ANALISIS EKONOMI DAN KONTRIBUSI TANAMAN BAMBU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT
Hasil Penelitian
Oleh:
VALENTINO AFRIO RAJAGUKGUK 061201004
MANAJEMEN HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Valentino Afrio Rajagukguk, the analysis of economic and contribution of Bamboo for the society income (Bambusa sp) at Pondok Buluh Village, District of Dolok Panribuan, Sub-Province Simalungun, North Sumatra. Guided by SITI LATIFAH
and AGUS PURWOKO
Bamboo is a forest’s plant that has many benefit, but it doesn’t use by the society around the forest. This study aim is to determine the economic value and the contribution of bamboo for the society income. This research was using purposive sampling technique. Based on the research, the bamboo growth at altitude of 700-1.100 mdpl, while the highest economic value of bamboo is Rp. 3.600.000/year and the lowest economic value is Rp. 700.000/year, the highest contribution of bamboo for society income is 17,35% and the lowest is 2,14%.
ABSTRAK
Valentino Afrio Rajagukguk, Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu (Bambusa sp) terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SITI LATIFAH and AGUS PURWOKO.
Bambu (Bambusa sp) merupakan tumbuhan hutan yang memiliki banyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dan kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui tanaman bambu tumbuh di ketinggian 700-1100 mdpl, nilai ekonomi tertinggi dari bambu adalah Rp. 3.600.000/tahun dan nilai ekonomi terendah adalah Rp. 700.000/tahun, kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat tertinggi adalah 17,35% dan kontribusi terendah adalah 2,14%.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis, Valentino Afrio Rajagukguk dilahirkan di Dolok Sinumbah pada
tanggal 19 April 1989 dari Ayahanda Agus Rimpun Rajagukguk dan Ibunda Rosma
Siahaan. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri No.
091578 Dolok Sinumbah. Pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan ke SLTP Swasta
YAPUTA Dolok Sinumbah. Tahun 2003 penulis meneruskan pendidikan di SMU
Negeri 2 Bandar.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bandar dan lulus seleksi masuk
Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Penulis memilih Jurusan Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian.
Penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan
Tangkahan dan Pulau Sembilan pada tahun 2008. Penulis juga mengikuti Praktik
Kerja Lapang (PKL) di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan Tongkoh pada
tahun 2012. Pada tahun 2011, penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi
kasus di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara)”. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam rangka
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik. Adapun judul penelitian ini
adalah “ Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan
Masyarakat Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten
Simalungun”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Siti Latifah S. Hut, M. Si, Ph. D dan Bapak Dr. Agus Purwoko, S. Hut, M. Si selaku
Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Kiranya penelitian yang akan saya lakukan dapat bermanfaat bagi
masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir
kata, penulis mengucapkan banyak terima-kasih.
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
PENDAHULUAN
Kondisi tempat Tumbuh ... 10
Pemanfaatan Bambu ... 11
Jenis-jenis Bambu dan Penggunaannya ... 15
Nilai Ekonomi Bambu ... 17
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 19
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... 20
Alat dan Bahan ... 20
Metode Penelitian ... 20
Teknik Pengumpulan Data ... 21
Teknik Pengambilan Sampel... 22
Teknik Analisa Data ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Hutan Rakyat Bambu ... 26
Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Bambu ... 31
Nilai Ekonomi Bambu di Desa Pondok Buluh ... 37
Kontribusi Nilai Ekonomi Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat ... 39
Kendala dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
DAFTAR TABEL
1. Berbagai jenis bambu dan penggunaannya ... 15
2. Presentasi kontribusi bambu terhadap pendapatan masyarakat ... 25
3. Pendapatan masyarakat pondok buluh ... 39
DAFTAR GAMBAR
1. Vegetasi tanaman bambu di Desa Pondok Buluh ... 9
2. Bambu Andong yang tumbuh di Desa Pondok Buluh ... 27
3. Bambu Betung yang berada pada lahan milik masyarakat Desa Pondok Buluh ... 28
4. Bambu Apus yang tumbuh di samping jalan raya, Desa Pondok Buluh ... 30
5. Bambu gelondongan siap jual ... 35
ABSTRACT
Valentino Afrio Rajagukguk, the analysis of economic and contribution of Bamboo for the society income (Bambusa sp) at Pondok Buluh Village, District of Dolok Panribuan, Sub-Province Simalungun, North Sumatra. Guided by SITI LATIFAH
and AGUS PURWOKO
Bamboo is a forest’s plant that has many benefit, but it doesn’t use by the society around the forest. This study aim is to determine the economic value and the contribution of bamboo for the society income. This research was using purposive sampling technique. Based on the research, the bamboo growth at altitude of 700-1.100 mdpl, while the highest economic value of bamboo is Rp. 3.600.000/year and the lowest economic value is Rp. 700.000/year, the highest contribution of bamboo for society income is 17,35% and the lowest is 2,14%.
ABSTRAK
Valentino Afrio Rajagukguk, Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu (Bambusa sp) terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SITI LATIFAH and AGUS PURWOKO.
Bambu (Bambusa sp) merupakan tumbuhan hutan yang memiliki banyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dan kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui tanaman bambu tumbuh di ketinggian 700-1100 mdpl, nilai ekonomi tertinggi dari bambu adalah Rp. 3.600.000/tahun dan nilai ekonomi terendah adalah Rp. 700.000/tahun, kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat tertinggi adalah 17,35% dan kontribusi terendah adalah 2,14%.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis, Valentino Afrio Rajagukguk dilahirkan di Dolok Sinumbah pada
tanggal 19 April 1989 dari Ayahanda Agus Rimpun Rajagukguk dan Ibunda Rosma
Siahaan. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri No.
091578 Dolok Sinumbah. Pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan ke SLTP Swasta
YAPUTA Dolok Sinumbah. Tahun 2003 penulis meneruskan pendidikan di SMU
Negeri 2 Bandar.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bandar dan lulus seleksi masuk
Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Penulis memilih Jurusan Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian.
Penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan
Tangkahan dan Pulau Sembilan pada tahun 2008. Penulis juga mengikuti Praktik
Kerja Lapang (PKL) di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan Tongkoh pada
tahun 2012. Pada tahun 2011, penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi
kasus di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara)”. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam rangka
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada saat ini kawasan hutan mengalami kerusakan yang serius akibat tekanan
penduduk dan konflik kepentingan yang tidak lagi mempertimbangkan kelestarian.
Untuk mengurangi tekanan tersebut adalah dengan mengembangkan hutan rakyat,
salah satunya adalah hutan rakyat bambu. Hutan rakyat diartikan sebagai suatu
lapangan yang berada diluar kawasan hutan negara yang bertumbuhan
pohon-pohonan, sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan
hidup alam hayati beserta lingkungannya, yang pemilik lahannya adalah rakyat.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka ciri khas hutan rakyat adalah tidak perlu
merupakan suatu kawasan hutan yang kompak (dapat berpencar-pencar), dapat juga
dipadukan dengan sistem agroforestri, dan berupa tanaman yang cepat memberikan
hasil serta fungsi bagi kesejahteraan pemiliknya
(Alrasyid, 1979).
Bambu merupakan tanaman yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat yaitu
80-100 hari sudah siap panen. Indonesia, khususnya Jawa, Sumatera, dan Sulawesi
merupakan wilayah yang sangat cocok untuk pertumbuhan bambu. Berdasarkan data
Global Forest Resources Assessment Update 2005 Indonesia Country Report on Bambu Resources, luas tanaman bambu Indonesia mencapai 1.414.375 Ha, sedangkan pada tahun 2002-2004 nilai ekspor bambu selalu mengalami kenaikan
adalah Asia ($1.367.000), Eropa ($426.000), North dan Central Amerika ($363.000)
dan Amerika Selatan ( $320.000). Nilai ekspor yang mengalami kenaikan yang
signifikan ini menunjukkan masih terbukanya pasar yang cukup potensial diluar
negeri. Melihat kondisi tersebut, maka masih terbuka luas untuk mengisi pasar dunia
yang sangat baik dan potensial. Hal ini dapat member peluang bagi industri pengrajin
bambu di Indonesia, khususnya untuk perguruan tinggi, dan untuk memberikan
produk alternatif bahan bangunan demi meningkatkan kemampuan bersaing di pasar
global.
Bambu merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek cukup
menjanjikan bila dikembangkan dalam skala luas di sektor kehutanan. Suatu hal yang
menguntungkan dari menanam bambu adalah penanaman cukup dilakukan sekali
saja, mudah tumbuh pada habitat yang sesuai dan selanjutnya tinggal memanen saja.
Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan
memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi masyarakat masih
menganggap bambu sebagai tanaman yang kurang komersial sehingga pengusahaan
bambu kurang diminati. Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh para
petani bambu adalah permodalan dan pemasaran komoditi bambu tersebut (Diniaty
dan Sofia, 2000).
Menurut Widjaja (1985) penggunaan beberapa jenis bambu yang sangat tinggi
justru malah membuat masyarakat lupa akan pelestaian dari bambu itu sendiri,selain
serta pemanfaatannya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang analisis ekonomi
dan kontribusibambu terhadap pendapatan masyarakat di Desa Pondok Buluh,
Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun
Perumusan Masalah
Salah satu permasalahan yang terjadi pada hutan rakyat bambu adalah belum
membudayanya usaha pelestarian terhadap bambu disebabkan karena tegakan bambu
yang umumnya hidup pada lahan-lahan rakyat nampaknya masih dianggap cukup,
kurangnya bentuk pengusahaan dan pengelolaan hutan rakyat bambu mengakibatkan
pengusahaan bambu dari aspek ekonomis kurang. Adapun permasalahan lain yang
akan dihadapi adalah menghitung berapa nilai ekonomi hasil bambu yang
dimanfaatkan oleh masyarakatdan kontribusi nilai ekonomi tanaman bambu terhadap
pendapatan masyarakat di sekitar Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan,
Kabupaten Simalungun,.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui nilai ekonomi dari hasil bambu yang dimanfaatkan oleh
masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan,
Kabupaten Simalungun.
2. Mengetahui kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat di
Manfaat Penelitian
Memberikan masukan pada masyarakat tentang cara meningkatkan nilai
ekonomi bambu dan juga sebagai bahan masukan bagi pihak pemerintah untuk lebih
memberikan perhatian khusus pada petani bambu di Desa Pondok Buluh, Kecamatan
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan
Menurut Undang-Undang No. 41/1999 tentang kehutanan menyebutkan
bahwa hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan atau lingkungannya, yang satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut statusnya (sesuai dengan
Undang-Undang Kehutanan), hutan hanya dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :
(1) Hutan Negara, hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani atas hak dan
tanah, dan (2) Hutan Hak, hutan yang dibebani hak atas tanah yang biasanya disebut
dengan hutan rakyat.
Hutan secara singkat dan sederhana definisikan sebagai suatu ekosistem
yang didominasi oleh pohon. Jhon A. Helms (1998) dalam suharjito (2000) memberi
pengertian bahwa hutan adalah suatu ekosistim yang dicirikan oleh penutupan pohon
yang kurang lebih padat dan tersebar, sering kali terdiri dari tegakan-tegakan yang
beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas, umur, dan proses-proses
yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan
satwa liar.
Hutan juga mempunyai makna yang sangat bervariasi sesuai dengan
spesifikasi ilmu yang dibidangi. Dari sudut pandang orang ekonomis, hutan
merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan
hutan merupakan suatu assosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri
atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas, sedangkan
menurut ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan
yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda
dengan keadaan di luar hutan (Arief, 2001).
Hutan Rakyat
Banyak sudut pandang yang dapat digunakan untuk mengenal dan mengerti
hutan rakyat. Sudut pandang yang sering digunakan adalah sudut pragmatisme,
geografis, dan sistem tenurial (kepemilikan). Pandangan pragmatisme melihat hutan
yang dikelola rakyat hanya dari pertimbangan pemerintah saja. Semua
pohon-pohonan atau tanaman keras yang tumbuh diluar kawasan hutan negara langsung
diklaim sebagai hutan rakyat. Pandangan geografis menggambarkan aneka ragam
bentuk dan pola serta sistem hutan rakyat tersebut, berbeda satu sama lain tergantung
pada letak geografisnya, ada yang didataran rendah, medium, dan dataran tinggi, dan
juga jenis penyusunnya berbeda menurut tempat tumbuhnya, dan sesuai dengan
keadaan iklim mikro. Pandangan sistem tenurial berkaitan dengan status hutan segara
yang dikelola masyarakat, hutan adat, hutan keluarga, dan lain-lain (Awang et all,
2002).
Hutan rakyat pada dasarnya adalah hutan milik baik secara perorangan,
kelompok, marga maupun badan hukum yang merupakan hutan buatan yang terletak
yang dibebani hak milik, baik secara perorangan maupun kelompok dengan status
diluar kawasan hutan negara. Biasanya luas minimum adalah 0,25 hektar dengan
penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun
pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun
1999 tentang Kehutanan, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah. Dengan demikian hutan hak dapat disebut sebagai hutan
rakyat/tanaman rakyat (Dephut, 1989).
Pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau
beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa
tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Dewasa ini kayu yang dihasilkan dari
hutan rakyat semakin banyak diminati oleh para pengusaha sebagai bahan baku
industri seperti pulp dan kayu pertukangan karena mempunyai kualitas kayu yang
baik (Darusman dan Hardjanto, 2006).
Hasil Hutan Bukan Kayu
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati
maupun hewani beserta turunannya dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari
hutan, tidak termasuk jasa lingkungan yang dihasilkan dari hutan. Paradigma baru
sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya alam yang bersifat
multifungsi, multiguna dan mencakup multi kepentingan serta pemanfatannya
diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini berarti
memiliki keunggulan komparatif dan paling bersentuhan dengan masyarakat sekitar
hutan. Hasil hutan bukan kayu terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan
penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan konstribusi yang berarti bagi
peningkatan devisa negara.
Secara ekologis hasil hutan bukan kayu (HHBK) tidak memiliki perbedaan
fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari
pohon. Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati atau menurut
FAO (2000) adalah barang yang dihasilkan benda hayati selain kayu yang berasal
dari hutan ataupun lahan sejenis. Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki
potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sumadiwangsa (2000) dapat
dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah
karet alam, dan lain-lain.
2. Tanin : Pinang, gambir, Rhizhopora, Bruguiera
3. Resin : Gaharu, kemedangan, jernang, damar mata kucing,
damar batu, dammar rasak, kemenyan, dll.
4. Minyak Atsiri : Minyak gaharu, minyak kayu putih, minyak-
keruing, minyak lawang, minyak kayu manis.
5. Madu : Apis dorsata dan Apis melliafera.
8. Tanaman obat dan hias : Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek hutan,
palmae, dan pakis.
Bambu
Bambu merupakan tanaman yang secara botanis dapat digolongkan pada
famili Graminecae (Rumput-rumputan). Bambu mudah menyesuaikan diri dengan
kondisi tanah dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan
3800 meter di atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar
rimpang, yaitu semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu memiliki
ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar-akar yang
memungkingkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap
ruasnya disamping tunas-tunas rimpangnya (Widjaja, 1985).
Bambu sebagai hasil hutan bukan kayu telah lama dimanfaatkan oleh
masyarakat. Pada awalnya pemanfaatan bambu masih tradisional dan terbatas seperti
untuk rumah tangga, kerajinan, penunjang kegiatan pertanian, perikanan, perkebunan,
perumahan dan lain-lain yang kebutuhannya masih dapat diperoleh dari lingkungan
sekitar. Tetapi dengan perkembangan penduduk dan kemajuan pembangunan,
pemanfatan bambu sudah memerlukan teknologi yang menghasilkan produk-produk
seperti pulp dan kertas, sumpit (chopstick), flowerstick dan papan semen serat bambu.
Selama ini pengetahuan budidaya bambu oleh masyarakat masih terbatas pada
turun temurun. Pengembangan bambu membutuhkan bibit dalam jumlah banyak, oleh
karena itu untuk memeproduksi bibit bambu yang baik diperlukan petunjuk teknis
pembibitan bambu.
Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari
benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi.
Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari,
alat musik angklung, sayur, kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya
dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala
(Widjaja, 1985).
1. Karakteristik Bambu
Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant
Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang
tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada
umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas,
berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata
tunas atau cabang. Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan
beruas-ruas, pada buku-buku tersebut akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat
2. Morfologi Tanaman Bambu
Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanaman bereaksi masam dengan pH
3,5 dan pada umumnya menghendaki tanah yang pH nya 1,0 sampai 6,5. Pada tanah
yang subur tanaman akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan makanan bagi
tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlian dan Estu, 1995)
Gambar 1. tanaman bambu
Berikut ini urutan taksonomi bambu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
SubDivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae (Poales, Glumiflorae)
Famili : Bambusa
3. Kondisi Tempat Tumbuh
a. Tanah
Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai
ringan, tanah kering sampai basah dan dari tanah subur sampai tanah kurang subur,
bambu juga dapat tumbuh di tanah pegunungan yag berbukit terjal sampai tanah yang
landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan pertunasan
bambu. Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan pH
3,5 dan umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang
subur tanaman bambu akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman
tersebut akan terpenuhi.
b. Iklim
Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar
8,8-360C,dan suhu ini juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Tanaman bambu bisa
dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0 sampai
200 mdpl. Walaupun demikian, tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik
pada semua ketinggian tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu
minimum 1.020 mm per tahun dan kelembapan udara yang di kehendaki minimum 80
%.
c. Topografi
Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran
tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah hujannya tinggi
dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di tebing-tebing yang
curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4 tahun perumpunan
sudah dapat terjadi secara normal dimana jumlah rumpun sudah dapat mecapai 30
batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm. Secara umum di lokasi pengembangan
bambu bentuk topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi
berombak mempunyai kemiringan 3 – 8%, bergelombang 9 – 15% dan bergunung >
30% (Nur dan Rahayu, 1995).
4. Pemanfaatan Bambu
Kegunaan dan manfaat bambu bervariasi mulai dari perabotan rumah tangga,
perabotan dapur dan kerajinan, bahan bangunan serta peralatan lainnya dari yang
sederhana sampai dengan industri bambu lapis, laminasi bambu, maupun industri
kertas yang sudah modern. Dari sekilas gambaran manfaat tersebut menyiratkan suatu
harapan, bahwa kebutuhan terhadap bambu akan terus meningkat sejalan dengan
perkembangan masyarakat (Diniaty dan Sofia,2000).
Bambu merupakan salah satu tanaman ekonomi yang digolongkan dalam
hasil hutan non kayu. Meskipun demikian, manfaat bambu dalam kegiatan konservasi
sangat baik untuk menahan erosi, terutama di daerah bantaran sungai yang banyak
terdapat di wilayah Indonesia. Dalam konteks tata air, bambu juga efektif untuk
sehingga dapat ditanam di pusat pemukiman dan pembatas jalan raya (Diniaty dan
Sofia,2000).
Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis bila dibandingkan dengan
komoditas kayu adalah mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di
sekitar hutan dalam waktu relatif cepat,yaitu pada usia 4-5tahun sudah dapat dipanen.
Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk bambu baik berupa bahan baku
sebagai pengganti kayu maupun produk jadi antara lain berupa sumpit (chop stick),
barang kerajinan (furniture), bahan lantai (flooring), bahan langit-langit (ceiling)
masih sangat terbuka untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor. Dari sisi
ekologis, tanaman bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan
karena sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta dapat
tumbuh pada lahan marginal (Diniaty dan Sofia, 2000).
Bambu juga merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi
kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, bahkan rebungnya
dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Untuk lebih jelasnya berikut
ini diuraikan manfaat bambu ditinjau dari setiap bagian tanamannya (Dephut, 2004).
a. Akar
Akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi guna mencegah
bahaya banjir, tidak heran bila beberapa jenis bambu yang banyak tumbuh di pinggir
sungai atau jurang sesungguhnya berperan penting mempertahankan kelestarian
Akar tanaman bambu juga dapat berperan dalam menangani limbah beracun
akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring air yang terkena limbah
tersebut melalui serabut-serabut akarnya. Selain itu akar bambu mampu melakukan
penampungan mata air sehingga bermanfaat sebagai sumber penyediaan air sumur
(Dephut, 2004).
b. Batang
Batang bambu memang merupakan bagian yang paling banyak diusahakan
untuk dibuat berbagai macam barang untuk keperluan sehari-hari. Batang bambu baik
yang masih muda maupun yang sudah tua dapat digunakan untuk berbagai macam
keperluan. Namun, ada juga jenis bambu yang dapat dan tidak dapat dimanfaatkan
(Dephut, 2004).
c. Daun
Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus, misalnya makanan
kecil seperti uli dan wajik. Selain itu di dalam pengobatan tradisional daun bambu
dapat dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati demam atau panas pada
anak-anak. Hal ini disebabkan daun bambu mangandung zat yang bersifat mendinginkan.
Dengan demikian panas atau demam dapat dengan mudah dihalau (Dephut, 2004).
Daun bambu muda yang tumbuh diujung cabang dan berbentuk runcing juga
sering digunakan sebagai obat. Bahan ini sangat mujarab bagi mereka yang tidak
tenang pikiran atau malam hari kurang tidur. Dalam perkembangan terakhir di luar
badan sebelah yang diakibatkan tekanan darah tinggi. Untuk lumpuh badan sebelah
ini obat yang terbaik pada saat sekarang adalah ramuan bambu yang digabungkan
dengan benalu. Bagi penyakit yang belum begitu berat, obat tersebut dapat
membebaskan saluran pembekuan otak yang terhenti sehingga penderita dapat
sembuh (Dephut, 2004).
d. Rebung
Rebung atau tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan
kuncup bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizome
maupun buku-bukunya. Umumnya rebung masih diselubungi oleh pelepah buluh
yang ditutupi oleh miang. Rebung ada yang berbentuk ramping sampai agak
membulat, terdiri dari batang-batang yang masif dan pendek. Pada umumnya rebung
diselebungi oleh pelepah buluh hingga mencapai tinggi sekitar 30 cm. Selanjutnya
pelepah buluh tersebut pada jenis bambu tertentu akan gugur (Dephut, 2004).
Rebung dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong ke dalam
jenis sayur-sayuran. Namun, tidak semua jenis bambu dapat dimanfaaatkan
rebungnya untuk bahan pangan, karena rasanya ada yang pahit. Rebung bambu dari
Indonesia semakin digemari oleh masyarakat di Jepang, Korea Selatan, dan RRC. Hal
ini dibuktikan oleh permintaan ekspor dari negara tersebut yang banyak tetapi belum
5. Jenis-jenis Bambu dan Penggunaannya
Pada Tabel 1 diuraikan beberapa jenis bambu yang mempunyai manfaat atau nilai ekonomis tinggi (Dephut, 2004),
Table 1. Berbagai Jenis bambu dan penggunaannya
No Nama Daerah dan Nama Latin Bambu
Penggunaannya
1 Bambu Apus
(Gigantochloa apus)
Batang bambu apus berbatang kuat, liat, dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik.
2 Bambu Ater
(Gigantochloa atter)
Batang bambu ater biasanya digunakan orang untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan ada juga yang menggunakan untuk alat music
3
Bambu Andong (Gigantochloa verticillata
/Gigantochloa pseudo arundinacea)
Batang bambu andong banyak digunakan untuk bahan bangunan, chopstick, dan untuk membuat berbagai jenis kerajinan tangan.
4 Bambu Betung
(Dendrocalamus asper)
Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan ruasnya panjang. Dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam, (gedek atau bilik), dan berbgai jenis barang kerajinan.
5 Bambu Kuning
(Bambusa vulgaris)
Bambu kuning dapat dimanfaatkan untuk mebel, bahan pembuat kertas, untuk kerajinan tangan dan dapatditanam di halaman rumah karena cukup menarik sebagai tanaman hias serta untuk obat penyakit kuning atau lever.
6 Bambu Hitam
(Gigantochloa atroviolacea)
Bambu hitam sangat baik untuk dibuat alat musik seperti angklung, gambang, atau calung dan dapat juga digunakan untuk furniture dan bahan kerajinan tangan.
7 Bambu Talang
(Schizostachyum brachycladum)
kerajinan tangan
seperti ukiran dan anyaman.
8 Bambu Tutul
(Bambusa vulgaris)
Bambu tutul banyak digunakan untuk peralatan rumah tangga seperti tirai, meja, kursi, dinding, dan lantai rumah, serta untuk kerajinan tangan.
9 Bambu Cendani
(Bambusa multiplex)
Batang bambu cendani dapat digunakan untuk tangkai payung, pipa rokok, kerajinan tangan seperti tempat lampu, vas bunga, rak buku, dan berbagi mebel dari bambu.
10 Bambu Cangkoreh (Dinochloa scandens)
Bambu cangkoreh dapat digunakan untuk anyaman atau tempat jemuran tembakau dan untuk obat misalnya obat tetes mata dan obat cacing.
11 Bambu Perling (Schizostachyum zollingeri)
Batang bambu perling dapat digunakan untuk membuat dinding, tali, tirai, dan alat memancing
12 Bambu Tamiang
(Schizostachyum blumei)
Bambu tamiang paling cocok digunakan untuk sumpit, suling, alat memancing, dan kerajinan tangan.
13 Bambu Loleba
(Bambusa atra)
Bambu loleba dapat digunakan untuk dinding rumah, tali tongkat, bahan anyaman dan sebagai tanaman hias.
14 Bambu Batu
(Dendrocalamus strictus)
Batang bambu batu sangat kuat dan dapat digunakan untuk bahan baku kertas dan untuk bahan anyaman.
15 Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens)
Jenis bambu dengan batang lurus, kuat, dan ringan ini banyak digunakan sebagai galah untuk panen kelapa sawit, selain itu juga untuk bahan bangunan.
16 Bambu Sian
(Thyrsostachys siamensisi)
Bambu ini baik digunakan untuk tangkai payung, dan sebagai tanaman hias karena rumpunnya mempunyai tajuk melebar dengan daun kecil-kecil yang banyak.
17 Bambu Jepang
(Arundinaria japonica)
Bambu jepang banyak digunakan sebagai tanaman hias.
18 Bambu Gendang
(Bambusa ventricosa)
19 Bambu Bali
(Schizostachyum brachycladum)
Oleh karena penampilan tanamannya unik dan menarik maka bambu ini biasa digunakan sebagai tanaman hias.
20 Bambu Pagar
(Bambusa glaucescens)
Bambu ini juga menarik sebagai tanaman hias yang dipangkas dengan berbagai bentuk.
6. Nilai Ekonomi Bambu
Tanaman bambu baik dalam skala kecil maupun besar mempunyai nilai
ekonomi yang meyakinkan. Budaya masyarakat menggunakan bambu dalam berbagai
aktivitas kehidupan sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai Multipurpose Free
Species (MPTS = jenis pohon yang serbaguna). Pada umumnya jenis-jenis bambu
yang diperdagangkan adalah jenis bambu yang berdiameter besar dan berdinding
tebal. Jenis-jenis tersebut diwakili oleh warga Bambusa (3 jenis), Dendrocalalamus (2
jenis) dan Gigantochloa (8 jenis) (Widayati dan Riyanto, 2005). Dari jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal untuk menunjang industri kertas,
chopstick, flowerstick, ply bambu, particle board dan papan semen serat bambu serta
kemungkinan dikembangkan bangunan dari bahan bambu yang tahan gempa, dan
lain-lain (Zain, 1998).
Dalam melakukan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan
dalam beberapa metode yaitu metode nilai pasar, metode nilai relatif, dan metode
biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang/jasa tersebut sudah
memiliki nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang di tetapkan
anggap paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia (Affandi dan Patana,
2002).
Pengembangan pengusahaan hasil hutan bukan kayu, terutama bambu
merupakan upaya strategis karena beberapa alasan. Pertama, bambu merupakan
komoditas substitusi kayu, rotan dan bahan plastik sehingga berkembangnya
pengusahaan bambu dapat berperan dalam mendorong pengembangan diversifikasi
bahan baku industri pengguna seperti industri mebel, kerajinan, panel dan bahan
bangunan. Hal ini dapat diharapkan akan membantu mengurangi masalah lingkungan
yang ditimbulkan oleh industri bahan plastik dan menekan proses penurunan
produktivitas hutan alam sebagai penghasil kayu dan rotan. Kedua, pengusahaan
bambu telah lama digeluti oleh masyarakat golongan ekonomi lemah sehingga
berkembangnya pengusahaan bambu dapat berdampak positif bagi upaya
mempercepat pengurangan kesenjangan pendapatan. Ketiga, dari sisi silvikultur,
bambu berumur relatif pendek, terbaik 3 tahun (Universitas Gajah Mada, 1991),
sehingga dari sisi pengembalian investasi lebih kompetitif misalnya dari rotan atau
sengon (umur terpendeknya, 5-10 tahun) dan karenanya berpeluang diminati investor
(Astana, 2001)
Alasan mengapa seseorang membeli produk tertentu atau alasan mengapa
membeli pada penjual tertentu akan merupakan faktor yang sangat penting bagi
perusahaan dalam menentukan desain produk, harga, saluran distribusi, dan program
Adapun beberapa teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut:
1. Teori Ekonomi Mikro: Teori ini beranggapan bahwa setiap konsumen akan
berusaha memperoleh kepuasan maksimal. Mereka akan berupaya meneruskan
pembeliannya terhadap suatu produk apabila memperoleh kepuasan dari produk
yang telah dikonsumsinya, di mana kepuasan ini sebanding atau lebih besar
dengan marginal utility yang diturunkan dari pengeluaran yang sama untuk
beberapa produk yang lain.
2. Teori Psikologis: Teori ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu
yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. Bidang psikologis ini
sangat kompleks dalam menganalisa perilaku konsumen, karena proses mental
tidak dapat diamati secara langsung.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan administratif pemerintahan, areal hutan Pondok buluh berada di
kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Sedangkan berdasarkan wilayah pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan
wilayah Resort Polisi Hutan Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun.
Kawasan Pondok Buluh juga dekat dengan lokasi wisata Danau Toba, yaitu sekitar
15 Km atau dapat ditempuh dalam waktu 20 menit. Di Desa Pondok Buluh masih
ditemukan lahan hutan rakyat bambu yang masih dikelola oleh petani pada lahan
Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun
memiliki luas 2.100 Ha dan dihuni sekitar 368 KK, dan secara geografis Desa
Pondok buluh terletak diantara 990 56 BT s/d 99000 BT dan antara 2043 LU s/d 2047
LU. Sebagian besar masyarakat desa bekerja sebagai petani dan didominasi oleh
suku Batak Toba.
Desa Pondok Buluh memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Dolok Parmonangan.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Jawa.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok
Panribuan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei
2012.
Alat dan bahan
Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Komputer untuk mengolah data dan juga pembuatan laporan
2. Kamera untuk dokumentasi guna mendukung data laporan
3. Kuisioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun data primer
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Literatur yang berhubungan dengan penelitian
2. Lembar kuisioner yang dugunakan untuk mengumpulkan informasi sebagai
pendukukung data primer dan data sekunder
3. Objek pengamatan yaitu Hutan Rakyat Bambu Pondok Buluh Kabupaten
Metode Penelitian
Data penelitian yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data
primer yang dikumpulkan antara lain adalah data yang didapatkan dari hasil reponden
masyarakat, bentuk pengolahan bambu dan beberapa data hasil penelitian yang terkait
dengan tujuan penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah kondisi
umum lokasi penelitian atau beberapa data umum yang terdapat pada instansi-instansi
terkait dengan penelitian.
Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi Lapangan
Bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai lokasi penelitian yang
meliputi luasan, data Penduduk dan data lain yang berhubungan dengan tujuan
penelitian dan yang tidak dapat diperoleh baik dengan wawancara maupun dengan
kuisioner. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang tidak bisa diperoleh
dengan cara wawancara, karena terdapat hal-hal yang bersifat rahasia,sehingga
peneliti harus belajar mengamati secara cermat kondisi yang ada di wilayah
penelitian, yang sangat mungkin itu merupakan jawaban yang diharapkan.
2. Kuisioner
Kuisioner hanya diajukan kepada responden terpilih, dimana responden yang
lokasi penelitian. Masing-masing responden diberikan pertanyaan (kuisioner) yang
sama sesuai dengan keperluannya.
3. Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk menggali informasi dengan mangajukan
pertanyaan sesuai dengan kuisioner dan melengkapi informasi lainnya sesuai dengan
tujuan penelitian. Wawancara ini terstruktur menggunakan kuisioner yang ditanyakan
kepada beberapa responden, tokoh yang ada pada desa tersebut dan aparat desa
setempat. Selain itu, wawancara juga dilakukan pada dinas pemerintah daerah yang
dianggap perlu untuk memperoleh informasi pendukung lainnya.
4. Dokumentasi
Dokumentasi berupa foto yang dapat menghasilkan data deskriptif yang
cukup berharga dan sering digunakan sebagai data pelengkap untuk meyakinkan
keadaan sebenarnya di lapangan.
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel Responden
Teknik pengambilan sampel masyarakat dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Teknik pengambilan sampel ini adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel yang diambil dari masyarakat adalah
Penentuan jumlah sampel Responden mengacu sesuai dengan rumus Slovin
(Prasetyo dan Jannah, 2007).
n =
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
N = Jumlah populasi
e = Margin error yang diperkenankan 0,1
Akan tetapi jika dalam lokasi penelitian terdapat petani bambu dengan
jumlah ≤ 100 orang maka sampel responden akan diambil semua. Hal ini sesuai
dengan literatur Arikunto (2002) dimana dinyatakan bahwa jika jumlah sampel yang
terdapat dalam lokasi penelitian berjumlah ≤ 100 maka akan dhitung semua sebagai
sampel. Maka setelah dilakukan pengamatan dilapangan didapat 22 KK saja yang
mempunyai lahan bambu di Desa Pondok Buluh, jadi sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebanyak 22 KK.
Teknik Analisis Data
Menentukan Nilai Ekonomi Bambu yang Dimanfaatkan
Data yang diperoleh dari pengamatan dilapangan baik melalui wawancara
maupun kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai barang hasil dari
bambu untuk setiap jenisnya per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung dengan
1. Harga barang yang dihasilkan dari bambu dianalisis dengan pendekatan harga
pasar.
2. Menghitung nilai rata-rata jumlah bambu yang diambil per responden
Rata-rata jumlah bambu yang diambil (Affandi dan Pantana, 2002).
RJ =
n
Xn Xii
Xi+ +...
Keterangan :
RJ :Rata-rata jumlah bambu yang diambil.
Xi : Jumlah bambu yang diambil responden.
n : Jumlah banyak pengambilan bambu.
3. Menghitung total pengambilan per unit bambu per tahun.
(Affandi dan Pantana, 2002).
TP = RJ x f
Keterangan :
TP :Total pengambilan per Tahun.
f : Frekuensi pengambilan.
4. Menghitung nilai ekonomi barang hasil dari bambu per jenis barang per tahun
NE = TP x Harga Hasil Bambu
5. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara sebagai berikut,
(Affandi dan Pantana, 2002).
%NE =
∑
NENEi
x 100%
Keterangan :
%NE : Persentase nilai ekonomi
NEi : Nilai ekonomi hasil dari bambu/jenis
∑NE : Jumlah total nilai ekonomi seluruh hasil bambu
Menentukan Kontribusi Bambu
Untuk mengetahui kontribusi bambu terhadap pendapatan dapat diketahui
dengan cara menghitung seluruh pendapatan, baik dari sumber pendapatan dari
tanaman bambu maupun sumber pendapatan lainnya. Pengumpulan data dilakukan
dengan metode wawancara terhadap responden, sedangkan persentase pendapatan
dari bambu dapat dihitung dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari
bambu dengan total seluruh sumber pendapatan responden melalui rumus sebagai
berikut :
R =
Rt Rhr
Keterangan :
R : Persentase pendapatan dari bambu.
Rhr : Pendapatan dari bambu.
Rt : Pendapatan total yaitu hasil penjumlahan antara pendapatan dari
bambu dan pendapatan dari luar bambu.
Kontribusi bambu terhadap ekonomi rumah tangga dinilai dari persentase
pendapatan yang diperoleh oleh responden dari bambu terhadap pendapatan total.
Persentase pendapatan responden dibagi ke dalam lima kelas dari pendapatan sangat
kecil hingga sangat besar (Tabel 2). Masing-masing kelas persentase pendapatan
menunjukkan keadaan tingkat pendapatan responden dari Bambu.
Tabel 2. Persentase kontribusi bambu terhadap pendapatan masyarakat
No
1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil 3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang 4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar 5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar
Jumlah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Hutan Rakyat Bambu.
Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun
memiliki luas 2.100 Ha dan memiliki potensi bambu sebesar 14,38 Ha. Hutan rakyat
bambu di desa ini sudah lama dikembangkan secara turun temurun. Hutan bambu
Pondok Buluh merupakan hasil kerja sama pemilik lahan dan masyarakat sekitar
hutan dengan dinas kehutanan pemerintahan Kabupaten Simalungun dengan tujuan
untuk mengurangi lahan kritis di daerah simalungun khususnya desa pondok buluh.
Untuk itu dibutuhkan perhatian dan peranan pemerintah untuk memfasilitasi
masyarakat untuk kepentingan pengelolaan hutan dengan baik seperti alat-alat, sarana
penampungan hasil industri kerajinan yang telah dihasilkan masyarakat.
Jenis-jenis bambu yang terdapat di Desa Pondok buluh yaitu:
1. Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) 2. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)
3. Bambu Apus (Gigantochloa apus)
Dari berbagai jenis bambu inilah masyarakat Desa Pondok Buluh dapat
mengembangkan bambu menjadi salah satu sumber penghasilan yang dapat
menambah nilai ekonomi masyarakat tersebut.
Hasil pengamatan dilapangan didapatkan bahwa terdapat 3 jenis bambu yang
Kabupaten Simalungun. Adapun klasifikasinya sesuai dengan literatur dari
(Plantamor, 2008) adalah sebagai berikut:
1. Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Widjaja, 1985)
Gambar 2 . bambu andong
Nama lokal : Bambu gombong, bambu andong, awi andong bambu
gombong, bambu andong, awi andong.
Kingdom : Plantae (tumbuhan).
Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub kelas : Commelinidae
Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa pseudoarundinacea
Batang bambu andong berwarna hijau kekuningan dengan garis kuning
yang sejajar dengan batangnya. Bambu ini membentuk rumpun yang tidak terlalu
rapat, Diameter batangnya sekitar 5-13 cm, panjang ruas rata- rata 40 sampai 60 cm,
dan ketebalan dinding batangnya 20 mm. Tanaman ini tingginya sekitar 7- 30 m,
Pelepah batang yang muda berwarna hijau pada bagian atas, bagian dalamnya licin
mengkilap dan kaku seperti kertas. Pelepah batang yang kering warnanya abu-abu
dan mudah gugur. Pelepah ini tertutup oleh miang berwarna cokelat tua. Helaian
daunnya berbentuk lanset, tidak berbulu, panjang helaian daun 22- 25 cm, dan
lebarnya 2,5 sampai 5 cm. Batang bambu andong biasa digunakan untuk bahan
bangunan, chopstick, dan untuk membuat berbagai kerajinan tangan. Rebung bambu
andong dapat dimakan tapi rasanya agak pahit, menurut Berlian dan Estu (1995)
bahwa rebung bambu andong rasanya agak pahit, biasanya direbus dulu sebelum
2. Bambu betung (Dendrocalamus asper)
Gambar 3 . bambu betung
Nama lokal : Bambu betung, awi bitung (Sunda), pring petung (Jawa), awo
petung (Bugis), bambu swanggi (Papua)
Kingdom : Plantae (tumbuhan).
Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)
Genus : Dendrocalamus
Hasil pengukuran di lapangan diperoleh data bahwa bambu betung
mempunyai jenis rumpun yang agak rapat. Warna batang hijau kekuningan-
kuningan. Ukurannya lebih tinggi dan lebih besar dari pada jenis bambu lain, tinggi
batang mencapai 20 m dengan diameter batang yang bisa mencapai 20 cm. Menurut
Berlian dan Estu (1995) ruas bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya
antara 40- 60 cm dan ketebalan dindingnya 1- 1,5 cm. Daun pelepah buluh sempit
dan melipat ke bawah.
Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena
serat-seratnya besar dan ruasnya panjang, dapat dimanfaatkan untuk saluran air,
penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam (gedek atau bilik),
dan berbagai jenis barang kerajinan. Sedangkan rebung bambu betung terkenal paling
enak karena rasanya manis, sehingga masyarakat sekitar desa Pondok Buluh sering
memanfaatkannya sebagai sayuran
3. Bambu Apus (Gigantochloa apus)
Nama lokal : Bambu apus, awi tali (Sunda), pring tali (Jawa)
Kingdom : Plantae (tumbuhan).
Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa apus
Bambu apus memiliki tinggi mencapai 20 m dengan warna batang hijau
cerah sampai kekuning-kuningan. Batangnya tidak bercabang di bagian bawah.
Diameter batang 2,5- 15 cm, tebal dinding 3- 15 mm, dan panjang ruasnya 45- 65 cm.
Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3- 15 mm, dan bentuk batang bambu
apus sangat teratur. Bambu apus berbatang kuat, liat dan lurus, jenis ini terkenal
paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang
Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Bambu
Dalam kegiatan silvikulturnya, pengelolaan hutan rakyat Desa Pondok Buluh
menggunakan pola tanam campuran karena ditanam dengan tanaman lainnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Darusman dan Hardjanto (2006) bahwa pada umumnya
hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau beberapa jenis pohon
yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa tanaman kayu-kayu
dan tanaman semusim. Adapun kegiatan silvikulturnya yaitu:
1. Persiapan Lahan
Para responden petani hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh tidak
melakukan persiapan lahan secara khusus, akan tetapi masyarakat Desa Pondok
Buluh sebagai petani bambu hanya melakukan pembersihan lahan saja, seperti
menyemprot rumput-rumputan yang tumbuh di lahan mereka, ataupun dengan
membabat rumput yang tumbuh disekitar lahan yang akan ditanami tanaman bambu.
Dalam kegiatan pembersihan lahan tersebut para petani bambu tidak memerlukan
orang lain yang dibayar untuk mengerjakan pembersihan lahannya tersebut, hal ini
dikerenakan lahan milik warga tidak begitu besar. Jika mereka memakai tenaga orang
lain untuk mengerjakan pembersihan lahan maka para petani bambu harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk proses pembersihan lahan, sedangkan
2. Pengadaan Bibit
Sebelum melakukan penanaman bambu di lahan yang telah dibersihkan
terlebih dahulu tersebut, para petani bambu telah memiliki bibit yang telah siap
ditanam. Bibit tersebut telah dibuat sendiri oleh petani bambu dengan cara stek
batang di lahan bambu tersebut. Para petani bambu membuat sendiri bibitnya dari
cabang bambu yang tumbuh dibatangnya dan dipotong untuk ditanam, mereka
melakukan pembibitan sendiri karena tidak terlalu banyak yang hendak mereka
tanam, para petani bambu hanya menanam bambu pada lahan kosong saja, sementara
dilahan itu juga telah terdapat tanaman bambu yang tumbuh secara liar, maka dari itu
para petani tidak terlalu banyak menanam bambu.
3. Penanaman
Jenis bambu yang paling dominan ditanam oleh masyarakat Desa Pondok
Buluh adalah bambu andong. Bambu ini sudah tumbuh sejak lama di lahan
masyarakat, adapun alasan petani memilih jenis bambu ini adalah dapat digunakan
sebagai pembatas lahan, pelindung dari angin dan air, selain itu cukup menambah
penghasilan masyarakat, pembelinya juga lumayan banyak dan pemeliharaannya
gampang.Berdasarkan hasil wawancara, penanaman bambu dilakukan dengan bibit
melalui stek batang dengan jarak tanam tiap rumpunnya 3 x 3 meter.
4. Pemeliharaan
Umumnya tidak dilakukan pemeliharaan khusus sejak awal penanaman. Hal
ini dikarenakan bambu itu sendiri cepat tumbuh dan berkembang, sehingga hanya
pembersihan lahan dilakukan hanya semata-mata untuk melihat anakan bambu atau
tunas bambu yang biasanya sering diambil oleh sebagian petani bambu yang
digunakan sebagai sayuran. Masyarakat sering menyebutnya dengan sayuran rebung
ataupun tunas bambu tersebut. Setelah itu, para petani bambu di desa pondok buluh
tidak ada yang melakukan perawatan khusus untuk tanaman bambu tersebut seperti
pemupukan, dan lain-lain melainkan para petani bambu kebanyakan membiarkan
tanaman bambu tersebut tumbuh secara sendirinya sampai kepada masa panen.
5. Pemanenan
Bambu yang ditanam pertama kali dipanen pada umur 4-6 tahun dan untuk
pemanenan selanjutnya dapat dilakukan pada umur 3 sampai 6 bulan. Sistem
pemanenan bambu yang dilakukan di Desa Pondok Buluh yaitu sistem tebang pilih,
hal ini sesuai dengan pernyataan Berlian dan Estu (1995) bahwa pemanenan bambu
yang biasa diterapkan di Indonesia adalah sistem tebang pilih. Menurut responden
petani hutan rakyat bambu bahwa banyaknya bambu yang siap untuk ditebang
dipengaruhi oleh kebersihan lahan dan lamanya waktu pemanenan. Adapun bambu
yang siap panen seperti jenis bambu andong yaitu: batang berwarna hijau tua kusam,
dan terdapat lingkaran putih pada batang atau batang berpanu. Jumlah bambu yang
siap untuk ditebang berkisar antara 5-10 batang/rumpun dengan panjang bambu yang
dipanen antara 8-9 meter untuk setiap batang bambunya.
Pada masa pemanenan, proses pemanenan tanaman bambu dilakukan pada
akan dapat menyebabkan tanah menjadi mudah longsor, karena akar bambu
mempunyai fungsi sebagai pengikat tanah agar tidak mudah longsor. Sesuai yang
dinyatakan Dephut, 2004) bahwa waktu yang tepat untuk memanen bambu adalah
pada awal musim kemarau. Apabila dilakukan pemanenan dilakukan pada musim
penghujan maka nantinya akan menghasilkan bambu dengan kualitas kurang baik dan
akan mempengaruhi harga jual dari bambu dan juga dapat mengakibatkan tanah
mudah longsor karena tanah sudah tidak diikat lagi oleh akar tanaman bambu
tersebut.
6. Penjualan
Setelah melakukan proses pemanenan, masyarakat Desa Pondok Buluh yang
juga sebagai petani bambu akan menjual hasil dari bambu tersebut kepada konsumen.
Sebagian besar masyarakat/petani bambu tersebut ada yang menjual bambu tersebut
dalam bentuk bambu gelondongan, dan ada juga yang menjualnya dalam bentuk
bambu belah.
Bambu dalam bentuk gelondongan dijual para petani bambu dengan harga
Rp. 3.000,00 kepada konsumen dengan panjang bambu gelondongan tersebut adalah
4 meter. Sedangkan dalam hal mempromosikan produk mereka, petani tidak
menawarkan secara langsung ke para pedagang, tetapi mereka hanya menunggu para
pembeli datang ke tempat mereka secara langsung dan umumnya pembeli tersebut
adalah orang-orang yang telah lama menjadi pelanggan tetap dari para petani
Gambar 5. bambu gelondongan yang akan dijual
Penjualan bambu juga dilakukan masyarakat Desa Pondok Buluh dalam
bentuk bambu belah. Masyarakat dengan sengaja memotong-motong bambu yang
sudah dipanen sebelumnya menjadi bentuk bambu belah, biasanya bambu belah ini
dibeli oleh para konsumen untuk dijadikan sebagai pagar. Untuk satu bambu
gelondongan masyarakat dapat menghasilkan bambu belah sebanyak 30 biji bambu
belah, sedangkan bambu yang akan dijual dalam bentuk bambu belah di ikat terlebih
dahulu menjadi ikatan-ikatan bambu belah yang sudah siap untuk dipasarkan . Satu
ikat bambu belah berjumlah 30 buah bambu belah yang akan dijual dengan harga Rp.
Gambar 6. bambu belah siap jual
Bambu yang sudah dipanen oleh para petani bambu umumnya dijual hanya
dalam bentuk bambu gelondongan dan bambu belah saja. Sedangkan untuk
produk-produk lainnya yaitu bahan kerajinan seperti keranjang, kandang ayam, dan bentuk
kerajinan lainnya para petani belum mengetahui cara untuk mengolah bambu tersebut
untuk dijadikan sebagai bahan kerajinan. Hal ini disebabkan belum pernah dilakukan
penyuluhan-penyuluhan dan pengajaran di Desa Pondok Buluh tentang pengolahan
produk dari bambu tersebut menjadi barang-barang kerajinan, maka dari itu para
petani bambu di desa tersebut menginginkan adanya bantuan dari pemerintah maupun
bantuan dari pihak luar lainnya untuk mengadakan penyuluhan-penyuluhan mengenai
pengolahan bambu demi menunjang kemajuan nilai ekonomi penduduk desa tersebut.
Nilai Ekonomi Bambu di Desa Pondok Buluh
Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang.
Nilai ekonomi hasil bambu dapat juga diartikan sebagai nilai / harga hasil bambu
yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Bambu juga termasuk
sumber daya hutan yang nilai ekonominya sangat menjanjikan. Ichwandi (1996)
mengatakan bahwa penelitian ekonomi sumber daya hutan adalah suatu metode atau
teknik untuk mengekstimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh
Bambu merupakan tanaman rakyat yang sangat penting. Banyak
kegunaannya untuk kehidupan sehari-hari, baik sebatas kebutuhan rumah tangga
maupun sebagai sumber perdagangan. Dahulu hampir tiap petani di pedesaan
memiliki tanaman bambu di kebunnya masing-masing, karena mudah tumbuh dan
banyak terdapat di mana-mana,tetapi sekarang bambu nyaris dianggap tanaman biasa
saja karena kurangnya pengetahuan masyarakat. Misalkan saja di Desa Pondok
Buluh, pengelolaan tanaman bambu seringdianggap tidak punya kelebihan apa-apa,
dan masyarakat menanam bambu hanya untuk menambah pendapatan ekonomi
sebagai pendapatan sampingan saja,padahal di negara-negara lain, bambu telah
dibudidayakan secara serius dan dijadikan sumber devisa yang sangat penting.
Dari bambu telah tercipta berbagai produk yang benar-benar dibutuhkan oleh
kehidupan manusia masa kini, seperti obat-obatan, makanan, perabotan rumah
tangga, kertas, konstruksi bangunan, jembatan, rumah, tanaman hias, konservasi, dan
sebagainya. Bambu adalah tanaman yang sangat bernilai ekonomi tinggi, hal ini
disebabkan karena tanaman bambu bisa diolah menjadi berbagai macam produk yang
bermanfaat. Antara lain dapat kita lihat banyak dijual berbagai macam produk dari
bambu berupa kursi, keranjang, meja, tempat tidur dan lain sebagainya.
Nilai ekonomi bambu diperoleh dari hasil perkalian total antara jumlah
bambu yang diambil per jenis pertahun dengan harga jual bambu per jenis. Hasil
penelitian menunjukan bahwa total nilai ekonomi bambu masyarakat di Desa Pondok
Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun adalah sebesar Rp.
yangdidapat oleh masyarakat / petani bambu adalah sebesar Rp. 1.412.300,-/tahun/kk
yang didapat dari nilai ekonomi total dibagi dengan jumlah masyarakat yang
memanfaatkan bambu tersebut(Lampiran 5).
Dalam pemanfaatan bambu di Desa Pondok Buluh, pendapatan terbesar dari
hasil penjualan bambu adalah sebesar Rp. 3.600.000,-/tahun yaitu pendapatan dari
Albiner Sinaga dengan luas lahan 1 Ha dengan frekuensi pengambilan sebanyak 3
kali dalam satu tahun, selain berprofesi sebagai petani bambu, bapak ini juga
berstatus sebagai Kepala Desa di Desa tersebut. Sedangkan pendapatan terkecil untuk
penjualan bambu adalah Rp. 700.000,-/tahun. Responden yang mendapatkan nilai
penjualan bambu terkecil ini disebabkan karena hanya memiliki lahan yang tidak
begitu besar, yaitu kurang dari 0,6 Ha. Disamping itu masyarakat yang juga petani
bambu tersebut hanya menjadikan tanaman bambu sebagai tanaman sampingan saja
sehingga hasil yang didapatkan juga kurang begitu besar.
Kontribusi Nilai Ekonomi Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat
Tanaman bambu memiliki berapa kegunaan yang sangat berguna dalam
kehidupan masyarakat. Selain memiliki kegunaan yang beragam tanaman bambu juga
mempunyai fungsi yang baik dalam segi ekologi. Menurut Widjaja (1985) bambu
merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan,
bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara
pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat
musik angklung, sayur, kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya
Maka tidak salah jika banyak masyarakat yang menjadikan tanaman bambu sebagai
salah satu penunjang kehidupannya apalagi masyarakat yang memang tinggal dan
berdekatan pada daerah yang sangat subur akan tanaman bambu.
Sebagai masyarakat tani, pendapatan utama masyarakat Desa Pondok Buluh
Kecamatan Panribuan Kabupaten Simalungun tidak hanya berasal dari sektor
pertanian saja, melainkan memiliki beragam profesi seperti Wirausaha, Peternakan,
dan juga ada yang PNS. Secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 3 yaitu tabel
pendapatan Rumah tangga per tahun dari berbagai jenis usahanya.
Tabel 3. Pendapatan Masyarakat Pondok Buluh Per Tahun Dilihat Dari Jenis Usahanya No Sumber Pendapatan Jumlah (Rp.) Presentasi (%)
1 Pertanian (Tanaman semusim) 177.400.000 45,84
2 Petani Bambu 31.070.000 8,02
3 Peternakan 19.500.000 5,03
4 Wirausaha 33.000.000 8,52
5 PNS 126.000.000 32,56
Jumlah 386.970.000 100
Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukan bahwa sumber pendapatan terbesar
adalah terbesar di Desa Pondok Buluh adalah pendapatan dari sektor pertanian yaitu
sebesar Rp. 177.400.000,-/ tahun dengan presentasi hampir 50% dan pendapatan
terendah adalah pendapatan dari sektor peternakan yaitu sebesar Rp.
19.500.000,-/tahun dengan presentasi hanya 5%. Nilai ekonomi pendapatan dari luar pemanfaatan
tanaman bambu adalah sebesar Rp. 355.900.000,-/tahun dari jumlah total hasil
pendapatan dari sektor pertanian, peternakan, wirausaha, dan juga pendapatan dari
PNS.
Hasil penelitian juga menunjukan bambu yang sudah dipanen langsung
dipotong-potong menjadi bentuk bambu belah yang biasanya digunakan para konsumen untuk
dijadikan pagar. Masyarakat atau petani bambu yang memanfaatkan bambu
gelondongan dan menjual dalam bentuk bambu belah adalah sebanyak 9 orang,
mereka menjual bambu belah tersebut dengan harga Rp. 7000,-/ikat dengan ukuran
panjang bambu adalah 2m. Sedangkan masyarakat atau petani bambu yang tidak
mengolah bambu dan menjualnya dalam benntuk bambu bulat gelondongan adalah
sebanyak 13 orang dengan harga jualnya Rp. 3000,-/batang dengan panjang bambu
yang dijual adalah sepanjang 4m (Lampiran 5).
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa hasil atau nilai yang didapat dari
hasil penjualan bambu baik berupa bambu bulat gelondongan dan bambu belah tidak
memberikan kontribusi yang nyata terhadap pendapatan masyarakat di Desa Pondok
Buluh, karena masyarakat kurang mengerti untuk mengelola bambu menjadi
produk-produk kerajinan tangan ataupun berbagai bentuk olahan lain agar dapat
menghasilkan nilai ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penjualan
bambu yang dilakukan masyarakat di desa tersebut, yaitu tanpa diolah terlebih
dahulu. Seperti yang dikatakan Widjaja (1985) dalam literturnya bahwa bambu
merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan,
bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara
pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat
Tabel 4. Presentasi Kontribusi Pendapatan Hasil dari Tanaman Bambu.
1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 22
2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil -
3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang -
4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar -
5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar -
Jumlah 22
Dari tabel diatas dapat dilihat pada hasil penelitian bahwa semua masyarakat
di Desa Pondok Buluh termaksud kedalam kontribusi pendapatan sangat kecil,
karena kontribusi pendapatan masyarakat tidak ada yang mencapai lebih dari 20%.
Hal ini disebabkan karena lahan milik rakyat tidak begitu besar dan masyarakatnya
sebagai petani bambu hanya menanam tanaman bambu untuk sumber pendapatan
sampingan saja, mereka lebih memperioritaskan sektor pertanian pada tanaman
musiman yaitu tanaman kopi (Lampiran 6).
Kendala Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu
Kendala dalam pengelolaan hutan rakyat bambu yaitu kurangnya modal,
keterampilan dan kurangnya promosi dari hutan rakyat bambu menyebabkan
terbatasnya jenis produk dari hasil hutan rakyat bambu padahal hutan bambu di desa
Pondok buluh memiliki potensi yang cukup besar. Petani hanya dapat membuat
bambu belah sebagai produk utama dari hutan rakyat bambu, karena pengerjaannya
telah mereka pelajari secara turun temurun. Sedangkan dalam hal pembuatan gedek
dan kandang ayam, pembuatannya kurang diutamakan dikarenakan modal yang
terbatas dan peralatan yang digunakan kurang. Pemasaran produk bambu yang berupa
pembelinya pun adalah orang yang telah lama menjadi pelanggan mereka. Hal ini
dikarenakan petani tidak mempunyai modal yang cukup besar untuk memasarkan
produk olahan mereka.
Sampai saat ini luas lahan hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh
Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun kian menurun. Hal ini
disebabkan banjir sehingga terjadilah tanah longsor yang mengakibatkan robohnya
rumpun bambu. Longsor yang terjadi pada lahan hutan bambu menyebabkan
kurangnya minat masyarakat terhadap bambu, karena dianggap kurang memiliki
prospek yang bagus untuk ke depannya. Karena tidak ada sarana promosi secara
langsung maupun tidak langsung menyebabkan pemasaran produk bambu tersebut
hanya terbatas pada pembeli yang datang langsung ke tempat pemasaran di desa
tersebut yang umumnya adalah pelanggan tetap mereka, atau bahkan hanya menjadi
konsumsi sendiri dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang
mengganti atau mengalokasikan lahan bambu dengan tanaman pertanian lainnya,
seperti kopi, kemiri, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan menurut mereka tanaman
pertanian tumbuhnya cepat dan dapat memberikan keuntungan yang lebih banyak
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Produk utama yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Pondok Buluh yaitu
bambu belah dengan harga jual Rp. 7.000,-/ikat/2m dan bambu bulat
gelondongan dengan harga Rp. 3.000,-/batang/4m. maka dari itu harga jual
bambu belah lebih tinggi Rp. 1.000,00 jika dibandingkan dengan bambu
yang dijual gelondongan.
2. Besar total pendapatan masyarakat dari tanaman bambu adalah sebesar Rp.
31.070.000,-/tahun dengan dan besar nilai pendapatan masyarakat secara
keseluruhan adalah Rp. 386.970.000,-/tahun
3. Kontribusi nilai ekonomi dari tanaman bambu terhadapat pendapatan
masyarakat terbesar adalah 17,35 % dan kontribusi dari tanaman bambu
terhadap pendapatan pendapatan masyarakat terkecil adalah 2,14 % dengan
rata-rata presentasi kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan
masyarakat Desa Pondok Buluh adalah sebesar 9,27 %.
Saran
Diharapkan kepada para petani hutan rakyat bambu agar dapat meningkatkan
keterampilan dan lebih berinteraksi kepada masyarakat di luar desa. Sehingga, produk