• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Hutan Rakyat Bambu.

Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun memiliki luas 2.100 Ha dan memiliki potensi bambu sebesar 14,38 Ha. Hutan rakyat bambu di desa ini sudah lama dikembangkan secara turun temurun. Hutan bambu Pondok Buluh merupakan hasil kerja sama pemilik lahan dan masyarakat sekitar hutan dengan dinas kehutanan pemerintahan Kabupaten Simalungun dengan tujuan untuk mengurangi lahan kritis di daerah simalungun khususnya desa pondok buluh. Untuk itu dibutuhkan perhatian dan peranan pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat untuk kepentingan pengelolaan hutan dengan baik seperti alat-alat, sarana penampungan hasil industri kerajinan yang telah dihasilkan masyarakat.

Jenis-jenis bambu yang terdapat di Desa Pondok buluh yaitu:

1. Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) 2. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)

3. Bambu Apus (Gigantochloa apus)

Dari berbagai jenis bambu inilah masyarakat Desa Pondok Buluh dapat mengembangkan bambu menjadi salah satu sumber penghasilan yang dapat menambah nilai ekonomi masyarakat tersebut.

Hasil pengamatan dilapangan didapatkan bahwa terdapat 3 jenis bambu yang tumbuh dilahan Hutan Rakyat Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan,

Kabupaten Simalungun. Adapun klasifikasinya sesuai dengan literatur dari (Plantamor, 2008) adalah sebagai berikut:

1. Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Widjaja, 1985)

Gambar 2 . bambu andong

Nama lokal : Bambu gombong, bambu andong, awi andong bambu

gombong, bambu andong, awi andong.

Kingdom : Plantae (tumbuhan).

Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub kelas : Commelinidae

Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa pseudoarundinacea

Batang bambu andong berwarna hijau kekuningan dengan garis kuning yang sejajar dengan batangnya. Bambu ini membentuk rumpun yang tidak terlalu rapat, Diameter batangnya sekitar 5-13 cm, panjang ruas rata- rata 40 sampai 60 cm, dan ketebalan dinding batangnya 20 mm. Tanaman ini tingginya sekitar 7- 30 m, Pelepah batang yang muda berwarna hijau pada bagian atas, bagian dalamnya licin mengkilap dan kaku seperti kertas. Pelepah batang yang kering warnanya abu-abu dan mudah gugur. Pelepah ini tertutup oleh miang berwarna cokelat tua. Helaian daunnya berbentuk lanset, tidak berbulu, panjang helaian daun 22- 25 cm, dan lebarnya 2,5 sampai 5 cm. Batang bambu andong biasa digunakan untuk bahan bangunan, chopstick, dan untuk membuat berbagai kerajinan tangan. Rebung bambu andong dapat dimakan tapi rasanya agak pahit, menurut Berlian dan Estu (1995) bahwa rebung bambu andong rasanya agak pahit, biasanya direbus dulu sebelum dimakan.

2. Bambu betung (Dendrocalamus asper)

Gambar 3 . bambu betung

Nama lokal : Bambu betung, awi bitung (Sunda), pring petung (Jawa), awo petung (Bugis), bambu swanggi (Papua)

Kingdom : Plantae (tumbuhan).

Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)

Genus : Dendrocalamus

Hasil pengukuran di lapangan diperoleh data bahwa bambu betung mempunyai jenis rumpun yang agak rapat. Warna batang hijau kekuningan- kuningan. Ukurannya lebih tinggi dan lebih besar dari pada jenis bambu lain, tinggi batang mencapai 20 m dengan diameter batang yang bisa mencapai 20 cm. Menurut Berlian dan Estu (1995) ruas bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya antara 40- 60 cm dan ketebalan dindingnya 1- 1,5 cm. Daun pelepah buluh sempit dan melipat ke bawah.

Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena serat-seratnya besar dan ruasnya panjang, dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam (gedek atau bilik), dan berbagai jenis barang kerajinan. Sedangkan rebung bambu betung terkenal paling enak karena rasanya manis, sehingga masyarakat sekitar desa Pondok Buluh sering memanfaatkannya sebagai sayuran

3. Bambu Apus (Gigantochloa apus)

Nama lokal : Bambu apus, awi tali (Sunda), pring tali (Jawa)

Kingdom : Plantae (tumbuhan).

Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa apus

Bambu apus memiliki tinggi mencapai 20 m dengan warna batang hijau cerah sampai kekuning-kuningan. Batangnya tidak bercabang di bagian bawah. Diameter batang 2,5- 15 cm, tebal dinding 3- 15 mm, dan panjang ruasnya 45- 65 cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3- 15 mm, dan bentuk batang bambu apus sangat teratur. Bambu apus berbatang kuat, liat dan lurus, jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur, ada juga yang menggunakannya untuk alat musik.

Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Bambu

Dalam kegiatan silvikulturnya, pengelolaan hutan rakyat Desa Pondok Buluh menggunakan pola tanam campuran karena ditanam dengan tanaman lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darusman dan Hardjanto (2006) bahwa pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Adapun kegiatan silvikulturnya yaitu:

1. Persiapan Lahan

Para responden petani hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh tidak melakukan persiapan lahan secara khusus, akan tetapi masyarakat Desa Pondok Buluh sebagai petani bambu hanya melakukan pembersihan lahan saja, seperti menyemprot rumput-rumputan yang tumbuh di lahan mereka, ataupun dengan membabat rumput yang tumbuh disekitar lahan yang akan ditanami tanaman bambu. Dalam kegiatan pembersihan lahan tersebut para petani bambu tidak memerlukan orang lain yang dibayar untuk mengerjakan pembersihan lahannya tersebut, hal ini dikerenakan lahan milik warga tidak begitu besar. Jika mereka memakai tenaga orang lain untuk mengerjakan pembersihan lahan maka para petani bambu harus mengeluarkan biaya tambahan untuk proses pembersihan lahan, sedangkan keuntungan hasil dari penjualan bambu pun tidak begitu besar.

2. Pengadaan Bibit

Sebelum melakukan penanaman bambu di lahan yang telah dibersihkan terlebih dahulu tersebut, para petani bambu telah memiliki bibit yang telah siap ditanam. Bibit tersebut telah dibuat sendiri oleh petani bambu dengan cara stek batang di lahan bambu tersebut. Para petani bambu membuat sendiri bibitnya dari cabang bambu yang tumbuh dibatangnya dan dipotong untuk ditanam, mereka melakukan pembibitan sendiri karena tidak terlalu banyak yang hendak mereka tanam, para petani bambu hanya menanam bambu pada lahan kosong saja, sementara dilahan itu juga telah terdapat tanaman bambu yang tumbuh secara liar, maka dari itu para petani tidak terlalu banyak menanam bambu.

3. Penanaman

Jenis bambu yang paling dominan ditanam oleh masyarakat Desa Pondok Buluh adalah bambu andong. Bambu ini sudah tumbuh sejak lama di lahan masyarakat, adapun alasan petani memilih jenis bambu ini adalah dapat digunakan sebagai pembatas lahan, pelindung dari angin dan air, selain itu cukup menambah penghasilan masyarakat, pembelinya juga lumayan banyak dan pemeliharaannya gampang.Berdasarkan hasil wawancara, penanaman bambu dilakukan dengan bibit melalui stek batang dengan jarak tanam tiap rumpunnya 3 x 3 meter.

4. Pemeliharaan

Umumnya tidak dilakukan pemeliharaan khusus sejak awal penanaman. Hal ini dikarenakan bambu itu sendiri cepat tumbuh dan berkembang, sehingga hanya dilakukan pembersihan seperti pembabatan pada saat pemanenan. Adapun kegiatan

pembersihan lahan dilakukan hanya semata-mata untuk melihat anakan bambu atau tunas bambu yang biasanya sering diambil oleh sebagian petani bambu yang digunakan sebagai sayuran. Masyarakat sering menyebutnya dengan sayuran rebung ataupun tunas bambu tersebut. Setelah itu, para petani bambu di desa pondok buluh tidak ada yang melakukan perawatan khusus untuk tanaman bambu tersebut seperti pemupukan, dan lain-lain melainkan para petani bambu kebanyakan membiarkan tanaman bambu tersebut tumbuh secara sendirinya sampai kepada masa panen.

5. Pemanenan

Bambu yang ditanam pertama kali dipanen pada umur 4-6 tahun dan untuk pemanenan selanjutnya dapat dilakukan pada umur 3 sampai 6 bulan. Sistem pemanenan bambu yang dilakukan di Desa Pondok Buluh yaitu sistem tebang pilih, hal ini sesuai dengan pernyataan Berlian dan Estu (1995) bahwa pemanenan bambu yang biasa diterapkan di Indonesia adalah sistem tebang pilih. Menurut responden petani hutan rakyat bambu bahwa banyaknya bambu yang siap untuk ditebang dipengaruhi oleh kebersihan lahan dan lamanya waktu pemanenan. Adapun bambu yang siap panen seperti jenis bambu andong yaitu: batang berwarna hijau tua kusam, dan terdapat lingkaran putih pada batang atau batang berpanu. Jumlah bambu yang siap untuk ditebang berkisar antara 5-10 batang/rumpun dengan panjang bambu yang dipanen antara 8-9 meter untuk setiap batang bambunya.

Pada masa pemanenan, proses pemanenan tanaman bambu dilakukan pada saat musim kemarau ataupun pada musim yang tidak terlalu sering turun hujan. Hal

akan dapat menyebabkan tanah menjadi mudah longsor, karena akar bambu mempunyai fungsi sebagai pengikat tanah agar tidak mudah longsor. Sesuai yang dinyatakan Dephut, 2004) bahwa waktu yang tepat untuk memanen bambu adalah pada awal musim kemarau. Apabila dilakukan pemanenan dilakukan pada musim penghujan maka nantinya akan menghasilkan bambu dengan kualitas kurang baik dan akan mempengaruhi harga jual dari bambu dan juga dapat mengakibatkan tanah mudah longsor karena tanah sudah tidak diikat lagi oleh akar tanaman bambu tersebut.

6. Penjualan

Setelah melakukan proses pemanenan, masyarakat Desa Pondok Buluh yang juga sebagai petani bambu akan menjual hasil dari bambu tersebut kepada konsumen. Sebagian besar masyarakat/petani bambu tersebut ada yang menjual bambu tersebut dalam bentuk bambu gelondongan, dan ada juga yang menjualnya dalam bentuk bambu belah.

Bambu dalam bentuk gelondongan dijual para petani bambu dengan harga Rp. 3.000,00 kepada konsumen dengan panjang bambu gelondongan tersebut adalah 4 meter. Sedangkan dalam hal mempromosikan produk mereka, petani tidak menawarkan secara langsung ke para pedagang, tetapi mereka hanya menunggu para pembeli datang ke tempat mereka secara langsung dan umumnya pembeli tersebut adalah orang-orang yang telah lama menjadi pelanggan tetap dari para petani tersebut.

Gambar 5. bambu gelondongan yang akan dijual

Penjualan bambu juga dilakukan masyarakat Desa Pondok Buluh dalam bentuk bambu belah. Masyarakat dengan sengaja memotong-motong bambu yang sudah dipanen sebelumnya menjadi bentuk bambu belah, biasanya bambu belah ini dibeli oleh para konsumen untuk dijadikan sebagai pagar. Untuk satu bambu gelondongan masyarakat dapat menghasilkan bambu belah sebanyak 30 biji bambu belah, sedangkan bambu yang akan dijual dalam bentuk bambu belah di ikat terlebih dahulu menjadi ikatan-ikatan bambu belah yang sudah siap untuk dipasarkan . Satu ikat bambu belah berjumlah 30 buah bambu belah yang akan dijual dengan harga Rp. 7.000,00 / ikat dengan panjang bambu belah tersebut adalah 2 meter.

Gambar 6. bambu belah siap jual

Bambu yang sudah dipanen oleh para petani bambu umumnya dijual hanya dalam bentuk bambu gelondongan dan bambu belah saja. Sedangkan untuk produk-produk lainnya yaitu bahan kerajinan seperti keranjang, kandang ayam, dan bentuk kerajinan lainnya para petani belum mengetahui cara untuk mengolah bambu tersebut untuk dijadikan sebagai bahan kerajinan. Hal ini disebabkan belum pernah dilakukan penyuluhan-penyuluhan dan pengajaran di Desa Pondok Buluh tentang pengolahan produk dari bambu tersebut menjadi barang-barang kerajinan, maka dari itu para petani bambu di desa tersebut menginginkan adanya bantuan dari pemerintah maupun bantuan dari pihak luar lainnya untuk mengadakan penyuluhan-penyuluhan mengenai pengolahan bambu demi menunjang kemajuan nilai ekonomi penduduk desa tersebut.

Nilai Ekonomi Bambu di Desa Pondok Buluh

Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang. Nilai ekonomi hasil bambu dapat juga diartikan sebagai nilai / harga hasil bambu yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Bambu juga termasuk sumber daya hutan yang nilai ekonominya sangat menjanjikan. Ichwandi (1996) mengatakan bahwa penelitian ekonomi sumber daya hutan adalah suatu metode atau teknik untuk mengekstimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.

Bambu merupakan tanaman rakyat yang sangat penting. Banyak kegunaannya untuk kehidupan sehari-hari, baik sebatas kebutuhan rumah tangga maupun sebagai sumber perdagangan. Dahulu hampir tiap petani di pedesaan memiliki tanaman bambu di kebunnya masing-masing, karena mudah tumbuh dan banyak terdapat di mana-mana,tetapi sekarang bambu nyaris dianggap tanaman biasa saja karena kurangnya pengetahuan masyarakat. Misalkan saja di Desa Pondok Buluh, pengelolaan tanaman bambu seringdianggap tidak punya kelebihan apa-apa, dan masyarakat menanam bambu hanya untuk menambah pendapatan ekonomi sebagai pendapatan sampingan saja,padahal di negara-negara lain, bambu telah dibudidayakan secara serius dan dijadikan sumber devisa yang sangat penting.

Dari bambu telah tercipta berbagai produk yang benar-benar dibutuhkan oleh kehidupan manusia masa kini, seperti obat-obatan, makanan, perabotan rumah tangga, kertas, konstruksi bangunan, jembatan, rumah, tanaman hias, konservasi, dan sebagainya. Bambu adalah tanaman yang sangat bernilai ekonomi tinggi, hal ini disebabkan karena tanaman bambu bisa diolah menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat. Antara lain dapat kita lihat banyak dijual berbagai macam produk dari bambu berupa kursi, keranjang, meja, tempat tidur dan lain sebagainya.

Nilai ekonomi bambu diperoleh dari hasil perkalian total antara jumlah bambu yang diambil per jenis pertahun dengan harga jual bambu per jenis. Hasil penelitian menunjukan bahwa total nilai ekonomi bambu masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun adalah sebesar Rp. 31.070.000,-/tahun baik yang dijual bambu bulat gelondongan maupun bambu yang

yangdidapat oleh masyarakat / petani bambu adalah sebesar Rp. 1.412.300,-/tahun/kk yang didapat dari nilai ekonomi total dibagi dengan jumlah masyarakat yang memanfaatkan bambu tersebut(Lampiran 5).

Dalam pemanfaatan bambu di Desa Pondok Buluh, pendapatan terbesar dari hasil penjualan bambu adalah sebesar Rp. 3.600.000,-/tahun yaitu pendapatan dari Albiner Sinaga dengan luas lahan 1 Ha dengan frekuensi pengambilan sebanyak 3 kali dalam satu tahun, selain berprofesi sebagai petani bambu, bapak ini juga berstatus sebagai Kepala Desa di Desa tersebut. Sedangkan pendapatan terkecil untuk penjualan bambu adalah Rp. 700.000,-/tahun. Responden yang mendapatkan nilai penjualan bambu terkecil ini disebabkan karena hanya memiliki lahan yang tidak begitu besar, yaitu kurang dari 0,6 Ha. Disamping itu masyarakat yang juga petani bambu tersebut hanya menjadikan tanaman bambu sebagai tanaman sampingan saja sehingga hasil yang didapatkan juga kurang begitu besar.

Kontribusi Nilai Ekonomi Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat

Tanaman bambu memiliki berapa kegunaan yang sangat berguna dalam kehidupan masyarakat. Selain memiliki kegunaan yang beragam tanaman bambu juga mempunyai fungsi yang baik dalam segi ekologi. Menurut Widjaja (1985) bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik angklung, sayur, kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala.

Maka tidak salah jika banyak masyarakat yang menjadikan tanaman bambu sebagai salah satu penunjang kehidupannya apalagi masyarakat yang memang tinggal dan berdekatan pada daerah yang sangat subur akan tanaman bambu.

Sebagai masyarakat tani, pendapatan utama masyarakat Desa Pondok Buluh Kecamatan Panribuan Kabupaten Simalungun tidak hanya berasal dari sektor pertanian saja, melainkan memiliki beragam profesi seperti Wirausaha, Peternakan, dan juga ada yang PNS. Secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 3 yaitu tabel pendapatan Rumah tangga per tahun dari berbagai jenis usahanya.

Tabel 3. Pendapatan Masyarakat Pondok Buluh Per Tahun Dilihat Dari Jenis Usahanya No Sumber Pendapatan Jumlah (Rp.) Presentasi (%)

1 Pertanian (Tanaman semusim) 177.400.000 45,84

2 Petani Bambu 31.070.000 8,02

3 Peternakan 19.500.000 5,03

4 Wirausaha 33.000.000 8,52

5 PNS 126.000.000 32,56

Jumlah 386.970.000 100

Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukan bahwa sumber pendapatan terbesar adalah terbesar di Desa Pondok Buluh adalah pendapatan dari sektor pertanian yaitu sebesar Rp. 177.400.000,-/ tahun dengan presentasi hampir 50% dan pendapatan terendah adalah pendapatan dari sektor peternakan yaitu sebesar Rp. 19.500.000,-/tahun dengan presentasi hanya 5%. Nilai ekonomi pendapatan dari luar pemanfaatan tanaman bambu adalah sebesar Rp. 355.900.000,-/tahun dari jumlah total hasil pendapatan dari sektor pertanian, peternakan, wirausaha, dan juga pendapatan dari PNS.

Hasil penelitian juga menunjukan bambu yang sudah dipanen langsung dijual dalam bentuk bambu bulat gelondongan dan bambu yang sudah

dipotong-potong menjadi bentuk bambu belah yang biasanya digunakan para konsumen untuk dijadikan pagar. Masyarakat atau petani bambu yang memanfaatkan bambu gelondongan dan menjual dalam bentuk bambu belah adalah sebanyak 9 orang, mereka menjual bambu belah tersebut dengan harga Rp. 7000,-/ikat dengan ukuran panjang bambu adalah 2m. Sedangkan masyarakat atau petani bambu yang tidak mengolah bambu dan menjualnya dalam benntuk bambu bulat gelondongan adalah sebanyak 13 orang dengan harga jualnya Rp. 3000,-/batang dengan panjang bambu yang dijual adalah sepanjang 4m (Lampiran 5).

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa hasil atau nilai yang didapat dari hasil penjualan bambu baik berupa bambu bulat gelondongan dan bambu belah tidak memberikan kontribusi yang nyata terhadap pendapatan masyarakat di Desa Pondok Buluh, karena masyarakat kurang mengerti untuk mengelola bambu menjadi produk-produk kerajinan tangan ataupun berbagai bentuk olahan lain agar dapat menghasilkan nilai ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penjualan bambu yang dilakukan masyarakat di desa tersebut, yaitu tanpa diolah terlebih dahulu. Seperti yang dikatakan Widjaja (1985) dalam literturnya bahwa bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik angklung, sayur, kertas, dan bahan bangunan.

Tabel 4. Presentasi Kontribusi Pendapatan Hasil dari Tanaman Bambu. No Persentase Kontribusi Pendapatan Hasil Bambu Keterangan Jumlah Responden 1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 22

2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil -

3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang -

4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar -

5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar -

Jumlah 22

Dari tabel diatas dapat dilihat pada hasil penelitian bahwa semua masyarakat di Desa Pondok Buluh termaksud kedalam kontribusi pendapatan sangat kecil, karena kontribusi pendapatan masyarakat tidak ada yang mencapai lebih dari 20%. Hal ini disebabkan karena lahan milik rakyat tidak begitu besar dan masyarakatnya sebagai petani bambu hanya menanam tanaman bambu untuk sumber pendapatan sampingan saja, mereka lebih memperioritaskan sektor pertanian pada tanaman musiman yaitu tanaman kopi (Lampiran 6).

Kendala Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu

Kendala dalam pengelolaan hutan rakyat bambu yaitu kurangnya modal, keterampilan dan kurangnya promosi dari hutan rakyat bambu menyebabkan terbatasnya jenis produk dari hasil hutan rakyat bambu padahal hutan bambu di desa Pondok buluh memiliki potensi yang cukup besar. Petani hanya dapat membuat bambu belah sebagai produk utama dari hutan rakyat bambu, karena pengerjaannya telah mereka pelajari secara turun temurun. Sedangkan dalam hal pembuatan gedek dan kandang ayam, pembuatannya kurang diutamakan dikarenakan modal yang terbatas dan peralatan yang digunakan kurang. Pemasaran produk bambu yang berupa bambu belah hanya mengharapkan pembeli yang datang dari luar desa dan

pembelinya pun adalah orang yang telah lama menjadi pelanggan mereka. Hal ini dikarenakan petani tidak mempunyai modal yang cukup besar untuk memasarkan produk olahan mereka.

Sampai saat ini luas lahan hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun kian menurun. Hal ini disebabkan banjir sehingga terjadilah tanah longsor yang mengakibatkan robohnya rumpun bambu. Longsor yang terjadi pada lahan hutan bambu menyebabkan kurangnya minat masyarakat terhadap bambu, karena dianggap kurang memiliki prospek yang bagus untuk ke depannya. Karena tidak ada sarana promosi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan pemasaran produk bambu tersebut hanya terbatas pada pembeli yang datang langsung ke tempat pemasaran di desa tersebut yang umumnya adalah pelanggan tetap mereka, atau bahkan hanya menjadi konsumsi sendiri dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang mengganti atau mengalokasikan lahan bambu dengan tanaman pertanian lainnya, seperti kopi, kemiri, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan menurut mereka tanaman pertanian tumbuhnya cepat dan dapat memberikan keuntungan yang lebih banyak dari bambu.

Dokumen terkait