• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Kabupaten Wonosobo

Keadaan geografis dan demografis Kabupaten Wonosobo sangat cocok untuk pengembangan budidaya pertanian, khususnya pertanian hortikultura sayuran dataran tinggi. Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan yang memiliki 98.468 Ha (984,68 Km²) terletak pada ketinggian 750-2.250 meter dpl di atas permukaan laut. Rata-rata suhu udara di Wonosobo antara 14,3-26,5° C dengan curah hujan per tahun berkisar 1.713-4.255 mm/tahun. Kondisi ini memacu pertumbuhan budidaya hortikultura di kabupaten ini terus meningkat. Persebaran sentra produksi kentang di Kabupaten Wonosobo terletak di berbagai kecamatan di daerah dataran tinggi Wonosobo pada ketinggian 1000 – 2000 dpl (Rencana Strategis, 2011-2014) persebaran luas panen pada sentra produksi kentang pada tahun 2012-2013 disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Sentra Produksi Kentang Kabupaten Wonosobo Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo (diolah)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 Kejajar Garung Kalikajar Kepil Sapuran

Luas Lahan Panen (Ha) Time Series

Ke

ca

m

atan

Sentra Produksi Kentang

Sentra produksi kentang yang berkembang di wilayah Kabupaten Wonosobo tersebar di beberapa kecamatan di wilayah ini antara lain Kejajar, Garung, Kalikajar, Kepil dan Sapuran. Kejajar merupakan salah satu kecamatan yang memiliki luas panen produksi sayuran kentang terluas dari seluruh sentra produksi yang ada.

Analisis Rantai Pasok

Rantai pasok produk merupakan aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan purna jual. Terjadi karena adanya hubungan dengan produsen, pemasok, dan konsumen. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, mulai dari produksi sampai konsumen akhir (Hadiguna, 2010). Berdasarkan hasil indepth interview yang terlampir pada lampiran 1, proses rantai pasok pada pendistribusian kentang didasarkan pada tipe kualitas atau grade yang dihasilkan.Grade kentang yang didistribusikan di tingkat petani dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini:

Tabel 5 Grade dan Ciri Kentang Kabupaten Wonosobo

Distribusi kentang dengan tipe ABC, DN dan Rindil didistribusikan kepada pedagang besar, pasar tradisional dan pasar induk luar kota. Komoditas kentang ditingkat eksportir disortir kembali. Eksportir melakukan grading tersendiri terhadap kualitas kentang dari petani dan pedagang besar. Daftar grading kentang ditingkat ekportir dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Grade dan Ciri kentang ditingkat Eksportir

Hasil penyortiran kentang berdasarkan grade yang ditentukan oleh eksportir menghasilkan kentang reject atau kentang sisa yang tidak masuk dalam kualifikasi kentang ekspor. Kentang barang sisa ini akan dikelbalikan kepada pedagang besar, kemudian dijual ke pasar tradisional dengan harga yang lebih rendah yaitu sekitar 5.000-6.500 per kg. Pedagang besar memenuhi pesanan dari eksportir dengan membeli kentang dari beberapa petani. Jika tidak dapat memenuhi pesanan dari eksportir, maka pihak pertama atau pedagang besar akan terkena klaim.

Arus barang dan uang yang sudah terjadi secara kontinu pada tingkat petani sapai konsumen akhir, sedangkan arus informasi masih belum optimal dan terbuka, terlebih informasi mengenai harga kentang di pasar oleh pedagang kepada petani yang masih tertutup. barang, uang dan informasi komoditas kentang yang ditemukan pada sentra produksi di wilayah Kabupaten Wonosobo, umumnya mengikuti pola seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.

Tipe Ciri Ukuran Harga

ABC Diameter > 6 cm 3 biji/kg 7.000 – 10.000

DN Diameter 3,5 ≤ DN ≤ 6 cm 6-10 biji/kg 3.500 – 4.000

Rindil Diameter < 2,5 cm 20-50 biji/kg 1.500 – 2.000

Tipe Ciri Harga

Xl 3 biji/ kg 9.500

Medium 4 biji/ kg 9.250

Small 6-9 biji/ kg 8.000

Mini 9 – 25 biji/ kg 6.500

Gambar 7 Rantai Pasok Kentang Kabupaten Wonosobo Keterangan: Struktur Rantai Pasok I

Struktur Rantai Pasok II Struktur Rantai Pasok III

Berdasarkan gambar diatas arus distribusi kentang pada model rantai pasok diatas dibagi menjadi beberapa rantai, sebagai berikut:

1) Struktur Rantai I

Petani menjual barang ke pengumpul pada saat panen raya. Pada saat panen raya ini produksi kentang melimpah. Pengumpul menemui petani secara langsung kemudian menjualnya di pasar-pasar tradisional kepada konsumen. Arus informasi harga yang diperoleh petani pada saluran ini hanya dari media televisi dan internet, pengumpul tidak memberitahukan

trend harga di pasar atau besaran harga jual pedagang besar sendiri ke konsumen. Arus uang langsung dibayar secara tunai kepada petani saat terjadi transaksi jual beli. Aktivitas petani hanya berfokus pada lahan dan proses produksi saja, tidak melakukan pencucian, pengemasan dan pemberian grade.

2) Struktur Rantai II

Petani menjual kentang kepada pedagang besar yang menawarkan harga paling tinggi, selanjutnya petani bernegosiasi, kemudian petani menjual kentang pada pedagang besar yang memberikan harga tertinggi sesuai kesepakatan. Pedagang besar berperan sebagai penyedia kentang bagi pasar induk kota-kota disekitar Kabupaten Wonosobo, yaitu Jogjakarta, Solo, Muntilan. Selain menjual kentang dengan keadaan baik, pedangang besar juga menjual kembali kentang barang sisa.

3) Struktur Rantai III

Petani menjual kentang kepada pedagang besar. Pedangang besar ini bekerja sama dengan PT. Bumi Sari Lestari di Desa Suro Padang. Perusahaan ini memasarkan berbagai komoditas sayuran ke berbagai negara, untuk sayuran kentang dipasarkan ke Singapura. Pengiriman kentang dilakukan empat sampai lima kali dalam seminggu. Aktivitas yang

Keterangan: Arus Barang Arus Uang dan Informasi Petani Kentang

Pedagang Besar Pengumpul

Eksportir (PT. Bumi Sari Lestari) Pedagang Pasar Induk Luar Kota Pasar Tradisional Singapura 1 2 1 2b 2b 2a

dilakukan oleh eksportir adalah proses pencucian atau pemberihan kentang dari debu yang menempel, pemberian grade, dan packaging. Pedagang besar memiliki kontrak kerja jangka panjang dengan perusahaan eksportir. Kontrak tersebut memuat jumlah pesanan, kualitas dan harga.

Pelaku-pelaku rantai pasok diatas membentuk suatu pola interaksi yaitu pola dagang umum yang biasanya bersifat informal dan fleksibel. Secara umum pola dagang umum masih berjalan sederhana dengan aliran informasi yang tertutup antara pedagang besar dengan petani.

Berdasarkan paparan di atas, struktur rantai pasok dapat dianalisis dengan metode deskriptif-kualitatif yang dikembangkan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Van der Vorst (2006). yang dirinci berdasarkan aspek-aspek pada struktur rantai, sasaran rantai, sumber daya rantai, manajemen rantai, dan proses bisnis rantai pasoknya. Analisis kondisi rantai pasok kentang secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis Kondisi Rantai Pasok Kentang Wonosobo

Analisis Deskriptif Komoditas Kentang

Struktur Rantai Anggota rantai pasok terdiri dari: produsen (petani/kelompok tani), distributor (pedagang pengumpul, pedagang pasar, dan eksportir), pasar tradisional dan pasar luar daerah sebagai konsumen. Sasaran Rantai Sasaran pasar berdasarkan kualitas produk dibedakan berdasarkan grade/mutu ABC, DN dan Rindil untuk pedagang besar, pasar tradisional dan pasar luar daerah. Grade XL, Medium, Small, Mini Baby yang disortir oleh eksportir untuk pasar-pasar luar negeri.

Sasaran pengembangan rantai pasok adalah menambah mitra tani dan terciptanya arus informasi terpadu.

Manajemen Rantai Kerja sama dan pemilihan mitra antar pelaku rantai masih didasarkan pada kepercayaan. Kesepakatan kontraktual antara pedagang besar dan eksportir didasarkan pada perjanjian tertulis (MOU), mencakup jumlah, kualitas, serta pembayaran hasil panen dilakukan paling lambat satu bulan setelah barang diterima.

Sumber Daya Rantai Luas panen kentang di Kabupaten Wonosobo adalah 3263 ha dengan produksi 494.405 Kw, dan produktivitas 151.133 Kw/Ha Proses Bisnis Rantai Pola distribusi secara umum mengikuti pola dagang umum

dan tidak terjadi kontrak farming oleh perusahaan

Berdasarkan hasil penelitian, kondisi struktur rantai pasok yang paling dominan dilakukan oleh petani di Kabupaten Wonosobo adalah Struktur Rantai II dimana petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul mendistribusikannya ke pasar-pasar induk dan tradisional Jogja, Solo dan Muntilan. Struktur dominan yang terjadi pada rantai pasok komoditas kentang adalah struktur rantai II yang terjadi dari petani ke pedagang besar kemudian ke pasar induk luar kota. Hal ini disebabkan oleh frekuensi pengiriman lebih sering dilakukan. Pengiriman dilakukan empat sampai lima kali dalam satu bulan, biaya pengiriman ditanggung oleh pedagang besar dan jaringan pasarnya lebih luas mecapai beberapa daerah di luar kota seperti Jogjakarta, Muntilan dan Solo.

Analisis Kelembagaan

Septian (2010) menyatakan bahwa efektivitas keberadaan kelembagaan berfungsi untuk melihat kinerja kelembagaan yang mampu memberikan manfaat kepada anggotanya. Kemitraan merupakan interdependensi antara dua belah pihak, di mana masing-masing mengharapkan akan memperoleh keuntungan dari hubungan kemitraan tersebut.

Hasil wawancara pada Lampiran 1 menyatakan kelembagaan yang terdapat di wilayah Wonosobo yaitu: petani, pengumpul, pedagang besar, eksportir, pasar, lembaga keuangan formal, lembaga keuangan informal, balai benih induk, dan instansi pemerintah khususnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Penyuluh Pertanian Lapang. Faktor produksi yang diperlukan antara lain lahan, tenaga kerja, modal, bibit, pupuk dan obat-obatan. Seringkali tidak semua faktor produksi tersebut dimiliki dan dikuasai petani, sehingga dalam memperolehnya petani harus berhubungan dengan pelaku lain. Beberapa petani berhubungan dengan Balai Benih Induk dalam memperoleh bibit yang unggul. Tipe bibit kentang yang ditangkarkan antara lain: G4, G3, G2 dan G0 – G1. Kelembagaan dalam penelitian ini akan dianalisis berdasarkan tiga sektor utama kelembagaan yaitu public sector, voluntary sector, dan private sector (Syahyuti, 2004) yang dijelaskan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kelembagaan Pemerintah, Komunitas dan Pasar Komoditas Kentang Kabupaten Wonosobo

Sector Actors Pra During Post Constrains

Public Sector Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo

1. Bantuan dana melalui PUAP 2. Bantuan alat dan

mesin pertanian 3. Penyediaan saprodi 4. Pengembangan Demplot pengembangan pupuk organik 5. Penyediaan alat pembuatan pupuk organik 6. Rehabilitas jaringan irigasi 1. Pengadaan penyuluhan menangani tren masalah dalam proses produksi seperti: Organisme Penyerang Tanaman saat musim hujan tiba atau penyaluran perairan saat musim kemarau tiba. 1. Penyediaan alat pengolah hasil pertanian

1. Lembaga pemerintah sebagai pembuat kebijakan memiliki peran yang masih relatif kecil dalam fungsi pelayanan akses informasi pertanian.

2. Posisi dan peran lembaga pemerintah dalam upaya pengadaan alat mesin pertanian dan inrastruktur masih belum optimal. 3. Program pelatihan dan

pengembagan motivasi untuk sumberdaya manusia sebagai petani madya masih sedikit. 4. Rehabilitasi jaringan irigasi

belum dilakukan secara berkala

5. Edukasi dampak kelestarian lingkungan masih belum menarik Penyuluh Pertanian Lapang 1. Pembekalan pengetahuan dan kemampuan kelompok tani dalam proses budidaya dan pengendalian hama pertanian 2. Mengedukasi dampak kelestarian lingkungan berintegrasi dengan akdemisi dan ahli geologi

1. Memotivasi pembentukan Gapoktan Madya (Muda) sebagai regenerasi

Voluntary Petani 1. Persiapan budidaya seperti: persiapan lahan, pengolahan tanah pertanian dan persiapan bibit 1. Pengolahan lahan pertanian, menyiangi gulma dan OPT 1. Pemasaran hasil pertanian sebagai penyedia row material

Kelembagaan komunitas pada umumnya memiliki peran dan fungsi masing-masing, permasalahan di tingkat petani dan kelompok tani/Gapoktan:

Sector Actors Pra During Post Constrains 2. Modal Pertanian

3. Ketrampilan proses budidaya

1. Ketrebatasan akses modal yang belum mencukupi segala aspek dari pra post

2. Kemampuan petani dalam teknologi dan informasi rendah

3. Keterbatasan pengetahuan petani mengenai informasi pasar

4. Kelemahan petani dan kelembagaan dalam akses peluang usaha

5. Ketidakaktifan anggota dalam kelompok tani

6. Struktur organisasi yag masih belum baku dan deksripsi tugas yang belum jelas 7. Rendahnya intensitas

pertemuan dan komunikasi kelompok tani

Permasalahan di tingkat pedagang: 1. Waktu pengiriman produk

kentang yang kurang efisien sehingga terdapat

kemungkinan untuk busuk dan rusak

2. Keterbatasan jaminan ketersediaan dan kualitas produk

3. Kerugian yang ditanggung saat melakukan sistem ijon kepada petani

4. Biaya pengiriman yang relatif tinggi menggunakan truk sewa

Kelompok Tani Muda/ Gapoktan 1. Transfer knowledge antar petani melibatkan peran akademisi dalam berdiskusi 2. Persiapan budidaya melalui pertemuan dengan perusahaan penyedia benih dan obat-obatan. 1. Bekerjasama dalam upaya pengendalaian hama tanaman dan pengairan 1. Komunikasi antar petani dalam penyebaran informasi harga produk pertanian Pedagang - - 2. Lembaga pembiayaan informal membeli hasil pertanian dari petani atau pengumpul Balai Benih Induk 1. Pertemuan

dengan kelompok tani dalam rangka sosialisasi penangkaran bibit kentang 2. Penyedia bibit tipe G4,G3, G2 dan G0 – G1. - 1. Penangkaran bibit kentang dari hasil panen kentang.

Sector Actors Pra During Post Constrains Private Sectors Lembaga Keuangan

Formal (BRI, Bank Surya Yudha)

1. Penyedia modal Kredit Usaha Rakyat dan Kredit Modal Kerja - 1. Penyedia modal bagi rantai distribusi pemasaran produk

Permasalahan pada kelembagaan ekonomi dan pasar umumnya mengenai masalah:

1. Prosedur peminjaman yang relatif rumit bagi petani 2. Belum ada arus informasi

yang kontinu mengenani tren harga di pasar

3. Kontinuitas pasokan 4. Daya tawar petani lemah 5. Kontinuitas kesinambungan

produk bermutu masih rendah 6. Mudah rusaknya produk

pertanian sehingga risiko di tingkat pedagang dan pasar akan barang busuk relatif besar

7. Biaya transportasi yang relatif tinggi

8. Produk masih belum dapat ekspansi pasar ke supermarket Lembaga Keuangan Non

Formal (LKMA, Pedagang, Eksportir)

Pedagang dan Eksportir 1. Penyedia

pinjaman modal tunai dan non tunai seperti bibit kentang dan pupuk LKMA 2. Simpan Pinjam modal usaha pertanian

- Pedagaang dan Eksportir 1. Pembeli hasil panen kentang 2. Penentu harga produk 3. Melakukan sortir dan grading dari sayuran kentang yang diterima LKMA 4. Simpan Pinjam modal usaha pertanian

Pasar - - 1. Pemasaran hasil

panen kentang 2. Meningkatakan

pendapatan petani

Strategi Peningkatan Kinerja Kluster Komoditas Kentang Kabupaten Wonosobo melalui Analisis TOWS

Berdasarkan hasil analisis kondis rantai pasok dan kelembagaan yang telah dijelaskan diatas, selanjutnya dilakukan analisis kondisi internal dan eksternal melalui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada kluster komoditas kentang. TOWS analisis dilakukan untuk merumuskan strategi peningkatan kinerja komoditas ini. Hasil analisis tersebut diuraikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Analisis TOWS Sayuran Dataran Tinggi Kentang Wilayah Kabupaten Wonosobo

Analisis Internal

Analisis Eksternal

Kekuatan (S):

a. Lahan yang sesuai untuk budi daya kentang b. Ketinggian tempat yang

sesuai untuk budi daya kentang

c. Kondisi agroklimat sesuai untuk budidaya kentang d. Penggunaan alat-alat

pertanian modern e. Tingginya komitmen dan

dukungan Daerah dalam mewujudkan daya saing komoditas sayuran dataran tinggi.

Kelemahan (W):

a.Keterbatasan petani dalam penguasaan teknologi produksi sayuran dataran tinggi b. Kelemahan petani dan

kelembagaan dalam akses peluang usaha

c.Keterbatasan pengetahuan petani mengenai informasi modal dan pasar

d.Keterbatasan ketersediaan pupuk organik dehingga masih menggunakan NPK e.Kemitraan terbatas f.Keterbatasan jaminan

kesinambungan atas kualitas

Peluang (O):

a. Kentang menjadi bahan makanana utama bagi warga negara asing. b. Perubahan gaya hidup

masyarakat akan manfaat sayuran (meningkatnya komunitas vegetarian) c. komoditas unggulan d. Inovasi dalam memberikan

nilai tambah komoditas sayuran dataran tinggi baik di hulu maupun di hilir e. Potensi ekspor yang

merupakan sumber devisa Negara

f. Dukungan dari pemerintah nasional dan daerah.

Strategi SO: 1. Peningkatan produksi optimal 2. Pemanfaatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan kelembagaan usaha agribisnis 3. Peningkatan produktivitas melalui usaha intensifikasi pertanian

4. Peningkatan kapasitas petani melalui Gabungan

Kelompok Tani aktif dalam meningkatkan inovasi dan daya saing produk pertanian

Strategi WO:

1. Peningkatan rehabilitas irigasi JITUT dan JIDES

2. Peningkatan ketersediaan pupuk dan demplot

pengembangan pupuk organik 3. Peningkatan jumlah alat

angkut pertanian 4. Pengembangan program

pendampingan berkala petani dan kelembagaan

5. Peningkatan minat petani pemula tergabung dalam kelompok tani

Tantangan (T):

a. Perjanjian Perdagangan Bebas AEC (Asean Economic Community)

2015

b. Adanya fluktuasi harga sayuran

c. Aksesibilitas petani terhadap konsumen akhir dan retail belum berkembang optimal d. Isu kelestarian lingkungan

hidup yang menuntut pengembangan pertanian yang memperhatikan kelestarian lingkungan

Strategi ST:

1. Peningkatan kuantitas produksi kentang dan lahan tanam teregister

2. Upaya diversifikasi dengan usaha tani ramah lingkungan 3. Penyediaan akses STA (Sub

Terminal Agribisnis) pemasaran dalam rantai pasok

4. Peningkatan jumlah kultivator

5. Peningkatan mutu dan kualitas komoditas kentang agar dapat masuk ke supermarket atau retail.

Strategi WT:

1. Peguatan kelembagaan petani dalam mengelola LKMA 2. Revitalisasi peran penyuluh

pertanian, kemitraan usaha pertanian dan peneliti 3. Penurunan luas lahan tanam

rusak melalui pengoptimalan fungsi demplot koservasi lahan dan air

4. Pengelolaan industri pengolahan dalam upaya memberikan nilai tambah pada komoditas kentang

Strategi yang dihasilkan analisis TOWS menghasilkan 4 strategi yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT.

Strategi SO Stategi terbaik untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang antara lain: 1) Peningkatan produksi optimal, 2) Pemanfaatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan kelembagaan usaha agribisnis, 3) Peningkatan produktivitas melalui usaha intensifikasi pertanian, 4) Peningkatan kapasitas petani melalui Gabungan Kelompok Tani aktif dalam meningkatkan inovasi dan daya saing produk pertanian.

Strategi WO Strategi terbaik untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang antara lain: 1) Peningkatan rehabilitas irigasi JITUT dan JIDES, 2) Peningkatan ketersediaan pupuk dan demplot pengembangan pupuk organik, 3) Peningkatan jumlah alat angkut pertanian, 4) Pengembangan program pendampingan berkala petani dan kelembagaan, 5) Peningkatan minat petani pemula tergabung dalam kelompok tani.

Strategi ST strategi terbaik memanfaatkan kekuatan untuk menjawab tantangan antara lain: 1) Peningkatan kuantitas produksi kentang dan lahan tanam teregister, 2) Upaya diversifikasi dengan usaha tani ramah lingkungan, 3) Penyediaan akses STA dalam rantai pasok. 4) Peningkatan jumlah kultivator, 5) Peningkatan mutu dan kualitas komoditas kentang agar dapat masuk ke supermarket atau ritail.

Strategi WT strategi terbaik dalam mengatasi kelemahan dan tantangan antara lain: 1) Peguatan kelembagaan petani dalam mengelola LKMA, 2) Revitalisasi peran penyuluh pertanian, kemitraan usaha pertanian dan peneliti, 3) Penurunan luas lahan tanam rusak melalui pengoptimalan fungsi demplot koservasi lahan dan air, 4) Pengelolaan industri pengolahan dalam upaya memberikan nilai tambah pada komoditas kentang

Strategi diatas menjadi acuan dalam perumusan indikator kinerja utama yang akan dihitung bobot prioritasnya menggunakan pairwise comparison sehingga dapat ditentukan strategi dan program bagi implikasi manajerial peningkatan kinerja kluster komoditas kentang di wilayah Kabupaten Wonosobo.

Indikator Kinerja Utama Kluster Komoditas Kentang Wonosobo

Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam upaya peningkatan kinerja kluster komoditas kentang di wilayah Kabupaten Wonosobo disusun berdasarkan Recana Strategis Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo 2011-2015 , Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2012, dan hasil wawancara mendalam kepada pakar pertanian. Menurut Parmenter (2007) Indikator Kinerja Utama merupakan satu set pengukuran yang terpusat pada aspek-aspek kinerja organisasi yang paling kritis untuk kelangsungan hidup organisasi saat ini maupun di masa mendatang. Indikator Kinerja Utama dalam upaya peningkatan kinerja kluster komoditas kentang di wilayah Kabupaten Wonosobo dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Indikator Kinerja Utama Peningkatan Kinerja Kluster Komoditas Kentang Kabupaten Wonosobo

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan Target 2014 1. Meningkatnya

Produksi dan produktivitas komoditas sayuran unggul daerah berdaya saing

Jumlah peningkatan produksi optimal kentang per tahun

Ton 47.202 Penurunan angka kerusakan lahan

tanam oleh degredasi lahan

ha NA

Peningkatan luas lahan tanam teregister

ha NA

Presentase peningkatan demplot pengembangan pupuk organik

% unit 100 Presentase peningkatan jumlah

kultivator

% unit 20 Peningkatan jumlah ketersediaan

pupuk organik di tingkat petani pada musim ekstrim

ton 43.300

2.Meningkatkan infrastruktur

pertanian, sarana dan prasaran serta alsintan

Peningkatan jumlah rehab JITUT dan JIDES

unit 60

Presentase peningkatan jumlah alat angkut di tingkat petani

% unit NA Presentase peningkatan jumlah alat

pengolahan hasil pertanian di tingkat petani % unit 50 3. Peningkatan kemampuan, kemandirian kelembagaan dan kesejahteraan petani

Peningkatan jumlah petani pemula yang mampu mengakses modal

Kepala Keluarga

57.000 Peningkatan jumlah Gapoktan aktif

dan berprestasi

POKTAN 20

Peningkatan jumlah lembaga keuangan mikro agribisnis yang dimiliki dan dikelola petani

unit 15

Sumber: Renstra, LAKIP dan wawancara Dinas Pertanian Tanaman Pangan Wonosobo (diolah)

Sasaran startegi dan indikator kinerja utama yang telah disusun selanjutnya dianalisis menggunakan pairwise comparison pada Lampiran 2 untuk menentukan bobot setiap indikator. Penentuan bobot dan prioritas strategi merupakan pendapat gabungan dari 3 responden ahli yaitu Kepala bagian data Hortikultura dan Tanaman Pangan, Penyuluh Pertanian Lapang Kabupaten Wonosobo, dan Kepala University of Farm Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan pengolahan pairwise comparison

menggunakan expert choice, diperoleh bobot dari masing-masing indikator kinerja utama dan prioritas indikator dalam peningkatan kinerja kluster komoditas kentang di wilayah Kabupaten Wonosobo. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil Prioritas dan Bobot Variabel Indikator Kinerja Utama (IKU)

No Indikator Kinerja Utama Bobot Prioritas Sumber

1 Jumlah peningkatan produksi optimal kentang per tahun

0,103 3 Rencana Strategis 2011-2015 (dimodifikasi)

2 Penurunan angka kerusakan lahan tanam oleh degredasi lahan

0,049 8 Pakar Ahli

3 Peningkatan luas lahan tanam teregister 0,041 9 Pakar Ahli

4 Presentase peningkatan demplot pengembangan pupuk organik

0,017 11 Pakar Ahli

5 Presentase peningkatan jumlah kultivator 0,013 12 Pakar Ahli

6 Peningkatan jumlah ketersediaan pupuk organik di tingkat petani pada musim ekstrim

0,028 10 Lakip 2012 (dimodifikasi)

7 Peningkatan jumlah rehab JITUT dan JIDES 0,060 7 Renstra 2011-2015 (dimodifikasi)

8 Presentase peningkatan jumlah alat angkut di tingkat petani

0,078 4 Pakar Ahli

9 Peningkatan jumlah alat pengolahan hasil pertanian di tingkat petani

0,077 5 Renstra 2011-2015 (dimodifikasi)

10 Peningkatan jumlah petani pemula yang mampu mengakses modal

0,063 6 Pakar Ahli

11 Peningkatan jumlah Gapoktan aktif dan berprestasi

0,295 1 Pakar Ahli

12 Peningkatan jumlah lembaga keuangan mikro agribisnis yang aktif

0,176 2 Lakip 2012 (dimodiifkasi) Berdasarkan data pada Tabel 11, bobot prioritas pertama yang dihasilkan adalah peningkatan jumlah Gapoktan aktif dan berprestasi dengan bobot 0,295. Pertumbuhan dan pengembangan poktan dilakukan melalui pemberdayaan petani untuk merubah pola pikir petani agar mau meningkatkan usahataninya dan meningkatkan kemampuan poktan dalam melaksanakan fungsinya. Pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan penyuluhan dengan pendekatan kelompok (Peraturan Menteri Pertanian, 2013). Selanjutnya indikator kinerja utama prioritas kedua yaitu, peningkatan jumlah Lembaga Keuangan Mikro

Dokumen terkait