• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Kota Bogor

Kota Bogor terletak antara 106 derajat 43’30”BT 106 derajat 51’00”BT dan 30’30”LS-6 derajat 41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 m, maksimal 350 m diatas permukaan laut. Jarak dari Ibu Kota Jakarta kurang lebih 60 km. Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118.50 km2. Batas-batas wilayah Kota Bogor adalah:

1. Sebelah selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

2. Sebelah timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

3. Sebelah utara : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.

4. Sebelah barat : berbatasan dengan kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

Kota Bogor mempunyai ketinggian dari permukaan laut minimal 190 m dan maksimal 330 m. Suhu di Kota Bogor relatif sejuk, didukung frekuensi curah hujan cukup tinggi. Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0-15 persen dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15-30 persen. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah lotosil coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kedudukan topografis Kota Bogor ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Adanya Kebun Raya yang di dalamnya terdapat Istana Bogor merupakan tujuan wisata yang menarik. Kedudukan Kota Bogor diantara jalur tujuan Puncak atau Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi.

Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dengan total kelurahan sejumlah 68. Pada Tahun 2010 terdapat 758 RW dan 3.392 RT. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Bogor adalah 950.334 orang dengan rincian 484.791 laki-laki dan 465.543 perempuan. Kepadatan penduduk kota Bogor adalah 8.020 orang/km2. Kota Bogor mempunyai tenagakerja yang cukup dengan kualifikasi memadai. Tingkat Partisipasi Angkatan kerja (TPAK) tahun 2011 adalah 61,92 persen dan tingkat pengangguran 10,31 persen.

23 Gambaran Umum Stasiun Kereta Api Bogor

Stasiun Kereta Api Bogor dibangun oleh Perusahaan Kereta Api milik Pemerintah Belanda tahun 1872 sebagai stasiun terakhir untuk jalur Jakarta-Bogor dan mulai dibuka pada tahun 1873. Pembukaan jalur ini ditunjukkan untuk mempersingkat perjalanan Jakarta-Bogor yang pada saat itu masih menggunakan kereta kuda untuk melayani penumpang. Luas bangunan stasiun kurang lebih 5.955m2 yang dibangun di areal lahan seluas 43.267m2 dengan lokasi yang bertempat di Jalan Nyi Raja Permas Kelurahan Cibogor Kecamatan Bogor Tengah. Status kepemilikan Stasiun Kereta Api Bogor dimiliki oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Batas-batas wilayah Stasiun Kereta Api Bogor adalah:

1. Sebelah selatan : pertokoan, Jalan Kapten Muslihat. 2. Sebelah timur : Jalan Nyi Raja Permas, pertokoan.

3. Sebelah utara : Jalan M.A. Salmun, pertokoan, pemukiman. 4. Sebelah barat : pemukiman

Berdasarkan Peraturan daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2013 Pasal 45, disebutkan bahwa Stasiun Kereta Api Bogor di Jalan Nyi Raja Permas Nomor 1 termasuk kedalam kawasan cagar budaya. Kawasan cagar budaya direncanakan untuk mempertahankan karakteristik bangunan dan lingkungan sekitarnya serta merevitalisasi kawasan cagar budaya. Selanjutnya, masih dalam peraturan derah yang sama pada pasal 68 disebutkan bahwa Jalan Nyi Raja Permas termasuk dalam kawasan strategi ekonomi. Kawasan strategi ekonomi yang dimaksud karena dekat dengan pusat pemerintahan Kota Bogor, dekat dengan pasar dan areal pemukiman serta dekat dengan berbagai sarana publik lainnya.

Kondisi Usaha Pedagang Kakilima di Stasiun Kereta Api Bogor

Keberadaan pedagang kakilima di Kota Bogor didukung oleh adanya Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Penataan Pedagang Kakilima. Dalam ketentuan umum Bab 1 Pasal 1 Peraturan daerah Kota Bogor No 13 Tahun 2005, pedagang kakilima didefinisikan sebagai penjual barang atau jasa yang secara perorangan dan atau kelompok berusaha dalam kegiatan ekonomi yang tergolong dalam skala usaha kecil yang menggunakan fasilitas umum bersifat sementara atau tidak menetap dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak dan atau menggunakan sarana berdagang yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang.

Pedagang kakilima di Stasiun Kereta Api Bogor berbeda dengan para pedagang kakilima pada umumnya yang ada di Kota Bogor. Mereka dibawahi secara langsung oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) bukan oleh Pemerintah Kota Bogor khususnya Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor karena menempati areal atau lahan milik Stasiun Kereta Api Bogor. Kereta api sebagai salah satu sarana transportasi umum yang banyak dipilih oleh masyarakat, banyak

24

menarik minat para pedagang untuk menjual barang dagangannya di sekitar stasiun karena banyak penumpang kereta yang berlalulalang disamping tempatnya yang memang strategis. Banyak pedagang yang kemudian membuka lapaknya di selasar Stasiun Kereta Api Bogor. Sebelum dilakukan penataan pedagang kakilima, sepanjang kanan dan kiri jalan dipadati oleh para pedagang kakilima yang membuat kondisi selasar stasiun terkesan kumuh dan kotor. Adanya aktifitas para pedagang kakilima pun kemudian mengganggu arus pejalan kaki khususnya masyarakat pengguna sarana transportasi kereta karena areal bagi pejalan kaki menjadi sempit.

Program pembenahan pedagang kakilima tak hanya dilakukan Pemerintah Kota Bogor, tapi juga oleh PT. KAI seperti yang ada di Stasiun Kereta Api Bogor Jalan Nyi Raja Permas. Menurut Undang-Undang Perkeretaapian, di Stasiun Kereta Api dapat dilakukan usaha penunjang angkutan kereta dengan syarat tidak mengganggu fungsi stasiun (Pasal 55 Undang-undang nomor 23 Tahun 2007). Adapun fungsi stasiun tetap sebagai tempat kereta api atau berhenti untuk melayani naik turun penumpang, bongkar muat barang dan keperluan operasi kereta.

Pedagang kakilima di Stasiun Kereta Api Bogor ini tercatat ada dua kelompok paguyuban, yaitu paguyuban awning selatan dengan 112 pedagang dan paguyuban padasuka dengan 34 pedagang. Total luas penataan pedagang kakilima di areal ini adalah 96x6 m2 untuk paguyuban awning selatan dan 45x9 m2 untuk paguyuban padasuka. Biaya penataan itu sendiri ditanggung oleh masing-masing pedagang yang bekerjasama dengan PT. Bank mandiri Syariah KCP Sudirman-Bogor dan dibayarkan kepada pemborong (bagian teknis yang akan melakukan renovasi). Untuk pedagang di paguyuban awning selatan, biaya pembangunan masing-masing pedagang kepada pemborong sebesar 5,6 juta dengan luas perkios 1,2x1,5 m2. Sedangkan untuk pedagang di paguyuban padasuka, biaya pembangunan masing-masing pedagang kepada pemborong sebesar 4,5 juta untuk kios seluas 1x2 m2 dan 6,75 juta untuk kios seluas 2x1,7 m2. Setelah dilakukan penataan sesuai dengan arahan dari PT. KAI, sekarang kondisi ruang dagang menjadi lebih bersih, rapih dan nyaman. Para pedagang pun resmi mengontrak dengan PT. KAI sehingga mereka memiliki kepastian usaha dagang karena sudah memiliki hak guna lahan sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama selama kontrak berlangsung.

Karakteristik Responden Pedagang Kakilima Stasiun Kereta Api Bogor

Pedagang kakilima yang menjadi responden adalah pedagang kakilima yang telah berdagang lokasi yang sama sebelum dilakukan penataan pedagang kakilima yaitu di Stasiun Kereta Api Bogor jalan Nyi Raja Permas. Hal tersebut dilakukan untuk melihat pengaruh penataan pedagang kakilima terhadap omset pedagang. Jumlah pedagang kakilima yang dijadikan responden adalah 38 orang.

25 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Pedagang kakilima terdiri dari berbagai usia. Dari hasil pengamatan terhadap 38 pedagang kakilima Stasiun Kereta Api Bogor menunjukkan bahwa hampir seluruh reponden termasuk dalam kelompok usia produktif. Pedagang paling banyak berada dalam rentang usia 31-45 tahun dan 15-30 tahun. Sebaran kelompok usia responden dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Presentase kelompok usia responden

Hubungan antara usia dengan perubahan omset pedagang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat kecenderungan responden dengan tingkat usia yang lebih muda mengalami peningkatan omset. Hal ini disebabkan oleh kemampuan responden dalam menjajakan barang dagangannya. Tingkat produktifitas dan kreatifitas yang lebih tinggi membuat responden dengan usia yang lebih muda cenderung lebih baik dalam mengelola barang dagangannya untuk memperoleh profit yang lebih tinggi.

Tabel 4.1 Hubungan antara usia dengan omset responden

Kelompok umur Omset

Berkurang Tetap Bertambah

15-30 4 1 9

31-45 2 5 8

46-60 3 2 3

61-75 1 0 0

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan pedagang kakilima di selasar Stasiun Kereta Api Bogor, hampir setengah responden merupakan tamatan SMA, dilanjutkan tamatan SMP dan SD dan hanya sebagian kecil lainnya merupakan tamatan perguruan tinggi. Sama seperti penelitian yang dilakukan Sapar et al. (2006)

37% 39% 21% 3% 15-30 tahun 31-45 tahun 46-60 tahun 61-75 tahun

26

bahwa pedagang kakilima dalam aspek pengetahuan berkategori sedang. Rendahnya keahlian yang dimiliki dan terbatasnya lapangan kerja mendorong mereka untuk bekerja sebagai pedagang kakilima. Sebaran tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Presentase tingkat pendidikan responden

Hubungan antara tingkat pendidikan dengan omset reponden dapat dilihat pada Tabel 4.2. Semakin tinggi pendidikan responden, omset akibat penataan pedagang kakilima cenderung meningkat. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kemampuan responden dalam berdagang.

Tabel 4.2 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan omset responden

Tingkat pendidikan Omset

Berkurang Tetap Bertambah

SD 1 2 5

SMP 3 1 5

SMA 5 4 9

PT 1 1 1

Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha

Lama usaha responden ditetapkan sebelum dilakukannya penataan pedagang kakilima. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui dampak terhadap omset pedagang kakilima sebelum dan setelah dilakukan penataan. Sebanyak lebih dari setengah responden telah bekerja sebagai pedagang kakilima di lokasi yang sama dalam kurun waktu 1-10 tahun dan sebagian besar lainnya telah bekerja antara 11-20 tahun. Sebaran lama usaha responden dapat dilihat pada Gambar 4.3.

SD 21% SMP 24% SMA 47% PT 8%

27

Gambar 4.3 Presentase lama usaha responden bekerja sebagai pedagang kakilima

Hubungan antara lama usaha dengan omset responden dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan tabel tersebut, sebagian besar responden dengan lama usaha antara 1-10 tahun mengalami peningkatan omset. Berdasarkan hasil tersebut terdapat kecenderungan bahwa pedagang dengan lama usaha antara 1-10 tahun lah yang omsetnya mengalami peningkatan. Kemungkinan hal tersebut dapat terjadi karena lebih dari separuh responden memang telah bekerja sebagai pedagang kakilima dalam kurun waktu 1- 10 tahun.

Tabel 4.3 Hubungan antara lama usaha dengan omset responden

Lama usaha Omset

Berkurang Tetap Bertambah

1-10 tahun 3 4 15

11-20 tahun 7 3 4

21-30 tahun 0 1 0

31-40 tahun 0 0 1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jam operasi

Bagi pedagang kakilima, tidak ada batasan waktu dalam membuka usahanya. Para pedagang dengan bebas menentukan lamanya bekerja dari mulai dibuka hingga ditutupnya dagangan. Sebagian besar responden bekerja dalam rentang waktu 10-15 jam/hari. Responden lainnya bekerja dalam rentan waktu yang lebih cepat yaitu 5-10 jam/hari dan sebagian kecil lainnya bekerja lebih lama dalam rentang waktu 15-20 jam/hari. Sebaran jam operasi responden dapat dilihat pada Gambar 4.4. 58% 37% 2% 3% 1-10 tahun 11-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun

28

Gambar 4.4 Presentase jam operasi responden

Hubungan antara jam operasi dengan omset responden dapat dilihat pada Tabel 4.3. Semakin lama jam kerja responden seharinya maka omset cenderung meningkat. Lokasi yang strategis dalam hal ini berada di kawasan Stasiun Kereta Api mebuat pedagang meningkatkan jam kerjanya sehubungan dengan sampainya kereta terakhir menuju Bogor pada jam 11 malam.

Tabel 4.4 Hubungan antara jam operasi dengan omset responden

Karakteristik Responden Berdasarkan Banyaknya Pembeli

Pengaruh penataan pedagang kakilima terhadap banyaknya jumlah pembeli beragam pada setiap pedagang. Peningkatan jumlah pembeli menyebabkan omset bertambah sedangkan penurunan jumlah pembeli membuat penerimaan omset turun. Lebih dari setengah responden mengalami peningkatan jumlah pembeli, sebagian lainnya justru mengalami penurunan jumlah pembeli dan tidak mengalami perubahan jumlah pembeli. Sebaran jumlah pembeli responden dapat dilihat pada Gambar 4.5.

88% 6% 6% 11-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun

Jam operasi Omset

Berkurang Tetap Bertambah

5-10 jam/hari 0 2 1

10-15 jam/hari 10 6 17

29

Gambar 4.5 Presentase jumlah pembeli setelah dilakukan penataan Hubungan antara jumlah pembeli dan omset responden dapat dilihat pada Tabel 4.5. Sebanyak 20

responden mengalami peningkatan jumlah pembeli sehingga terjadi peningkatan omset, selanjutnya sebanyak 8 responden menyatakan bahwa jumlah pengunjung adalah tetap yang berarti tidak ada perubahan terhadap omset. Sisanya sebanyak 10 responden justru mengalami penurunan jumlah pembeli yang berarti terjadi penurunan omset. Peningkatan omset terjadi karena pengaruh bertambahnya jumlah pengunjung lebih besar dibandingkan dengan berkurangnya luas tempat berdagang. Penurunan omset terjadi karen pengaruh berkurangnya luas tempat berdagang lebih besar daripada peningkatan jumlah pengunjung. Hal tersebut terjadi karena dengan berkurangnya luas tempat dagang maka barang yang dapat dipajang jumlahnya menjadi terbatas.

Tabel 4.5 Hubungan antara jumlah pembeli dan omset responden

Jumlah pembeli Omset

Berkurang Tetap Bertambah

Berkurang 10 0 0

Tetap 0 8 0

Bertambah 0 0 20

Analisis Uji-t Berpasangan

Uji-t berpasangan (paired t-test) digunakan untuk menguji apakah terjadi perbedaan yang signifikan pada omset responden sebelum dan setelah dilakukan penataan pedagang kakilima (PKL), dengan hipotesis yang digunakan:

H0: tidak terdapat perbedan omset antara sebelum dan sesudah penataan PKL.

H1: terdapat perbedaan omset antara sebelum dan sesudah penataan PKL. Tetap 21% Berkurang 26% Bertambah 53%

30

Hasil analisis kolerasi antara omset sebelum dan omset sesudah, dengan nilai kolerasi sebesar 0,666 dan nilai probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha 0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan positif antara omset sebelum dan sesudah. Jika terjadi peningkatan omset sebelum maka akan meningkatkan omset setelah. Berdasarkan uji-t berpasangan (paired t-test), diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,885 lebih besar dari nilai alpha 0,05 maka terima H0 artinya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara omset pedagang kakilima sebelum dan sesudah dilakukan penataan pedagang kakilima. Rata-rata omset sebelum penataan pedagang kakilima adalah Rp. 539.737,00/hari dengan standar deviasi 386.037, sedangkan rata-rata omset setelah dilakukan penataan pedagang kakilima adalah Rp. 532.895,00/hari dengan standar deviasi 281.952.

Tidak terdapatnya perbedaan yang signifikan antara rata-rata omset sebelum dan setelah penataan pedagang kakilima dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, dengan resminya pedagang kakilima mengontrak lahan dengan P.T. KAI maka total pengeluaran bertambah untuk pembayaran sewa juga listrik, keamanan dan kebersihan. Kedua, dengan dilakukannya penataan pedagang kakilima maka kondisi ruang dagang menjadi lebih bersih, rapih dan nyaman namun luasan tempat dagang menjadi berkurang. Dari semua responden yang diwawancarai ternyata dampak yang dirasakan berbeda-beda. Berkurangnya luasan tempat dagang ada yang berdampak terhadap penurunan omset karena berkurangnya jumlah pembeli yang diakibatkan oleh sedikitnya jumlah barang dagangan yang dapat dipajang contohnya boneka, tas, kerajinan tangan, payung dan jas hujan. Terdapat pula pedagang yang walaupun luasan tempat dagang berkurang namun omset yang diperoleh setelah penataan cenderung bertambah, hal ini dikarenakan lebih kuatnya pengaruh akibat bertambahnya jumlah pengunjung karena kondisi ruang dagang yang lebih baik contohnya pedagang jilbab, kaca mata, parfum, makanan berat dan ringan. Ada pula yang omsetnya tetap atau dengan kata lain penataan tidak berpengaruh terhadap omset contohnya pedagang remote dan buku bekas, dimana jenis barang dagangan ini tergolong unik dalam kegunaan dan kebutuhannya. Ketiga, bertambahnya pendapatan yang dibarengi dengan peningkatan total pengeluaran yang seimbang tidak akan memengaruhi keuntungan yang diperoleh oleh para pedagang.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Omset

Pengaruh dampak penataan pedagang kakilima terhadap omset pedagang akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) menggunakan program software SPSS version 16.0 for Windows. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi omset pedagang dengan hasil pada tabel berikut:

31 Tabel 5.1 Faktor-faktor yang memengaruhi omset setelah dilakukan penataan

pedagang kakilima

Variabel Koefisien Probabilitas VIF

Intersep 1,628 0,178 -

Usia -0,130 0,000* 1,056

Tingkat pendidikan formal 0,025 0,825 2,962

Lama usaha 0,189 0,000* 4,560

Jam operasi 0,477 0,000* 3,498

Jumlah pembeli 0,665 0,000* 3,980

R2 = 97,7

Keterangan: * Nyata pada taraf kepercayaan 95%

Dari tabel diatas, diperoleh R2 sebesar 97,7 persen artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sebesar 97,7 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Hasil uji-F atau uji model secara keseluruhan menunjukkan bahwa nilai probabilitas yang diperoleh sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05 persen artinya model sudah mampu menjelaskan keragaman omset. Berdasarkan uji asumsi klasik dengan melakukan uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokolerasi maka diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Nilai asymp. sig. (2-tailed) pada one-sample kolmogorov-smirnov test adalah 0.368 lebih besar dari alpha 0,05 maka terima H0, artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi.

2. Nilai VIF masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 10, artinya data tidak mengalami multikolinear.

3. Probabilitas yang diperoleh dari uji breuch pagan sebesar 0.207 lebih besar dari alpha 0,05 maka terima H0, artinya homoskedastisitas atau terbebas dari heterokedastisitas.

4. Dengan menggunakan software eviews 6 menjukkan nilai probabilitas (chi-square) sebesar 0,6051 lebih besar dari alpha 0,05 maka terima H0,

artinya tidak ada autokorelasi.

Berdasarkan hasil output pada tabel 5.1 maka model logit yang diperoleh adalah:

Yi = 1.625 – 0.130 UP i + 0.025 TF i + 0.189 LU i + 0.477 JO i + 0.665 JP i

Berdasarkan hasil uji statistik, usia memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap omset pedagang dengan koefisien parameter -0,130. Artinya, setiap kenaikan perbedaan umur satu tahun maka akan menurunkan omset sebesar Rp. 13.000,00, cateris paribus. Pedagang yang umurnya lebih tua cenderung memperoleh omset lebih kecil dari pedagang yang usianya lebih muda. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pedagang yang usianya relatif lebih muda dalam rentan 19-40 tahun cenderung lebih produktif dan kreatif. Pedagang yang usianya lebih muda cenderung tidak sungkan untuk berteriak dan menyapa pengunjung lebih aktif demi menawarkan barang dagangannya untuk menarik pembeli dibandingkan dengan yang usianya lebih tua. Pedagang yang usianya lebih muda pun lebih selektif dan up date dalam memilih barang yang akan dijual dan dalam pentaan barang dagangan dirasa lebih menarik.

32

Lama usaha memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap omset pedagang dengan koefisien parameter 0.189. Artinya, setiap kenaikan perbedaan lama usaha satu tahun maka akan meningkatkan omset sebesar Rp. 18.900,00, cateris paribus. Pedagang kakilima yang memiliki lama usaha lebih tinggi dalam artian semakin lama responden bekerja sebagai pedagang kakilima maka omset yang diperoleh cenderung lebih tinggi. Dari hasil kuisioner mengenai karakteristik responden yang telah dibahas sebelumnya, diketahui bahwa lebih dari separuh responden telah bekerja sebagai pedagang kakilima dalam kurun waktu 1-10 tahun dan sebagian besar lainnya 11-20 tahun. Setiap kenaikan lama usaha atau semakin lama responden berjualan sebagai pedagang kakilima maka pengalaman yang diperoleh akan semakin banyak yang akan berdampak pada semakin matangnya strategi yang digunakan dalam berdagang. Dari pengalaman lamanya berdagang tersebut maka para pedagang dapat memperkirakan kapan saja waktu yang tepat dimana mereka bisa menarik banyak pembeli.

Jam operasi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap omset pedagang dengan koefisien parameter 0.477. Artinya, setiap kenaikan perbedaan jam operasi satu jam/hari maka akan meningkatkan omset sebesar Rp. 47.700,00, cateris paribus. Pedagang yang bekerja lebih lama cenderung memperoleh omset yang lebih besar. Semakin lama jam kerja yang digunakan untuk berdagang maka semakin besar pula peluang untuk menarik banyak pembeli. Jumlah pembeli memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap omset pedagang dengan koefisien parameter 0,665. Artinya, setiap kenaikan jumlah pembeli akan meningkatkan omset sebesar Rp. 66.500,00, cateris paribus. Pedagang yang jumlah pembelinya meningkat maka akan memperoleh omset yang lebih besar. Terjadinya peningkatan jumlah pembeli yang dirasakan sebagian besar pedagang setelah dilakukan penataan dikarenakan kondisi tempat berjualan yang lebih baik. Adanya penataan pedagang kakilima membuat lokasi tersebut menjadi lebih rapih, lebih bersih dan lebih nyaman. Bertambah lebarnya tempat bagi pejalan kaki pun membuat banyak orang khususnya penumpang angkutan kereta menggunakan areal ini untuk melintas. Bertambah banyaknya orang yang berlalulalang dijadikan peluang bagi pedagang kakilima untuk menarik pembeli lebih banyak lagi.

Berkaitan dengan tingkat pendidikan, hasil analisis tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan omset pedagang yang seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan maka omsetnya cenderung lebih besar. Hal ini dibuktikan beradarkan hasil uji statistik dengan perolehan nilai probabilitas sebesar 0,825 lebih besar dari alpha 5 persen. Kasus tersebut sama seperti penelitian Kusyuniarti (2012) yang meneliti tentang omset pedagang eceran tradisional. Menurutnya Pedagang eceran tradisional dengan tingkat pendidikan lebih rendah ternyata memiliki strategi yang lebih baik dibandingkan dengan pedagang yang berpendidikan tinggi dimana pedagang dengan tingkat pendidikan rendah lebih ramah terhadap pembeli dan dapat menjaga hubungan baik dengan pelanggannya, ada pula yang sebenarnya telah mendapatkan bekal ilmu dari keluarga untuk berdagang.

33

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Rata-rata omset sebelum penataan pedagang kakilima adalah Rp.

539.737,00/hari dengan standar deviasi 386.037, sedangkan rata-rata omset setelah dilakukan penataan pedagang kakilima adalah Rp. 532.895,00/hari dengan standar deviasi 281.952. Berdasarkan uji-t berpasangan (paired t-test), tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara omset pedagang kakilima sebelum dan sesudah dilakukan penataan pedagang kakilima.

2. Setelah dilakukan penataan pedagang kakilima, tidak semua pedagang merasakan peningkatan omset akibat penataan tersebut. Dampak yang dirasakan pedagang berbeda-beda, ada yang mengalami peningkatan omset, ada pula yang tidak mengalami peningkatan omset bahkan ada yang mengalami penurunan omset. Jika didalami secara spesifik memang kejadian pada setiap responden yang ditemui berbeda-beda kasusnya, namun ada tiga

Dokumen terkait