• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PEMBAHASAN

C. Analisis Data Dan Pembahasan

4. Pembahasan

Setelah melakukan analisis data maka akan diuraikan mengenai pola penjualan tahun 2010, pola biaya, kapasitas produksi dan analisis total incremental cost pada pola produksi konstan, pola produksi bergelombang dan pola produksi moderat untuk produk grey lokal per meter (m) di PT. Primissima Yogyakarta

Pola penjualan tahun 2010 ditentukan oleh hasil ramalan yang didasarkan pada data penjualan pada tahun-tahun sebelumnya dari hasil perhitungan diperoleh hasil ramalan penjualan tahun 2010 untuk produk grey lokal di PT Primissima Yogyakarta adalah sebesar 69.829.278. Pada triwulan I tahun 2010 diramalkan penjualannya sebesar 16.409.880, triwulan II tahun 2010 sebesar 17.981.039, triwulan III tahun 2010 sebesar 17.282.746 dan pada triwulan IV tahun 2010 sebesar 17.806.466.

commit to user

80 Pola biaya yang digunakan untuk analisis incremental cost meliputi biaya simpan, biaya lembur, biaya perputaran tenaga kerja dan biaya sub kontrak. Biaya simpan disini diperoleh dari biaya operasional gudang dan daya simpan gudang dan diperoleh biaya simpan sebesar Rp 420 / triwulan yang merupakan hasil dari biaya operasional gudang sebesar Rp 8.750.000 / bulan dibagi dengan daya simpan gudang sebesar sebesar 62.500 dikalikan 3 sehingga diperoleh biaya biaya simpan. Biaya lembur yang ditetapkan perusahaan sebesar Rp 300 / per meter (m) dimana lembur dilakukan apabila jumlah produksi melebihi dari kapasitas maksimal produksi yang dimiliki oleh perusahaan atau terdapat kekurangan produksi. Biaya perputaran tenaga kerja dilakukan apabila perusahaan memerlukan tenaga kerja baru untuk memproduksi sejumlah barang yang tidak mampu dikerjakan oleh tenaga kerja produksi yang ada, di PT Primissima Yogyakarta biaya perputaran tenaga kerja tidak ada karena sejumlah produksi dapat diselesaikan oleh tenaga kerja yang ada. Biaya sub kontrak tidak dikeluarkan oleh PT Primissima Yogyakarta karena apabila terdapat kekurangan produksi maupun jumlah produksi melebihi dari kapasitas maksimal perusahaan melakukan dengan kerja lembur.Kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan untuk produk grey lokal adalah kapasitas normal dan kapasitas maksimal, kapasitas normal yang ditetapkan oleh perusahaan adalah sebesar 5.755.414 meter /

commit to user

81 bulan, sedangkan untuk kapasitas maksimal perusahaan menetapkan sebesar 5.818.527 meter / bulan, dengan demikian dapat diperoleh kapasitas normal per triwulan sebesar 17.266.242 meter dan kapasitas maksimal prusahaan per triwulan sebesar 17.455.581` meter

Analisa total incremental cost pada pola produksi konstan untuk tahun 2010 dihasilkan sebesar Rp 596.203.860 yang diperoleh dari biaya simpan sebesar Rp 471.548.900 dan lembur sebesar Rp 124.548.900 . Pada pola produksi ini jumlah produksinya selalu sama. Pada analisa ini rencana produksi dari triwulan I, II, III dan IV sama dengan jumlah kapasitas normal yang dimiliki oleh perusahaan yaitu sebesar 17.266.242 meter / triwulan dan persediaan awal tahun 2010 adalah nol karena persediaan akhir tahun 2010 telah habis terjual, dari hasil analisis yayng dilakukan diketahui bahwa pada triwulan I, II, III terdapat sisa produksi yang harus disimpan sehingga menimbulkan biaya simpan sebesar Rp 471.654.960, pada pola produksi ini trdapat biaya lembur karena lembur dilakukan apabila jumlah produksinya melebihi dari kapasitas maksimal perusahaan atau terdapat kekurangan produksi dan pada triwulan IV terdapat jumlah produksi yang menunjukkan kekurangan produksi sehingga menimbulkan biaya lembur sebesar Rp 124.548.900. Pada pola produksi konstan perusahaan tidak mengeluarkan biaya perputaran tenaga kerja karena biaya perputaran tenaga kerja dikeluarkan apabila perusahaan

commit to user

82 memerlukan tenaga kerja baru untuk memproduksi barang sejumlah barang yang tidak mampu dikerjakan oleh tenaga kerja produksi yang ada, di PT Primissima Yogyakarta biaya perputaran tenaga kerja tidak ada karena sejumlah produksi dapat diselesaikan oleh tenaga kerja yang ada dan biaya sub kontrak juga tidak dikeluarkan oleh PT Primissima Yogyakarta karena perusahaan tidak memesan kepada perusahaan lain untuk produk yang sama sehingga tidak menimbulkan biaya sub kontrak.

Analisa total incremental cost pada pola produksi bergelombang untuk tahun 2010 dihasilkan sebesar Rp 262.902.900 yang diperoleh dari biaya lembur sebesar Rp 262.902.900. Pada pola produksi ini jumlah produksinya selalu mengikuti penjualan. Pada analisis ini rencana produksi dari triwulan I, II, III, dan IV mengikuti dari penjualan dan persediaan awal tahun 2010 adalah nol karena persediaan akhir tahun 2009 telah habis terjual, dari hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa pada triwulan I, II, III dan IV tidak terdapat sisa produk yang harus disimpan sehingga tidak menimbulkan biaya simpan, pada pola produksi ini pada triwulan I, dan III tidak terdapat jumlah produksi yang melebihi dari kapasitas maksimal perusahaan sebesar 17.455. 581 meter maupun terdapat kekurangan produksi sehingga tidak ada biaya lembur karena lembur dilakukan apabila jumlah produksinya melebihi dari kapasitas maksimal perusahaan atau terdapat kekurangan produksi dan pada

commit to user

83 triwulan II dan IV terdapat jumlah produksi yang melebihi dari kapasitas maksimal perusahaan sebesar 17.455.581 meter sehingga memimbulkan biaya lembur sebesar 262.902.900. Pada pola produksi bergelombang perusahaan tidak mengeluarkan biaya perputaran tenaga kerja karena biaya perputaran tenaga kerja dikeluarkan apabila perusahaan memerlukan tenaga kerja baru untuk memproduksi barang sejumlah barang yang tidak mampu dikerjakan oleh tenaga kerja produksi yang ada, di PT Primissima Yogyakarta karena perusahaan tidak memesan kepada perusahaan lain untuk produk yang sama sehingga tidak menimbulakn biaya sub kontrak.

Analisa total incremental cost pada pola produksi moderat untuk tahun 2010 dihasilkan sebesar Rp 837.951.420 yang diperoleh dari biaya simpan sebesar Rp 366.603.720 dan lembur sebesar Rp 471.347.700. Pada pola produksi ini jumlah produksi pada triwulan I dan II selalu mengikuti penjualan pada triwulan I dan rencana produksi pada triwulan II dan IV mengikuti penjualan dari triwulan II. Persediaan awal tahun 2010 adalah nol karena persediaan akhir 2009 telah habis terjual, dari hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa pada triwulan III dan IV terdapat sisa produk yang harus disimpan sehingga menimbulkan biaya simpan sebesar Rp 366.603.720, pada pola produksi ini pada triwulan I dan II, tidak terdapat jumlah produksi yang melebihi dari kapasitas maksimal perusahaan sebesar 17.445.581 meter maupun terdapat kekurangan produksi sehingga tidak ada biaya

commit to user

84 lembur karena lembur dilakukan apabila jumlah produksinya melebihi dari kapasitas maksimal perusahaan,dan terdapat kekurangan produksi dan pada triwulan II dan terdapat kekurangan produksi sehingga menimbulkan biaya lembur sebesar Rp 471.347.700. Pada pola produksi bergelombang perusahaan tidak mengeluarkan biaya perputaran tenaga kerja karena biaya perputaran tenaga kerja dikeluarkan apabila perusahaan memerlukan tenaga kerja baru untuk memproduksi barang sejumlah barang yang tidak mampu dikerjakan oleh tenaga kerja produksi yang ada, di PT. Primissima Yogyakarta biaya perputaran tenaga kerja tidak ada karena sejumlah produksi dapat diselesaikan oleh tenaga kerja yang ada dan biaya sub kontrak juga tidak dikelurkan oleh PT Primissima Yogyakarta karena perusahaan tidak memesan kepada perusahaan lain untuk produk yang sama sehingga tidak menimbulkan biaya sub kontrak.

Berikut ini merupakan rekapitulasi dari pola produksi konstan, pola produksi moderat dan pola produksi bergelombang:

commit to user

85 Tabel III.9

Rekapitulasi Total Incrumental Cost untuk Produksi Produk Grey Lokal / dalam meter (m).Di PT Primissima Yogyakarta.

Biaya Pola Produksi

Konstan Pola Produksi Bergelombang Pola Produksi Moderat Biaya Simpan Rp.471.654.960 Rp. - Rp.366.603.720 Biaya Lembur Rp.124.548.900 Rp. 262.902.900 Rp.471.347.700 BiayaPerputaran tenaga kerja Rp. - Rp. - Rp. -

Biaya sub Kontrak Rp. - Rp. - Rp. -

Total Biaya Rp 596.203.860 Rp 262.902.900 Rp. 837.951.420

Dari tabel III.9 dapat diketahui bahwa pola produksi yang sesuai untuk produk grey lokal di PT. Primissima Yogyakarta adalah pola produksi bergelombang karena jumlah biaya tambahan atau total incremental cost paling rendah dibandingkan dengan pola produksi konstan dan pola produksi moderat.

commit to user

86 BAB IV

PENUTUP A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari analisis pada bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Ramalan penjualan produk grey lokal di PT. Primissima Yogyakarta untuk tahun 2010 sebesar 69.829.278 meter dimana pada triwulan I tahun 2010 penjualan diramalkan sebesar 16.409.880 meter, pada triwulan II tahun 2010 penjualan diramalkan sebesar 17.981.039 meter, pada triwulan III tahun 2010 penjualan diramalkan sebesar 17.282.746 meter dan pada triwulan IV tahun 2010 penjualan diramalkan sebesar 17.806.466 meter.

2. Pola produksi PT. Primissima Yogyakarta ditentukan dari hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola produksi diantaranya: pola penjualan, pola biaya dan kapasitas produksi. Total biaya tambahan atau total incremental cost pada pola produksi konstan adalah sebesar Rp 596.203.860 biaya ini timbul dari biaya simpan sebesar Rp 471.854.960 dan biaya lembur sebesar Rp 124.548.900, pada pola produksi bergelombang total incremental cost sebesar Rp 262.902.900 dimana biaya ini timbul dari lembur sebesar Rp 262.902.900 dan pada pola produksi moderat total dari biaya tambahan atau incremental cost nya sebesar Rp 837.951.420 yang berasal dari biaya simpan sebesar Rp 366.603.720 dan biaya lembur

commit to user

87 sebesar Rp 471.347.700 dan pola produksi yang sesuai untuk produk grey lokal adalah pola produksi bergelombang karena total incremental cost nya paling rendah yaitu sebesar Rp 262.902.900 yang berasal dari adanya biaya simpan dan biaya lembur sebesar Rp 262.902.900.

B. SARAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan, saran yang diberikan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan pola produksi, dan saran-saran itu antara lain adalah :

1. Dalam merencanakan produksi untuk periode selanjutnya PT Primissima Yogyakarta sebaiknya membuat ramalan penjualan dengan Trend Linier metode Least Square karena dengan menggunakan metode ini jumlah MFE ( Mean Forecast Error ) = 0,1 masih dapat diterima dari batas 5% yang menjadi dasar membuat suatu prediksi.

2. Supaya perusahaan mencapai efisiensi biaya dalam hubungannya dengan pola produksi, sebaiknya pada tahun 2010 perusahaan menggunakan pola produksi bergelombang untuk produk grey lokal, karena pada pola produksi ini menghasilkan biaya tambahan atau incremental cost paling rendah yaitu sebesar Rp 262.902.900 yang berasal dari biaya simpan dan biaya lembur.

Dokumen terkait