perilaku anak dengan kejadian skabies.

Perilaku Anak

Kejadian Skabies

Variabel Independen Variabel Dependen

(22)

18

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan penelitian

4.1.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan desain studi cross sectional untuk melakukan pengukuran apakah adanya hubungan antara perilaku anak dengan kejadian skabies.

4.1.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan Bait Allah Medan. Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Maret hingga Desember 2016.

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak-anak Panti Asuhan Bait Allah Medan.

4.2.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan metode total sampling, dengan metode ini berarti seluruh anak panti asuhan yang telah disaring mengikuti kriteria inklusi dan eksklusi akan diikutsertakan dalam penelitian ini.

a. Kriteria Inklusi

 Seluruh anak-anak Panti Asuhan Bait Allah berusia 3-16 tahun.

 Seluruh anak-anak Panti Asuhan Bait Allah yang bersedia mengikuti penelitian ini.

b. Kriteria Eksklusi

Tidak ada kriteria eksklusi dalam penelitian ini

4.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan suatu alat ukur, meliputi pemeriksaan skabies dan wawancara perilaku anak.

(23)

Data yang diperoleh berupa data perilaku dan skabies. Data perilaku diambil melalui wawancara dengan menggunakan media kuesioner yang telah divalidasi, sedangkan data skabies diambil menggunakan pemeriksaan fisik dan tes tinta.

Data yang diperoleh merupakan data yang diambil melalui sampel yang telah mengikuti kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

4.4. Variabel

Dalam penelitian ini ditetapkan variabel bebas dan variabel tergantung sebagai berikut:

 Variabel bebas : Perilaku ( Skala Ordinal )  Variabel tergantung : Skabies ( Skala Ordinal )

4.4.1. Definisi Operasional

Definisi operasional yang didapatkan dalam penelitian ini adalah:

a. Perilaku

Perilaku merupakan pengetahuan, sikap, dan tindakan anak yang berhubungan dengan skabies dan penularannya. Nilai ini akan diambil melalui wawancara dengan media kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Dari hasil kuesioner nantinya akan ditetapkan nilai perilaku baik atau buruk. Perilaku baik apabila berhasil menjawab ≥50% dari total nilai kuesioner, sedangkan perilaku buruk apabila hanya dapat menjawab <50% dari total nilai kuesioner.

b. Skabies

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh parasit

Sarcoptes scabiei. Hasil dari skabies diperoleh melalui pemeriksaan fisik

mengenai gejala klinis dan dilakukan tes tinta.

4.5. Analisis dan Pengolahan Data

4.5.1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan tahapan sebagai berikut: 1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila

data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi dengan mewawancarai atau memeriksa ulang responden.

(24)

20

2. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah ke dalam komputer.

3. Entry

Data yang telah diperiksa kemudian dimasukkan ke dalam program pengolah statistik.

4. Cleaning

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving

Penyimpanan data untuk dianalisis.

4.5.2. Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah:

a. Analisis Univariat

Dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari variabel independen penelitian, dalam hal ini perilaku anak.

b. Analisis Bivariat

Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen dalam penelitian ini, dalam hal ini perilaku dan kejadian skabies. Untuk melakukan analisis ini maka digunakan uji statistik Fisher’s exact dengan nilai p<0,05.

4.6. Perencanaan Waktu dan Biaya Penelitian

4.6.1. Perencanaan Waktu

Kegiatan mulai dari pembuatan proposal sampai dengan penyusunan hasil penelitian skripsi ini berlangsung selama 10 bulan mulai dari Maret 2016 hingga Desember 2016. Tahapan penyusunan skripsi ini akan dimuat dalam tabel 4.6.1.

(25)

Tabel 4.1. Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan

Kegiatan Bulan ke

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Persiapan

X

Bimbingan dan Pembuatan Propsal

X x x x

Seminar Proposal

x

Penelitian Lapangan

x x x

Bimbingan, pengolahan data dan penyusunan hasil

penelitian

x x X X

4.6.2. Biaya Penelitian

Biaya yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Biaya Penelitian

Keterangan Biaya

Pembuatan proposal Rp 200.000,00

Bahan pustaka Rp 300.000,00

Penelitian lapangan

 Souvenir untuk subjek penelitian Rp 500.000,00  Fotokopi lembar kuisioner untuk

variabel dependen dan variabel independen

Rp 150.000,00

Total Rp 1.150.000,00

(26)

22

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober 2016 di Panti Asuhan Bait Allah Medan dengan subjek penelitian 50 orang. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis, maka dapat ditarik kesimpulan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5.1.1. Lokasi Penelitian

Panti Asuhan Bait Allah merupakan salah satu panti asuhan swasta di Medan. Panti Asuhan Bait Allah didirikan pada tanggal 23 Februari 1972 dan dikelola oleh Bapak Pardede. Panti Asuhan ini terletak di Jalan Binjai KM 7,5 Kecamatan Medan Sunggal.

5.1.2. Karakteristik Responden

Selama tahun 2016, jumlah penghuni Panti Asuhan Bait Allah sejumlah 61 orang. Dari 61 orang tersebut terdapat 50 orang anak berusia 3-16 tahun. Berdasarkan penelitian ini, karakteristik responden yang diambil adalah jenis kelamin dan kelompok usia.

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 42 84,0

Perempuan 8 16,0

Total 50 100,0

Dari tabel diatas diketahui bahwa responden terbanyak adalah laki-laki dengan total 42 orang (84,0%), sedangkan responden berjenis kelamin perempuan didapati sebanyak 8 orang (16,0%).

(27)

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

Masa balita 7 14,0

Masa kanak-kanak 19 38,0

Masa remaja awal 24 48,0

Total 50 100,0

Berdasarkan tabel 5.2. terlihat bahwa kategori usia remaja awal (12-16 tahun) merupakan responden terbanyak sejumlah 24 orang (48,0%), kategori usia kanak-kanak (5-11 tahun) dengan total 19 orang (38,0%), dan kategori usia balita (0-5 tahun) sejumlah 7 orang (14,0%).

5.1.3. Hasil Analisis Univariat

Distribusi responden berdasarkan hasil ukur pengetahuan akan diterangkan pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap

Skabies

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang 17 34,0

Cukup 15 30,0

Baik 18 36,0

Total 50 100,0

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.3., diperoleh hasil distribusi responden dengan 17 responden (34,0%) memiliki pengetahuan yang buruk, dan 15 responden (30,0%) memiliki pengetahuan yang cukup, sedangkan 18 responden (36,0%) memiliki pengetahuan yang baik.

Distribusi responden berdasarkan hasil ukur sikap akan diterangkan pada tabel 5.4.

(28)

24

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Skabies

Sikap Frekuensi Persentase (%)

Buruk 22 44,0

Baik 28 56,0

Total 50 100,0

Berdasarkan hasil analisis pada tabel diatas, diperoleh hasil ditribusi responden dengan 22 responden (44,0%) memiliki sikap yang buruk, sedangkan 28 responden lainnya (56,0%) memiliki sikap yang baik.

Distribusi responden berdasarkan hasil ukur tindakan akan diterangkan pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Terhadap

Skabies

Tindakan Frekuensi Persentase (%)

Buruk 5 10,0

Cukup 29 58,0

Baik 16 32,0

Total 50 100,0

Berdasarkan analisis pada tabel diatas, diperoleh hasil distribusi dengan 5 responden (10,0%) memiliki nilai tindakan yang buruk, 29 responden (58,0%) memiliki nilai tindakan yang cukup, sedangkan 16 responden lainnya (32,0%) memiliki nilai tindakan yang baik.

Distribusi responden berdasarkan kejadian skabies akan diterangkan pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Skabies

Skabies Frekuensi Persentase (%)

Ya 10 20,0

Tidak 40 80,0

Total 50 100,0

(29)

Berdasarkan analisis pada tabel diatas, diketahui bahwa jumlah kejadian skabies pada Panti Asuhan Bait Allah lebih sedikit dengan jumlah 10 orang (20,0%) dibandingkan dengan angka responden yang tidak terkena skabies yang berjumlah 40 responden (80,0%).

5.1.4. Hasil Analisis Bivariat

Tabel 5.7. Hubungan Perilaku dengan Kejadian Skabies

Skabies

Total P

value

Ya Tidak

F % F % F %

Perilaku

Baik 3 30,0 31 77,5 34 68,0

0,007

Buruk 7 70,0 9 22,5 16 32,0

Total 10 100,0 40 100,0 50 100,0 -

Dari tabel 5.7. diatas, pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan kejadian skabies menggunakan

fisher exact test dengan nilai P 0,007 (<0,05) dimana angka kejadian skabies

dengan perilaku yang buruk berjumlah 7 orang (70,0%) dan angka kejadian skabies pada anak dengan perilaku yang baik hanya berjumlah 3 orang (30,0%).

(30)

26

Tabel 5.8. Hubungan Usia dengan Kejadian Skabies

Usia

Bedasarkan tabel 5.8. dapat dilihat bahwa responden dengan kejadian skabies terbanyak adalah pada masa kanak-kanak (5-10 tahun), yaitu 6 orang (60,0%). Responden yang tidak terdapat kejadian skabies terbanyak adalah pada masa remaja awal (11-16 tahun), yaitu 23 orang (57,5%).

Tabel 5.9. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Skabies

Jenis Kelamin terbanyak adalah pada jenis kelamin laki-laki, yaitu 9 orang (90,0%). Responden yang tidak terdapat kejadian skabies terbanyak juga terdapat pada jenis kelamin laki-laki, yaitu 33 orang (82,5%).

(31)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Pembahasan Analisis Univariat

Pada tabel pengetahuan kita dapat melihat bahwa pengetahuan yang paling banyak pada responden adalah pengetahuan yang baik, sejumlah 36% dari total responden, 34% memiliki pengetahuan yang cukup, dan 30% memiliki pengetahuan yang buruk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan tahun 2011 yang mendapatkan hasil dengan domain pengetahuan yang baik sebagai domain terbanyak dengan angka 54,8%, pengetahuan dengan nilai sedang sebanyak 45,2%, dan tidak ada anak yang memiliki pengetahuan yang buruk (0%). Hal ini dikarenakan anak-anak sudah mengembangkan pengetahuan mengenai pencegahan dan faktor resiko skabies.18 Namun, dari hasil penelitian ini didaptkan bahwa sebenarnya tidak ada nilai pengetahuan yang terlalu dominan di panti asuhan ini, karena seluruh nilai dari pengetahuan masih dalam rentangan 30%.

Pada tabel sikap kita dapat melihat bahwa mayoritas anak di Panti Asuhan Bait Allah Medan memiliki sikap yang baik terhadap faktor resiko dan pencegahan penyakit skabies dengan jumlah sebanyak 56% dari total responden, dan hanya sekitar 44,0% dari total responden memiliki sikap yang buruk, walaupun demikian, perbandingan ini dinilai tidak terlalu signifikan karena perbedaan persentase antara anak dengan sikap yang baik dan buruk tidak terlalu jauh. Hal ini ditemukan pula pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di tempat yang sama, yaitu Panti Asuhan Bait Allah Kecamatan Medan Sunggal, Medan, tercatat sebanyak 52,5% total sikap yang diteliti memiliki hasil yang baik, sementara sisa 47,5% lainnya memiliki nilai sikap yang buruk.19 Hal ini menjelaskan bahwa sikap pada panti asuhan ini cenderung ada dalam batasan baik, walaupun dengan perbedaan nilai antara sikap yang baik dan buruk hanya sedikit.

Pada tabel tindakan kita dapat melihat bahwa tindakan yang cukup atau sedang merupakan tindakan yang dominan diantara anak-anak Panti Asuhan Bait Allah dengan jumlah 58% dari total responden, dengan 10% memiliki tindakan yang buruk, sementara 32% anak memiliki nilai tindakan yang baik. Hal ini

(32)

28

berkesinambungan dengan penelitian yang dilakukan di Panti Asuhan Bait Allah pada tahun 2011 yang mendapatkan hasil yang serupa dengan angka tindakan yang cukup merupakan angka tindakan yang dominan, dengan angka 45,5%, tindakan yang baik 15,5%, dan tindakan yang buruk 25,0%. Perbedaan hasil pada penelitian ini terdapat pada nilai tindakan yang baik dan buruk, dimana pada penelitian ini tindakan yang baik ada pada angka 32%, sementara pada penelitian sebelumnya tindakan yang baik hanya memiliki persentase 15,5%. Ini menunjukkan telah ada perkembangan nilai tindakan pada anak-anak di Panti Asuhan Bait Allah bila dibandingkan dengan penelitian di tempat yang sama pada tahun 2011.20

Pada tabel angka insidensi skabies diketahui bahwa mayoritas anak di Panti Asuhan Bait Allah Medan tidak terkena skabies dengan angka kejadian tidak skabies mencapai 80,0% dan angka kejadian skabies sejumlah 20,0%. Hal ini sejalan dengan pernyataan WHO yang menyatakan angka kejadian skabies memiliki kisaran angka 0,3-46%.2 Namun angka ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal pada tahun 2009 yang mengatakan bahwa prevalensi skabies pada pesantren tersebut sejumlah 61,8 %.21 Perbandingan angka-angka ini dapat dijelaskan melalui jurnal Global Research Analysis yang mengatakan bahwa prevalensi skabies dapat sangat beragam mulai dari 0,2 sampai 70%.22 Kejadian skabies ini didukung dengan teori bahwa panti asuhan memiliki hubungan yang erat dengan angka kejadian skabies, bila dibandingkan dengan tempat lain.8 Sementara itu, lokasi Indonesia yang termasuk dalam daerah tropis juga menjadi faktor resiko untuk angka kejadian skabies, tercatat menurut jurnal WHO lainnya didapatkan hasil bahwa angka insidensi skabies pada negara tropis dan subtropis seperti Indonesia ada pada angka 0,2%-24%.16 Menurut asumsi peneliti, hubungan erat langsung yang terjadi diantara anak-anak di panti asuhan menguatkan dugaan sebagai faktor resiko kejadian skabies di panti asuhan ini.

(33)

5.2.2. Pembahasan Analisis Bivariat

Hasil analisis Fisher exact test dengan nilai p 0,007 (<0,005) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku anak dengan angka kejadian skabies di Panti Asuhan Bait Allah Kecamatan Medan Sunggal, Medan, dimana 70,0% anak yang menderita skabies memiliki perilaku yang buruk, dan 30,0% anak yang menderita skabies yang diteliti memiliki nilai perilaku yang baik. Hasil ini berkesinambungan dengan penelitian yang dilakukan pada santri di Pesantren Albadraih Sundak di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2010 lalu yang menyatakan bahwa 51,9% angka kejadian skabies yang disebabkan oleh perilaku yang buruk.23 Dari hasil uji analisis diatas dapat dilihat bahwa semakin baik perilaku seseorang maka semakin kecil kemungkinan seseorang tersebut untuk menderita skabies, sementara semakin buruk perilaku seseorang maka semakin besar kemungkinan untuk menderita skabies.

Hasil analisis cross-tabs pada tabel 5.8 menunjukkan distribusi kejadian skabies pada Panti Asuhan Bait Allah terbanyak ada pada kategori usia kanak-kanak (5-10) tahun berjumlah 60,0%, kategori usia balita (0-5 tahun) bejumlah 30,0%, dan kategori usia remaja awal (11-16 tahun) berjumlah 10,0%. Hal ini sejalan dengan penlitian di Samoa Amerika yang menyatakan anak usia 5-9 tahun 2,2 kali lebih rentan untuk menderita skabies dibandingkan dengan anak usia 14 tahun.6 Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitia yang dilakukan di RS Al-Islam Bandung yang menyatakan bahwa prevalensi kejadian skabies terbanyak ada pada rentang usia 11-20 tahun dengan angka 39,69% sedangkan prevalensi skabies pada rentang usia <10 tahun berkisar 29,4%.7 Penelitian lainnya di Timor Leste meyebutkan dari 17,5% skabies yang telah diteliti, sejumlah 39,1% dari total penderita skabies berusia dibawah 10 tahun.24 Pada penelitian lain diungkapkan juga bahwa penderita terbanyak skabies adalah anak/remaja usia 5-14 tahun, bila dibandingkan dengan anak dibawah usia 5 tahun, dan remaja dewasa usia 15-29 tahun.15 Hasil penelitian lain yag dilakukan di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, pada tahun 2013 mencatat bahwa angka kejadian skabies terbanyak pada usia 13 tahun, yang pada penelitian ini peneliti masukkan kedalam kategori usia remaja awal.25 Penelitian-penelitian tersebut

(34)

30

membuktikan bahwa ada perbedaan antara rentang usia skabies pada anak, namun tetap menyatakan bahwa usia anak hingga remaja merupakan usia yang paling rentan untuk menderita skabies. Hal ini dijelaskan menurut peneliti sebelumnya bahwa pengalaman terhadap penyakit ini sudah pernah dirasakan, atau diketahui oleh mereka yang memiliki usia tinggi, bila dibandingkan dengan anak-anak yang masih sangat muda.25

Pada hasil analisis cross-tab mengenai perbandingan jumlah angka kejadian skabies antara penghuni panti asuhan laki-laki dan perempuan didapatkan perbandingan yang sangat signifikan dimana angka kejadian skabies pada penghuni panti asuhan laki-laki mencapai angka 90,0% yaitu 9 anak dari total 10 angka kejadian skabies yang terjadi di panti asuhan tersebut, sementara sisa 1 anak yang menderita skabies adalah perempuan (10,0%). Hasil penelitian ini sebanding dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang pada tahun 2013 yang menyebutkan bahwa angka kejadian skabies pada responden laki-laki lebih banyak dibanding dengan perempuan.25 Namun, hasil ini juga dipengaruhi oleh karakteristik responden yang mencatat bahwa sebanyak 42 anak (84,0%) di Panti Asuhan Bait Allah memiliki jenis kelamin laki-laki, sedangkan jenis kelamin perempuan hanya berjumlah 8 anak (16%), hasil lainnya yang didapatkan pada penelitian ini adalah angka kejadian tidak skabies terbanyak juga terdapat pada responden laki-laki yaitu 33 anak (82,50%) bila dibandingkan dengan responden perempuan dengan angka kejadian tidak skabies sebanyak 7 anak (17,5%), hal ini dapat dijelaskan lagi dengan ketidakseimbangan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang terdapat dalam karakteristik responden pada penelitian ini. Meskipun demikian, perbandingan hasil ini, dimana angka kejadian skabies pada jenis kelamin laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan dinilai oleh peneliti sebelumnya terjadi akibat perilaku responden perempuan yang lebih menjaga penampilan dan merawat dirinya bila dibandingkan dengan responden laki-laki.25

(35)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulannya adalah sebagai berikut:

1. Ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan kejadian skabies di Panti Asuhan Bait Allah dengan nilai p 0,007 (<0,05)

2. Diantara responden yang mengikuti penelitian, lebih banyak yang tidak terkena skabies berjumlah 40 responden (80%).

3. Berdasarkan kategori usia dan kejadian skabies, responden dengan kejadian skabies terbanyak adalah pada masa kanak-kanak (5-10 tahun) (60,0%). Responden yang tidak terdapat kejadian skabies terbanyak adalah pada masa remaja awal (11-16 tahun) (57,5%).

4. Berdasarkan pengetahuan, responden paling banyak memiliki pengetahuan yang baik (36%).

5. Berdasarkan sikap, responden paling banyak memiliki sikap yang baik (56%).

6. Berdasarkan tindakan, responden paling banyak memiliki tindakan yang cukup (58%).

7. Diantara responden yang mengikuti penelitian, lebih banyak yang tidak terkena skabies berjumlah 40 responden (80%).

8. Berdasarkan jenis kelamin dan kejadian skabies, responden dengan kejadian skabies terbanyak adalah pada jenis kelamin laki-laki (90,0%). Responden yang tidak terdapat kejadian skabies terbanyak juga terdapat pada jenis kelamin laki-laki (87,5%).

9. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kategori usia paling banyak dijumpai adalah masa remaja awal (12-16 tahun) (48%).

(36)

32

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Berikut beberapa saran dari penulis:

 Penghuni panti asuhan sebaiknya mengetahui tentang penyebab dan faktor risiko dari skabies agar dapat dilakukan pencegahan.

 Pemilik Panti Asuhan Bait Allah sebaiknya dapat lebih memantau dan menjelaskan pentingnya kebersihan kepada anak-anak penghuni.

 Diharapkan kepada penghuni panti asuhan agar lebih meningkatkan sikap yang positif dan personal hygiene yang baik yaitu dengan menjaga kebersihan diri.

 Diharapkan kepada seluruh penghuni panti asuhan agar lebih meningkatkan pengetahuan mengenai skabies dan cara pencegahannya.

 Diharapkan agar penelitian selanjutnya dilakukan dengan sampel yang lebih banyak dan dengan jumlah kejadian skabies yang lebih banyak agar dapat melakukan penelitian dengan uji chi-square.

(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas individu, yang merupakan hasil dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah karakteristik individu yang bersangkutan, misalnya tingkat pengetahuan, jenis kelamin, dan lain-lain. Faktor eksternal meliputi lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Faktor ini adalah faktor yang cenderung mewarnai perilaku individu.1

Ahli psikologi pendidikan Benyamin Bloom membagi perilaku kedalam tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Seiring dengan berjalan waktu, teori Bloom dikembangkan dan dimodifikasi menjadi :

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu”. Proses ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap objek spesifik yang diamatinya. Pengindraan berlangsung melalui lima cabang indra manusia yang terdiri dari indra pendengaran, indra penciuman, indra penglihatan, indra peraba, dan indra perasa. Indra penglihatan dan indra pendengaran merupakan dua sumber indra terbesar yang paling sering digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan dan area kognitif merupakan domain yang paling penting dalam menentukan tindakan seseorang (overt behavior).6

Menurut domain kognitif maka tingkatan pengetahuan dibagi menjadi enam bagian, yaitu :

1. Tahu

Arti tahu disini adalah dapat meningat kembali materi-materi yang pernah diajarkan sebelumnya, termasuk materi-materi spesifik dan seluruh materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang pernah diterima.

2. Memahami

Ketika seseorang memahami sebuah objek atau materi, maka seseorang tersebut dapat menjelaskan serta menginterpretasi objek yang telah dipelajari secara tepat.

(38)

5

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan materi yang telah dipelajari di kehidupan sebenarnya. Contohnya adalah seseorang mampu menerapkan rumus-rumus statistik dalam penelitian yang sedang dilakukannya. 4. Analisis

Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi-materi menjadi komponen-komponen, namun masih terdapat di dalam satu organisasi yang terstruktur, dan masih memiliki hubungan satu sama lain.

5. Sintesis

Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian menjadi bentuk keseluruhan yang baru. Artinya, sintesis adalah kemampuan individu untuk membuat formulasi baru melalui formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi artinya kemampuan seseorang untuk memberikan penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada kriteria-kriteria yang telah ada, ataupun kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri.

Indikator-indikator lainnya yang dapat digunakan untuk menilai dan mengetahui tingkat pengetahuan terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit meliputi :  Penyebab penyakit

 Gejala penyakit

 Bagaimana cara mengobati penyakit

 Bagaimana penyakit tersebut dapat menular  Bagaimana cara mencegah penyakit tersebut

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi:

 Jenis dan contoh makanan bergizi

 Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan  Apa fungsi olahraga bagi kesehatan

(39)

 Bahaya merokok, minum-minuman keras, dan lain-lain  Apa pentingnya istrirahat yang cukup bagi kesehatan 3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi:

 Guna dan manfaat air bersih

 Cara membuang limbah yang benar

 Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang benar  Dampak dari polusi bagi kesehatan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat diketahui dan dinilai dengan menggunakan angket atau wawancara mengenai isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.1

2.1.2. Sikap

Sikap adalah respons atau reaksi tertutup dari individu terhadap suatu objek atau stimulus. Manifestasi sikap tidak dapat langsung terlihat, namun hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu melalui perilaku yang tertutup. Seorang ahli psikologi sosial bernama Newcomb, menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum menentukan suatu tindakan, namun berupa predisposisi tindakan suatu perilaku.1

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan. Bila pengetahuan memiliki enam tingkatan, maka sikap terdiri dari empat tingkatan : 1. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memberi perhatian kepada stimulus yang diberi (objek).

2. Merespons

Merespons artinya bahwa seseorang memberikan tanggapan terhadap stimulus yang diterima. Misalnya, memberi jawaban apabila ditanya, menyelesaikan tugas yang diberikan, dan lain-lain.

3. Menghargai

Ketika seseorang ada dalam tingkat menghargai, maka orang tersebut dapat mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung jawab

(40)

7

Mampu menerima semua resiko dari tindakan-tindakan yang telah dipilihnya merupakan indikator bahwa seseorang bertanggung jawab.

Sama seperti pengetahuan, sikap juga memiliki indikator-indikator sikap yang memiliki hubungan terhadap kesehatan. Indikator-indikator tersebut antara lain :

1. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah penilaian atau tanggapan seseorang terhadap: gejala dan tanda penyakit, penyebab atau etiologi penyakit, bagaimana cara penyakit tersebut dapat menular, cara mencegah penyakit, dan lain-lain.

2. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian individu terhadap pemeliharaan hidup sehat. Misalnya, penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, istirahat, dan lain-lain.

3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah penilaian atau tanggapan terhadap lingkungan dan hubungan serta pengaruh terhadap kesehatan. Misalnya, penilaian terhadap pembuangan limbah, air bersih, dan lain-lain.

Pengukuran sikap dapat dilakukan baik secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung dapat berupa wawancara mengenai pendapat atau pernyataan responden perihal sebuah objek. Secara tidak langsung dapat diukur dengan menggunakan pernyataan-pernyataan hipotesis , kemudian ditanyakan pendapat responden. Misalnya, saya akan menikah apabila saya berusia 25 tahun (sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).1

2.1.3. Praktik atau Tindakan

Suatu sikap tidak langsung terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkannya, diperlukan faktor pendukung, antara lain adalah fasilitas. Selain faktor fasilitas, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain. Seperti halnya pengetahuan dan sikap, tindakan juga memiliki tingkatan.1

1. Respons terpimpin

Artinya dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Contohnya, seorang ibu memasak dengan tepat, mulai dari cara mencuci

(41)

yang baik dan memotong-motong bahan makanan, lamanya memasak, menutup panci dengan tepat, dan seterusnya.

2. Mekanisme

Artinya dapat melakukan sesuatu secara otomatis tanpa mengikuti panduan apapun, atau tindakan itu telah menjadi kegiatan sehari-hari. Contohnya, seorang ibu membawa anaknya untuk diimunisasi pada usia-usia tertentu, tanpa adanya ajakan dari pihak lain.

3. Adopsi

Adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya sudah mengalami modifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Contohnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang sehat dan bergizi dari bahan-bahan yang murah dan sederhana.

Seperti halnya pengetahuan dan sikap, maka praktik atau tindakan juga memiliki indikator-indikator yang berhubungan dengan kesehatan. Indikator praktik kesehatan mencakup hal-hal :

1. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penyakit

Tindakan atau perilaku ini mencakup pencegahan penyakit, mengimunisasikan anak, melakukan pengurasan bak mandi, dan lain-lain. Tindakan lainnya adalah penyembuhan penyakit, misalnya minum obat sesuai dengan anjuran dokter.

2. Tindakan atau praktik pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

Tindakan atau perilaku ini mencakup konsumsi makanan dengan gizi yang tepat dan seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, dan lain-lain.

3. Tindakan atau praktik kesehatan lingkungan

Tindakan atau perilaku ini mencakup buang air pada tempat yang layak, membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air yang bersih dan layak untuk mandi, dan lain-lain.

Pengukuran tindakan dapat dinilai dengan melakukan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan beberapa hari, minggu, bahkan bulan yang lalu. Cara pengukuran lain adalah secara langsung, yang artinya mengamati langsung kegiatan dari responden.1

(42)

9

2.2. Skabies

2.2.1. Pengenalan dan Morfologi

Skabies adalah penyakit yang disebabkarn oleh parasit Sarcoptes scabiei varietas hominis.2 Parasit ini adalah seeokor tungau, termasuk kedalam filum Arthropoda, ordo Acari, superfamili Sarcoptoidea, serta genus Sarcoptes. Parasit ini memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga sangat sulit untuk dilihat dengan mata, bahkan ada beberapa yang memiliki ukuran mikron sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop.5 Ukuran tungau betina sekitar 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan ukuran tungau jantan jauh lebih kecil yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.9 Pada tungau ini, bagian sefalotoraks dan abdomen menjadi satu tanpa ada batasan yang jelas, dan pada bagian mulut memiliki kelisera.3 Bentuk dewasa tungau memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada tungau jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat diakhiri dengan alat perekat.9

2.2.2. Siklus Hidup

Sarcoptes scabiei melalui empat tahapan dalam siklus hidupnya : telur, larva,

nimfa, dan bentuk dewasa. Tungau betina akan menetaskan 2-3 telur per hari pada saat masuk kedalam lapisan kulit. Telur ini berbentuk oval dan memiliki ukuran 0,1-0,15 mm dan akan menetas dalam waktu 3-4 hari. Setelah menetas, maka telur akan berubah bentuk mejadi larva. Larva akan berpindah ke permukaan kulit luar dan akan menetap di lapisan stratum korneum. Di lapisan stratum korneum, larva akan membentuk terowongan kecil yang hampir kasat mata bernama molting

pouches. Stadium larva memiliki 3 pasang kaki, dan hanya akan bertahan sekitar

3-4 hari. Setelah itu, larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki. Nimfa nantinya akan berubah menjadi lebih besar sebelum akhirnya masuk ke fase dewasa. Larva dan nimfa akan sering ditemukan di kantung-kantung kulit. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran tungau betina berkisar antara 0,3-0,45 mm sedangkan ukuran tungau jantan lebih kecil berkisar antara 0,2-0,24 mm. Perkawinan terjadi setelah tungau jantan secara aktif masuk ke dalam terowongan yang telah dibuat oleh tungau betina. Setelah kopulasi, maka tungau jantan akan

(43)

mati atau bertahan hidup dalam waktu yang singkat di dalam terowongan. Tungau betina akan keluar ke permukaan kulit untuk mencari tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru dan meletakkan telur-telurnya. Siklus hidup dari telur hingga dewasa memakan waktu satu bulan.10

2.2.3. Cara Penularan

Penularan skabies yang terutama adalah kontak langsung kulit seperti berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Hubungan seksual adalah faktor tersering penyebab skabies pada dewasa sedangkan pada anak penularan dapat terjadi akibat kontak langsung dengan teman ataupun orangtua yang terkena skabies.5

Penularan kontak kulit secara tak langsung pun dapat menyebabkan penularan terhadap penyakit skabies, misalnya saling meminjam baju, handuk, perlengkapan tidur dikatakan dapat menjadi penyebab penularan skabies pada anak maupun dewasa.5

Kelainan kulit skabies ini memiliki banyak sebutan, antara lain, kudis, buduk, kerak, penyakit amper atau gatal agogo.5

2.2.4. Gejala Klinis

Gejala utama pada pasien skabies adala rasa gatal yang hebat pada malam hari, atau bila udara hangat dan pada saat penderita sedang berkeringat. Gatal merupakan gejala utama pada penderita skabies, sebelum gejala klinis lainnya muncul. Rasa gatal biasanya hanya dirasakan di sekitar daerah lesi, akan tetapi pada kasus skabies yang menahun rasa gatal dapat dirasakan pada seluruh tubuh. Daerah sela-sela jari, pergelangan tangan, sekitar pinggang, bokong, genitalia, pada sekitar pinggang, dan daerah sekitar payudara adalah lokasi kulit yang paling sering terdapat lesi dan rasa gatal, namun pada bayi atau anak kecil, daerah yang terinfestasi dapat mengenai seluruh tubuh.5

Lesi kulit dapat berupa papula, vesikel, pustula dan urtikaria. Ekskoriasi, eksematisasi, dan infeksi sekunder akibat gerakan menggaruk pada daerah lesi dapat menyebabkan gambaran lesi primer menjadi kabur. Tingkat keparahan erupsi kulit sangat bergantung terhadap derajat sensitisasi, lama infeksi, higenitas personal, dan apakah ada atau tidaknya riwayat pengobatan terkait penyakit ini.

(44)

11

Pada kasus skabies menahun, ruam dapat menebal (likenifikasi) dan menghitam (hiperpigmentasi). Pada anak lesi lebih sering berupa vesikel dan infeksi sekunder akibat garukan, dan dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala, leher, telapak tangan dan kaki. Lesi pada skabies juga dapat berupa bula, sehingga gambaran klinisnya dapat serupa dengan dermatosis vesikobulosa. Pada anak biasanya menjadi gelisah dan lelah, akibat tidur yang terganggu karena rasa gatal yang hebat dirasakan pada malam hari, yang dapat pula menyebabkan nafsu makan yang menurun. Pada penderita dapat ditemukan vesikel dan eritema yang meluas. Hal ini disebabkan penggunaan detergen, sabun keras, minyak tanah, oli, atau air aki oleh penderita yang kesal karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh.5

Ditemukan terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi berwarna putih keabu-abuan dan berkelok-kelok, memilki panjang 2-3 mm, dan pada akhir terowongan biasanya terdapat papula atau vesikel. Tempat predileksi yang dimaksud adalah tempat dengan stratum korneum tipis.9

2.2.5. Patogenesis

Kegiatan tungau yang membuat terowongan pada stratum korneum menyebabkan sensitisasi kulit terhadap ekskret dan sekret yang dikeluarkan tungau pada masa pembuatan terowongan, sehingga timbul rasa gatal pada penderita. Gatal paling sering dialami pada malam hari. Erupsi khas dapat dikenali dengan bentuk terowongan halus dengan panjang 2-3 mm, sedikit meninggi, berkelok-kelok, dan berwarna putih keabu-abuan. Terowongan terbentuk akibat gerakan tungau sambil makan hancuran stratum korneum.5

2.2.6. Diagnosis

Diagnosis pasti adalah dengan cara menemukan tungau atau telur tungau pada kulit penderita, namun menemukan tungau atau telur adalah hal yang sulit untuk dilakukan.11 Banyak praktisi menegakkan diagnosis berdasarkan dengan gejala klinis yang khas seperti gatal pada saat malam hari dan berkeringat, maupun ditemukannya terowongan tungau pada permukaan kulit.12 Hal lain yang juga dapat dijadikan pegangan diagnosis berdasarkan gejala klinis adalah ada tidaknya kontak dengan penderita skabies sebelumnya.11

(45)

Cara menemukan tungau sebagai diagnosis pasti adalah, antara lain :

1. Mencari terowongan skabies, kemudian di ujung yang terlihat papula ataupun vesikel dicongkel dengan menggunakan jarum dan diletakkan di kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya.9

2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas dan dilihat dengan kaca pembesar.9

3. Dengan membuat biopsy irisan dengan cara mejepit lesi dengan 2 jari, kemusian membuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.9

4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan menggunakan pewarnaan H.E.9

Namun cara diagnosis lain yang dapat digunakan juga adalah dengan metode

Burrow Ink Test. Tes ini menggunakan tinta untuk dapat menemukan terowongan

halus pada kulit penderita skabies. Cara nya adalah dengan mengoleskan tinta (Sheaffer cartridge) yang berisi tinta biru ataupun hitam pada papula atau lesi yang dicurigai. Setelah menutupi lesi dengan tinta, tinta langsung dihapus atau diusap dengan menggunakan kapas beralkohol untuk menghapus tinta dari permukaan lesi. Bila hasil positif maka tinta akan mengikuti bentuk terowongan halus dari tungau, yang bersifat berkelok-kelok. Cara ini merupakan salah satu cara yang memiliki efisiensi terbaik untuk mendiagnosa skabies.13,14

2.2.7. Diagnosis Banding

Ada beberapa pendapatan yang mengemukakan bahwa penyakit skabies merupakan penyakit dengan sebutan the great imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Diagnosa banding untuk skabies antara lain : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dan sebagainya.9

2.2.8. Fakto Resiko

Ada beberapa faktor resiko untuk penyakit skabies, dan mayoritas didalamnya adalah faktor-faktor resiko yang ditemukan di negara berkembang. Faktor resiko dapat terjadi akibat hubungan erat langsung dengan penderita, yang umum terjadi di panti asuhan, asrama, dan diantara sesama anggota keluarga.

(46)

13

Faktor resiko lainya adalah keluarga dengan kondisi sosioekonomi rendah dan sanitasi yang buruk.8

Di negara maju, prevalensi skabies pada anak dan dewasa cenderung sama, namun pada negara berkembang usia anak dan remaja lebih cenderung untuk menderita skabies dibandingkan dengan usia dewasa.5 Di Samoa Amerika, anak-anak dengan rentang usia 0-4 tahun 4,9 kali lebih rentan terkena skabies daripada anak-anak usia 14 tahun, sedangkan anak anak berusia 5-9 tahun 2,2 kali lebih rentan.6 Pada penelitian yang dilakukan di RS Al-Islam Bandung didapatkan bahwa pasien skabies berusia < 10 tahun sebanyak 29,14 % dan pasien usia 11-20 tahun berjumlah 39,69 %, dibandingkan dengan usia 21-30 tahun hanya berkisar 15,57%, usia 31-40 tahun berjumlah 6,53%, usia 41-50 tahun berjumlah 6,03% dan usia >50 tahun berjumlah 3,01%.7 Pada penelitian lain diungkapkan juga bahwa penderita terbanyak skabies adalah anak/remaja usia 5-14 tahun, bila dibandingkan dengan anak dibawah usia 5 tahun, dan remaja dewasa usia 15-29 tahun.15

Penduduk yang tinggal pada daerah tropis juga lebih rentan untuk terkena skabies. Dari beberapa penelitian yang telah dikumpulkan WHO sejak tahun 1971-2001, dapat dikatakan bahwa skabies endemik pada daerah tropis, meskipun beberapa data dari beberapa negara tidak lengkap dikumpulkan.Angka kejadian skabies yang tercatat pada daerah tropis berkisar antara 0,2%-24%.16 Sementara itu Mesir, Amerika Selatan, Australia, dan Kepulauan Karibia merupakan contoh dari beberapa daerah tropis dan sub-tropis dengan angka skabies yang cukup tinggi.17

2.2.9. Pengobatan

Syarat pengobatan yang ideal dalam penanganan kasus skabies adalah : 1. Harus efektif dalam mengatasi seluruh stadium hidup tungau. 2. Tidak menimbulkan iritasi dan bersifat toksik.

3. Tidak berbau ataupun kotor dan tidak merusak pakaian. 4. Mudah diperoleh dan murah.

Syarat pengobatannya adalah mengobati seluruh anggota keluarga tanpa terkecuali, termasuk orang-orang atau kerabat yang sering berhubungan atau

(47)

melakukan kontak langsung dari fisik ke fisik kepada penderita.9 Hal tersebut ditujukan untuk mengurangi angka kejadian ulangan skabies baik pada penderita maupun pada keluarga dekat penderita.11 Ada beberapa jenis obat topikal yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit skabies. Obat-obatan tersebut adalah : 1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20 % dalam bentuk

krim atau salap. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur dari tungau, maka penggunaannya harus 3 hari berturut-turut. Kerugian lain yang disebabkan oleh preparat ini adalah berbau dan dapat mengotori pakaian, bahkan terkadang dapat juga menimbulkan iritasi bagi penderita.9

2. Emulsi benzil-benzoat dengan kadar 20-25 % efektif terhadap semua stadium tungau, diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini jarang diperoleh, sering menimbulkan iritasi, dan terkadang menimbulkan sensasi gatal yang berlebih setelah dipakai.9

3. Gama Benzena Heksa Klorida atau gameksan dengan kadar 1 % dalam bentuk krim atau losio, termasuk pilihan yang efektif terhadap seluruh stadium tungau, mudah digunakan, dan jarang menimbulkan iritasi bagi penderita. Namun, obat ini sangat tidak dianjurkan terhadap anak-anak dibawah usia 6 tahun dan ibu hamil karena bersifat toksis terhadap susunan saraf pusat.9 dengan gameksan, memiliki tingkat efektif yang sama dengan gameksan, diaplikasikan cukup sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh, dapat diulangi setelah seminggu. Obat ini sangat tidak dianjurkan pada bayi di bawah usia 2 bulan.9

Sejauh ini, belum ada konsensus internasional mengenai jadwal pengobatan skabies, dan rekomendasi dari suatu negara belum berarti dapat diterapkan di negara lain.11

(48)

15

2.2.10.Pencegahan

Pencegahan infeksi skabies biasanya dilakukan dengan cara memperbaiki sanitasi dan lingkungan sekitar. Pakaian, seprei dan sarung bantal/guling harus dengan menggunakan air panas. Kasur, bantal dan guling dijemur setidaknya 2 kali dalam seminggu. Berikutnya, ventilasi tempat tinggal harus diperbaiki. Pada lingkungan yang padat biasanya rumah tidak memiliki jendela yang menyebabkan sinar matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah. Perlu dipasang beberapa jendela dalam satu rumah agar sinar matahari dapat memasuki ruangan rumah.5

2.2.11.Prognosis

Dengan pemilihan obat yang baik, dan cara pemberian obat yang tepat, diikuti dengan pencegahan yang benar untuk menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini dapat disembuhkan dan memberi prognosis yang baik.9

2.3. Hubungan Perilaku dan Skabies

Cara penularan skabies adalah melalui kontak langsung kulit ke kulit dan kontak tak langsung dengan cara peminjaman barang barang pribadi dari penderita skabies.Hal ini berhubungan dengan faktor resiko dari skabies dan yang menghubungankan kedua hal ini adalah perilaku. Seperti yang telah dibahas, perilaku terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan.1,5

Pengetahuan memengaruhi penularan dan faktor resiko dengan cara mengetahui gejala penyakit, sebab, dan mengetahui apakah penyakit tersebut dapat menular atau tidak, mengetahui fungsi sanitasi yang baik juga merupakan indikator yang memengaruhi kejadian skabies. Sikap memengaruhi penularan dengan cara individu sudah dapat melakukan penilaian terhadap sekitarnya. Misalnya, seseorang dapat menilai apakah temannya sedang menderita penyakit skabies, sehingga dapat menentukan sikap yang harus dia ambil, apakah harus tetap meminjam atau saling berganti barang pribadi, atau berhenti saling meminjam barang sampai penyakit temannya telah sembuh. Dan terakhir, tindakan sangat memengaruhi penularan dan faktro resiko dari skabies. Tindakan memengaruhi penularan dengan cara apakah dia telah menjaga sanitasi yang baik, dan apakah telah melakukan pencegahan terhadap skabies.1,5

(49)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas individu, yang merupakan hasil dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah karakteristik individu yang bersangkutan, misalnya tingkat pengetahuan, jenis kelamin, dan lain-lain. Faktor eksternal meliputi lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Faktor ini adalah faktor yang cenderung mewarnai perilaku individu. Ahli psikologi pendidikan Benyamin Bloom membagi perilaku kedalam tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor, atau yang seiring berjalannya waktu dimodifikasi menjadi tiga bagian yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan.1

Skabies adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei varietas hominis.2 Tungau ini hampir tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, beberapa bahkan hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop.3 Daerah sela-sela jari, pergelangan tangan, bokong, genitalia, pada sekitar pinggang, dan daerah sekitar payudara adalah lokasi kulit yang paling sering terdapat manifestasi klinis.4 Manifestasi klinis utama yang dialami oleh pasien skabies adalah rasa gatal yang dirasakan pada malam hari, apabila udara hangat dan lembab, hal ini terjadi karena aktivitas tungau yang tinggi pada kondisi hangat dan lembab, serta dapat juga terjadi bila penderita sedang bekeringat. Sekret dan ekskret yang dikeluarkan tungau pada saat membentuk saluran pada daerah epidermis adalah penyebab terjadinya gatal pada pasien skabies. Ruam utama dapat berupa papula, vesikel, pustula, dan urtikaria, sementara ekskoriasi, eksematisasi, dan infeksi sekunder dapat terjadi akibat garukan yang dapat menyebabkan gambaran utama ruam menjadi kabur.5

Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering menyerang penduduk di negara berkembang. Angka kejadian skabies berbeda-beda di setiap jurnal terbaru, mulai dari 0.3% sampai 46 %. Pada saat ini, skabies telah menyerang lebih dari 130 juta orang di seluruh dunia.2 Di beberapa negara

(50)

2

berkembang, prevalensi skabies cukup tinggi pada usia anak dan remaja dibandingkan dengan dewasa.5 Di Samoa Amerika, anak-anak dengan rentang usia 0-4 tahun 4,9 kali lebih rentan terkena skabies daripada anak-anak usia 14 tahun, sedangkan anak anak berusia 5-9 tahun 2,2 kali lebih rentan.6 Pada penelitian yang dilakukan di RS Al-Islam Bandung didapatkan bahwa pasien skabies berusia < 10 tahun sebanyak 29,14 % dan pasien usia 11-20 tahun berjumlah 39,69 %, dibandingkan dengan usia 21-30 tahun hanya berkisar 15,57%, usia 31-40 tahun berjumlah 6,53%, usia 41-50 tahun berjumlah 6,03% dan usia >50 tahun berjumlah 3,01%.7 Skabies umumnya menyerang penduduk dengan promiskuitas seksual, kebersihan yang buruk, dan tempat dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Panti asuhan, asrama, dan diantara anggota keluarga merupakan tempat yang sering terjadi penularan skabies, hal ini disebabkan karena infeksi akibat hubungan langsung yang erat dengan penderita.8

Faktor-faktor resiko utama dari skabies adalah tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, usia anak-anak dan remaja, serta kebersihan yang buruk. Terlepas dari kebersihan yang buruk (karena tidak semua panti asuhan memilik kebersihan yang buruk), maka seluruh kriteria diatas ada pada panti asuhan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk menilai apakah ada hubungan antara perilaku anak dengan kejadian skabies di panti asuhan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan perilaku anak di panti asuhan dengan angka kejadian skabies ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui dan menilai hubungan antara perilaku anak-anak di panti asuhan terkait mengenai penyakit skabies dengan angka kejadian skabies.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Melihat dan mengetahui prevalensi skabies di panti asuhan terkait

2. Melihat dan mengetahui rentang usia yang paling banyak menderita skabies

(51)

3. Melihat dan mengetahui tingkat pengetahuan anak terhadap skabies di panti asuhan

4. Melihat dan mengetahui sikap anak terhadap skabies di panti asuhan 5. Melihat dan mengetahui tindakan anak terhadap skabies di panti asuhan 6. Melihat dan mengetahui perbandingan kejadian skabies menurut jenis

kelamin

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Peneliti memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian ilmiah

2. Meningkatkan pengetahuan serta mengaplikasikan pengetahuan peneliti mengenai skabies dalam penelitian

3. Sebagai informasi kepada panti asuhan terkait mengenai hasil dari penelitian ini

4. Sebagai acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya

(52)

ii

ABSTRAK

Pendahuluan: Skabies adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penularan penyakit ini sangat dipengaruhi

oleh faktor resiko dan cara penularannya. Cara penularan skabies sangat ditentukan oleh perilaku anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku dan angka kejadian skabies pada anak.

Metode: Penelitian ini bersifat analitik dengan metode cross-sectional.

Pengambilan data dilakukan dengan wawancara untuk hasil perilaku dan pemeriksaan fisik serta tes tinta untuk hasil skabies, dengan sampel penelitian diambil secara total sampling. Data dianalisis menggunakan uji Fisher exact.

Hasil: Total responden sejumlah 50 subjek, 42 laki-laki (84,0%) dan 8 perempuan

(16,0%) dengan kategori usia balita (0-5 tahun) 7 anak (14,0%), kanak-kanak (5-10 tahun)19 anak (38,0%), dan remaja awal (11-16 tahun) 24 anak (48,0%). Dari hasil penelitian didapatkan 7 anak (70,0%) anak yang menderita skabies memiliki perilaku yang buruk, dan 3 anak (30,0%) anak yang menderita skabies memiliki perilaku yang baik. Sejumlah 10 anak (20,0%) dari total responden diketahui menderita penyakit skabies, dengan kategori usia balita sejumlah 3 anak (30,0%), usia kanak-kanak sejumlah 6 anak (60,0%), dan usia remaja awal sejumlah 1 anak (10,0%).

Kesimpulan: Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada hubungan antara

perilaku dan kejadian skabies dengan nilai p 0,007 (<0,05) dimana skabies lebih banyak terjadi pada anak dengan perilaku yang buruk bila dibandingkan dengan anak yang memiliki perilaku yang baik. Penyakit ini juga lebih sering menyerang anak dengan kategori usia kanak-kanak (5-10 tahun).

Kata kunci: skabies, perilaku, pengetahuan, sikap, tindakan

(53)

ABSTRACT

Introduction: Scabies is a parasitic disease caused by Sarcoptes scabiei variety

hominis. Transmission of the disease is strongly influenced by the risk factors and ways of transmission. Mode of transmission of scabies is determined by the child's behavior. This study aims to determine whether there is a relationship between the behavior and the incidence of scabies in children.

Methods: This study is an analytical cross-sectional method. Data were collected

by interviews to conduct and results of physical examination and test inks for scabies result, the samples were taken in total sampling. Data were analyzed using the Fisher exact test.

Results: Total respondents a number of 50 subjects, 42 males (84.0%) and 8

women (16.0%) with children under five age categories (0-5 years) 7 children (14.0%), childhood ( 5-10 years) 19 children (38.0%), and early adolescents (11-16 years) 24 children (48.0%). From the results, seven children (70.0%) of children who suffer from scabies have bad behavior, and 3 children (30.0%) of children who suffer from scabies have good manners. Some 10 children (20.0%) of the total respondents, it suffered from scabies, with a toddler age category 3 children (30.0%), childhood number 6 children (60.0%), and a number of early teens 1 child (10.0%).

Conclusion: This study suggests that there is a relationship between the behavior

and the incidence of scabies with the p value of 0,007 (<0,05) where scabies is more common in children with poor behavior when compared with children who have good manners. The disease is also more common in children with childhood age categories (5-10 years).

Keywords: scabies, behaviors, knowledge, attitudes, actions

(54)

SKRIPSI

HUBUNGAN PERILAKU ANAK DENGAN ANGKA

KEJADIAN SKABIES DI PANTI ASUHAN BAIT ALLAH

KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2016

Oleh:

DIKO S

130100397

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(55)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan

Sarjana Kedokteran

Oleh:

DIKO S

130100397

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(56)

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Teori
Gambar 3.2.
Tabel 4.1. Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan
Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan, ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan prevalensi angular cheilitis pada anak panti asuhan SOS childrens village dan panti asuhan Al-Jamiatul

Distribusi tindakan responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat berdasarkan kelompok umur responden di Yayasan panti Asuhan Rapha-El Simalingkar ..... Distribusi responden

Karakteristik responden pegawai pengguna komputer di Universitas Muhammadiyah Palembang paling banyak berusia &lt; 30 tahun sebanyak 54,2 %, jenis kelamin laki-laki sebanyak 60,4

Mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi hambatan dalam proses komunikasi antar pribadi Pengurus Panti Asuhan, ternyata jawaban- jawaban responden

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran pengetahuan dan perilaku pencegahan yang berhubungan dengan skabiespada penghuni panti

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan anak panti asuhan terhadap pencegahan scabies berada dalam kategori baik sebanyak 14 orang (35%) dan kategori tidak

Karakteristik demografi anak di Panti Asuhan X, Jakarta Timur beragam dengan usia responden terbanyak antara 7-12 tahun (54,2%), jenis kelamin terbanyak adalah perempuan

Mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi hambatan dalam proses komunikasi antar pribadi Pengurus Panti Asuhan, ternyata jawaban- jawaban responden