• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaharu merupakan produk hasil hutan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dari tanaman jenis Aquilaria spp. Manfaat masyarakat yang serta merta memperngaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya. Sebagai tanaman kehutanan, Aquilaria malaccensis juga memiliki manfaat ekologis yaitu menjaga kelestarian lingkungan yang berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional baik dari aspek ekologi, ekonomi, maupun aspek sosial budaya, yang dewasa ini terdapat kebiasan merubah fungsi hutan menjadi lahan perkebunan tanpa mempertimbangkan dampak dari perubahan itu. Sehingga diharapkan dari usaha budidaya ini tercapai kelestarian lingkungan, peningkatan ekonomi serta taraf hidup masyarakat

Pepohonan yang merupakan sumberdaya alam yang terbaharui harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumberdaya alam harus dijaga memperbaharui selalu terpelihara. Pembangunan kehutanan harus makin diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan hutan bagi industri dalam negeri sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya.

Potensi Pengembangan Gaharu

Pada lokasi 1 terdapat 162 batang tanaman Aquilaria malaccensis telah diinokulasi yang memiliki nilai komersial dari total tanaman sebanyak 2500 batang dengan total volume 648 Kg gubal gaharu kualitas kelas C. Usia tanaman

Aquilaria malaccensis hingga kini telah mencapai 6 tahun lebih, dan diharapkan pada pemanenan saat umur 7-8 tahun volume dapat bertambah.

Sedangkan pada lokasi 2 terdapat 110 batang Aquilaria malaccensis telah diinokulasi yang memiliki nilai komersial dari total tanaman sebanyak 800 batang dengan total volume 360 Kg gubal gaharu kualitas C. Usia tanaman pada lokasi ini telah mencapai umur 7 tahun. Potensi yang dihasilkan pada kedua areal ini cukup jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena faktor tempat tumbuh dan perlakuan yang berbeda pada kedua tempat tersebut.

Dari hasil pengukuran tegakan terhadap pengembangan gaharu yang telah dilakukan, volume terbesar terdapat pada lokasi 1 yang disebabkan jumlah tanaman Aquilaria malaccensis yang telah diinokulasi lebih banyak, dan juga kondisi fisik tanaman yang lebih baik di lokasi 1 dari pada kondisi fisik tanaman di lokasi 2.

Rincian Biaya Budidaya Gaharu

Budidaya gaharu seluas 1 hektar yang dikembangkan di lokasi 1 ini merupakan dari jenis Aquilaria malaccensis yang merupakan spesies endemik yang terdapat di wilayah kepulauan Indonesia. Pada areal seluas 1 hektar tersebut terdapat 2500 batang tanaman Aquilaria malaccensis dengan jarak tanam 2 x 2 meter. Untuk bibit dari Aquilaria malaccensis di lokasi ini didapatkan dari hasil pembibitan sendiri pemilik, dengan harga Rp. 2.000,00/ bibit. Seperti pernyataan Sumarna (2012), untuk budidaya monokultur dapat dipola sesuai program Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan jarak tanam 2 x 3 m atau 3 x 3 m ( 1000 – 1600 pohon/Ha) dan bila terpola secara diversifikasi (agroforestry, hutan campuran) ideal berjarak tanam 4 x 5 m (500 batang/Ha) atau 5 x 5 m (400 batang/Ha).

Hasil wawancara yang dilakukan, rincian total biaya budidaya gaharu dalam satu daur panen pada lokasi 1 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Rincian biaya budidaya Gaharu pada areal Mahmuddin Sani

No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp) 1 Sewa Lahan 1 Ha 2.000.000 16.000.000 2 Bibit Gaharu 2500 Btg 2000 5.000.000 3 Peralatan

Sewa Traktor 1 Buah 1.000.000 1.000.000

Cangkul 7 Buah 30.000 210.000

Parang 4 Buah 35.000 140.000

4 Pupuk, Herbisida dan Pestisida

Kandang 375 Kg 1.000 375.000

Urea 1250 Kg 2.000 2.500.000

Pestisida 3 Btl 80.000 720.000

5 Pengolahan Lahan 30 HOK 40.000 1.200.000

6 Penanaman 2500 Lbg 1.000 2.500.000

7 Pemeliharaan

Penyiangan 14 HOK 40 2.800.000

Pemupukan 7 HOK 40 1.680.000

8

Pengendalian hama dan

penyakit 4 HOK 40 480.000

9 Penyuntikan fusarium 162 Phn 150 24.300.000

10 Pemanenan 162 Phn 150 24.300.000

Biaya Total 83.205.000

Pada lokasi 1 ini merupakan lahan milik pribadi, karena dalam kriteria penghitungan analisis finansial harga sewan lahan harus ditetapkan maka sewa lahan ditetapkan sebesar Rp 2.000.000 per hektar pertahunnya. Nilai ini berdasarkan harga sewa lahan pada lokasi sekitar . Biaya untuk awal penanaman 2500 batang dari jenis Aquilaria malaccensis dari penyewaan traktor untuk pembersihan lahan Rp. 1.000.000,00, peralatan penunjang seperti parang dan cangkul Rp. 250.000,00. Untuk biaya penanman di areal ini dilakukan dengan

sistem borong per lubang tanamnya Rp. 1.000,00, maka biaya penanaman keseluruhan Rp. 2.500.000,00.

Di tempat ini tanaman Aquilaria malaccensis telah berumur 6 tahun, dan telah dilakukan penyuntikan fusarium untuk memebentuk gubal gaharu. Dari 2500 pohon yang terdapat di areal tersebut hanya 162 pohon yang dilakukan penyuntikan, ini dikarenakan tidak semua pohon memiliki kriteria untuk pembentukan gubal gaharu tersebut. Penyuntikan fusarium untuk areal ini dilakukan langsung oleh pemilik dikarenakan beliau telah bekerja sama dengan BALITBANG Kementerian Kehutanan dalam pembentukan fusarium. Untuk biaya penyuntikan satu pohon Aquilaria malaccensis membutuhkan biaya Rp. 150.000,00 dan total keseluruhan biaya yang yang dikeluarkan untuk penyuntikan 162 batang Aquilaria malaccensis adalah Rp. 24.300.000,00.

Pada proses pemanenan gaharu dilakukan dengan sistem borongan, dimana proses penebangan sampai dengan pemisahan gubal gaharu dipatok harga Rp. 150.000,00 untuk satu batang pohon. Total biaya keseluruhan dalam pemanenan 162 batang adalah Rp. 24.300.000,00. Biaya ini sama besarnya dengan penyuntikan fusarium dan merupakan biaya terbesar dalam satu daur tanam.

Pada lokasi 2 ini, bibit diperoleh dari pembibitan yang ada pada lokasi 1 dengan jenis yang sama. Adapun rincian biaya budidaya gaharu yang dikeluarkan pada lokasi 2 ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rincian biaya budidaya Gaharu pada areal Ponijo Sukendar

No. Uraian Jumlah Harga

Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

1 Sewa Lahan 1 Ha 2.500.000 20.000.000

2 Bibit Gaharu 800 Btg 5.000 4.000.000

3 Peralatan

Sewa Traktor 1 Buah 1.000.000 1.500.000

Cangkul 7 Buah 30.000 210.000

Parang 6 Buah 35.000 210.000

4

Pupuk, Herbisida dan Pestisida

Dolomit 2800 Kg 1.000 2.800.000

NPK 480 Kg 2.000 960.000

Herbisida 3 Ltr 80.000 720.000

5 Pengolahan Lahan 30 HOK 40.000 1.200.000

6 Penanaman 800 Lbg 500 400.000

7 Pemeliharaan

Penyiangan 14 HOK 40.000 2.800.000

Pemupukan 6 HOK 40.000 1.440.000

8

Pengendalian hama dan

penyakit 4 HOK 40.000 480.000

9 Penyuntikan fusarium 110 Phn 150.000 16.500.000

10 Pemanenan 110 Phn 150.000 16.500.000

Biaya Total 69.720.000

Pada lokasi 2 ini status lahan sama seperti lokasi 1, untuk sewa lahan dilokasi 2 ini ditetapkan sebesar Rp. 2.500.000,00 per hektar pertahunnya. Harga bibit di lokasi 1 ini adalah Rp. 5.000,00, perbedaan harga dengan lokasi 1 dibesabkan karena biaya pengangkutan sampai ke lokasi 2. Untuk jarak tanam pada areal ini dengan jarak 3 x 4 meter, dan pada areal ini terdapat 800 pohon. Biaya awal untuk penanaman 800 batang dari jenis Aquilaria malaccensis dari penyewaan traktor untuk pembersihan lahan Rp. 1.000.000,00, peralatan penunjang seperti parang dan cangkul Rp. 420.000,00. Untuk biaya penanaman di areal ini dilakukan dengan sistem borong per lubang tanamnya Rp. 500,00, maka biaya penanaman keseluruhan Rp. 400.000,00.

Di tempat ini tanaman Aquilaria malaccensis telah berumur 7 tahun, dan telah dilakukan penyuntikan fusarium untuk memebentuk gubal gaharu. Dari 800 pohon yang terdapat di areal tersebut hanya 110 pohon yang dilakukan penyuntikan, ini dikarenakan tidak semua pohon memiliki kriteria untuk pembentukan gubal gaharu tersebut. Penyuntikan fusarium untuk areal ini dilakukan oleh pihak luar dari lembaga penelitian Sei Putih Galang. Untuk biaya penyuntikan satu pohon Aquilaria malaccensis membutuhkan biaya Rp. 150.000,00 dan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk penyuntikan 110 batang adalah Rp. 16.500.000,00.

Pada proses pemanenan gaharu dilakukan dengan sistem kemitraan, dimana sebelum pemanenan telah dilakukan kerja sama dengan salah satu koperasi dan pihak luar dengan nilai jual gubal gaharu dipatok pada harga Rp. 500.000,00. Pemilik hanya mengeluarkan biaya untuk proses penebangan sampai dengan pemisahan gubal gaharu dengan harga Rp. 150.000,00/ pohon.

Jumlah pohon yang diinokulasi pada kedua lokasi hanya sebagian kecil dari jumlah pohon yang ada di lokasi disebabkan oleh 2 faktor: faktor pertama ialah kriteria diameter batang yang dapat diinokulasi adalah berdiameter diatas 10 cm, faktor kedua adalah keterbatasan biaya petani dalam penyuntikan fusarium. Diketahui untuk penyuntikan fusarium satu pohon diperlukan biaya sebesar Rp. 150.000, maka dari itu penyuntikan seluruh tanaman dilakukan secara bertahap. Keuntungan pemanenan dari periode pertama ini akan dialokasikan untuk penyuntikan fusarium pada periode berikutnya. Perbedaan penanaman dan pemeliharaan pada kedua lokasi disebabkan nilai dari upah kerja disetiap tempat yang tidak sama.

Asumsi pembentukan gubal dan harga gaharu

Diketahui harga jual gaharu ditingkat produsen bervariasi tergantung kulitas gaharu yang terbentuk. Kualitas A sebesar Rp. 2.000.000,00/ Kg, kualitas B Rp 1.500.000,00/ Kg dan untuk kualitas C Rp. 500.000,00/ Kg, untuk gaharu yang dihasilkan dari budidaya di lokasi 1 dan lokasi 2 dipatok pada gaharu kualitas C dengan tingkat keberhasilan mencapai 2- 10 Kg per pohon, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Forestry Research Development Agency tahun 2011 ditunjukkan pada Tabel 3. Berikut :

Tabel 3. Asumsi pembentukan gubal gaharu setelah inokulasi. Umur pemanenan gaharu setelah diinokulasi Diameter ≥ 5 - ≤ 15 Cm Diameter ≥ 15 - ≤ 25 Cm Diameter ≥ 25 - ≤ 35 Cm Kelas A Kelas

C Kelas A Kelas C Kelas A Kelas C

1 tahun gaharu 0.45 2 0.60 3 0.75 4

2 tahun gaharu 0.60 3 0.75 4 0.90 5

3 tahun gaharu 0.75 4 0.90 5 1.05 6

4 tahun gaharu 0.90 5 1.05 6 1.20 7

Dari data yang telah diambil dilapangan berdasarkan kelas diameter pohon

Aquilaria malaccensis, hasil keseluruhan gubal gaharu yang terbentuk pada kedua areal budidaya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Total asumsi pendapatan

Lokasi Total volume gubal gaharu (Kg) Pendapatan a. Areal budidaya Gaharu Mahmuddin Sani 648 324.000.000

b. Areal budidaya Gaharu Ponijo Sukendar 360 180.000.000

Berdasarkan hasil diatas dapat kita lihat bahwa jumlah gubal gaharu yang dapat dipanen pada lokasi 1 sebesar 648 Kg, sedangkan pada lokasi 2 sebesar 360 Kg. Perbedaan jumlah yang sangat jauh ini dapat dikarenakan faktor tempat

tumbuh di kedua areal yang berbeda, sehingga mempengaruhi proses pertumbuhan tananaman. Lokasi 1 berada pada ketinggian + 105 mdpl yang memiliki curah hujan antara 3500-4500 mm pertahun dengan tingkat kelembaban rata-rata sebesar 96,2% dan temperatur udara rata sebesar 22,5 °C. Sedangkan ketinggian lokasi 2 + 50 mdpl dan curah hujan antara 1500-2500 mm pertahun, untuk temperatur udara rata-rata 26,7 °C dengan kelembaban 84% (Pemprovsu, 2013)

Kriteria kedua lokasi ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2009) tentang kondisi tempat Aquilaria malaccensis yang tumbuh di dataran rendah hingga pegunungan, 0-750 mdpl, suhu rata - rata 32°C dengan kelembaban rata - rata 70%, curah hujan sekitar 2000 mm. Pada lokasi 1 lebih baik dalam pertumbuhannya dan mencapai hasil yang lebih besar dibandingkan pada lokasu 2 karena kondisi iklim lebih baik dari pada lokasi 2.

Analisis Finansial Budidaya Gaharu

Suatu Usaha yang dilaksanakan untuk memperoleh keuntungan (benefit) yang maksimal. Besar kecilnya nilai keuntungan dari hasil produksi. Maka dalam suatu perencanaan untuk melakukan usaha harus memperhitungkan apakah usaha tersebut dapat mendatangkan keuntungan atau tidak.

Selain itu, setiap usaha yang dilakukan oleh setiap orang perlu diketahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, jumlah keuntungan dan jangka waktu berapa lama investasi dapat kembali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah suatu usaha memiliki kelayakan sebagai

suatu usaha yang bermanfaat. Untuk mengetahui itu maka perlu dilakukan analisis finansial.

Analisis finansial merupakan suatu alat untuk mengukur layak atau tidaknya suatu investasi apabila diukur dari aspek keuangan. Pada umumnya, terdapat kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang tergantung kepada kondisi dan kebutuhan yaitu NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Returns).

Dalam penelitian ini, hasil yang diperoleh memberikan prospek finansial yang cukup baik. Hal ini terlihat dari berbagai kriteria finansial yaitu NPV, BCR, dan IRR pada tingkat suku bunga 12,1%. Untuk menghitung ketiga kriteria tersebut maka sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu besarnya penerimaan, pengeluaran, dan pendapatan suatu usaha (Lampiran 2 dan 3). Nilai masing-masing kriteria finansial ditunjukkan pada Tabel 5, 6, 7, 8 dan hasil perhitungan ditunjukkan pada lampiran 4, 5, 6, 7, 8 dan 9.

Net Present Value (NPV)

NPV merupakan selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan. Nilai positif NPV dari satu sistem kegiatan investasi menunjukkan bahwa suatu usaha cukup menguntungkan. Adapun nilai NPV pada kedua lokasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai NPV selama 8 tahun pada tingkat bunga 12,1%.

No Lokasi NPV (Rp/Ha)

1 Areal budidaya gaharu Mahmuddin San 74.355.108,53 2 Areal budidaya gaharu Ponijo Sukendar 21.901.668,11

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa usaha budidaya gaharu pada kedua areal dengan tingkat suku bunga 12,1% menjukkan nilai yang positif. Dengan hasil analisis yang positif pada kedua areal usaha budidaya gaharu di kedua tempat layak untuk terus dilaksanakan dan merupakan suatu usaha yang memiliki tingkat keuntungan yang besar.

Pada lokasi 1 nilai NPV sebesar Rp. 74.355.108,53, sedangkan pada lokasi 2 memiliki nilai NPV sesar Rp. 21.901.668,11. Nilai yang didapat merupakan selisih antara PV manfaat kotor dengan biaya kotor. Usaha jangka panjang di kedua areal memiliki nilai pengembalian investasi yang menguntungkan.

Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan besarnya pendapatan dengan pengeluaran pada tingkat suku bunga yang telah ditentukan selama jangka waktu tertentu, dalam hal ini jangka waktu investasi adalah 8 tahun. Nilai BCR lebih besar dari satu menunjukkan bahwa investasi sangat menguntungkan. Adapun nilai BCR pada kedua areal budidaya tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai BCR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1%

No Lokasi BCR

1 Areal budidaya gaharu Mahmuddin Sani 2,33 2 Areal budidaya gaharu Ponijo Sukendar 1,43

Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa usaha budidaya gaharu pada kedua areal dengan tingkat suku bunga 12,1% menunjukkan nilai BCR yang positif. Maka dengan melihat kondisi ini usaha budidaya gaharu di kedua lokasi layak untuk terus dijalankan.

Pada lokasi 1 memiliki nilai BCR sebesar 2,33, sedangkan pada lokasi 2 memiliki nilai BCR 1,43. Ini berarti bahwa manfaat ekonomi dari investasi ini adalah 2,33 kali lebih besar dari nilai biaya total pada tingkat suku bunga 12,1%. Jadi, setiap Rp. 1,00 yang diinvestasikan pada lokasi 1 akan memberi hasil sebesar Rp. 2,33. Begitu juga nilai keuntungan yang dihasilkan dari investasi pada lokasi 2, Rp, 1,00 investasi akan menghasilkan Rp. 1,43.

Internal Rate of Returns (IRR)

Nilai IRR juga memberikan petunjuk bahwa suatu investasi cukup menguntungkan atau tidak. IRR merupakan sebuah parameter yang menunjukkan sampai sejauh mana suatu investasi mampu memberikan keuntungan besar dari tingkat suku bunga tertentu. Untuk nilai IRR pada kedua areal pembudidayaan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai IRR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1%

No Lokasi IRR

1 Areal budidaya gaharu Mahmuddin Sani 27,9 2 Areal budidaya gaharu Ponijo Sukendar 16,5

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa padakedua areal budidaya gaharu tersebut menunjukkan nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku pada saat ini. Hal ini berarti pengembalian modal investasi selama pengusahaan budidaya gaharu layak untuk dijalankan. Jika IRR yang dihasilkan lebih kecil dari nilai suku bunga 12,1%, maka usaha budidaya gaharu tersebut tidak layak untuk dijalankan karena dalam pengembalian modal investasi tidak akan tercapai dan usaha akan mengalami kerugian. Nilai IRR menunjukkan pada

tingkat suku bunga (discount rate) berapa keuntungan sekarang menjadi nilai negatif.

Pada lokasi 1 memiliki nilai IRR 21,3% dan nilai IRR menunjukkan nilai sebesar 16,5% pada lokasi 2. Untuk budidaya gaharu pada lokasi 1, nilai NPV positif pada tingkat suku bunga 35% sedangkan untuk NPV negatif pada tingkat suku bunga 48%, sehingga IRR menunjukkan hasil sebesar 35,4% yang artinya pada tingkat suku bunga 21,3% nilai NPV = 0. Pada usaha budidaya gaharu di lokasi 2 nilai IRR sebesar 16,5%, sehingga usaha budidaya dikedua tempat ini sangat layak untuk diusahakan. Seperti pernyatan Suharjito, dkk (2003) suatu pengembangan usaha pertanian dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang berlaku pada saat tersebut.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kepekaan sebuah proyek terhadap adanya perubahan-perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah berupa perubahan nilai input maupun autpun dan tingkat suku bunga. Analisis tersebut bukan hanya diapakai untuk mengetahui kepekaan proyek, akan tetapi juga dapat digunakan untuk membandingkan alternatif proyek.

Pada penelitian ini usaha budidaya gaharu di dua areal dilakukan analisa sensitivitas dengan menggunakan dua macam perubahan. Perubahan pertama yaitu seluruh biaya (cost) yang dikeluarkan pada proye ini dinaikkan sebesar 5% dan seluruh keuntungan (benefit) keseluruhan yang didapat diturunkan sebesar 5%). Hasil analisa sentitivitas yang telah dilakukan pada kedua areal dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis sensitivitas selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1% Lokasi Kriteria Finansia l Analisis Finansial Awal Analisi Sensitivitas cost naik 5% benefit turun 5% Areal budidaya gaharu Mahmuddin Sani NPV 76.355.108,5 3 72.015.007,8 4 67.858.748,0 8 BCR 2,33 2,24 2,22 IRR 27,9 26,2 26 Areal budidaya gaharu Ponijo Sukendar NPV 21.901.668,1 1 19.387.662,3 8 18.292.578,9 7 BCR 1,43 1,36 1,36 IRR 16,5 14,3 14,2

Dari Tabel 8 diketahui bahwa pada lokasi 1 dengan perubahan terhadap seluruh biaya investasi (cost) yang dikeluarkan naik sebesar 5% dan keuntungan (benefit) yang diperoleh turun sebesar 5% ternyata seluruh kriteria menunjukkan hasil yang positif. Nilai NPV yang diperoleh masing-masing sebesar Rp. 72.015.007,84/Ha dan Rp. 67.858.748,08. Nilai BCR yang diperoleh masing-masing sebesar 2,24 dan 2,22. Sedangkan IRR masing-masing-masing-masing sebesar 26,2 dan 26. Bila diperhatikan, dengan kenaikan cost sebesar 5% dan benefit turun 5% tidak terjadi perubahan yang signifikan.

Pada lokasi 2 dengan perubahan terhadap seluruh biaya investasi (cost) yang dikeluarkan naik sebesar 5% dan keuntungan (benefit) yang diperoleh turun sebesar 5% ternayat seluruh kriteria menunjukkan hasil yang positif. Nilai NPV yang diperoleh masing-masing sebesar Rp. 19.387.662,38/Ha dan Rp. 18,292.578,97. Nilai BCR yang diperoleh masing-masing sebesar 1,36 dan 1,36. Sedangkan IRR masing-masing sebesar 14,3 dan 14,2. Bila diperhatikan, dengan kenaikan cost sebesar 5% dan benefit turun 5% tidak terjadi perubahan yang signifikan.

Dari hasil analisis sensitivitas yang telah dilakukan, usaha budidaya gaharu di kedua areal masih layak untuk dijalankan. Hal ini terlihat dari kriteria finansial yang diperoleh terhadap perubahan yang terjadi pada tingkat susku bunga 12,1% menunjukkan nilai yang positif. Melihat hasil dari perhitungan analisis finansial pada kedua lokasi diatas , lokasi 1 merupakan usaha yang tingkat pengembalian investasi lebih tinggi yaitu dengan nilai BCR sebesar 2,33 dibandingkan nilai BCR pada lokasi 2 yang hanya sebesar 1,43.

Prospek Pemasaran

Pemasaran gaharu di Provinsi Sumatera Utara masih tergolong sedikit pangsa pasarnya, ini dikarenakan oleh pengusahaan gaharu di daerah ini masih tergolong baru dan hanya sedikit orang yang mengetahui kegunaan dari produk budidaya ini. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kedua pemilik budidaya gaharu di lokasi 1 dan lokasi 2, mereka menjelaskan bahwa gaharu hasil budidaya dari lahan mereka dijual kepada agen pengumpul gaharu dengan mematokkan hasil budidaya gaharu pada kelas C dengan harga Rp. 500.000,00/Kg. Penentuan kulitas gaharu pada grade terendah ini dikarenakan atasa adanya kesepakatan dalam Forum Gaharu Indonesia Sumatera Utara yang menetapkan rata-rata gubal gaharu yang terbentuk dari tanaman budidaya

Aquilaria malaccensis merupakan kelas terendah. Hal ini disepakati agar tidak adanya kekeliruan dalam penjualan gaharu ke pasar internasional.

Untuk gaharu hasil budidaya para petani hanya mematok kualitas gaharu pada kelas terendah. Selanjutnya dilakukan wawancara pada salah seorang agen pengumpul gaharu yang didapatkan informasi bahwa gaharu yang telah dikumpulkan siap untuk dijual ke pasar internasional dengan negara tujuan

Hongkong dan Taiwan. Untuk harga jual yang ditetapkan agen kepada pengolah gaharu diluar negeri ialah sebesar Rp. 2.000.000,00/Kg. Penjualan gaharu ke pasar international ini bukan dengan cara mengirimkan produk ke luar negeri, melainkan agen membawa langsung gaharu dari Indonesia ke negara tujuan. Sistem transaksi yang dilakukan dengan memperlihatkan gaharu dan menegecek kualitas dari gaharu yang akan diperdagangkan. Untuk biaya yang dikeluarkan agen untuk menjual gaharu ke pasar di Singapura sekitar Rp. 5.000.000,00/10kg, biaya ini meliputi kepengurusan izin penjualan dan perdagangan komoditi kehutanan dan biaya perjalanan.

Harga jual beli gubal gaharu dari petani seharga Rp. 500.000,00/Kg sedangkan penjualan agen yang dilakukan ke pasar Internasional sebesar Rp.2.000.000,00/Kg. Keuntungan yang didapatkan agen atas penjualannya sebesar Rp.1.500.000,00/Kg. Keuntungan yang didapatkan agen dalam penjualan gaharu ke pasar internasional, harga jual gaharu pada petani mengalami kenaikan 3 kali lipat dalam penjualaan di luar negeri. Kita dapat menilai bahwa nilai gaharu di pasar internasional sangatlah strategis, dimana untuk produk dari komoditi hutan sangatlah tinggi. Jika petani dapat menjual langsung produknya ke pasar internasional sangat mendorong usaha pembudidayaan di dalam negeri.

Berdasarkan hasil penelitian dari Dinas Kehutanan Provinsi Bangka Belitung (2006), harga Gaharu hasil inokuksi (satu tahun setelah inokulasi) : Jakarta (Pedagang Taiwan) : US $ 150 /kg , Mecca : Real 800-1000/kg untuk gaharu kelas teri (grade C). Pasar yang menyerap gaharu adalah Singapura (75%), Timur Tengah (17%), dan Taiwan (5%). Selebihnya terserap pasar Hongkong, Jepang, dan Malaysia. Berdasarkan literatur diatas diketahui harga penjualan di

Provinsi Sumatera Utara tidak jauh berbeda dengan Provinsi Bangka Belitung. Peningkatan harga gubal gaharu terjadi setiap tahunnya dikarenakan kebutuhan akan gaharu dan terbatasnya akan produksi sedangkan gaharu yang bersal dari alam telah dilarang peredarannya oleh pemerintah.

Dari tanaman penghasil gaharu Aquilaria malaccensis tidak hanya gubal gaharu yang memiliki nilai ekonomi, tetapi juga daun tanaman dapat diolah menjadi bahan baku teh gaharu. Pada saat ini telah banyak dilakukan pengolahannya ditingkat home industry, sehingga selama selang waktu pemanenan gubal gaharu petani dapat memanen daun gaharu sebagai pendapatan tambahan dari pemanenan gubal gaharu.

Marjin pengusahaan diartikan sebagai perbedaan antara harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli produk dengan harga pabrik yang diterima oleh produsen yang membuat produk tersebut (Swastha,1997). Marjin usaha pada komoditas gaharu dapat dilihat dari selisih antara total pendapatan dengan total biaya. Marjin usaha pada setiap pelaku pengusahaan gaharu berbeda-beda. Keuntungan yang diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan oleh setiap pelaku dipengaruhi oleh harga penjualan dan biaya yang diperlukan pada saat produksi. Penentuan harga jual komoditas gaharu didasarkan pada kualitas gaharu, sedangkan biaya didasarkan pada proses-proses yang dilakukan oleh setiap pelaku usaha.

Dokumen terkait