• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Finansial dan Prospek Pemasaran Budidaya Gaharu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kelayakan Finansial dan Prospek Pemasaran Budidaya Gaharu"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU

SKRIPSI

Nur Ahmad Fadly Nasution 091201019

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

NUR AHMAD FADLY NASUTION. Analisis Kelayakan Finansial dan Prospek Pemasaran Budidaya Gaharu. Dibawah bimbingan Agus Purwoko dan Edy Batara Mulya Siregar.

Gaharu merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang memiliki harga jual yang cukup tinggi dan kebutuhan akan gaharu terus meningkat setiap tahunnya. Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, dilakukan upaya budiddaya Aquilaria malaccensis sebagai pohon penghasil gaharu agar pengambilan gaharu dari alam secara ilegal dapat ditekan. Penelitian ini bertuuan untuk menganalisis kelayakan finansial budidaya gaharu di areal budidaya Mahmuddin Sani, Desa Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dan areal budidaya Ponijo Sukendar, Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Metode analisis yang yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis finansial dengan kriteria Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan analisis pemasaran dengan marjin pemasaran.

Hasil penelitian menunjukkan budidaya gaharu pada kedua lokasi tersebut layak secara finansial. Nilai NPV terbesar terdapat pada areal budidaya Mahmuddin Sani yaitu sebesar RP 74.355.108,53 sedangkan pada areal budidaya Ponijo Sukendar sebesar Rp. 21.901.668,11. Nilai BCR pada areal budidaya Mahmuddin Sani sebesar 2,33 sedangkan areal budidaya Ponijo Sukendar Sebesar 1,43. Nilai IRR pada areal Mahmuddin Sani sebesar 27,9 sedangkan areal budidaya Ponijo Sukendar sebesar 16,5 dengan tingkat suku bunga bank 12,1%. Marjin pemasaran yang didapatkan yaitu sebesar Rp. 1.500.000,00.

(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Medan pada tanggal 10 Agustus 1991 dari Ayah bernama Isan Saida Nasution, BA dan Ibu Siti Aminah Sidabutar. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 068006 Medan pada tahun 1997-2003,kemudian dilanjutkan pendidikan di SMP Negeri 10 Medan pada tahun 2003-2006, kemudiah dilanjutkan pendidkan di SMA Negeri 5 Medan pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009 penulis diterima menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian, melalui jalur PMP (Pemanduan Minat dan Prestasi).

Selama menempuh pendidikan di Program Studi Studi Kehutanan, penulis telah melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2011 di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penulis juga pernah menjadi Asisten Lapangan pada Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya Bukit Barisan tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Toba Pulp Lestari Tbk, sektor Aek Nauli dan Head Office

Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memerikan berkah, rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN GAHARU” ini dengan baik.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami kendala dan hambatan, berkat ketekunan, kesabaran serta bimbingan dari komisi pembimbing dan juga bantuan dari berbagai pihak sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua yaitu, ayah Isan Saida Nasution, BA dan ibu Siti Aminah Sidabutar, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat dan do’a kepada penulis dalam penulisan skripsi dari awal hingga selesai. 2. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing

dan Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukadan seluruh staf pegawai di Program Studi Kehutanan.

Kiranya penelitian yang saya lakukan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan berbagai pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, November 2013

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

Prospek Pengembangan ... 11

Analisi Finansial ... 13

(6)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rincian Biaya Budidaya pada areal Mahmuddin Sani... 22

2. Rincian Biaya Budidaya pada areal Ponijo Sukendar ... 24

3. Asumsi Pembentukan gubal setelah Inokulasi ... 26

4. Total Asumsi Pendapatan... 26

5. Nilai NPV selama 8 tahun pada tingkat suku bungan 21,1% ... 28

6. Nilai BCR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1% ... 29

7. Nilai IRR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 21,15 ... 29

8. Analisis sensitivitas selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1% ... 31

9. Kuota dan produksi gaharu ... 35

(7)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kuisioner ... 41 2. Rincian biaya budidaya gaharu Mahmuddin Sani ... 46 3. Rincian biaya budidaya gaharu Ponijo Sukendar ... 47 4. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate

of Return (IRR) Usaha Gaharu Budidaya Mahmuddin Sani ... 48 5. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of

Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Mahmuddin Sani jika cost naik 5% .. 49 6. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of

Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Mahmuddin Sani jika benefit turun 5% ... 50 7. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of

Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Ponijo Sukendar ... 51 8. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of

Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Ponijo Sukendar jika cost naik 5% .... 52 9. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of

(8)

ABSTRAK

NUR AHMAD FADLY NASUTION. Analisis Kelayakan Finansial dan Prospek Pemasaran Budidaya Gaharu. Dibawah bimbingan Agus Purwoko dan Edy Batara Mulya Siregar.

Gaharu merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang memiliki harga jual yang cukup tinggi dan kebutuhan akan gaharu terus meningkat setiap tahunnya. Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, dilakukan upaya budiddaya Aquilaria malaccensis sebagai pohon penghasil gaharu agar pengambilan gaharu dari alam secara ilegal dapat ditekan. Penelitian ini bertuuan untuk menganalisis kelayakan finansial budidaya gaharu di areal budidaya Mahmuddin Sani, Desa Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dan areal budidaya Ponijo Sukendar, Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Metode analisis yang yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis finansial dengan kriteria Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan analisis pemasaran dengan marjin pemasaran.

Hasil penelitian menunjukkan budidaya gaharu pada kedua lokasi tersebut layak secara finansial. Nilai NPV terbesar terdapat pada areal budidaya Mahmuddin Sani yaitu sebesar RP 74.355.108,53 sedangkan pada areal budidaya Ponijo Sukendar sebesar Rp. 21.901.668,11. Nilai BCR pada areal budidaya Mahmuddin Sani sebesar 2,33 sedangkan areal budidaya Ponijo Sukendar Sebesar 1,43. Nilai IRR pada areal Mahmuddin Sani sebesar 27,9 sedangkan areal budidaya Ponijo Sukendar sebesar 16,5 dengan tingkat suku bunga bank 12,1%. Marjin pemasaran yang didapatkan yaitu sebesar Rp. 1.500.000,00.

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai mega biodiversity country, memiliki kekayaan aneka ragam hayati sekitar 30.000 - 40.000 jenis tumbuhan yang tersebar di hutan tropis di tiap pulau. Dari jenis tersebut yang tersebar di hutan tropis, 20 % diantaranya memberikan hasil hutan berupa kayu dan bagian terbesar yakni 80 % justru memiliki potensi memberikan hasil hutan bukan kayu, namun hingga saat ini potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sehingga perlu arah kebijakan dan strategi pengembangannya. HHBK yang sudah biasa dikomersilkan diantaranya cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam, madu, jernang, kemenyan, kayu putih, kayu, aneka tanaman hias, dan tanaman obat serta minyak atsiri. Berbagai manfaat dapat diperoleh dari HHBK ini antara lain : sandang, papan, pewangi, pewarna, pemanis, penyamak, pengawet, bumbu dapur, perekat, kerajinan, bahan obat-obatan, kosmetik dan bahan aneka industri lainnya (Dephut, 2007).

Tanaman penghasil gaharu secara alami tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Beberapa nama diberikan pada gaharu, seperti agarwood,

aloeswood, gaharu (Indonesia), ood, oudh, oodh (Arab), chenxiang (China), pau d’aquila (Portugis), bois d’aigle (Perancis), dan adlerholz (Jerman). Aquilaria

(10)

gaharu tidak mengganggu survival dari Aquilaria. Meskipun demikian, eksploitasi gaharu secara ilegal ternyata tetap berlangsung dan konsumen yang kurang memahami hal ini secara tidak sadar justru menciptakan permintaan yang tinggi yang dapat membahayakan keberadaan tanaman Aquilaria (Blanchette, 2006).

Sampai saat ini, permintaan akan gaharu jauh melebihi supply yang ada. Sebagai akibatnya pada beberapa tahun terakhir ada kecenderungan besar-besaran untuk membudidayakan gaharu terutama di wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia, tingginya harga gaharu dan makin langkanya tanaman penghasil gaharu di hutan alam juga mendorong masyarakat di berbagai daerah untuk melakukan budidaya gaharu seperti yang terjadi di Riau, Jambi, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan. Upaya pembudidayaan tersebut makin berkembang, karena ditunjang oleh kemajuan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa budidaya gaharu memberikan keuntungan yang layak bagi pelakunya. Karena pengusahaan gaharu memerlukan modal yang tidak sedikit, maka masyarakat yang mampu membudidayakan gaharu adalah kelompok yang memiliki modal yang kuat (Squidoo, 2008).

Perumusan Masalah

Pada saat sekarang ini permintaan akan gaharu melebihi dari hasil yang ada, sehingga beberapa tahun terakhir ada kecenderungan besar-besaran untuk melakukan pembudidayaan gaharu, terutama di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :

1. Apakah secara finansial budidaya gaharu tersebut menguntungkan?

(11)

Tujuan Penelitian

1. Penelitian dilaksanakan untuk menganalisis kelayakan finansial budidaya Gaharu di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dan di Desa Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

2. Untuk mengetahui prospek pemasaran gaharu di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang.

Manfaat Penelitian

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Gaharu

Di Indonesia gaharu dikenal mulai abad ke-12 diperdagangkan barter antara masyarakat Kalimanatan Barat dan Sumatera Selatan dengan pedagang Kwang Tung, China. Gaharu dalam bentuk gubal semula dipungut dari pohon penghasilnya di dalam hutan dengan cara menebang pohon hidup dan mencacahnya untuk mendapatkan bagian yang bergaharu. Komoditas gaharu telah cukup lama dikenal masyarakat umum. Beberapa jenis tanaman gaharu yang dikenal antara lain Aquilaria malaccensis, A. filaria, A. hirta, A, agalloccha, A. macrophylum dan beberapa puluh jenis lainnya (Duryatmo, 2009).

Dari puluhan jenis tanaman yang berpotensi tersebut, Aquilaria malaccensis

adalah tanaman penghasil gaharu berkualitas terbaik dengan nilai jual yang tinggi, jenis ini termasuk dalam family Thymelleaceae, tumbuh di dataran rendah hingga pegunungan, 0-750 mdpl, suhu rata - rata 32°C dengan kelembaban rata - rata 70%, curah hujan sekitar 2000 mm. Pembudidayaan tanaman penghasil gaharu akhir - akhir ini makin marak, karena sebagian masyarakat sudah dapat menikmati hasilnya. Namun di sisi lain juga dijumpai beberapa kasus ketidakberhasilan pengusahaan gaharu yang disebabkan antara lain oleh kegagalan dalam pemeliharaan, kegagalan dalam melakukan inokulasi, dan adanya pencurian pohon di kebun gaharu (Duryatmo, 2009).

Deskripsi Gaharu

(13)

gaharu. Dalam perdagangan internasional, produk ini dikenal sebagai agarwood, aloeswood, atau oudh. A.malaccensis adalah salah satu jenis tanaman hutan yang memiliki mutu sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena kayunya mengandung resin yang harum. Bagian tanaman penghasil gaharu yang digunakan adalah bagian kayu yang membentuk gubal resin, sebagai produk metabolit sekunder (Santoso, 2007).

Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya. Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki yang merupakan

gaharu. Sebelum dijadikan bahan baku

dahulu untuk mendapatkan dalamnya (Dephut, 2002).

(14)

gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke dalam suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah. Teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan dan minyak dan senyawa aromatik untuk membawa senyawa aromatik tersebut kemudian melalui tempat pendinginan yang membuatnya te air dan minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah. Salah satu metode digunakan saat ini adalah ekstraksi dengan superkritikal CO2, yaitu CO2 cair yang terbentuk karena tekanan tinggi. CO2 cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang digunakan unt gaharu. Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk normal (Dephut, 2002).

Budidaya Gaharu

Menurut Sumarna (2009) tata cara pembudidayaan gaharu adalah sebagai berikut :

A.Pembersihan lahan

(15)

lahan terbuka, perlu dibina terlebih dahulu adanya pohon lain yang cepat tumbuh, agar dapat berperan sebagai naungan sementara hingga tanaman gaharu berumur 2 – 3 tahun. Sedangkan pada lahan dan atau kawasan yang tersedia secara alami adanya pohon lain, pembersihan lahan dilakukan hanya pada sekitar titik tanam sesuai model.

B.Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan lebih dimaksudkan kepada upaya memperbaiki struktur dan tekstur tanah khususnya pada areal ajir titik tanam dalam radius antara 0,5 m – 1,0 m. Tanah dicangkul dan dibersihkan dari tumbuhan lain serta digemburkan agar dapat menunjang laju pertumbuhan bibit tanaman gaharu.

B.1. Pengajiran dan Pembuatan Lubang Tanam.

(16)

B.2. Pemupukan dan Proteksi Lubang Tanam.

Pemupukan dasar dipandang penting sebagai upaya mempercepat laju pertumbuhan bibit. Setiap lubang tanam dapat diberikan pupuk kompos organik matang sebanyak 3 – 5 kg, atau ditambahkan pupuk majemuk buatan jenis NPK 20 – 30 gram dan 20 gram TSP. Bila tanah memiliki keasaman dengan pH < 5, sebaiknya diberikan kapur dolomit 100 gram/lubang tanam untuk memudahkan akar dalam menyerap hara lahan.

B.3. Proteksi tanaman dari gangguan penyakit.

Untuk melindungi kemungkinan adanya gangguan hama akar pada awal tanam dapat diberikan pestisida (kimia/organik), sedangkan untuk melindungi akar dari gangguan penyakit yang dapat mematikan bibit setelah tanam, perlu dipersiapkan kondisi fisik lahan sekitar letak tanam yang terhindar dari terjadinya genangan air.

C. Teknis Penanaman C.1. Seleksi Bibit

Bibit gaharu yang telah tersedia di areal pesemaian, lakukan pemilihan bibit yang memiliki ukuran dan umur yang seragam serta sehat, usahakan bibit yang seragam baik kondisi tumbuh maupun umur (> 9 bulan), sehat, memiliki tinggi optimal antara 40 – 50 cm dan berdiameter sekitar 1 cm serta secara fisik perakaran bibit belum menembus polybag.

C.2. Pengangkutan Bibit

(17)

areal tanam (aklimatisasi) dan atau langsung tempatkan pada titilk letak dekat lubang tanam yang telah dipersiapkan. Usahakan bibit dalam keadaan baik, tetap segar dan tidak layu akibat proses pengangkutan

C.3. Penanaman Waktu Tanam

Kelola dan tetapkan waktu tanam yang sesuai dengan resiko kematian bibit setelah tanam rendah. Sebaiknya waktu tanam ditetapkan pada awal atau pertengahan musim hujan dengan harapan agar tingkat penyulaman bibit rendah.

Teknik Penanaman

Teknis penanaman gaharu secara umum tidak berbeda jauh dengan tanaman lain, lepaskan polybag dari media secara baik dan usahakan media tidak pecah, letakan pada lubang tanam dengan kondisi pangkal batang sejajar permukaan lubang tanam, timbun bibit dengan tanah galian bagian permukaan yang telah dipisahkan dalam proses pembuatan lubang tanam, tekan-tekan hingga batang berdiri tegak dan kuat. Agar tidak terganggu secara fisik, bekas ajir ikatkan dengan batang bibit dan sebagai tanda lubang tanam telah tertanam bibit, bekas polybag letakan diujung ajir.

D.Pemeliharaan

(18)

D.1. Penyiangan

Agar bibit dalam proses aklimatisasi dan adaptasi dengan kondisi iklim dan lingkungan setempat serta untuk mengurangi tingkat kompetisi hara lahan, maka dalam interval 4 – 6 bulan sekali lakukan pembersihan gulma dengan menyiangi sekitar tanaman gaharu dalam radius sekitar 50 cm, hingga berumur sekitar 4 - 5 tahun tanam.

D.2.Penggemburan

Penggemburan tanah disekitar tanaman dalam radius minimal 0,5 m penting dilakukan hingga tanaman gaharu berumur 4 - 5 tahun dengan maksud agar pertukaran oksigen dalam tanah mampu mendukung dan

D.3.Pemupukan

Dalam pengembangan budidaya tanaman, ideal kondisi lahan tanam baik menyangkut struktur dan tekstur tanah dianalisa, sebagai bahan dalam menetukan perlakuan jenis dan dosis pupuk yang perlu diberikan kepada tanaman. Secara fisik aspek kebutuhan pupuk bertujuan untuk meningkatkan perkembangan riap tumbuh (tinggi dan diameter) serta kesehatan tanaman. Pemberian pupuk alami berupa kompos organik dari jenis kotoran ternak besar dan atau kecil, dapat diberikan kepada tanaman bersama dengan pupuk kimia (UREA, NPK, KCl) yang disesuaikan dengan umur dan perkembangan pertumbuhan tanaman.

D.4.Pengendalian Hama dan Penyakit

(19)

diterapkan. Secara umum apabila kondisi kawasan hutan memiliki kondisi tingkat penyerapan air (drainase) yang baik, secara biologis akan terhindar dari gangguan penyakit akar dan pada lahan sering dihuni oleh hama akar (uret tanah), ideal pada saat tanam diberikan pestisida kimia atau biologis.

Maka dalam upaya budidaya pohon penghasil gaharu, diperlukan strategi dengan 3 kriteria dan indikator terpenting antara lain adalah : (a) : Bahan tanaman memiliki sifat rentan terhadap penyakit pembentuk gaharu, (b) Areal budidaya tersedia adanya pohon lain sebagai naungan dengan intensitas cahaya masuk sekitar 60 %, (c) Lahan budidaya memiliki kondisi fisik dan kimia yang menghasilkan faktor munculnya stress dan (d) Untuk membangun volume kayu yang optimal, perlu pemeliharaan intensif hingga tanaman mencapai fase pertumbuhan generatif (± 6 tahun), agar dapat menghasilkan limit diameter minimal batang pohon yang siap untuk diproduksi ≥ 15 cm (Sumarna, 2012).

Prospek Pengembangan

Indonesia adalah produsen gaharu terbesar di dunia dan menjadi tempat tumbuh endemik beberapa spesies gaharu komersial dari marga Aquilaria, seperti

A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. filarial, dan lain-lain. Pada tahun 1985, jumlah ekspor gaharu Indonesia mencapai sekitar 1.487 ton, namun eksploitasi hutan alam tropis dan perburuan gaharu yang tidak terkendali telah mengakibatkan spesies-spesies gaharu menjadi langka. Tingginya harga jual gaharu mendorong masyarakat untuk memburu gaharu tidak hanya dengan cara memungut dari pohon penghasil gaharu yang mati alami melainkan juga dengan menebang pohon hidup, oleh karena itu pada tahun 1995 CITES memasukkan

(20)

saat itu ekspor gaharu dibatasi oleh kuota yaitu hanya 250 ton/tahun (Suharti, 2009).

Perkembangan yang terjadi selanjutnya ternyata kurang begitu bagus. Bahkan sejak tahun 2000, total ekspor gaharu dari Indonesia terus menurun hingga jauh di bawah ambang kuota CITES. Semakin sulitnya mendapatkan gaharu di hutan alam telah mengakibatkan semua pohon penghasil gaharu (Aquilaria spp. dan Gyrinops spp.) dimasukkan dalam Appendix II pada konvensi CITES tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok. Selanjutnya, karena adanya kekhawatiran akan punahnya spesies gaharu di Indonesia, maka sejak tahun 2005 Departemen Kehutanan kembali menurunkan kuota ekspor menjadi hanya 125 ton/tahun (Gun et all., 2004).

Permintaan terhadap gaharu terus meningkat, karena banyaknya manfaat gaharu. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu tidak hanya digunakan sebagai bahan wangi - wangian (industri parfum), tetapi juga digunakan sebagai bahan baku obat - obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis aksesoris. Selain itu, beberapa agama di dunia mensyaratkan wangi gaharu yang dibakar sebagai sarana peribadatan (untuk keperluan kegiatan religi). Namun dari sisi negara pengekspor, tingginya permintaan gaharu belum dapat dipenuhi, karena kekurangan bahan baku bermutu tinggi untuk ekspor. Hal ini banyak dikeluhkan oleh beberapa eksportir gaharu Indonesia (Adijaya, 2009).

(21)

CV Ama Ina Rua, eksportir di Jakarta yang pada tahun 2005 bisa mengekspor 5-6 ton/bulan, pada tahun 2006 hanya mampu mengekspor 2-3 ton/bulan. Penurunan kemampuan ekspor Indonesia tersebut sudah diprediksi oleh berbagai pihak, karena eksploitasi hutan dan perburuan gaharu yang tidak terkendali (Adijaya, 2009).

Penurunan kemampuan ekspor Indonesia tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan harga gaharu, baik di pasar dunia maupun di tingkat pengumpul. Pada tahun 1980, harga gaharu di tingkat pengumpul berkisar antara Rp 30.000-50.000/kg untuk kualitas rendah dan Rp 80.000/kg untuk kualitas super. Pada awalnya kenaikan harga gaharu relatif lambat, yaitu hanya naik menjadi Rp100.000/kg pada tahun 1993. Kenaikan pesat terjadi pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, dimana harga gaharu mencapai Rp 3-5 juta/kg (Suharti, 2009).

Kenaikan harga gaharu terus berlanjut dan makin tajam hingga mencapai Rp 10 juta/kg pada tahun 2000 dan meningkat lagi hingga mencapai Rp 15 juta/kg pada tahun 2009. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa gaharu sangat prospektif untuk dikembangkan, khususnya bagi Indonesia yang memiliki potensi biologis yaitu tersedianya beragam spesies tumbuhan penghasil gaharu dan masih luasnya lahan-lahan kawasan hutan yang potensial serta tersedianya teknologi inokulasi yang menunjang untuk pembudidayaan gaharu (Suharti, 2009).

Analisis Finansial

(22)

finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya usaha yang dimaksud.

Menurut Suharjito et all. (2003) bahwa analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat.

Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penelitian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR).

a. Net Present Value (NPV)

Analisis yang digunakan untuk mengukur profitabilitas suatu investasi jangka panjang dalam kegiatan pertanian adalah Net Present Value, yaitu selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan. Nilai positif NPV dari satu sistem kegiatan investasi menunjukkan bahwa budidaya tanaman tersebut cukup menguntungkan. NPV yang dihitung dengan harga finansial yaitu perhitungan dengan nilai pasar yang mencerminkan penerimaan dan pengeluaran nyata petani, menghasilkan parameter profabilitas untuk kepentingan para pengambil keputusan atau masyarakat yang lebih luas.

(23)

b. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat dan nilai biaya dari satu investasi pada tingkat susku bunga yang telah ditentukan. Nilai BCR lebih besar dari satu menunjukkan bahwa investasi cukup menguntungkan.

c. Internal Rate of Returns (IRR)

(24)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di areal budidaya gaharu milik Mahmuddin Sani di Desa Pekan Bahorok Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat (lokasi 1) dan Ponijo Sukendar di Desa Jaharun Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang (lokasi 2), Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2013.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah phyband, kalkulator, tallysheet, clinometer, kamera digital, kuisioner serta alat tulis.

Bahan yang digunanakan dalam penelitian ini adalah tanaman Aquilaria malacsensis yang telah di inokulasi pada kedua areal.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa perincian biaya pengelolaan, yaitu : biaya tahunan, penanaman dan penyulaman, biaya pemeliharaan tegakan, pemasaran dan harga jual serta luas lahan yang dimiliki.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dilapangan adalah sebagai berikut: wawancara, pengukuran diameter dan pengukuran tinggi.

(25)

Wawancara ditujukan untuk melengkapi data lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

b. Pengukuran Diameter

Diameter pohon diukur dengan menggunakan phyband dengan ketinggian diameter setinggi dada (dbh) atau 1,3 meter diatas permukaan tanah.

c. Pengukuran tinggi

Tinggi pohon dilakukan dengan menggunakan clinometer. Tinggi pohon yang diukur adalah tinggi total dan tinggi bebas cabang.

Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman Aquilaria malacencis yang bedapa pada kedua areal tersebut. Dalam Pengambilan sampel, akan digunakan metode sensus yaitu seluruh tegakan seumur yang telah di inokulasi akan dijadikan sampel. Sampel pohon diambil untuk memperoleh data potensi tegakan.

Perhitungan volume tegakan berdiri dapat dihitung dengan rumus berikut (Widayanti & Rianto, 2005) :

V = ¼ π d2 x t x f

Keterangan :

V = Volume pohon (m2) d = Diameter (m) t = Tinggi pohon (m)

(26)

Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan model analisis diskiptif dan analisis finansial.

a. Analisis Diskriptif

Analisis diskriptif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data yang terkumpul dari hasil kuisioner dinyatakan dalam bentuk tabel (tabulasi) yang berupa data pengolahan berupa luas lahan, jumlah tenaga kerja, peralatan yang digunakan, pengolahan lahan dan sistem kepemilikan lahan yang dianalisis secara diskriptif berdasarkan tabulasi.

b. Analisis Finansial

Analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, kapan pengembalian investasi terjadi, berapa keuntungannya dan pada tingkat sukubunga berapa investasi itu memeberikan manfaat.

Data yang diperoleh dari kuisioner dan wawancara meliputi biaya produksi, produksi / volume hasil, harga jual komoditi, dan pendapatan dinyatakan dalam bentuk tabulasi. Kemudian dianalisis kelayakan finansialnya dengan menghitung besarnya nilai NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Returns) dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Gray dkk, 1999).

(27)

Analisis yang digunakan untuk mengukur profitabilitas suatu investasi jangka panjang dalam kegiatan pertanian adalah Net Present Value, yaitu selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan.

��� − ��(1 +)

�=�

�=0

Keterangan :

NPV = Nilai bersih sekarang

Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t) Ct = Cost/ Biaya total

i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) t = Periode waktu

Hasilnya :

NPV Positif Usaha Penanaman dilanjutkan NPV Negatif Usaha Penanaman tidak dilanjutkan

NPV = 0 Usaha Penanaman tidak untung dan tidak rugi (BEP)

2. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat

dan nilai biaya dari satu investasi pada tingkat susku bunga yang telah ditentukan.

BCR = Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran Bt – Ct > 0

(28)

Bt = Benefit (aliran kas masuk periode-t) Ct = Cost/ Biaya total

i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) t = Periode waktu

dengan kriteria BCR > 1 dinyatakan usaha tersebut layak diusahakan dan sebaliknya jika BCR < 1 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan.

3. Internat Rate of Retrurns (IRR)

IRR merupakan parameter yang menunjukkan sejauh mana satu investasi mampu memeberikan keuntungan besar dari tingkat bunga umum memberikan petunjuk bahwa investasi tersebut cukup menguntungkan.

IRR = i1+ � ���

���1−���2 � ( �2−�2)�

Keterangan :

IRR = Suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek. NPV1 = Nilai NPV yang positif pada tingkat suku bunga tertentu. NPV2 = Nilai NPV yang negatif pada tingkat suku bunga tertentu.

I1 = Discount factor (tingkat bunga) pertama dimana diperoleh NPV positif. I2 = Discount factor (tingkat bunga) kedua dimana diperoleh NPV negatif.

c. Analisis Pemasaran

(29)

MP = Pr - Pf Keterangan:

- MP = Marjin Pemasaran

- Pr = Harga Tingkat konsumen - Pf = Harga tingkat Produsen

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gaharu merupakan produk hasil hutan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dari tanaman jenis Aquilaria spp. Manfaat masyarakat yang serta merta memperngaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya. Sebagai tanaman kehutanan, Aquilaria malaccensis juga memiliki manfaat ekologis yaitu menjaga kelestarian lingkungan yang berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional baik dari aspek ekologi, ekonomi, maupun aspek sosial budaya, yang dewasa ini terdapat kebiasan merubah fungsi hutan menjadi lahan perkebunan tanpa mempertimbangkan dampak dari perubahan itu. Sehingga diharapkan dari usaha budidaya ini tercapai kelestarian lingkungan, peningkatan ekonomi serta taraf hidup masyarakat

Pepohonan yang merupakan sumberdaya alam yang terbaharui harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumberdaya alam harus dijaga memperbaharui selalu terpelihara. Pembangunan kehutanan harus makin diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan hutan bagi industri dalam negeri sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya.

Potensi Pengembangan Gaharu

(31)

Aquilaria malaccensis hingga kini telah mencapai 6 tahun lebih, dan diharapkan pada pemanenan saat umur 7-8 tahun volume dapat bertambah.

Sedangkan pada lokasi 2 terdapat 110 batang Aquilaria malaccensis telah diinokulasi yang memiliki nilai komersial dari total tanaman sebanyak 800 batang dengan total volume 360 Kg gubal gaharu kualitas C. Usia tanaman pada lokasi ini telah mencapai umur 7 tahun. Potensi yang dihasilkan pada kedua areal ini cukup jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena faktor tempat tumbuh dan perlakuan yang berbeda pada kedua tempat tersebut.

Dari hasil pengukuran tegakan terhadap pengembangan gaharu yang telah dilakukan, volume terbesar terdapat pada lokasi 1 yang disebabkan jumlah tanaman Aquilaria malaccensis yang telah diinokulasi lebih banyak, dan juga kondisi fisik tanaman yang lebih baik di lokasi 1 dari pada kondisi fisik tanaman di lokasi 2.

Rincian Biaya Budidaya Gaharu

(32)

Hasil wawancara yang dilakukan, rincian total biaya budidaya gaharu dalam satu daur panen pada lokasi 1 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Rincian biaya budidaya Gaharu pada areal Mahmuddin Sani

No Uraian Jumlah

Sewa Traktor 1 Buah 1.000.000 1.000.000

Cangkul 7 Buah 30.000 210.000

Parang 4 Buah 35.000 140.000

4 Pupuk, Herbisida dan Pestisida

Kandang 375 Kg 1.000 375.000

9 Penyuntikan fusarium 162 Phn 150 24.300.000

10 Pemanenan 162 Phn 150 24.300.000

Biaya Total 83.205.000

(33)

sistem borong per lubang tanamnya Rp. 1.000,00, maka biaya penanaman keseluruhan Rp. 2.500.000,00.

Di tempat ini tanaman Aquilaria malaccensis telah berumur 6 tahun, dan telah dilakukan penyuntikan fusarium untuk memebentuk gubal gaharu. Dari 2500 pohon yang terdapat di areal tersebut hanya 162 pohon yang dilakukan penyuntikan, ini dikarenakan tidak semua pohon memiliki kriteria untuk pembentukan gubal gaharu tersebut. Penyuntikan fusarium untuk areal ini dilakukan langsung oleh pemilik dikarenakan beliau telah bekerja sama dengan BALITBANG Kementerian Kehutanan dalam pembentukan fusarium. Untuk biaya penyuntikan satu pohon Aquilaria malaccensis membutuhkan biaya Rp. 150.000,00 dan total keseluruhan biaya yang yang dikeluarkan untuk penyuntikan 162 batang Aquilaria malaccensis adalah Rp. 24.300.000,00.

Pada proses pemanenan gaharu dilakukan dengan sistem borongan, dimana proses penebangan sampai dengan pemisahan gubal gaharu dipatok harga Rp. 150.000,00 untuk satu batang pohon. Total biaya keseluruhan dalam pemanenan 162 batang adalah Rp. 24.300.000,00. Biaya ini sama besarnya dengan penyuntikan fusarium dan merupakan biaya terbesar dalam satu daur tanam.

(34)

Tabel 2. Rincian biaya budidaya Gaharu pada areal Ponijo Sukendar

Sewa Traktor 1 Buah 1.000.000 1.500.000

Cangkul 7 Buah 30.000 210.000

Penyiangan 14 HOK 40.000 2.800.000

Pemupukan 6 HOK 40.000 1.440.000

8

Pengendalian hama dan

penyakit 4 HOK 40.000 480.000

9 Penyuntikan fusarium 110 Phn 150.000 16.500.000

10 Pemanenan 110 Phn 150.000 16.500.000

Biaya Total 69.720.000

(35)

Di tempat ini tanaman Aquilaria malaccensis telah berumur 7 tahun, dan telah dilakukan penyuntikan fusarium untuk memebentuk gubal gaharu. Dari 800 pohon yang terdapat di areal tersebut hanya 110 pohon yang dilakukan penyuntikan, ini dikarenakan tidak semua pohon memiliki kriteria untuk pembentukan gubal gaharu tersebut. Penyuntikan fusarium untuk areal ini dilakukan oleh pihak luar dari lembaga penelitian Sei Putih Galang. Untuk biaya penyuntikan satu pohon Aquilaria malaccensis membutuhkan biaya Rp. 150.000,00 dan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk penyuntikan 110 batang adalah Rp. 16.500.000,00.

Pada proses pemanenan gaharu dilakukan dengan sistem kemitraan, dimana sebelum pemanenan telah dilakukan kerja sama dengan salah satu koperasi dan pihak luar dengan nilai jual gubal gaharu dipatok pada harga Rp. 500.000,00. Pemilik hanya mengeluarkan biaya untuk proses penebangan sampai dengan pemisahan gubal gaharu dengan harga Rp. 150.000,00/ pohon.

(36)

Asumsi pembentukan gubal dan harga gaharu

Diketahui harga jual gaharu ditingkat produsen bervariasi tergantung kulitas gaharu yang terbentuk. Kualitas A sebesar Rp. 2.000.000,00/ Kg, kualitas B Rp 1.500.000,00/ Kg dan untuk kualitas C Rp. 500.000,00/ Kg, untuk gaharu yang dihasilkan dari budidaya di lokasi 1 dan lokasi 2 dipatok pada gaharu kualitas C dengan tingkat keberhasilan mencapai 2- 10 Kg per pohon, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Forestry Research Development Agency tahun 2011 ditunjukkan pada Tabel 3. Berikut :

Tabel 3. Asumsi pembentukan gubal gaharu setelah inokulasi. Umur

Dari data yang telah diambil dilapangan berdasarkan kelas diameter pohon

Aquilaria malaccensis, hasil keseluruhan gubal gaharu yang terbentuk pada kedua areal budidaya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Total asumsi pendapatan

Lokasi Total volume gubal gaharu (Kg) Pendapatan a. Areal budidaya Gaharu Mahmuddin Sani 648 324.000.000

b. Areal budidaya Gaharu Ponijo Sukendar 360 180.000.000

(37)

tumbuh di kedua areal yang berbeda, sehingga mempengaruhi proses pertumbuhan tananaman. Lokasi 1 berada pada ketinggian + 105 mdpl yang memiliki curah hujan antara 3500-4500 mm pertahun dengan tingkat kelembaban rata-rata sebesar 96,2% dan temperatur udara rata sebesar 22,5 °C. Sedangkan ketinggian lokasi 2 + 50 mdpl dan curah hujan antara 1500-2500 mm pertahun, untuk temperatur udara rata-rata 26,7 °C dengan kelembaban 84% (Pemprovsu, 2013)

Kriteria kedua lokasi ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2009) tentang kondisi tempat Aquilaria malaccensis yang tumbuh di dataran rendah hingga pegunungan, 0-750 mdpl, suhu rata - rata 32°C dengan kelembaban rata - rata 70%, curah hujan sekitar 2000 mm. Pada lokasi 1 lebih baik dalam pertumbuhannya dan mencapai hasil yang lebih besar dibandingkan pada lokasu 2 karena kondisi iklim lebih baik dari pada lokasi 2.

Analisis Finansial Budidaya Gaharu

Suatu Usaha yang dilaksanakan untuk memperoleh keuntungan (benefit) yang maksimal. Besar kecilnya nilai keuntungan dari hasil produksi. Maka dalam suatu perencanaan untuk melakukan usaha harus memperhitungkan apakah usaha tersebut dapat mendatangkan keuntungan atau tidak.

(38)

suatu usaha yang bermanfaat. Untuk mengetahui itu maka perlu dilakukan analisis finansial.

Analisis finansial merupakan suatu alat untuk mengukur layak atau tidaknya suatu investasi apabila diukur dari aspek keuangan. Pada umumnya, terdapat kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang tergantung kepada kondisi dan kebutuhan yaitu NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Returns).

Dalam penelitian ini, hasil yang diperoleh memberikan prospek finansial yang cukup baik. Hal ini terlihat dari berbagai kriteria finansial yaitu NPV, BCR, dan IRR pada tingkat suku bunga 12,1%. Untuk menghitung ketiga kriteria tersebut maka sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu besarnya penerimaan, pengeluaran, dan pendapatan suatu usaha (Lampiran 2 dan 3). Nilai masing-masing kriteria finansial ditunjukkan pada Tabel 5, 6, 7, 8 dan hasil perhitungan ditunjukkan pada lampiran 4, 5, 6, 7, 8 dan 9.

Net Present Value (NPV)

NPV merupakan selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan. Nilai positif NPV dari satu sistem kegiatan investasi menunjukkan bahwa suatu usaha cukup menguntungkan. Adapun nilai NPV pada kedua lokasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai NPV selama 8 tahun pada tingkat bunga 12,1%.

No Lokasi NPV (Rp/Ha)

(39)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa usaha budidaya gaharu pada kedua areal dengan tingkat suku bunga 12,1% menjukkan nilai yang positif. Dengan hasil analisis yang positif pada kedua areal usaha budidaya gaharu di kedua tempat layak untuk terus dilaksanakan dan merupakan suatu usaha yang memiliki tingkat keuntungan yang besar.

Pada lokasi 1 nilai NPV sebesar Rp. 74.355.108,53, sedangkan pada lokasi 2 memiliki nilai NPV sesar Rp. 21.901.668,11. Nilai yang didapat merupakan selisih antara PV manfaat kotor dengan biaya kotor. Usaha jangka panjang di kedua areal memiliki nilai pengembalian investasi yang menguntungkan.

Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan besarnya pendapatan dengan pengeluaran pada tingkat suku bunga yang telah ditentukan selama jangka waktu tertentu, dalam hal ini jangka waktu investasi adalah 8 tahun. Nilai BCR lebih besar dari satu menunjukkan bahwa investasi sangat menguntungkan. Adapun nilai BCR pada kedua areal budidaya tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai BCR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1%

No Lokasi BCR

1 Areal budidaya gaharu Mahmuddin Sani 2,33 2 Areal budidaya gaharu Ponijo Sukendar 1,43

(40)

Pada lokasi 1 memiliki nilai BCR sebesar 2,33, sedangkan pada lokasi 2 memiliki nilai BCR 1,43. Ini berarti bahwa manfaat ekonomi dari investasi ini adalah 2,33 kali lebih besar dari nilai biaya total pada tingkat suku bunga 12,1%. Jadi, setiap Rp. 1,00 yang diinvestasikan pada lokasi 1 akan memberi hasil sebesar Rp. 2,33. Begitu juga nilai keuntungan yang dihasilkan dari investasi pada lokasi 2, Rp, 1,00 investasi akan menghasilkan Rp. 1,43.

Internal Rate of Returns (IRR)

Nilai IRR juga memberikan petunjuk bahwa suatu investasi cukup menguntungkan atau tidak. IRR merupakan sebuah parameter yang menunjukkan sampai sejauh mana suatu investasi mampu memberikan keuntungan besar dari tingkat suku bunga tertentu. Untuk nilai IRR pada kedua areal pembudidayaan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai IRR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1%

No Lokasi IRR

1 Areal budidaya gaharu Mahmuddin Sani 27,9 2 Areal budidaya gaharu Ponijo Sukendar 16,5

(41)

tingkat suku bunga (discount rate) berapa keuntungan sekarang menjadi nilai negatif.

Pada lokasi 1 memiliki nilai IRR 21,3% dan nilai IRR menunjukkan nilai sebesar 16,5% pada lokasi 2. Untuk budidaya gaharu pada lokasi 1, nilai NPV positif pada tingkat suku bunga 35% sedangkan untuk NPV negatif pada tingkat suku bunga 48%, sehingga IRR menunjukkan hasil sebesar 35,4% yang artinya pada tingkat suku bunga 21,3% nilai NPV = 0. Pada usaha budidaya gaharu di lokasi 2 nilai IRR sebesar 16,5%, sehingga usaha budidaya dikedua tempat ini sangat layak untuk diusahakan. Seperti pernyatan Suharjito, dkk (2003) suatu pengembangan usaha pertanian dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang berlaku pada saat tersebut.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kepekaan sebuah proyek terhadap adanya perubahan-perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah berupa perubahan nilai input maupun autpun dan tingkat suku bunga. Analisis tersebut bukan hanya diapakai untuk mengetahui kepekaan proyek, akan tetapi juga dapat digunakan untuk membandingkan alternatif proyek.

(42)

Tabel 8. Analisis sensitivitas selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1%

Dari Tabel 8 diketahui bahwa pada lokasi 1 dengan perubahan terhadap seluruh biaya investasi (cost) yang dikeluarkan naik sebesar 5% dan keuntungan (benefit) yang diperoleh turun sebesar 5% ternyata seluruh kriteria menunjukkan hasil yang positif. Nilai NPV yang diperoleh masing-masing sebesar Rp. 72.015.007,84/Ha dan Rp. 67.858.748,08. Nilai BCR yang diperoleh masing-masing sebesar 2,24 dan 2,22. Sedangkan IRR masing-masing-masing-masing sebesar 26,2 dan 26. Bila diperhatikan, dengan kenaikan cost sebesar 5% dan benefit turun 5% tidak terjadi perubahan yang signifikan.

(43)

Dari hasil analisis sensitivitas yang telah dilakukan, usaha budidaya gaharu di kedua areal masih layak untuk dijalankan. Hal ini terlihat dari kriteria finansial yang diperoleh terhadap perubahan yang terjadi pada tingkat susku bunga 12,1% menunjukkan nilai yang positif. Melihat hasil dari perhitungan analisis finansial pada kedua lokasi diatas , lokasi 1 merupakan usaha yang tingkat pengembalian investasi lebih tinggi yaitu dengan nilai BCR sebesar 2,33 dibandingkan nilai BCR pada lokasi 2 yang hanya sebesar 1,43.

Prospek Pemasaran

Pemasaran gaharu di Provinsi Sumatera Utara masih tergolong sedikit pangsa pasarnya, ini dikarenakan oleh pengusahaan gaharu di daerah ini masih tergolong baru dan hanya sedikit orang yang mengetahui kegunaan dari produk budidaya ini. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kedua pemilik budidaya gaharu di lokasi 1 dan lokasi 2, mereka menjelaskan bahwa gaharu hasil budidaya dari lahan mereka dijual kepada agen pengumpul gaharu dengan mematokkan hasil budidaya gaharu pada kelas C dengan harga Rp. 500.000,00/Kg. Penentuan kulitas gaharu pada grade terendah ini dikarenakan atasa adanya kesepakatan dalam Forum Gaharu Indonesia Sumatera Utara yang menetapkan rata-rata gubal gaharu yang terbentuk dari tanaman budidaya

Aquilaria malaccensis merupakan kelas terendah. Hal ini disepakati agar tidak adanya kekeliruan dalam penjualan gaharu ke pasar internasional.

(44)

Hongkong dan Taiwan. Untuk harga jual yang ditetapkan agen kepada pengolah gaharu diluar negeri ialah sebesar Rp. 2.000.000,00/Kg. Penjualan gaharu ke pasar international ini bukan dengan cara mengirimkan produk ke luar negeri, melainkan agen membawa langsung gaharu dari Indonesia ke negara tujuan. Sistem transaksi yang dilakukan dengan memperlihatkan gaharu dan menegecek kualitas dari gaharu yang akan diperdagangkan. Untuk biaya yang dikeluarkan agen untuk menjual gaharu ke pasar di Singapura sekitar Rp. 5.000.000,00/10kg, biaya ini meliputi kepengurusan izin penjualan dan perdagangan komoditi kehutanan dan biaya perjalanan.

Harga jual beli gubal gaharu dari petani seharga Rp. 500.000,00/Kg sedangkan penjualan agen yang dilakukan ke pasar Internasional sebesar Rp.2.000.000,00/Kg. Keuntungan yang didapatkan agen atas penjualannya sebesar Rp.1.500.000,00/Kg. Keuntungan yang didapatkan agen dalam penjualan gaharu ke pasar internasional, harga jual gaharu pada petani mengalami kenaikan 3 kali lipat dalam penjualaan di luar negeri. Kita dapat menilai bahwa nilai gaharu di pasar internasional sangatlah strategis, dimana untuk produk dari komoditi hutan sangatlah tinggi. Jika petani dapat menjual langsung produknya ke pasar internasional sangat mendorong usaha pembudidayaan di dalam negeri.

(45)

Provinsi Sumatera Utara tidak jauh berbeda dengan Provinsi Bangka Belitung. Peningkatan harga gubal gaharu terjadi setiap tahunnya dikarenakan kebutuhan akan gaharu dan terbatasnya akan produksi sedangkan gaharu yang bersal dari alam telah dilarang peredarannya oleh pemerintah.

Dari tanaman penghasil gaharu Aquilaria malaccensis tidak hanya gubal gaharu yang memiliki nilai ekonomi, tetapi juga daun tanaman dapat diolah menjadi bahan baku teh gaharu. Pada saat ini telah banyak dilakukan pengolahannya ditingkat home industry, sehingga selama selang waktu pemanenan gubal gaharu petani dapat memanen daun gaharu sebagai pendapatan tambahan dari pemanenan gubal gaharu.

Marjin pengusahaan diartikan sebagai perbedaan antara harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli produk dengan harga pabrik yang diterima oleh produsen yang membuat produk tersebut (Swastha,1997). Marjin usaha pada komoditas gaharu dapat dilihat dari selisih antara total pendapatan dengan total biaya. Marjin usaha pada setiap pelaku pengusahaan gaharu berbeda-beda. Keuntungan yang diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan oleh setiap pelaku dipengaruhi oleh harga penjualan dan biaya yang diperlukan pada saat produksi. Penentuan harga jual komoditas gaharu didasarkan pada kualitas gaharu, sedangkan biaya didasarkan pada proses-proses yang dilakukan oleh setiap pelaku usaha.

(46)

kita katakan bahwa prospek usaha budidaya gaharu ini sangat menguntungkan bagi untuk dikembangkan oleh masyarakat. Hasil analisis finansial yang telah dilakukan, bahwa usaha budidaya gaharu merupakan usaha yang meliliki prospek sangat baik, dimana investasi yang ditanamkan tidak terlalu lama untuk mendapatkan keuntungan yang dihasilkan dari usaha budidaya gaharu ini.

Permintaan akan kebutuhan gubal gaharu setiap tahun terus meninggkat, sedangkan produktivitas gaharu alam telah dilarang keras oleh pemerintah. Untuk itu digalakkan program pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan HHBK Nasional, setiap provinsi perlu menggali potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai elternatif sumber pangan dan penghasil getah-getahan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 9. Jumlah dan nilai ekspor gaharu semester pertama tahun 2012

Bulan Nilai Volume (Kg)

Sumber : Badan Pusat Statistik

(47)

bulannya mencapai 315 ton/bulan, jumlah dan nilai ekspor ini masih sangat kurang dibandingkan dengan permintaan ekspor dari luar negeri. Menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, kebutuhan gaharu dunia setiap tahunnya mencapai 4.000 ton. Jumlah ekspor gaharu Indonesia pada semester pertama hanya mencapai 1.893 ton, jumlah ekspor ini tidak sampai 50 % kebutuhan gaharu pertahunnya. Diharapkan jumlah ekspor pada semester kedua tahun 2012 dapat memenuhi kebutuhan gaharu Indonesia. Untuk saat ini Tiongkok merupakan salah satu negara pengimpor gaharu terbesar dengan kebutuhan per tahun mencapai 500 ton.

Dalam laporan ekspor tahun 2011 Direktorat Bina Produksi Hutan Kementerian Kehutanan mencatat saat ini ada tujuh pasar ekspor kayu gaharu dalam negeri, yakni Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Taiwan, Singapura, Hongkong, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Total volume ekspor tahun 2010 mencapai 573 ton, naik signifikan dari lima tahun lalu sebesar 170 ton.

(48)
(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Usaha Budidaya gaharu di lokasi dan di lokasi 2 dapat Disimpulkan :

1. Berdasarkan hasil dari ketiga analisis finansial dengan mengunakan kriteria NPV, BCR dan IRR usaha pembudidayaan gaharu di kedua tempat memenuhi kriteria dan layak untuk terus dilaksanakan.

2. Hasil analisi finansial NPV terbesar terdapat pada lokasi 1 yaitu sebesar Rp.74.355.108,53/Ha sedangkan pada lokasi 2 sebesar Rp. 21.901.668,11/Ha. 3. Dari hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada lokasi 1 setelah cost

dinaikkan sebesar 5% NPV sebesar Rp. 72.015.007,84 dan benefit turun 5% NPV sebesar Rp. 67.858.748,08 dan pada lokasi 2 sebesar Rp.19.387.662,38 dan Rp.18.292.578,97, melihat dari nilai NPV tersebut usaha masih layak untuk dijalankan apabila terjadi peningkatan biaya ataupun penurunan pendapatan.

4. Prospek pemasaran gaharu di Provinsi Sumatera Utara sangatlah baik, dimana produksi gaharu Indonesia tidak dapat memenuhi kuota sebesar 4000 ton pertahun dengan ekspor rata-rata sebesar 315 ton perbulan.

Saran

(50)

2. Peran serta pemerintah khususnya Instansi terkait dengan menggalakkan penyuluhan terhadap masyarakat akan prospek budidaya gaharu kedepannya. 3. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, dalam pemilihan bibit harus sangat

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, D. 2009. Gaharu: Harta di Kebun. Trubus online. http://www .trubus-online.co.id/. [25 Maret 2013]

Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia Tahun 2012. Badan Pusat Statistik. Jakarta

Blanchette, R. A. 2006. Sustainable Agarwood Production in Aquilaria Trees. http:// forestpathology.cfans .umn.edu/.[ 20 Desember 2012]

Budidarsono, S. 2001 . Analisis Ekonomi Wanatani. Prosiding Lokakarya

Wanatani Se-Nusa Tenggara : Bali. http/www.wprldagroforetrycentre.org/[20 Desember 2012]

Departemen Kehutanan. 2002. GAHARU: HHBK yang Menjadi Primadona. Info Pusat Standarisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2007. Statistik Kehutanan Indonesia 2006. Departemen

Kehutanan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Hutan. 2009. Laporan Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Duryatmo, S. 2009. Tersandung Wangi Gaharu. Trubus online. http://www .trubusonline.co.id/. [ 20 Desember 2012]

Forestry Research and Development Agency. 2011. Bioinduction Technology for Sustainable Development and Conservation of Gaharu. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Gray, C, Kadariah dan L.Karlina. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Gun, B., P. Steven., M. Sungadan, L. Sumari, and P. Chatteron, (2004). Eaglewood in Papua New Guinea. Tropical Rain Forest Project. Working paper No. 51. Vietnam.

(52)

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 2013. Profil Provinsi Sumatera Utara.

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan HHBK Nasional. Departemen Kehutanan. Jakarta

Santoso, E., Luciasih Agustini, Irnayuli R. Sitepu, dan Maman Turjaman. 2007. Efektifivitas Pembentukan Gaharu dan Komposisi Senyawa Resin pada

Aquilaria spp. Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam vol IV no 6: 543-551

Suharjito, D , L.Sundawati, Suyanto dan S.R. Utami. 2003. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestry. ICRAF. Bogor

Suharti, S. 2009. Prospek Pengusahaan Gaharu Melalui Pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Pusat Litbang dan Konservasi Alam. Bogor.

Sukandar. 2006. Pengembangan HHBK Jenis Gaharu (Aquilaria malaccensis ) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dinas Kehutanan Bangka Belitung. Pangkal Pinang.

Sumarna, Yana. 2012. Budidaya Jenis Pohon Penghasil Gaharu. Pusat Litbang Produksi Hutan. Bogor.

Squidoo. 2008. Production and Marketing of Cultivated Agarwood. http: //www.squidoo. com/agarwood Co-pyright © 2008, Squidoo, LLC and respective copyright owners. [21 Januari 2013].

Swastha, B. 1997. Azas-Azas Marketing.Liberty Jakarta

(53)

Lampiran 1

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU

PENGENALAN TEMPAT Dusun

Desa Kecamatan Kabupaten

Provinsi Sumatera Utara No urut sampel

PETUGAS Enumerator

Tanggal

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(54)

I. Identitas responden

1. Nama/usia :

2. Jenis kelamin :

3. Suku :

4. Pendidikan :

5. Pekerjaan utama : 6. Pekerjaan sampingan : 7. Jumlah anggota keluarga : II. Data umum areal yang dikelola

1. Berapa luas total lahan yang bapak miliki ? .... Ha

2. Berapa luas lahan yang digunakan untuk budidaya ? .... Ha 3. Penggunaan lahan yang lain:

Penggunaan lahan Luas Penggunaan lahan Luas

Perumahan Perkebunan

Sawah Kosong

Ladang Lainnya

4.Status lahan yang digunakan untuk areal budidaya?

a Lahan milik/pribadi b. Lahan sewa c. Lahan adat/marga d. Lainnya

5. Apakah semua lahan yang bapak miliki bersertifikat ? a. Ya b. Tidak

6. Jika tidak bersertifikat, apa alasannya ....

7. Jika tidak bersertifikat, apa bentuk bukti kepemilikan lahannya ?

(55)

III. Kegiatan Silvikultur A. Persiapan lahan

1. Berapa lama waktu untuk mempersiapkan lahan ? a. 1 bulan sebelum penanaman

b. 2 Bulan Sebelum penanaman c. Lainnya ....

2. Berapa orang tenaga kerja yang dibutuhkan ? .... orang

3. Apa jenis kegiatan dalam persiapan lahan dan berapa biayanya?

Kegiatan Biaya (Rp) Kegiatan Biaya (Rp)

4. Apa saja alat yang dibutuhkan dalam persiapan lahan ? ....

5. Adakah aturan tradisional (adat) dalam persiapan lahan a. Ya b. Tidak 6. Jika ya, tolong jelaskan ....

B. Penanaman

1. Jenis pohon apa saja yang ditanam di lahan hutan rakyat:

Jenis pohon Banyaknya (btg) Jenis pohon Banyaknya (btg)

2. Mengapa saudara memilih menanam jenis pohon tersebut ? a. Karena cukup menambah penghasilan, jelaskan .... b. Karena bisa menjadi pelindung dari angin, jelaskan .... c. Sebagai batas lahan, jelaskan ....

d. Guna perbaikan dan perlindungan lahan, jelaskan .... e. Karena alasan adat/budaya, jelaskan ....

(56)

3. Dari mana bibit pohon diperoleh ?

a. Membibitkan sendiri b. Membeli c. Bantuan pemerintah d. Lainnya ….

4. Berapa jarak tanam pohon yang ditanam ? ....

5. Apa jenis kegiatan dalam penanaman lahan dan berapa biayanya ?

Kegiatan Biaya (Rp) Kegiatan Biaya (Rp)

C. Pemeliharaan

1. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pemeliharaan hutan rakyat dan berapa biayanya?

Kegiatan Biaya (Rp) Kegiatan Biaya (Rp)

2. Berapa kali dilakukan penyiangan dalam 1 tahun ? a. 1 kali b. 2 kali c. Lainnya ....

3. Berapa kali tanaman dipupuk dalam setahun ? a. 1 kali b. 2 kali c. Lainnya ....

4. Coba bapak sebutkan hama dan penyakit yang menyerang tanaman .... 5. Bagian mana saja tanaman yang diserang ?

a. Perakaran, batang, daun b. Perakaran, cabang, ranting c. Lainnya ….

6. Bagaimana cara memberantas hama dan penyakit dilakukan ? a. Menyemprot pestisida, fungisida, insectisida

b. Melakukan pemusnahan pada tanamanan yang terkena penyakit c. Lainnya ....

(57)

8. Selain hama dan penyakit, apa saja yang lain yang menjadi ancaman tanaman ? a. Penggembalaan liar, kebakaran, angin keras

b. Pencurian, tanah longsor, banjir c. Lainnya ....

9. Coba jelaskan dampak kerugian yang disebabkan oleh beberapa ancaman diatas 10. Bagaimana cara penanggulangan ancaman tersebut ? ....

(58)

Lampiran 2. Rincian biaya budidaya gaharu Mahmuddin Sani

5 Pupuk, Herbisida dan Pestisida

Kandang 375 Kg 1 125 125 125 - - - -

9 Pengendalian hama dan

penyakit 4 HOK 40 - 160 160 160 - - - - -

10 Penyuntikan fusarium 162 Phn 150 - - - 24300 - - -

11 Pemanenan 162 Phn 150 - - - 24300

(59)

Lampiran 3. Rincian biaya budidaya gaharu Ponijo Sukendar

5 Pupuk, Herbisida dan Pestisida

(60)

Lampiran 4. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) Usaha Gaharu Budidaya Mahmuddin Sani

Tahun Benefit Cost Net Benefit DF 12,1

% NPV 12,1 % PV (B) PV (C) DF 35 % NPV % DF 40 % NPV 48 %

1 2 3 4 = (2) -

(3) 5 6 = (4).(5) 7 = (2).(5) 8 = (3).(5) 9 10 = (4).(9) 11 12 = (4) . (11)

0 0 26175000 -26175000 1 -26175000,000 0 26175000,000 1 -26175000,000 1 -26175000,000

1 0 1615000 -1615000 0,8920607 -1440677,966 0 1440677,966 0,7407407 -1196296,296 0,7142857 -1153571,429

2 0 1615000 -1615000 0,7957722 -1285172,137 0 1285172,137 0,5486968 -886145,405 0,5102041 -823979,592

3 0 1740000 -1740000 0,7098771 -1235186,142 0 1235186,142 0,4064421 -707209,267 0,3644315 -634110,787

4 0 1340000 -1340000 0,6332534 -848559,594 0 848559,594 0,3010682 -403431,425 0,2603082 -348812,995

5 0 25080000 -25080000 0,5649005 -14167703,819 0 14167703,819 0,2230135 -5593178,630 0,1859344 -4663235,557

6 0 1340000 -1340000 0,5039255 -675260,153 0,000 675260,153 0,1651952 -221361,550 0,1328103 -177965,814

7 0 0 0 0,4495321 0,000 0,000 0,000 0,1223668 0,000 0,0948645 0,000

8 324000000 24300000 299700000 0,4010099 120182668,350 ########## 9744540,677 0,0906421 27165430,697 0,0677604 20307780,355

Total (Rp/Ha) 324000000 83205000 240795000 74355108,539 ########## 55572100,488 -8017191,877 -13668895,817

Keterangan : Suku bunga yang berlaku per tanggal 31 Juli 3013

BCR = PV(B)/PV© IRR = rate (+) mendekati nol + (NPV(+mendekati nol)*(rate(-)-rate))/NPV (+)-NPV(-)

2,33799349 0,279

(61)

Lampiran 5. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) Usaha Gaharu Budidaya Mahmuddin Sani (cost naik 5%)

Tahun Benefit Cost Net Benefit

DF 12,1

% NPV 12,1 % PV (B) PV (C) DF 35 % NPV % DF 40 % NPV 48 %

1 2 3 4 = (2) - (3) 5 6 = (4).(5) 7 = (2).(5) 8 = (3).(5) 9 10 = (4).(9) 11 12 = (4) . (11)

0 0 27483750 -27483750 1 -27483750,000 0 27483750,000 1 -27483750,000 1 -27483750,000

1 0 1695750 -1695750 0,8920607 -1512711,864 0 1512711,864 0,7407407 -1256111,111 0,7142857 -1211250,000

2 0 1695750 -1695750 0,7957722 -1349430,744 0 1349430,744 0,5486968 -930452,675 0,5102041 -865178,571

3 0 1827000 -1827000 0,7098771 -1296945,449 0 1296945,449 0,4064421 -742569,730 0,3644315 -665816,327

4 0 1407000 -1407000 0,6332534 -890987,574 0 890987,574 0,3010682 -423602,996 0,2603082 -366253,644

5 0 26334000 -26334000 0,5649005 -14876089,010 0 14876089,010 0,2230135 -5872837,562 0,1859344 -4896397,334

6 0 1407000 -1407000 0,5039255 -709023,161 0,000 709023,161 0,1651952 -232429,628 0,1328103 -186864,104

7 0 0 0 0,4495321 0,000 0,000 0,000 0,1223668 0,000 0,0948645 0,000

8 324000000 24421500 299578500 0,4010099 120133945,646 ########## 9793263,380 0,0906421 27154417,684 0,0677604 20299547,471

Total

(Rp/Ha) 324000000 86271750 237728250 72015007,845 ########## 57912201,182 -9787336,018 -15375962,510

Keterangan : Suku bunga yang berlaku per tanggal 31 Juli 3013

BCR = PV(B)/PV© IRR = rate (+) mendekati nol + (NPV(+mendekati nol)*(rate(-)-rate))/NPV (+)-NPV(-)

2,24352047 0,262

(62)

Lampiran 6. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) Usaha Gaharu Budidaya Mahmuddin Sani (benefit turun 5%)

Tahun Benefit Cost

Net Benefit

DF 12,1

% NPV 12,1 % PV (B) PV (C) DF 35 % NPV % DF 40 % NPV 48 %

1 2 3

4 = (2) -

(3) 5 6 = (4).(5) 7 = (2).(5) 8 = (3).(5) 9 10 = (4).(9) 11 12 = (4) . (11)

0 0 26175000 -26175000 1 -26175000,000 0 26175000,000 1 -26175000,000 1 -26175000,000

1 0 1615000 -1615000 0,8920607 -1440677,966 0 1440677,966 0,7407407 -1196296,296 0,7142857 -1153571,429

2 0 1615000 -1615000 0,7957722 -1285172,137 0 1285172,137 0,5486968 -886145,405 0,5102041 -823979,592

3 0 1740000 -1740000 0,7098771 -1235186,142 0 1235186,142 0,4064421 -707209,267 0,3644315 -634110,787

4 0 1340000 -1340000 0,6332534 -848559,594 0 848559,594 0,3010682 -403431,425 0,2603082 -348812,995

5 0 25080000 -25080000 0,5649005 -14167703,819 0 14167703,819 0,2230135 -5593178,630 0,1859344 -4663235,557

6 0 1340000 -1340000 0,5039255 -675260,153 0,000 675260,153 0,1651952 -221361,550 0,1328103 -177965,814

7 0 0 0 0,4495321 0,000 0,000 0,000 0,1223668 0,000 0,0948645 0,000

8 307800000 24300000 283500000 0,4010099 113686307,898 ########## 9744540,677 0,0906421 25697029,038 0,0677604 19210062,498

Total (Rp/Ha) 307800000 83205000 224595000 67858748,087 ########## 55572100,488 -9485593,536 -14766613,674

Keterangan : Suku bunga yang berlaku per tanggal 31 Juli 3013

BCR = PV(B)/PV© IRR = rate (+) mendekati nol + (NPV(+mendekati nol)*(rate(-)-rate))/NPV (+)-NPV(-)

2,22109381 0,260

(63)

Lampiran 7. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) Usaha Gaharu Budidaya Ponijo Sukendar

Tahun Benefit Cost Net Benefit DF 12,1 % NPV 12,1 % PV (B) PV (C) DF 35 % NPV % DF 40 % NPV 48 %

1 2 3 4 = (2) - (3) 5 6 = (4).(5) 7 = (2).(5) 8 = (3).(5) 9 10 = (4).(9) 11 12 = (4) . (11)

0 0 28240000 -28240000 1 -28240000,000 0 28240000,000 1 -28240000,000 1 -28240000,000

1 0 1920000 -1920000 0,8920607 -1712756,467 0 1712756,467 0,7407407 -1422222,222 0,6756757 -1297297,297

2 0 1920000 -1920000 0,7957722 -1527882,665 0 1527882,665 0,5486968 -1053497,942 0,4565376 -876552,228

3 0 1600000 -1600000 0,7098771 -1135803,349 0 1135803,349 0,4064421 -650307,372 0,3084714 -493554,182

4 0 1200000 -1200000 0,6332534 -759904,114 0 759904,114 0,3010682 -361281,873 0,2084266 -250111,917

5 0 17140000 -17140000 0,5649005 -9682394,077 0 9682394,077 0,2230135 -3822451,424 0,1408288 -2413805,323

6 0 1200000 -1200000 0,5039255 -604710,585 0,000 604710,585 0,1651952 -198234,224 0,0951546 -114185,499

7 0 0 0 0,4495321 0,000 0,000 0,000 0,1223668 0,000 0,0642936 0,000

8 180000000 16500000 163500000 0,4010099 65565119,370 72181782,793 6616663,423 0,0906421 14819979,709 0,0434416 7102709,196

Total (Rp/Ha) 180000000 69720000 110280000 21901668,113 72181782,793 50280114,680 -20928015,349 -26582797,250

Keterangan : Suku bunga yang berlaku per tanggal 31 Juli 3013

BCR = PV(B)/PV© IRR = rate (+) mendekati nol + (NPV(+mendekati nol)*(rate(-)-rate))/NPV (+)-NPV(-)

1,43559304 0,165

(64)

Lampiran 8. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) Usaha Gaharu Budidaya Ponijo Sukendar (cost naik 5%)

Tahun Benefit Cost Net Benefit DF 12,1 % NPV 12,1 % PV (B) PV (C) DF 35 % NPV % DF 40 % NPV 48 %

1 2 3 4 = (2) - (3) 5 6 = (4).(5) 7 = (2).(5) 8 = (3).(5) 9 10 = (4).(9) 11 12 = (4) . (11)

0 0 29652000 -29652000 1 -29652000,000 0 29652000,000 1 -29652000,000 1 -29652000,000

1 0 2016000 -2016000 0,8920607 -1798394,291 0 1798394,291 0,7407407 -1493333,333 0,6756757 -1362162,162

2 0 2016000 -2016000 0,7957722 -1604276,798 0 1604276,798 0,5486968 -1106172,840 0,4565376 -920379,839

3 0 1680000 -1680000 0,7098771 -1192593,516 0 1192593,516 0,4064421 -682822,740 0,3084714 -518231,891

4 0 1260000 -1260000 0,6332534 -797899,320 0 797899,320 0,3010682 -379345,967 0,2084266 -262617,513

5 0 17997000 -17997000 0,5649005 -10166513,781 0 10166513,781 0,2230135 -4013573,996 0,1408288 -2534495,589

6 0 1260000 -1260000 0,5039255 -634946,114 0,000 634946,114 0,1651952 -208145,935 0,0951546 -119894,774

7 0 0 0 0,4495321 0,000 0,000 0,000 0,1223668 0,000 0,0642936 0,000

8 180000000 17325000 162675000 0,4010099 65234286,199 72181782,793 6947496,594 0,0906421 14745199,995 0,0434416 7066869,837

Total (Rp/Ha) 180000000 73206000 106794000 19387662,379 72181782,793 52794120,414 -22790194,816 -28302911,931

Keterangan : Suku bunga yang berlaku per tanggal 31 Juli 3013

BCR= PV(B)/PV IRR = rate (+) mendekati nol + (NPV(+mendekati nol)*(rate(-)-rate))/NPV (+)-NPV(-)

1,36723147 0,1432944

(65)

Lampiran 9. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) Usaha Gaharu Budidaya Ponijo Sukendar (benefit turun 5%)

Tahun Benefit Cost Net Benefit DF 12,1 % NPV 12,1 % PV (B) PV (C) DF 35 % NPV % DF 40 % NPV 48 %

1 2 3 4 = (2) - (3) 5 6 = (4).(5) 7 = (2).(5) 8 = (3).(5) 9 10 = (4).(9) 11 12 = (4) . (11)

0 0 28240000 -28240000 1 -28240000,000 0 28240000,000 1 -28240000,000 1 -28240000,000

1 0 1920000 -1920000 0,8920607 -1712756,467 0 1712756,467 0,7407407 -1422222,222 0,6756757 -1297297,297

2 0 1920000 -1920000 0,7957722 -1527882,665 0 1527882,665 0,5486968 -1053497,942 0,4565376 -876552,228

3 0 1600000 -1600000 0,7098771 -1135803,349 0 1135803,349 0,4064421 -650307,372 0,3084714 -493554,182

4 0 1200000 -1200000 0,6332534 -759904,114 0 759904,114 0,3010682 -361281,873 0,2084266 -250111,917

5 0 17140000 -17140000 0,5649005 -9682394,077 0 9682394,077 0,2230135 -3822451,424 0,1408288 -2413805,323

6 0 1200000 -1200000 0,5039255 -604710,585 0,000 604710,585 0,1651952 -198234,224 0,0951546 -114185,499

7 0 0 0 0,4495321 0,000 0,000 0,000 0,1223668 0,000 0,0642936 0,000

8 171000000 16500000 154500000 0,4010099 61956030,230 68572693,653 6616663,423 0,0906421 14004201,010 0,0434416 6711734,378

Total (Rp/Ha) 171000000 69720000 101280000 18292578,973 68572693,653 50280114,680 -21743794,048 -26973772,068

Keterangan : Suku bunga yang berlaku per tanggal 31 Juli 3013

BCR= PV(B)/PV IRR = rate (+) mendekati nol + (NPV(+mendekati nol)*(rate(-)-rate))/NPV (+)-NPV(-)

1,36381339 0,1421235

Gambar

Tabel 1. Rincian biaya budidaya Gaharu pada areal Mahmuddin Sani
Tabel 2. Rincian biaya budidaya Gaharu pada areal Ponijo Sukendar
Tabel 3. Asumsi pembentukan gubal gaharu setelah inokulasi.
Tabel 6. Nilai BCR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1%
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukkan bahwa persilangan antara pasangan tetua yang berjarak genetik dekat dapat menghasilkan progeni F 1 yang memiliki kedekatan jarak genetik terhadap salah

kemampuan pemahaman konseptual siswa pada materi Pythagoras kelas VIII. SMPN 1

research model has enough validity discriminate. Addition results, each variables has composite reliability moi than 0'T0 According ro analysis all ofthe lables,

produk ataupun jasa yang ditawarkan oleh CV.Wijaya Teknik, sehingga masyarakat tidak binggung lagi untuk mencari informasi tentang produk yang mereka cari. 5) Dengan

1) Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara aset dengan utang pemerintah daerah. 2) Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara

CASER Ministry of Agriculture, Bogor, Indonesia. Boby Hendradjaja, Sunu Suprapto and Rizaldi Zaafrano, Jasa Tirta I Public Corporation, Malang, Indonesia... These include:

11 Sulistyana.dkk., 2012, Analisa Pengaruh Lingkungan Pengendapan Batubara Terhadap Kandungan Sulfur batubara. Geologi Dan Studi Batubara Seam M2, Formasi Muaraenim,

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang Pengaruh Career Planning