• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Perusahaan Gambaran Umum PT Multi Bintang Indonesia Tbk

Perusahaan pertama kali didirikan dengan nama Nederlandsh-Indische Bierbrouwerijen di Medan tahun 1929. Sejalan dengan bergeraknya waktu, perusahaan bertambah kuat dan menjadi perusahaan minuman Indonesia yang memiliki reputasi baik dan bertanggung jawab dengan portofolio merek bir dan minuman ringan terkemuka.

Perusahaan berganti nama mejadi PT Multi Bintang Indonesia ketika go public tahun 1981. Multi Bintang yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi anak perusahaan Asia Pacific Breweries Limited (APB) dari Singapore ketika APB menguasai saham mayoritas Multi Bintang tahun 2010. Pada Bulan September 2013, HEINEKEN International BV dari Belanda kembali menjadi pemegang saham utama di Multi Bintang.

Visi Multi Bintang adalah “WOW Indonesia melalui performanya, mereknya, dan orang-orangnya”. Sedangkan misi Multi Bintang adalah “Menjadi perusahaan

Minuman Indonesia yang memiliki reputasi baik dan bertanggung jawab dengan

portofolio merek bir dan minuman ringan terkemuka”.

Multi Bintang diidentikan dengan Bir Bintang, merek bir unggulan Indonesia. Multi Bintang menawarkan berbagai portofolio brand bir dan minuman ringan. Perusahaan memproduksi dan memasarkan merek bir premium internasional yang termasuk dalam merek bir sepuluh besar di dunia, yaitu Heineken dan juga jenis minuman bebas alkohol, Bintang Zero dan minuman ringan berkarbonasi yaitu Green Sands.

Multi Bintang memiliki brewery yang berlokasi di Sampang Agung dan Tangerang. Multi Bintang telah mendirikan pusat-pusat penjualan dan pemasaran di seluruh kota utama Indonesia.

Gambaran Umum PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk Perusahaan bermula dari usaha keluarga yang dirintis tahun 1960-an oleh Bapak Achmad Prawirawidjaya. Pada periode awal pendirian, perusahaan hanya memproduksi produk susu dengan teknologi sederhana. Pada pertengahan 1970-an perusahaan mulai menggunakan teknologi produksi UHT (Ultra High Temperature) dan teknologi pengemasan dengan kemasan karton aseptik (Aseptic Packaging Material). Perusahaan melakukan penawaran perdana saham-sahamnya kepada masyarakat (Initial Public Offering) pada bulan Juli 1990.

PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company memiliki visi “Menjadi

perusahaan industri makanan dan minuman yang terbaik dan terbesar di Indonesia, dengan senantiasa mengutamakan kepuasan konsumen, serta menjunjung tinggi

kepercayaan para pemegang saham dan mitra kerja perusahaan”. Sedangkan misinya adalah “Menjalankan usaha dengan dilandasi kepekaan yang tinggi untuk

senantiasa berorientasi kepada pasar/konsumen, dan kepekaan serta kepedulian untuk senantiasa memperhatikan lingkungan, yang dilakukan secara optimal agar dapat memberikan nilai tambah sebagai wujud pertanggung-jawaban kepada para pemegang saham.

Seiring berkembangnya waktu, perusahaan tidak hanya memasarkan susu segar saja tetapi juga produk minuman dan makanan lainnya. Produk minuman lainnya adalah berupa teh segar dalam kemasan dengan merek dagang Teh Kotak dan Teh Bunga, kemudian kategori minuman kesehatan dan minuman lainnya dengan merek dagang Sari Asam, Sari Kacang Ijo dan Coco Pandan Drink. Perusahaan juga memasarkan produk dalam kategori makanan yaitu susu bubuk dengan merek Morinaga yang diproduksi untuk PT Sanghiang Perkasa dan susu kental manis dengan merek Cap Sapi, Golden Choice, Ultra Milk. Perseroan juga memproduksi konsentrat buah-buahan tropis.

Analisis Kinerja Keuangan

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan belum cukup bagi perusahaan dalam menilai kinerjanya, dalam hal ini kinerja manajemen. Perlu metode khusus dalam menganalisis laporan keuangan dengan mengolah data yang disajikan pada laporan keuangan menjadi informasi yang lebih memiliki manfaat. Hasil analisis laporan keuangan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan di perusahaan sebagai dasar pengambilan keputusan.

Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam menganalisis laporan keuangan adalah analisis rasio yang terdiri atas empat aspek yaitu likuiditas, solvabilitas, aktivitas dan profitabilitas. Rasio keuangan dianalisis fokus pada sebelum dan setelah peristiwa Krisis Global 2008 dengan mengidentifikasi apakah krisis memberikan dampak terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Rasio Likuiditas PT Multi Bintang Indonesia Tbk

Perhitungan rasio lancar pada MLBI sebelum dan setelah krisis menunjukkan nilai yang sangat fluktuatif. Rata-rata nilai rasio lancar MLBI sebelum krisis adalah 74.34% yang artinya MLBI menjamin utang lancar Rp1 000 dengan aktiva lancar sebesar Rp734.4, maka perusahaan butuh Rp256.6 lagi untuk menutupi utang lancarnya. Berdasarkan Tabel 3 secara berturut-turut rasio lancar MLBI tahun 2005 dan 2006 menurun menjadi 68% dan 52% di mana tahun 2004 rasio lancar MLBI relatif sangat tinggi dengan nilai 98.3%. Penurunan tajam rasio lancar tahun 2005 dan 2006 karena kewajiban lancar MLBI terus meningkat namun tidak diimbangi peningkatan aktiva lancar, bahkan aktiva lancar terus turun. Peningkatan rasio lancar MLBI sebelum krisis terjadi pada tahun 2007 sebesar 6.3% dari tahun 2006 dan meningkat sebesar 34.4% dari tahun 2007. Perbaikan pada tahun 2007 dan 2008 terletak pada peningkatan kas terutama simpanan di Citibank N. A dari Rp1.68 milyar pada 2006 menjadi Rp42.15 milyar pada 2008 serta adanya investasi berupa deposito berjangka sebesar Rp110 milyar pada 2008. Perbaikan di tahun 2007 juga didukung oleh adanya pelunasan pijaman jangka pendek Rp25 milyar kepada Citibank N. A.

Satu tahun setelah krisis, rasio lancar MLBI kembali turun tajam sebesar 27.6% karena adanya kewajiban pembayaran dividen dalam jumlah besar sehubungan dengan dividen interim sebesar Rp263.38 milyar yang diumumkan Desember 2009 dan akan dibayar pada Januari 2010. Pada periode 2004-2008 rata-rata pembagian dividen interim hanya Rp35.95 milyar. Pada tahun-tahun

berikutnya rasio lancar MLBI selalu di atas 90% kecuali di tahun 2012 dengan nilai 58% karena MLBI mencairkan deposito berjangka pada tahun 2012 senilai Rp120 milyar pada PT Bank Rabobank International Indonesia dan Rp40 milyar pada Citibank N.A untuk membiayai modernisasi fasilitas produksi brewery di Tangerang. Selain itu, penurunan tajam rasio lancar pada 2012 karena meningkatnya kewajiban lancar khususnya utang bank jangka pendek pada tanggal 7 September 2012 kepada Citibank N. A dan The Hong Kong and Shanghai Banking Corporation Limited masing masing Rp75 milyar untuk keperluan pembayaran dividen interim sebesar Rp146.44 milyar pada tanggal 10 September 2012. Rata-rata nilai rasio lancar setelah krisis adalah 83.1% yang artinya MLBI menjamin utang lancar Rp1 000 dengan aktiva lancar sebesar Rp831, maka perusahaan butuh Rp169 lagi untuk menutupi utang lancarnya.

Tabel 3 Rasio lancar MLBI periode 2004-2013

Rasio lancar MLBI sebelum krisis (%)

2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata

98.3 68 52.8 59.1 93.5 74.34

Rasio lancar MLBI setelah krisis (%)

2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

65.9 94.5 99.4 58 97.7 83.1

Pada periode sebelum krisis rasio lancar MLBI mengalami penurunan hingga pertengahan periode kemudian naik kembali hingga akhir periode. Pada periode setelah krisis rasio lancar MLBI sangat fluktuatif. Berdasarkan nilai rata-rata lima tahun, likuditas MLBI sedikit lebih baik setelah krisis dibanding sebelum krisis. Rasio Solvabilitas PT Multi Bintang Indonesia Tbk

Perhitungan rasio utang atas aktiva pada MLBI sebelum krisis menunjukkan kenaikan kecuali pada tahun 2008. Semakin tinggi rasio utang atas aktiva artinya kinerja MLBI semakin buruk karena perusahaan semakin tergantung dengan utang dalam struktur modalnya. Rata-rata nilai rasio utang atas aktiva MLBI sebelum krisis adalah 62.8% yang artinya setiap total aktiva MLBI senilai Rp1 000 didanai oleh utang sebesar Rp628. Berdasarkan Tabel 4, sejak 2004 hingga menjelang krisis

Tabel 4 Rasio utang atas aktiva MLBI periode 2004-2013

Rasio utang atas aktiva MLBI sebelum krisis (%)

2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata

54.9 60.4 67.5 68.2 63.4 62.8

Rasio utang atas aktiva MLBI setelah krisis (%)

2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

89.4 58.6 56.6 71.4 44.6 64.12

nilai rasio utang atas aktiva terus meningkat, namun di tahun krisis nilainya menurun sebesar 4.8% yang artinya tidak banyak perbaikan yang dilakukan MLBI pada tahun itu.

Satu tahun setelah krisis, rasio utang atas aktiva MLBI berada pada rasio tertinggi pada periode 2004-2013 dengan nilai 89.4% yang artinya kinerja MLBI pada aspek solvabilitas sangat buruk pada tahun 2009. Tingginya utang pada tahun 2009 karena adanya kewajiban pembayaran dividen dalam jumlah besar

sehubungan dengan dividen interim sebesar Rp263.38 yang diumumkan Desember 2009 dan akan dibayar pada Januari 2010. Pada periode 2004-2008 rata-rata pembagian dividen interim hanya Rp35.95 milyar Pada tahun-tahun berikutnya rasio utang atas aktiva MLBI mengalami perbaikan dengan terus turunnya nilai rasio hingga 44.6 % pada tahun 2013 seiring dengan perkembangan modernisasi brewery di Tangerang meskipun sempat mengalami kenaikan nilai rasio pada tahun 2012 menjadi 71.4%. Kenaikan nilai rasio utang atas aktiva pada 2012 disebabkan kenaikan total kewajiban MLBI dari Rp690.55 milyar pada 2011 menjadi Rp822.2 milyar pada 2012 atau naik 19.06%. Faktor lain penyebab kenaikan nilai rasio utang atas aktiva pada 2012 adalah menurunnya total aktiva MLBI dari Rp1.22 triliun pada 2011 menjadi Rp1.15 triliun pada 2012 atau turun 5.63%. Rata-rata nilai rasio utang atas aktiva setelah krisis adalah 64.12% yang artinya setiap total aktiva MLBI senilai Rp1 000 didanai oleh utang sebesar Rp641.2.

Pada periode sebelum krisis rasio utang atas aktiva meningkat secara perlahan kecuali pada tahun 2008. Pada periode setelah krisis rasio utang atas aktiva fluktuatif terkait dengan adanya kebijakan pembagian dividen interim yang besar pada tahun 2009 dan 2012. Berdasarkan nilai rata-rata lima tahun, solvabilitas MLBI sedikit lebih buruk setelah krisis dibanding sebelum krisis.

Rasio Aktivitas PT Multi Bintang Indonesia Tbk

Perhitungan total asset turnover pada MLBI sebelum krisis menunjukkan kinerja yang fluktuatif. Semakin tinggi total asset turnover artinya MLBI semakin efektif memanfaatkan seluruh aset yang ada untuk menghasilkan penjualan.

Tabel 5 Total asset turnover MLBI periode 2004-2013

Total asset turnover MLBI sebelum krisis (%)

2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata

128.5 148.2 146 157.4 140.8 144.18

Total asset turnover MLBI setelah krisis (%)

2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

162.7 157.4 152.3 136 199.9 161.66

Rata-rata total asset turnover MLBI sebelum krisis adalah 144.18% yang artinya setiap Rp1 000 aktiva MLBI dapat menghasilkan penjualan sebesar Rp1 441.8. Pada saat krisis 2008 total asset turnover turun sebesar 13.22%, penurunan nilai ini yang terbesar dibanding tahun-tahun lainnya pada periode 2004-2008.

Berdasarkan Tabel 5 total asset turnover MLBI tahun 2010-2012 terus menurun secara berturut-turut hingga mencapai nilai terendah di periode setelah krisis sebesar 136%. Sejak tahun 2009 MLBI mulai mengganti mesin dan peralatan baru brewery di Tangerang yang selesai pada 2013 sehingga pada 2010-2012 produksi sedikit terhambat namun aktiva tidak lancar terus meningkat. Tahun 2013 MLBI dapat memacu produksi dan penjualan dengan brewery di Tangerang yang telah dimodernisasi sehingga nilai total asset turnover adalah 199.9%. MLBI juga memperkenalkan bir Bintang dengan kemasan kaleng 500ml pada Juni 2013 yang sebelumnya berukuran 330ml. Rata-rata nilai total asset turnover setelah krisis adalah 161.66% yang artinya setiap Rp1 000 aktiva MLBI dapat menghasilkan penjualan sebesar Rp1 616.6.

Pada periode sebelum krisis total asset turnover MLBI cenderung stabil meskipun mengalami sedikit kenaikan dan penurunan pada tiap tahunnya. Pada

tahun pertama periode setelah krisis total asset turnover sempat naik namun di tahun-tahun berikutnya terus turun secara perlahan terkait dengan proses modernisasi brewery Tangerang. Saat brewery Tangerang selesai pada 2013 total asset turnover meningkat sangat tinggi. Penjualan ekspor MLBI pada periode 2006-2008 terus mengalami kenaikan, satu tahun pasca krisis mengalami penurunan sebesar 40.92% karena adanya pelemahan permintaan ekspor. Pada saat 2010 penjualan ekspor MLBI dapat meningkat kembali, penurunan penjualan ekspor MLBI tidak terlalu berarti karena rata-rata proporsi nilai ekspor MLBI terhadap nilai penjualan bersih hanya 1.75%. Berdasarkan nilai rata-rata lima tahun, kinerja aktivitas MLBI lebih baik setelah krisis dibanding dengan sebelum krisis.

Rasio Profitabilitas PT Multi Bintang Indonesia Tbk

Margin laba menggambarkan kemampuan MLBI dalam mengendalikan biaya produksi dan biaya operasional, semakin tinggi margin laba artinya MLBI semakin baik dalam mengendalikan kedua biaya tersebut. Tabel 6 menunjukkan selama empat tahun sebelum krisis margin laba MLBI cenderung konstan tidak menunjukkan perbaikan kinerja bahkan semakin memburuk, namun pada tahun 2008 nilai margin laba mengalami kenaikan sebesar 8%. Rata-rata margin laba MLBI sebelum krisis adalah 15.9% yang artinya setiap penjualan MLBI Rp1 000 dapat menghasilkan laba usaha sebesar Rp159.

Tabel 6 Margin laba MLBI periode 2004-2013

Margin laba MLBI sebelum krisis (%)

2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata

14.8 14.8 14.7 13.6 21.6 15.9

Margin laba MLBI setelah krisis (%)

2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

31.8 34.4 36.4 38.6 42.8 36.8

Tren positif margin laba pada tahun krisis di 2008 masih berlanjut hingga tahun 2013. Satu tahun setelah krisis MLBI mencatat peningkatan margin laba yang cukup meyakinkan sebesar 10.2%. Rata-rata nilai margin laba setelah krisis adalah 36.8% yang artinya setiap penjualan MLBI Rp1 000 dapat menghasilkan laba usaha sebesar Rp368. Meskipun menghadapi kenaikan harga bahan baku dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar dan euro saat krisis, MLBI tetap mampu mengendalikan biaya produksi dan biaya operasional dengan baik terhadap penjualan.

Pada periode sebelum krisis margin laba MLBI cenderung mengalami penurunan meskipun sedikit. Pada tahun 2008 margin laba mulai mengalami peningkatan yang meyakinkan setelah diterimanya produk baru dengan baik oleh konsumen pasca peluncuran “Green Sands Slim Can 250ml” dan “Green Sands Recharge” pada 2007. Pada periode setelah krisis margin laba terus mengalami

peningkatan karena banyak efisiensi yang dilakukan salah satunya tim multi-disiplin MLBI fokus meningkatkan pengiriman langsung untuk menghindari penanganan ganda. Efisiensi juga terus dilakukan dengan pengurangan jumlah karyawan. Pada tahun 2010 strategi yang dilakukan fokus pada distribusi yang lebih luas dan ketersediaan produk yang optimal di seluruh negeri. Berdasarkan nilai rata-rata lima tahun, margin laba MLBI jauh lebih baik setelah krisis dibanding dengan sebelum krisis.

Return on total asset menggambarkan kemampuan MLBI dalam menghasilkan laba bersih dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi nilai return on total asset menunjukkan semakin baiknya MLBI dalam memanfaatkan seluruh aktiva untuk menghasilkan laba bersih. Tabel 7 menujukkan return on total asset pada 2004-2006 terus mengalami penurunan hingga berada pada nilai terendah sebesar 12.1%. Perbaikan return on total asset mulai dilakukan MLBI tahun 2007 meskipun hanya meningkat 1.5%, namun pada 2008 saat krisis terjadi return on total asset oleh MLBI menunjukkan perubahan positif yang cukup tinggi sebesar 10%. Rata-rata return on total asset MLBI sebelum krisis adalah 16.04% yang artinya setiap Rp1 000 aktiva MLBI dapat menghasilkan laba bersih sebesar Rp160.4.

Tabel 7 Return on total asset MLBI periode 2004-2013

Return on total asset MLBI sebelum krisis (%)

2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata

15.8 15.1 12.1 13.6 23.6 16.04

Return on total asset MLBI setelah krisis (%)

2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

34.3 39 41.6 39.4 66.9 44.24

Tren positif return on total asset pada tahun krisis di 2008 masih berlanjut pada tahun-tahun setelah krisis kecuali pada 2012. Setelah modernisasi brewery di Tangerang selesai pada 2013, return on total asset MLBI meningkat sangat tinggi sebesar 27.5% pada tahun tersebut. Rata-rata nilai return on total asset setelah krisis adalah 44.24% yang artinya setiap Rp1 000 aktiva MLBI dapat menghasilkan laba bersih sebesar Rp442.4.

Tren return on total asset MLBI cenderung mengikuti tren margin labanya baik sebelum dan setelah krisis. Berdasarkan nilai rata-rata lima tahun, return on total asset MLBI jauh lebih baik setelah krisis dibanding dengan sebelum krisis. Rasio Likuiditas PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk

Perhitungan rasio lancar pada ULTJ sebelum dan setelah krisis menunjukkan nilai yang fluktuatif. Rata-rata nilai rasio lancar ULTJ sebelum krisis adalah 237.16% yang artinya MLBI menjamin utang lancar Rp1 000 dengan aktiva lancar sebesar Rp2 371.6, maka kemampuan ULTJ untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya sangat baik karena aktiva lancar ULTJ dapat menutupi seluruhnya bahkan lebih 137.16%. Berdasarkan Tabel 8 rasio lancar ULTJ menurun tajam pada 2005 sebesar 323,3% karena kewajiban lancar ULTJ meningkat dari Rp89.62 milyar pada 2004 menjadi Rp262.8 milyar pada 2005. Rasio lancar kembali turun pada 2006 sebesar 40% karena kewajiban lancar kembali meningkat menjadi Rp355.88 milyar pada 2006. Rasio lancar ULTJ tahun 2007 meningkat sangat tinggi menjadi 237.2% karena pelunasan utang obligasi senilai Rp158.5 milyar, selain itu aktiva lancar juga mengalami kenaikan terutama pada persediaan naik sebesar Rp143.64 milyar. Tahun 2008 rasio lancar kembali menurun meskipun aktiva lancar naik, namun kewajiban lancar naik hampir dua kali lipat.

Pada tahun 2011 rasio lancar ULTJ sempat turun tajam sebesar 48% yang merupakan penurunan terbesar pascakrisis. Faktor utama penurunan tajam rasio lancar pada 2011 adalah peningkatan utang usaha sebesar Rp171.35 milyar. Rata-rata nilai rasio lancar setelah krisis adalah 202.52% yang artinya ULTJ menjamin

utang lancar Rp1 000 dengan aktiva lancar sebesar Rp2 025.2, maka kemampuan ULTJ untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya sangat baik karena aktiva lancar ULTJ dapat menutupi bahkan lebih 102.52%.

Tabel 8 Rasio lancar ULTJ periode 2004-2013

Rasio lancar ULTJ sebelum krisis (%)

2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata

481.8 158.5 118.5 237.2 189.8 237.16

Rasio lancar ULTJ setelah krisis (%)

2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

211.6 200.1 152.1 201.8 247 202.52

Pada awal hingga pertengahan periode sebelum krisis rasio lancar ULTJ mengalami penurunan sangat tajam, peningkatan terjadi di tahun 2007 namun tahun 2008 mengalami penurunan. Pada periode setelah krisis rasio lancar ULTJ cenderung lebih stabil. Berdasarkan nilai rata-rata lima tahun, likuditas ULTJ lebih baik sebelum krisis dibanding setelah krisis.

Rasio Solvabilitas PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk Perhitungan rasio utang atas aktiva pada ULTJ sebelum krisis menunjukkan penurunan kecuali pada tahun 2007. Semakin tinggi rasio utang atas aktiva artinya kinerja ULTJ semakin buruk karena perusahaan semakin tergantung dengan utang dalam struktur modalnya. Rata-rata nilai rasio utang atas aktiva ULTJ sebelum krisis adalah 36.12% yang artinya setiap total aktiva ULTJ senilai Rp1 000 didanai oleh utang sebesar Rp361.2. Berdasarkan Tabel 9, rasio utang atas aktiva ULTJ sejak 2004 hingga 2008 terus mengalami perbaikan karena terus turun kecuali tahun 2007 karena meningkatnya utang jangka panjang khususnya utang bank sindikasi Rp274.1 milyar.

Tabel 9 Rasio utang atas aktiva ULTJ periode 2004-2013

Rasio utang atas aktiva ULTJ sebelum krisis (%)

2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata

37.7 35.1 34.8 39 34 36.12

Rasio utang atas aktiva ULTJ setelah krisis (%)

2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

31.2 35.3 35.6 30.7 28.3 32.22

Pada periode setelah krisis nilai rasio utang atas aktiva paling tinggi pada tahun 2010 dan 2011 total kewajiban ULTJ meningkat dari Rp541.11 milyar pada 2009 menjadi Rp708.64 milyar pada 2010 dan Rp776.74 milyar pada 2011. Meskipun pada 2012 dan 2013 total kewajiban berada pada tingkat yang relatif sama, namun total aktiva meningkat cukup tinggi dari Rp2.18 triliun pada 2011 menjadi Rp2.42 triliun pada 2012 dan Rp2.81 triliun pada 2013 sehingga rasio utang atas aktiva ULTJ pada tahun 2012 dan 2013 menurun. Rata-rata nilai rasio utang atas aktiva setelah krisis adalah 32.22% yang artinya setiap total aktiva ULTJ senilai Rp1 000 didanai oleh utang sebesar Rp322.2.

Tren rasio utang atas aktiva ULTJ cenderung mengalami penurunan meskipun mengalami kenaikan di tahun 2007, 2010 dan 2011. Berdasarkan nilai

rata-rata lima tahun, solvabilitas ULTJ sedikit lebih baik setelah krisis dibanding sebelum krisis.

Rasio Aktivitas PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk Perhitungan total asset turnover pada ULTJ sebelum krisis menunjukkan kinerja yang positif kecuali pada saat krisis. Semakin tinggi total asset turnover artinya ULTJ semakin efektif memanfaatkan seluruh aset yang ada untuk menghasilkan penjualan. Rata-rata total asset turnover MLBI sebelum krisis adalah 65.52% yang artinya setiap Rp1 000 aktiva ULTJ dapat menghasilkan penjualan sebesar Rp655.2. Berdasarkan pada Tabel 10, total asset turnover pada saat krisis 2008 turun sebesar 3.4%, meskipun turun sedikit namun hal ini merusak rekor tren positif total asset turnover ULTJ.

Tabel 10 Total asset turnover ULTJ periode 2004-2013

Total asset turnover ULTJ sebelum krisis (%)

2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata

42 56.7 66.9 82.7 79.3 65,52

Total asset turnover ULTJ setelah krisis (%)

2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

93.1 93.7 96.5 116.1 123.1 104,5

Periode setelah krisis total asset turnover selalu mengalami kenaikan. Total asset turnover ULTJ selalu meningkat pascakrisis bukanlah hal kebetulan, pada 2008 ULTJ menambah kantor-kantor perwakilan pemasaran di kota-kota besar di Pulau Jawa, selain itu menambah beberapa agen dan distributor yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Untuk mendukung program perluasan pemasaran tersebut, pada 2008 ULTJ mulai melakukan penambahan dan perluasan bangunan pabrik dan gudang yang selesai pada 2010 dengan luas bangunan lebih dari 15 000 , pengolahan limbah 60 000 dan penambahan gudang robotik. Upaya lain dalam peningkatan kapasitas produksi adalah dengan re-engineering mesin-mesin produksi dan peralatan. Rata-rata nilai total asset turnover setelah krisis adalah 104.5% yang artinya setiap Rp1 000 aktiva ULTJ dapat menghasilkan penjualan sebesar Rp1 045.

Baik periode sebelum maupun setelah krisis total asset turnover ULTJ selalu mengalami peningkatan kecuali pada saat krisis. Penjualan ekspor ULTJ pada periode 2005-2008 terus meningkat, namun pada 2009-2011 terus mengalami penurunan akibat pelemahan permintaan ekspor. Penjualan ekspor ULTJ dapat meningkat mulai tahun 2012, penurunan penjualan ekspor ULTJ tidak terlalu berarti karena rata-rata proporsi nilai ekspor ULTJ terhadap nilai penjualan bersih hanya 2.15%. Berdasarkan nilai rata-rata lima tahun, kinerja aktivitas ULTJ lebih baik setelah krisis dibanding dengan sebelum krisis.

Rasio Profitabilitas PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk Margin laba menggambarkan kemampuan ULTJ dalam mengendalikan biaya produksi dan biaya operasional, semakin tinggi margin laba artinya semakin baik dalam mengendalikan kedua biaya tersebut. Margin laba sebelum krisis setiap tahunnya menurun hingga bernilai negatif pada 2008 karena ULTJ mengalami kerugian. ULTJ mengalami kerugian karena naiknya hampir seluruh bahan baku baik impor maupun dalam negeri menjelang krisis. Secara vertikal beban pokok

Dokumen terkait