• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan pembangunan perikanan budidaya yang berkelanjutan melibatkan aspek yang ada di wilayah pesisir Provinsi Banten. Beberapa aspek tersebut meliputi aspek ekologi dan ekonomi. Aspek ekologi mengkaji daya dukung wilayah pesisir Provinsi Banten untuk pembangunan perikanan budidaya dengan pendekatan ecological footprint. Selain itu, aspek ini juga meliputi input lingkungan yang digunakan sebagai dampak dari pemanfaatan areal dan mangrove untuk perikanan budidaya dan eksternalitas yang dihasilkan terhadap lingkungan. Sedangkan aspek ekonomi meliputi peluang/kesempatan kerja dan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan perikanan budidaya tersebut dengan menggunakan alat analisis dan model pengembangan ecological input-output.

Selain itu, model tabel input-output dapat digunakan untuk melihat kekuatan struktur dan interaksi antar sektor dari suatu sektor kegiatan. Berikut akan disajikan telaah kekuatan struktur dan interaksi antar sektor dari perikanan budidaya.

5.1. Struktur Ekonomi Provinsi Banten 5.1.1. Struktur Permintaan dan Penawaran

Berdasarkan pengamatan terhadap struktur permintaan dan penawaran pada setiap sektor, dapat dilihat sektor mana yang merupakan produsen utama untuk suatu produk tertentu. Dari produsen utama selanjutnya dapat ditelusuri sektor/komoditas mana yang mengalami surplus yang paling tinggi ataupun yang paling rendah yang dinilai berdasarkan selisih atau perbandingan antara jumlah permintaan dan besarnya penawaran/penyediaan. Tinggi rendahnya ekspor produk sektor tertentu, akan dicerminkan oleh selisih tersebut. Semakin besar surplusnya maka semakin besar pula ratio untuk mengekspor sektor yang bersangkutan.

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa dari sisi permintaan dialokasikan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam proses produksi (permintaan antara) di berbagai sektor sebesar 52.426.415 juta rupiah (48,06%), sisanya digunakan untuk konsumsi akhir yang meliputi untuk kebutuhan domestik sendiri sebesar 27.867.314 juta rupiah (25,54%) dan untuk keperluan ekspor sebesar 28.800.957 juta rupiah (26,40%). Untuk memenuhi permintaan tersebut (ekspor) produksi barang dan jasa sebagian dihasilkan oleh kegiatan domestik, yakni

43 sebesar 43.184.332 juta rupiah (39,58%) dan kekurangannya dipenuhi dengan mengimpor dari luar Provinsi Banten sebesar 13.483.939 juta rupiah (12,36%). Dengan memperhatikan besarnya ekspor dan impor Provinsi Banten dapat disimpulkan bahwa telah terjadi surplus perdagangan sebesar 15.317.018 juta rupiah (14,04%).

Tabel 11 Struktur Permintaan dan Penawaran Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten (Juta Rp)

Permintaan Akhir Penyediaan Input S e k t o r Permintaan

Antara Domestik Ekspor Import Domestik

Jumlah Permintaan/

Penawaran

Pertanian 1.964.921 2.068.042 934.447 171.872 4.059.114 4.967.410

Perikanan Budidaya 30.040 177.140 11.211 16.182 107.576 218.391

Tambang & Galian 124.885 (50.003) 17.120 4.959 43.611 57.762

Industri 37.219.477 14.815.807 25.302.496 10.387.668 22.889.689 77.337.780

Listrik & Air Bersih 1.690.761 2.442.289 0 1.183.966 1.672.380 4.133.050

Konstruksi 455.905 2.259.056 0 259.375 1.021.884 2.714.961

Pdgng, Htl & Resto 6.300.697 3.627.668 409.771 616.523 7.593.761 10.338.136 Transport & Kom 2.996.962 847.725 2.040.908 659.970 3.085.426 5.885.595

Keuangan 806.870 304.091 23.756 154.712 814.330 1.134.717

Jasa-jasa 835.897 1.409.739 61.248 28.712 1.896.561 2.306.884

Jumlah 52.426.415 27.867.314 28.800.957 13.483.939 43.184.332 109.094.686

Sumber: Data Diolah 2007

Berdasarkan kajian terhadap struktur permintaan dan penawaran pada sektor perikanan budidaya, yang merupakan topik pembahasan ini, dapat dijelaskan bahwa sektor perikanan budidaya penyebarannya hampir merata. Jumlah permintaan seluruhnya mencapai 218.391 juta rupiah. Dari jumlah tersebut sebesar 30.040 juta rupiah atau sekitar 13,76% digunakan untuk memenuhi permintaan antara sektor produksi lainnya, memenuhi permintaan akhir domestik sebesar 177.140 juta rupiah (81,11%) dan selebihnya untuk ekspor, yakni sebesar 11.211 juta rupiah (5,13%) dari seluruh permintaan.

Namun demikian, jika dilihat dari sisi penawaran menunjukkan bahwa wilayah pesisir Provinsi Banten hanya mampu berperan menyediakan produksi perikanan budidaya sebesar 107.576 juta rupiah (49,26%) dari seluruh penawaran/penyediaan produk, kekurangannya yakni sebesar 16.182 juta rupiah (7,41%) harus dipasok dari luar Provinsi Banten. Dengan adanya kekurangan pasokan sebesar 7,41% menunjukkan bahwa di Provinsi Banten telah terjadi kekurangan pasokan (minus) dalam penyediaan produksi perikanan budidaya atau penawaran sektor perikanan budidaya lebih kecil dari permintaannya, dengan demikian secara keseluruhan sektor perikanan budidaya mengalami defisit sebesar 4.971 juta rupiah (2,28%).

44 5.1.2. Struktur Permintaan Akhir

Struktur permintaan akhir menunjukkan jumlah barang dan jasa dari setiap sektor perekonomian yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan permintaan ekspor bagi daerah lain di luar Provinsi Banten. Besarnya nilai komponen permintaan akhir dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Komposisi Permintaan Akhir Sektor Perikanan Budidaya Menurut Komponennya di Provinsi Banten

Sektor Perikanan Budidaya K o m p o n e n

Nilai (Juta Rp) %

Konsumsi Rumah Tangga 178.465 94,75

Konsumsi Pemerintah 0 0,00

Pembentukan Modal Tetap 0 0,00 Perubahan Stok (1.325) (0,70)

Ekspor 11.211 5,95

Jumlah Permintaan Akhir 188.351 100,00

Sumber: Data Diolah 2007

Hasil analisis terhadap sektor perikanan budidaya menunjukkan bahwa permintaan akhir sektor ini paling banyak digunakan untuk konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 94,75%, dan ekspor sebesar 5,95%, sedangkan untuk konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap sama sekali tidak ada, bahkan terjadi minus 0,7% untuk perubahan stok sehingga diperlukan impor untuk mengatasi hal tersebut. Interpretasi dari hal ini ternyata produksi perikanan budidaya lebih banyak digunakan untuk konsumsi rumah tangga dibandingkan untuk kegiatan akhir lainnya.

Nilai investasi yang terbentuk di sektor perikanan budidaya tidak ada, terbukti dengan pembentukan modal tetap sama sekali tidak ada. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan semua stakeholder, jika memungkinkan sektor ini menjadi sektor andalan dimana salah satu alternatifnya adalah dengan meningkatkan investasi melalui pemberian insentif.

5.1.3. Struktur Input Primer

Struktur input primer merupakan semua jenis balas jasa yang dibayarkan kepada sektor ekonomi sebagai kompensasi atas keterlibatannya dalam kegiatan perikanan budidaya. Input primer dalam terminologi yang berbeda disebut nilai tambah bruto (value added) yang merupakan selisih antara output dengan input antara. Komponen input primer meliputi upah/gaji, surplus usaha, penyusutan,

45 pajak tak langsung dan memiliki hubungan vertikal dengan input antara. Dalam terminologi makro input primer merupakan bagian dari komponen input dalam suatu produksi dan disebut sebagai komponen nilai tambah bruto. Penjumlahan seluruh input primer ataupun nilai tambah bruto dari seluruh sektor ekonomi di wilayah Banten disebut PDRB dan hasilnya dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur kinerja perekonomian Provinsi Banten. Rincian nilai input primer dari sepuluh sektor kegiatan di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Nilai Input Primer Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten

S e k t o r Nilai (Juta Rp) Distribusi (%)

1. Pertanian 4.059.114 9,39 2. Perikanan Budidaya 107.576 0,25 3. Pertambangan & Galian 43.611 0,10 4. Industri 22.889.689 53,00 5. Listrik & Air Bersih 1.672.380 3,88 6. Konstruksi 1.021.884 2,37 7. Perdgngan, Htl & Restoran 7.593.761 17,58 8. Transportasi & Komunikasi 3.085.426 7,15

9. Keuangan 814.330 1,89

10. Jasa-jasa 1.896.561 4,39

Jumlah 43.184.332 100,00

Rata-rata per sektor 4.318.433 10,00

Sumber: Data Diolah 2007

Secara total pembentukan struktur input primer dari seluruh sektor perekonomian di Provinsi Banten adalah sebesar 43.184.332 juta rupiah; dimana keseluruhan diciptakan oleh sepuluh sektor di atas. Namun demikian, kontribusi sektor perikanan budidaya memberikan nilai input primer yang relatif kecil, yaitu sebesar 107.576 juta rupiah (0,25%) di bawah rata-rata per sektor 4.318.433 juta rupiah atau menduduki rangking ke-9. Lebih lanjut terlihat pada Tabel 14, struktur input primer terbesar diberikan oleh dua buah sektor yaitu sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, masing-masing memberikan kontribusi sebesar 53,00% dan 17,58%.

Selanjutnya analisis pembentukan input primer menurut komponennya yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung dapat dilihat pada Tabel 14. Atas dasar komponen ini, terlihat bahwa surplus usaha dari keseluruhan sektor perekonomian memberikan kontribusi tertinggi, yaitu sebesar 52,39%, upah dan gaji sebesar 32,62%, penyusutan sebesar

46 10,69%, dan pajak tak langsung sebesar 4,30%. Penjelasan tersebut memberikan implikasi bahwa secara makro kegiatan perekonomian di Provinsi Banten relatif menguntungkan yang ditunjukkan oleh nilai surplus usaha yang dominan. Selain itu, dengan tingkat upah dan gaji yang memberikan kontribusi sebesar 32,62%, secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi daya beli masyarakat dalam sistem perekonomian domestik.

Tabel 14 Komposisi Input Primer Menurut Komponennya Pada Sektor Perikanan Budidaya dan Sektor Basis di Provinsi Banten

Komponen Perikanan

Budidaya Pertanian Industri Perdagangan Lainnya Jumlah

18.603 2.205.411 6.653.583 1.686.513 3.523.090 14.087.200

Upah & Gaji

17,29 54,33 29,07 22,21 41,28 32,62 79.357 1.577.182 12.777.254 5.000.944 3.189.948 22.624.685 Surplus Usaha 73,77 38,86 55,81 65,86 37,38 52,39 4.836 175.533 2.304.453 458.357 1.673.787 4.616.966 Penyusutan 4,50 4,32 10,08 6,04 19,61 10,69 4.780 100.988 1.154.399 447.947 147.367 1.855.481 Pajak tak Langsung 4,44 2,49 5,04 5,89 1,73 4,30 107.576 4.059.114 22.889.689 7.593.761 8.534.192 43.184.332 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Data Diolah 2007

Khusus untuk sektor perikanan budidaya, terdapat gambaran bahwa kegiatan usaha perikanan budidaya relatif lebih memberikan proporsi yang menguntungkan dibanding kegiatan ekonomi lainnya, yang ditunjukkan dengan surplus usaha sebesar 79.357 juta rupiah (73,77%) dari total nilai output. Artinya, setiap satu satuan output wilayah yang dihasilkan akan diperoleh surplus usaha sebesar 0,7377 satuan. Angka ini lebih besar dari rata-rata surplus usaha semua sektor ekonomi wilayah (0,5239 satuan). Data ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan output di sektor perikanan budidaya, komponen surplus usaha memegang peranan penting. Jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga perbankan yang berkisar antara 6% hingga 12% per tahun, maka surplus usaha ini jauh lebih tinggi. Hal ini merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini.

Namun demikian, tingkat upah dan gaji yang diterima masyarakat nelayan relatif kecil dibanding dengan kegiatan ekonomi lainnya yaitu sebesar 18.603 juta rupiah (17,29%). Artinya, untuk menghasilkan satu satuan output wilayah diperlukan upah dan gaji sebesar 0,1729 satuan untuk membayar tenaga kerja di sektor perikanan budidaya. Angka tersebut lebih kecil dari rata-rata semua sektor

47 ekonomi dalam membayar pekerja yaitu sebesar 0,3262 satuan. Padahal upah dan gaji merupakan satu-satunya komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima oleh pekerja (buruh nelayan). Sebaliknya surplus usaha yang harus diterima oleh pengusaha (nelayan) yang jumlahnya lebih sedikit dari buruh nelayan, dua kali lebih besar dibanding dengan upah dan gaji, sehingga upah dan gaji yang relatif lebih kecil secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi daya beli masyarakat (buruh nelayan). Di lain pihak dengan adanya kelebihan dari surplus usaha akan ada penambahan investasi atau

saving di perusahaan yang belum tentu dapat langsung dinikmati oleh masyarakat nelayan.

5.1.4. Efisiensi Penciptaan Output

Efisiensi penciptaaan output merupakan hasil bagi antara nilai tambah bruto (input primer) dengan output. Dengan menelaah besarnya efisiensi penciptaan output oleh masing-masing sektor, maka akan diketahui sektor-sektor mana yang lebih efisien dalam menciptakan output. Tabel 15 memperlihatkan sepuluh sektor kegiatan yang memiliki tingkat efisiensi penciptaan output di Provinsi Banten.

Tabel 15 Efisiensi Penciptaan Output Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten

S e k t o r NTB (Juta Rp) Output (Juta Rp) Distribusi (%)

1. Pertanian 4.059.114 4.967.410 81,71 2. Perikanan Budidaya 107.576 218.391 49,26 3. Tambang & Galian 43.611 57.762 75,50 4. Industri 22.889.689 77.337.780 29,60 5. Listrik & Air Bersih 1.672.380 4.133.050 40,46 6. Konstruksi 1.012.884 2.714.961 37,31

7. Pdgng, Htl & Restoran 7.593.761 10.338.136 73,45 8. Transport & Kom 3.085.426 5.885.595 52,42

9. Keuangan 814.330 1.134.717 71,77 10. Jasa-jasa 1.896.561 2.306.884 82,21

Jumlah 43.184.332 109.094.686 39,58

Sumber: Data Diolah 2007 Ket: NTB = Nilai Tambah Bruto

Pada Tabel 15 terlihat bahwa sektor perikanan budidaya masih bisa dikategorikan efisien dengan tingkat efisiensi sebesar 49,26% dan berada di atas rata-rata total efisiensi sektor kegiatan di Provinsi Banten yang besarnya 39,58%. Efisiensi dari sektor perikanan budidaya ini merupakan salah satu nilai strategis

48 yang menjadi bahan pertimbangan untuk berinteraksi. Di samping tingkat efisiensi, tentu saja masih ada pertimbangan-pertimbangan lainnya yang harus diperhitungkan seperti misalnya tingkat pengembalian, tingkat suku bunga dan kondisi sosial politik. Selain itu, pada Tabel 15 juga terlihat sektor yang paling efisien dalam menciptakan outputnya adalah sektor jasa-jasa dan sektor pertanian. Ternyata sektor pertanian di sini sama dengan sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat di mana sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan merupakan sektor yang paling efisien dalam penciptaan output (Hermawan 2001).

Tingkat efisiensi yang diciptakan dalam pembentukan output sektor perikanan budidaya ini telah teruji dalam meningkatkan perekonomian dan pendapatan nelayan serta daya tahan ekonomi umumnya, yakni pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997, sektor perikanan budidaya merupakan sektor ekonomi rakyat yang cukup handal dalam menggerakkan ekonomi nasional.

5.2. Analisis Keterkaitan

Keterkaitan aktifitas antar sektor ekonomi dapat dianalisa dari tabel input- output. Analisis keterkaitan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh suatu sektor ekonomi terhadap sektor-sektor lain dalam sistem perekonomian. Dengan demikian dapat diukur tingkat ketergantungan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian dan diketahui sejauh mana pertumbuhan suatu sektor dipengaruhi oleh sektor-sektor lainnya.

Analisis keterkaitan antar sektor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (I) kaitan ke belakang dan (II) kaitan ke depan. Masing-masing keterkaitan tersebut dapat dibagi dua lagi, yaitu: (i) keterkaitan output langsung ke depan dan ke belakang; (ii) keterkaitan output tidak langsung ke depan dan ke belakang, selanjutnya analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan secara rinci dapat dijelaskan melalui daya penyebaran dan derajat kepekaan.

5.2.1. Keterkaitan ke Belakang

Pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektor-sektor yang mensuplai atau menyediakan bahan baku sebagai inputnya. Seberapa besar dampaknya terhadap sektor-sektor yang mensuplai tadi disebut sebagai keterkaitan ke belakang. Koefisien keterkaitan ke belakang baik langsung maupun tidak langsung dari sektor kegiatan di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar 6.

49 0.0000 0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 Perta nian P. B udida ya Tmbng &Gal i Indus tri List rk& Air Kons truksi Dgng ,Htl,Re st Tran s&Ko m keuangan Jasa

(a) Keterkaitan Langsung ke Belakang

Ko ef is ie n Ket e rkai ta n 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 1.6000 Pertani an P. B udid aya Tm bng&G ali Indus tri Listrk& Air Konst ruks i Dgng,H tl,Re st Trans &Kom keuang an Jas a

(b) Keterkaitan Tidak Langsung ke Belakang

K o e fi s ie n K e te rk a ita n

Gambar 6 Keterkaitan ke Belakang Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten Berdasarkan Gambar 6(a), dapat diartikan bahwa koefisien keterkaitan langsung ke belakang sektor perikanan budidaya adalah 0,4333, angka ini menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan satu unit output pada sektor perikanan budidaya membutuhkan output sektor lain sebesar 0,4333 unit, atau dengan kata lain output tersebut akan digunakan oleh sektor perikanan budidaya sebagai input dalam proses produksinya. Hal ini kemudian secara simultan akan memicu peningkatan penggunaan output sektor-sektor lainnya sebagai input sebesar 1,4045 unit (Gambar 6b). Dengan demikian, secara total akan mengakibatkan peningkatan penggunaan output kegiatan sebesar 1,8378 unit. Total nilai keterkaitan ke belakang sektor perikanan budidaya menempati urutan ketiga dari klasifikasi 10 sektor, setelah sektor industri dan sektor konstruksi, berada di atas rata-rata per sektor ekonomi lainnya yakni 1,5568. Data tersebut menunjukkan bahwa sektor perikanan budidaya sangat tinggi dalam menyerap

50 output sektor lain yang digunakan sebagai input sektor tersebut. Tingginya nilai keterkaitan ke belakang dari sektor perikanan budidaya menunjukkan tingginya input yang diserap oleh sektor ini.

Tabel 16 menyajikan struktur input sektor perikanan budidaya, untuk melihat lebih dalam komponen dan sektor yang dapat diserap oleh sektor perikanan budidaya terkait dengan keterkaitannya ke belakang.

Tabel 16 Struktur Input Sektor Perikanan Budidaya di Provinsi Banten

Sektor Nilai (Juta Rp) %

Pertanian 3.248 1,49

Perikanan Budidaya 3.308 1,51

Pertambangan & Galian 0 0,00

Industri 67.061 30,71

Listrik & Air Bersih 169 0,08

Konstruksi 4.330 1,98

Perdagangan, Hotel & Restoran 13.530 6,20

Transportasi & Komunikasi 2.414 1,11

Keuangan 6 0,00

Jasa-jasa 567 0,26

Jumlah Input Antara 94.633 43,33

Impor 16.182 7,41

Upah & Gaji 18.603 8,52

Surplus Usaha 79.357 36,34

Penyusutan 4.836 2,21

Pajak Tak Langsung 4.780 2,19

Nilai Tambah Bruto 107.576 49,26

Jumlah Input 218.391 100,00

Sumber: Data Diolah 2007

Pada Tabel 16 terlihat bahwa total input yang terserap yaitu sebesar 218.391 juta rupiah. Biaya yang dikeluarkan untuk nilai tambah bruto sebesar 107.576 juta rupiah (49,26%), terdiri atas upah dan gaji sebesar 18.603 juta rupiah (8,52%), surplus usaha sebesar 79.357 juta rupiah (36,34%), penyusutan sebesar 4.836 juta rupiah (2,21%) dan pajak tak langsung 4.780 juta rupiah (2,19%). Sedangkan untuk biaya input antara sebesar 94.633 juta rupiah (43,33%), yang sebagian besar dilakukan terhadap sektor industri yaitu sebesar 67.061 juta rupiah (30,71%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13.530 juta rupiah (6,20%).

51 Hal ini mengindikasikan bahwa usaha di sektor perikanan budidaya memberikan keuntungan yang cukup besar (sekitar 36,34%), namun upah dan gaji yang diterima oleh buruh nelayan relatif sangat kecil (sekitar 8,52%), sehingga kondisi buruh nelayan selalu miskin keberadaannya. Usaha sektor perikanan budidaya sangat besar bergantung kepada sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Pendapatan nelayan dapat diupayakan untuk ditingkatkan melalui intervensi pemerintah, salah satunya adalah memberikan bantuan dana yang cukup bagi usaha di bidang perikanan budidaya yang langsung diberikan kepada kelompok nelayan pembudidaya (pemberdayaan nelayan) berikut peningkatan kapasitas di segala aspek keahlian. Selain itu, untuk meningkatkan peran sektor perikanan budidaya pada perekonomian wilayah maka sektor yang berperan dalam menyumbang/menyediakan input bagi sektor perikanan budidaya, yakni sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran harus diupayakan peningkatan kapasitasnya, melalui kemudahan dalam birokrasi, penciptaan iklim usaha yang kondusif, dan pemberian insentif lainnya.

5.2.2. Keterkaitan ke Depan

Analisis keterkaitan ke depan merupakan dorongan oleh suatu sektor terhadap penggunaan outputnya oleh sektor lain. Dalam hal ini, keterkaitan ke depan menunjukkan kegiatan-kegiatan sektor lain yang menggunakan output dari sektor yang bersangkutan atau dengan kata lain, jika terjadi peningkatan output produksi tertentu, maka tambahan output tersebut akan didistribusikan ke sektor- sektor produksi di perekonomian tersebut, termasuk pada sektor itu sendiri. Nilai keterkaitan ke depan baik langsung maupun tidak langsung sektor kegiatan di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar 7.

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 1.6000 1.8000 Perta nian P. B udiday a Tmbn g&G ali Indus tri List rk& Air Kon stru ksi Dgn g,H tl,R est Trans &Kom keuangan Jasa

(a) Keterkaitan Langsung ke Depan

Ko ef is ie n Ke te rka it a n

52 0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000 Pertani an P. B udida ya Tmbng& Gal i Indus tri List rk& Air Kons truks i Dgng, Htl,R est Tran s&Ko m keuangan Jasa

(b) Keterkaitan Tidak Langsung ke Depan

Ko ef is ie n Ket e rkai ta n

Gambar 7 Keterkaitan ke Depan Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten

Pada Gambar 7(a) terlihat bahwa nilai keterkaitan langsung ke depan sektor perikanan budidaya adalah 0,0179. Interpretasi dari nilai tersebut yaitu setiap kenaikan satu unit output sektor ini akan meningkatkan output sektor lain yang menggunakan output sektor ini sebagai inputnya sebesar 0,0179 unit. Dengan kata lain, output sektor ini akan digunakan sebagai input sektor lain sebesar nilai tersebut. Secara simultan peningkatan tersebut akan mendorong sektor-sektor lainnya sebesar 1,0019 unit (Gambar 7b). Dengan demikian, kenaikan satu unit output sektor perikanan budidaya akan meningkatkan permintaan total dalam perekonomian sebesar 1,0198 unit, dimana nilai tersebut menempati urutan terakhir klasifikasi 10 sektor dan berada di bawah rata-rata sektor ekonomi lainnya yaitu sebesar 1,5568. Data tersebut menunjukkan bahwa sektor perikanan budidaya sangat rendah dalam mendorong outputnya untuk digunakan sebagai input oleh sektor lainnya. Rendahnya nilai keterkaitan ke depan dari sektor perikanan budidaya menunjukkan bahwa rendahnya kemampuan output yang didorong oleh sektor ini untuk digunakan sebagai input oleh sektor lainnya.

Tabel 17 menyajikan alokasi output sektor perikanan budidaya, untuk melihat lebih dalam komponen dan sektor yang menerima output dari sektor perikanan budidaya terkait dengan keterkaitannya ke depan.

53 Tabel 17 Alokasi Output Sektor Perikanan Budidaya di Provinsi Banten

Sektor Nilai (Juta Rp) %

Pertanian 3.825 1,75

Perikanan Budidaya 3.308 1,51

Pertambangan & Galian 0 0,00

Industri 3.047 1,40

Listrik & Air Bersih 0 0,00

Konstruksi 0 0,00

Perdagangan, Hotel & Restoran 19.751 9,04

Transportasi & Komunikasi 33 0,02

Keuangan 0 0,00

Jasa-jasa 76 0,03

Jumlah Permintaan Antara 30.040 13,76

Konsumsi Rumah Tangga 178.465 81,72

Konsumsi Pemerintah 0 0,00

Pembentukan Modal Tetap 0 0,00

Perubahan Stok (1.325) (0,61)

Ekspor 11.211 5,13

Jumlah Permintaan Akhir 188.351 86,24

Jumlah Output 218.391 100,00

Sumber: Data Diolah 2007

Tabel 17 menunjukkan bahwa dari segi alokasi penggunaan, sektor perikanan budidaya sebagian besar dialokasikan untuk memenuhi permintaan akhir, yaitu sebesar 86,24% dan sisanya untuk permintaan antara sebesar 13,76%. Komposisi dari permintaan akhir sebagian besar untuk konsumsi rumah tangga (81,72%), sedangkan alokasi permintaan antara sebagian besar digunakan untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran. Implikasi dari Tabel 17 memberi indikasi bahwa output sektor perikanan budidaya cenderung dimanfaatkan untuk kegiatan konsumsi baik langsung maupun tidak langsung dibandingkan untuk kegiatan produksi, ini dapat dilihat pada konsumsi rumah tangga yang mencapai 81,72% dan hal ini pula yang mengakibatkan rendahnya nilai keterkaitan ke depan sektor perikanan budidaya. Dengan demikian, untuk pengembangan sektor perikanan budidaya salah satunya adalah dengan pengembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang berkaitan dengan keanekaragaman jenis olahan hasil perikanan.

54 5.2.3. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan

Analisis lebih lanjut dari keterkaitan ke belakang dan ke depan adalah daya penyebaran dan derajat kepekaan. Parameter ini sering digunakan untuk menentukan sektor-sektor perekonomian yang dapat dijadikan sebagai leading sector, dan sangat penting dalam menetapkan kebijakan pembangunan sektoral di suatu wilayah.

Daya penyebaran menunjukkan dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi. Ukuran ini dapat digunakan untuk melihat keterkaitan ke belakang (backward linkages) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah.

Derajat kepekaan menunjukkan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian. Ukuran ini dapat dimanfaatkan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward linkage).

Sektor perekonomian dikategorikan mempunyai daya penyebaran (daya serap) dan derajat kepekaan (daya dorong) yang kuat apabila nilai indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan lebih besar dari satu (>1). Dengan kata lain, daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor tersebut di atas daya peyebaran dan derajat kepekaan rata-rata secara keseluruhan. Tabel 18 menyajikan indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor kegiatan di Provinsi Banten.

Tabel 18 Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten

S e k t o r Indeks Daya Penyebaran Indeks Derajat Kepekaan

Dokumen terkait