• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Edukasi dan Rehabilitasi Gizi (PERGIZI) merupakan wahana peningkatan status gizi balita di tingkat masyarakat (Posyandu) melalui kegiatan edukasi (pembelajaran/penyuluhan/KIE) dan rehabilitasi gizi (PMT, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, pemberian micronutrient). PERGIZI merupakan program yang berbasis masyarakat dan dilakukan secara terpadu, bersinergi, dan berkelanjutan. Selain itu, PERGIZI dilakukan secara bermitraan dengan lintas program dan lintas sektor serta melibatkan ibu balita dan komponen masyarakat untuk memberikan kontribusi berupa bahan makanan, tenaga atau uang. Sasaran kegiatan PERGIZI adalah semua orang tua (ibu) dan anak balita penderita gizi buruk dan gizi kurang yang berumur 6-54 bulan. Sasaran utama PERGIZI adalah semua anak balita dengan indeks antropometri berat badan menurut umur (BB/U) <-2 SD WHO 2005. Kegiatan PERGIZI dilakukan selama 24 minggu (Widodo et al. 2011). Kegiatan intervensi dilakukan selama 24 minggu dengan pertimbangan bahwa dalam waktu tersebut perubahan berat badan balita sudah dapat diamati dengan jelas.

Kegiatan utama PERGIZI meliputi: pengukuran antropometri anak balita yang meliputi penimbangan berat badan, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, PMT-bersama (pemberian makanan tambahan yang dimasak bersama dan makan bersama), pemberian micronutrient, penyuluhan gizi dan kesehatan (Widodo et al. 2011)

Pengukuran antropometri anak balita

Jenis pengukuran antropometri yang dilakukan pada kegiatan PERGIZI adalah penimbangan berat badan. Standar cara pengukuran berat badan yang digunakan adalah anak yang akan ditimbang harus mengenakan pakaian seminimal mungkin, sehingga berat anak yang ditimbang lebih tepat. Tingkat ketelitian alat ukur (timbangan) yang digunakan sebesar 0.1 kg (Widodo et al.

2011).

Dalam periode 6 minggu pertama (sejak minggu ke-nol sampai minggu ke-6), penimbangan anak balita dilakukan setiap minggu sekali yaitu setiap awal minggu (hari pertama minggu tersebut). Pada minggu ke-7 sampai minggu ke-12 penimbangan balita dilakukan setiap 2 minggu sekali. Sejak minggu ke-13 hinggan minggu ke-24 penimbangan dilakukan setiap 4 minggu sekali yaitu pada minggu ke-16, ke-20, dan ke-24. Data hasil penimbangan balita setiap bulannya tidak tersedia pada penelitian ini. Oleh karena itu, pada penelitian ini, data berat badan balita yang digunakan adalah data penimbangan berat badan balita pada awal dan akhir kegiatan PERGIZI saja.

Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan

Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan dilakukan karena anak yang menderita gizi buruk dan gizi kurang sangat rentan terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya gizi buruk dan gizi kurang. Oleh karena itu, upaya rehabilitasi balita gizi buruk dan gizi kurang harus disertai pemberian pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, dengan berpedoman pada Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan diberikan setiap 4 minggu sekali, sejak pertama kali kegiatan PERGIZI mulai dilaksanakan.

10

Jadwal pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan anak balita sasaran PERGIZI adalah hari pertama minggu ke-0, 4, 8, 12, 16, 20 dan minggu ke-24 (Widodo et al. 2011). Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan ini dilakukan oleh tenaga kesehatan atau dokter dari puskesmas wilayah setempat.

Pemberian makanan tambahan bersama (PMT-Bersama)

Balita penderita gizi buruk dan gizi kurang biasanya mempunyai nafsu makan yang tidak baik. Oleh karena itu, upaya rehabilitasi balita penderita gizi buruk dan gizi kurang harus disertai PMT-Bersama dan upaya memperbaiki nafsu makan anak. Jenis PMT-Bersama yang diberikan kepada sasaran PERGIZI adalah makanan yang padat gizi (PMT tinggi energi dan protein), yaitu makanan pokok (nasi), lauk, dan sayur.

Jumlah frekuensi pemberian PMT berupa makanan pokok beserta lauknya dilakukan sebanyak 30 kali pemberian. Jadwal pelaksanaan pemberian makanan tambahan yang dimasak dan dimakan bersama pada kegiatan PERGIZI dilakukan selama 24 minggu adalah sebagai berikut:

1. Minggu ke-0 sampai ke-1 (2 minggu): diberikan 1 kali setiap hari (14 kali pemberian).

2. Minggu ke-2 sampai ke-3 (2 minggu): diberikan 3 kali dalam seminggu (6 kali pemberian).

3. Minggu ke-4: diberikan 2 kali dalam seminggu (2 kali pemberian).

4. Minggu ke-5 sampai ke-6 (2 minggu): diberikan 1 kali dalam seminggu (2 kali pemberian).

5. Minggu ke-7 sampai ke-12 (6 minggu): diberikan 1 kali dalam dua minggu (3 kali pemberian).

6. Minggu ke-12 sampai ke-24 (12 minggu) pemberian PMT-Bersama dilakukan setiap 4 minggu sekali

Pada awal kegiatan PMT bersama diberikan setiap hari, kemudian secara bertahap frekuensi pemberiannya dikurangi menjadi 3 kali seminggu, 2 kali seminggu, sekali seminggu, dua minggu sekali, dan 4 minggu sekali. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemandirian orang tua balita agar tidak hanya bergantung pada PMT yang diberikan pada program PERGIZI. Dana dan bahan pembuatan PMT-Bersama diupayakan dapat diperoleh dari kontribusi ibu balita dan masyarakat, tetapi pengelola program harus tetap menyediakan dana pembuatan PMT-Bersama.

PMT-Bersama berupa makanan pokok, lauk pauk, dan sayur bertujuan untuk memperbaiki pola dan kebiasaan makan anak. Program PMT yang diberikan pada program PERGIZI tidak diperkenankan untuk dibawa pulang. Balita peserta PERGIZI diharuskan untuk menghabiskan PMT di tempat PERGIZI dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan apakah PMT yang telah disediakan benar-benar dimakan oleh balita. PMT dimasak oleh ibu balita bersama kader dengan bahan makanan yang tersedia secara lokal. Sambil menunggu PMT dihidangkan, balita peserta PERGIZI diajak bermain dan bernyanyi. Setelah waktu makan selesai, balita atau ibu balita mewarnai lingkaran yang menggambarkan porsi makan yang telah dihabiskan balita yaitu ¼, 2/4, ¾ atau habis 1 porsi. Hal ini dimaksudkan agar porsi makan yang dihabiskan selama mengikuti program PERGIZI dapat dilihat dengan jelas. Namun, pada penelitian ini, jumah porsi makan yang dihabiskan balita tidak tersedia sehingga tidak dapat dianalisis perkembangan porsi makannya setiap bulan (Widodo et al. 2011).

11 Pemberian micronutrient sirop Zink

Defisiensi seng dapat menyebabkan fungsi pencernaan terganggu, karena gangguan fungsi pankreas, gangguan pembentukan kilomikron, dan kerusakan permukaan saluran cerna. Selain itu dapat terjadi diare dan gangguan fungsi kekebalan. Kekurangan seng kronis dapat mengganggu sistem saraf dan fungsi otak. Kekurangan seng juga mengganggu fungsi kelenjar tiroid dan laju metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan katajaman indera serta menghambat penyembuhan luka (Almatsier 2001). Sebagian besar anak balita yang menderita gizi buruk dan gizi kurang mempunyai nafsu makan yang kurang baik bahkan sama sekali tidak mau makan, sehingga porsi makan yang biasa dimakan hanya sedikit. Oleh karena itu, diberikan micronutrient berupa mineral zink (sirop zink) untuk meningkatkan nafsu makan balita sasaran PERGIZI.

Frekuensi pemberian sirop zink dilakukan satu kali sehari dengan dosis (bayi 6-11 bulan 2.5 ml = ½ sendok takar dan anak 12-59 bulan 5 ml = 1 sendok takar). Lama pemberian minimal 8 minggu maksimal 12 minggu (Widodo et al.

2011). Hal ini mengacu pada hasil penelitian Mundiastuti (2003) yang menunjukkan bahwa kenaikan nilai z-score BB/U pada sampel kelompok perlakuan (diberi suplemen seng) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada pengamatan I (setelah pemberian suplemen seng selama 1.5 bulan). Namun pada pengamatan II (setelah pemberian suplemen seng selama 3 bulan), kenaikan nilai z-score BB/U menunjukkan perbedaan yang cukup bermakna. Hal inilah yang mendasari mengapa suplemen zink diberikan setiap hari selama 12 minggu atau 3 bulan.

Penyuluhan gizi dan kesehatan

Praktik cara merawat dan memberi makan anak yang tidak tepat merupakan salah satu penyebab utama terjadinya gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita. Rendahnya tingkat pendidikan serta kurangnya penyuluhan gizi dan kesehatan kepada ibu balita, ibu hamil, dan ibu menyusui merupakan penyebab utama buruknya cara merawat dan memberi makan anak balita. Oleh karena itu, upaya peningkatan status gizi balita harus disertai upaya mengubah perilaku ibu balita tentang cara merawat dan memberi makan anak balita dengan perilaku yang lebih baik dan lebih sehat (Widodo et al. 2011).

Upaya memperbaiki praktik cara merawat dan memberi makan bayi dan anak balita dilakukan melalui penyuluhan gizi dan kesehatan dengan strategi yang tepat. Strategi dan materi penyuluhan gizi dan kesehatan yang diterapkan dalam kegiatan PERGIZI adalah penyuluhan berdasarkan masalah yang dihadapi dan cara mengatasi masalah tersebut. Topik utama materi penyuluhan untuk rehabilitasi anak balita gizi buruk dan gizi kurang meliputi (Widodo et al. 2011):

1. Penyebab gangguan gizi pada anak balita 2. Cara merawat anak balita gizi buruk

3. Cara memberi makan anak balita gizi buruk 4. Cara merawat anak gizi kurang

5. Cara memberi makan anak gizi kurang 6. Cara mengatasi anak sulit makan 7. Cara mempertahankan berat badan anak

8. Cara mengelola waktu dan sumberdaya keluarga 9. Makanan sehat untuk anak dan balita

12

Kegiatan penyuluhan gizi dan kesehatan dilakukan setiap ada kegiatan PERGIZI yaitu sebanyak 30 kali yang dilakukan pada saat menunggu disajikannya PMT ataupun pada saat pemeriksaan kesehatan. Beberapa materi atau topik yang diberikan lebih dari satu kali dalam pelaksanaannya. Selain disesuaikan dengan kondisi di lapangan, hal tersebut juga dimasudkan untuk mengingatkan kembali tentang materi yang pernah diberikan sebelumnya. Penyuluhan gizi dan kesehatan pada saat pelaksanaan PERGIZI paling sering dilakukan oleh kader. Teknik komunikasi dan materi penyuluhan yang diterapkan pada kegiatan PERGIZI diajarkan dan diberikan kepada kader dan petugas kesehatan melalui pelatihan dan pendampingan. Penyuluhan yang dilakukan oleh kader sebagian besar untuk memotivasi ibu balita agar lebih sabar dan telaten dalam memberi makan anak ketika di rumah. Selain itu, kader juga memotivasi agar lebih semangat dan rajin dalam mengikuti program PERGIZI (Widodo et al.

2011).

Selain pemberian penyuluhan, pada saat kegiatan PERGIZI juga dilakukan kegiatan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan, memakai alas kaki ketika datang ke posyandu, meminta pedagang keliling tidak menjajakan dagangan di lokasi kegiatan PERGIZI, dan memotong kuku anak balita yang masih panjang, serta mempraktikkan cara membuat Formula-75 dan Formula-100 (Widodo et al. 2011).

Secara lengkap jadwal pelaksanaan kegiatan PERGIZI selama 24 minggu disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Jadwal kegiatan PERGIZI selama 24 minggu

Jenis Kegiatan Minggu ke :

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 PMT-Bersama 7x 7x 3x 3x 2x 1x 1x - 1x - 1x - 1x - - - 1x - - - 1x - - - 1x Pemberian micronutrient 7x 7x 7x 7x 7x 7x 7x 7x 7x 7x 7x 7x 1x - - - - - - - - - - - - Penimbangan berat badan 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x - 1x - 1x - 1x - - - 1x - - - 1x - - - 1x Penyuluhan gizi - kes 7x 7x 3x 3x 2x 1x 1x - 1x - 1x - 1x - - - 1x - - - 1x - - - 1x Pemeriksaan pengobatan 1x - - - 1x - - - 1x - - - 1x - - - 1x - - - 1x - - - 1x

Karakteristik Contoh

Karakteristik contoh yang diidentifikasi adalah umur dan jenis kelamin. Rata-rata usia balita 29.16±13.5 bulan (95% CI: 26.90-31.41) dengan usia termuda 6 bulan dan usia tertua 54 bulan. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan usia (bulan) dan jenis kelamin.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin

Kelompok usia (bulan)

Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan n % n % n % 6-11 4 5.90 9 12.30 13 9.20 12-23 21 30.90 22 30.10 43 30.50 24-35 17 25.00 16 21.90 33 23.40 36-47 19 27.90 19 26.00 38 27.00 48-59 7 10.30 7 9.60 14 9.90 Total 68 100.00 73 100.00 141 100

13 Tabel 4 menjelaskan bahwa sebagian besar (lebih dari separuh) contoh yang digunakan dalam penelitian berjenis kelamin perempuan. Penelitian yang dilakukakan oleh Pradhan di Nepal yang menunjukkan bahwa balita perempuan mempunyai persentase lebih besar dalam masalah gizi baik masalah gizi yang berupa underweight, stunting, maupun wasting (Pradhan 2006). Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya pola sosial kebudayaan berupa pembagian makan dalam keluarga yang lebih mengutamakan laki-laki dibandingkan perempuan. Meskipun demikian, selisih antara jumlah contoh laki-laki dan perempuan tidak terlalu besar. Jumlah contoh terbesar adalah pada kelompok usia 12-23 bulan.

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Karakteristik sosial ekonomi keluarga yang diidentifikasi adalah usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, besar keluarga, dan status ekonomi keluarga. Berikut ini adalah sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga

No Karakteristik Gizi buruk Gizi kurang Menuju gizi kurang Total n % n % n % n % 1 Usia ayah ≤ 40 tahun 15 93.8 56 77.8 4 80.8 113 80.7 > 40 tahun 1 6.2 16 22.2 1 19.2 27 19.3 2 Usia ibu ≤ 40 tahun 15 93.8 71 97.3 49 94.2 135 95.7 > 40 tahun 1 6.2 2 2.7 3 5.8 6 4.3

3 Tingkat pendidikan ayah

< SMA 11 68.8 47 65.3 26 50 84 60

≥ SMA 5 31.2 25 34.7 26 50 56 40

4 Tingkat pendidikan ibu

< SMA 13 81.2 42 57.5 36 69.2 91 64.5 ≥ SMA 3 18.8 31 42.5 16 30.8 50 35.5 5 Besar keluarga ≤ 4 orang 9 56.2 38 52.8 30 57.7 77 55 > 4 orang 7 43.8 34 47.2 22 42.3 63 45 6 Ekonomi keluarga Mampu 3 18.8 11 15.1 9 17.3 23 16.3 Tidak mampu 13 81.2 62 84.9 19 82.7 118 83.7

Sebagian besar orang tua contoh baik ayah maupun ibu memiliki usia kurang dari 40 tahun dengan rata-rata usia ayah sebesar 34.35±7.020 tahun dan ibu 29.55±6.238 tahun. Usia ayah contoh berkisar antara 20 tahun hingga 58 tahun sedangkan usia ibu berkisar antara 17 tahun hingga 46 tahun. Lebih dari separuh tingkat pendidikan ayah dan ibu contoh adalah kurang dari SMA (tidak sekolah-SMP). Contoh sebagian besar berasal dari keluarga yang anggotanya kurang dari atau sama dengan empat orang (55%) dan ekonomi yang tidak mampu (83.7%)

14

Partisipasi Ibu Balita

Tingkat partisipasi balita selama mengikuti kegiatan PERGIZI dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu: (1) aktif, adalah anak balita yang mengikuti kegiatan setiap jadwal penimbangan dan hadir sebanyak 21 – 30 kali; (2) kurang aktif, adalah anak balita yang mengikuti kegiatan sebanyak 16 – 21 kali dan hadir pada saat kegiatan terakhir/evaluasi; dan (3) tidak aktif, adalah anak balita yang mengikuti kegiatan sebanyak 10 – 15 kali dan hadir pada saat kegiatan terakhir/evaluasi (Widodo et al. 2013). Data partisipasi ibu balita dalam mengikuti kegiatan PERGIZI berdasarkan frekuensi kehadiran disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Partisipasi ibu balita menurut frekuensi kehadiran mengikuti kegiatan PERGIZI

Status gizi Partisipasi Total

Aktif Kurang aktif Tidak aktif

n % n % n % n %

Gizi buruk 10 62.50 2 12.50 4 250 16 100

Gizi kurang 50 68.50 21 28.80 2 2.70 73 100

Menuju gizi kurang 36 69.20 14 26.90 2 3.80 52 100

Total 96 68.10 37 26.20 8 5.70 141 100

Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa jumlah balita yang aktif mengikuti kegiatan PERGIZI sebesar 68.1 %. Hal tersebut dibuktikan dengan persentase masing-masing kelompok balita dengan status gizi buruk, gizi kurang dan menuju gizi kurang yang aktif mengikuti kegiatan PERGIZI masing-masing sebesar 62.5%, 68.5%, dan 69.2%. Partisipasi ibu balita dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan PERGIZI termasuk kategori cukup baik. Hal tersebut tidak terlepas dari peran, dukungan, dan tanggung jawab yang sangat tinggi dari para kader Posyandu, kader PKK, tokoh masyarakat, Kepala Puskesmas, TPG, dan bidan desa. Adapun alasan anak balita tidak dapat secara aktif hadir sesuai jadwal adalah orang tua repot, anak sakit, orang tua sakit, ada acara keluarga, lupa, dan hujan.

Perkembangan Status Gizi

Indikator utama hasil rehabilitasi melalui kegiatan PERGIZI adalah peningkatan status gizi balita contoh yang diukur berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U). Berbagai indeks antropometri, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas yang paling umum digunakan saat ini adalah dengan memakai standar deviasi unit (SD) atau disebut juga z-score. Rata-rata z-score BB/U balita sebelum mengikuti PERGIZI sebesar -2.2709 ± 0.53337 sedangkan setelah mengikuti program PERGIZI selama 24 minggu rata-rata z-score BB/U balita menjadi sebesar -1.9176 ± 0.66726. Rata-rata z-score balita setelah mengikuti program PERGIZI adalah nyata lebih tinggi dibandingkan sebelum mengikuti program tersebut (p<0.05). Hal ini diduga karena selama mengikuti program PERGIZI contoh

15 mendapatkan PMT bersama dan suplemen zink yang dapat meningkatkan nafsu makan anak.

Data status gizi balita contoh didapatkan dari data z-score balita yang telah dikategorikan berdasarkan rekomendasi. Rekomendasi dalam menilai status gizi anak di bawah lima tahun yang dianjurkan untuk digunakan di Indonesia adalah baku World Health Organization-National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berikut ini disajikan data status gizi anak balita dilihat dari nilai skor-z terhadap berat badan menurut umur (BB/U) pada awal dan akhir kegiatan PERGIZI.

Tabel 7 Status gizi berdasarkan indeks BB/U balita pada awal dan akhir kegiatan PERGIZI

Status Gizi Awal Akhir

n % n %

Gizi buruk 16 11.3 6 4.3

Gizi kurang 73 51.8 53 37.6

Menuju Gizi kurang 52 36.9 48 34

Gizi baik 0 0 34 24.1

Total 141 100 141 100

Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status gizi balita sebelum dan setelah mengikuti program PERGIZI. Sebagian besar balita mengalami perubahan status gizi. Hal ini dapat dilihat bahwa persentase gizi buruk menurun dari 11.3% menjadi 4.3%, status gizi kurang menurun dari 51.8% menjadi 37.6%, status gizi menuju kurang menurun dari 36.9% menjadi 34%, dan terjadi peningkatan status gizi baik yaitu dari 0% menjadi 24.1%. Namun, perubahan status gizi yang dialami balita beragam yaitu ada yang mengalami peningkatan status gizi, ada yang status gizinya tetap, dan ada juga yang mengalami penurunan status gizi. Sebanyak 48.2% balita mengalami peningkatan status gizi, 48.9% balita status gizinya tetap, dan 2.8% balita mengalami penurunan status gizi. Balita yang mengalami penurunan status gizi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ada balita yang memang tidak aktif mengikuti PERGIZI, balita mengalami ISPA, dan ada yang mengalami kecacingan dan mengonsumsi obat cacing.

Berikut ini adalah tabel perkembangan status gizi balita berdasarkan status gizi awal balita.

Tabel 8 Perkembangan status gizi (BB/U) balita berdasarkan status gizi awal

Status gizi

Status gizi balita pada akhir program PERGIZI

Gizi buruk Gizi kurang Menuju gizi

kurang

Gizi baik

n % n % n % n %

Gizi buruk (n=16) 6 37.5 10 62.5 0 0 0 0

Gizi kurang (n=73) 0 0 39 53.4 24 32.8 10 13.6

Munuju gizi kurang (n=52)

0 0 4 7.6 24 46.2 24 46.2

Tabel 8 tersebut menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin jelek status gizi balita maka semakin banyak mengalami peningkatan status gizi. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase balita gizi buruk yang mengalami peningkatan sebesar 62.5%, balita gizi kurang yang mengalami peningkatan status

16

gizi sebesar 46.4% (penjumlahan status gizi menuju kurang dengan gizi baik), serta 46.2% balita dengan status gizi menuju kurang mengalami peningkatan menjadi status gizi baik. Peningkatan status gizi ini diduga karena adanya pemberian intervensi sirop zink pada program PERGIZI. Menurut Suharto et al.

(2011) suplementasi zink berpengaruh signifikan atau bermakna dalam peningkatan status gizi balita. Hal tersebut dapat terjadi karena Zink bermanfaat dalam membantu selera makan, meningkatkan kekebalan tubuh dan meningkatkan pertumbuhan anak.

Tabel 8 tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 7.6% balita menuju gizi kurang mengalami penurunan status gizi. Penurunan status gizi balita dengan status menuju gizi kurang tersebut karena z-score awal balita sudah mendekati

borderline status gizi kurang dan sebanyak 50% mengalami ISPA. Selain itu, persepsi orang tua yang cenderung menganggap bahwa status menuju gizi kurang tidak lebih parah dari gizi buruk maupun gizi kurang diduga turut menentukan hal tersebut. Orang tua yang memiliki anak gizi buruk cenderung menganggap bahwa anaknya berada dalam kondisi yang parah sehingga orang tua memberikan perhatian serta pola asuh yang lebih. Selain itu, orang tua yang memiliki anak dengan status gizi kurang atau gizi buruk cenderung akan melakukan usaha yang lebih besar agar status gizi anaknya bisa membaik. Sebaliknya, orang tua yang memiliki anak dengan status menuju gizi kurang mendapatkan perhatian yang lebih rendah dibandingkan yang gizi buruk maupun gizi kurang. Perhatian orang tua tersebut dapat tercermin dari pola asuh yang dilakukan orang tua tehadap anak di rumah termasuk pola asuh makan dan pola asuh kesehatan.

Perubahan status gizi terjadi karena ada perubahan (kenaikan atau penurunan) berat badan anak. Kenaikan berat badan diperoleh dari selisih antara berat badan akhir dengan berat badan awal. Secara keseluruhan, rata-rata kenaikan berat badan balita sebesar 1.27 ± 0.626 kg. Kenaikan berat badan balita berkisar antara 0.25 hingga 3.7 kg. Berikut ini disajikan data rata-rata perubahan (kenaikan) berat badan balita berdasarkan tingkat kehadiran dalam mengikuti kegiatan PERGIZI.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata kenaikan berat badan dan keaktifan partisipasi ibu

Partisipasi Rata-rata kenaikan berat badan (kg)

Aktif 1.392

Kurang aktif 1.143

Tidak aktif 1.106

Tabel 9 menunjukkan bahwa kenaikan berat badan contoh pada kelompok balita yang aktif lebih besar dibandingkan dengan yang kurang aktif maupun tidak aktif. Kecenderungan kenaikan berat badan yang lebih tinggi pada kelompok yang aktif ini diduga karena semakin aktif balita dalam mengikuti program PERGIZI, balita akan semakin rutin untuk mendapatkan sirop zink. Ratnasari (2012) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa pemberian zink pada balita gizi kurang dengan kadar albumin rendah secara klinik dapat dikatakan bahwa suplementasi zink dapat meningkatkan sensitivitas taste buds. Dalam keadaan normal konsumsi zink yang cukup akan memperbaiki struktur taste buds sehingga fungsi indra pengecap kembali normal dan adanya perubahan perbaikan terhadap taste acuity. Berfungsinya kembali indra pengecap berdampak pada pemilihan makanan dan

17 tingkat konsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan berat badan balita. Berikut ini disajikan tabel perubahan status gizi balita berdasarkan kehadiran / partisipasi dalam kegiatan PERGIZI.

Tabel 10 Perubahan status gizi contoh berdasarkan kehadiran dalam kegiatan PERGIZI

Partisipasi

Perubahan status gizi Total

Naik Tidak naik

n % n % n %

Aktif 49 51 47 49 96 100

Kurang aktif 17 45.9 20 54.1 37 100

Tidak aktif 2 25 6 75 8 100

Total 68 48.2 73 51.8 141 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase contoh yang mengalami kenaikan status gizi terbesar pada kelompok yang aktif (51%) sedangkan contoh yang tidak mengalami kenaikan status gizi terbesar pada kelompok yang tidak aktif (75%). Ada kecenderungan bahwa semakin aktif maka adanya kenaikan status gizi juga semakin besar begitu pula sebaliknya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muljati et al. (2007) yang menyatakan bahwa kepatuhan ibu membawa subjek (balita kurus dan kurus sekali) berobat ke klinik gizi memiliki peran penting dalam upaya pemulihan secara rawat jalan di klinik gizi. Subjek yang patuh baik pemantauan pertumbuhan ataupun status kesehatannya dapat dilakukan lebih baik daripada yang tidak patuh. Disamping itu, ibu yang patuh akan mendapat kesempatan lebih sering terpapar dengan pengetahuan gizi dan kesehatan melalui penyuluhan yang disampaikan.

Perbaikan Nafsu Makan

Kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) yang dilakukan pada program PERGIZI berupa makanan pokok, lauk-pauk, sayur, dan buah-buahan dan dimakan bersama-sama. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana makan yang menyenangkan bagi anak agar anak terbiasa dan mau makan makanan pokok. Frekuensi pemberian PMT bersama selama 24 minggu adalah 30 kali dan pelaksanaannya mengikuti jadwal yang telah disusun. Penghentian pemberian PMT bersama dilakukan secara bertahap yaitu setiap hari, 3 kali seminggu, 2 kali seminggu, sekali seminggu, 2 minggu sekali, dan 4 minggu sekali. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemandirian orang tua balita agar tidak hanya bergantung pada PMT yang diberikan pada program PERGIZI.

Selain pemberian PMT-bersama, juga diberikan sirup zink untuk

Dokumen terkait