• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)

PT Astra Agro Lestari Tbk awalnya merupakan unit bisnis perkebunan kelapa sawit milik PT Astra Internasional Tbk. Seiring dengan perkembangan unit bisnis ini, PT Astra Internasional Tbk akhirnya memutuskan untuk menjadikannya sebagai entitas bisnis yang baru dengan nama PT Suryaraya Cakrawala. Pada tahun 1989, PT Suryaraya Cakrawala diubah menjadi PT Astra Agro Niaga. Pada tahun 1997, PT Astra Agro Niaga menggabungkan usahanya dengan PT Suryaraya Bahtera dan berganti nama menjadi PT Astra Agro Lestari.

Sebagai perusahaan yang semakin berkembang, pada 9 Desember 1997 PT Astra Agro Lestari mencatatkan sahamnya untuk pertama kali di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Dalam penawaran saham perdana, perseroan menawarkan 125.800.000 lembar saham kepada publik dengan harga Rp 1.550 per lembar saham.

Visi dan Misi Perusahaan

Visi : Menjadi perusahaan agrobisnis paling produktif dan paling inovatif di dunia.

Misi : Menjadi panutan dan berkontribusi untuk pembangunan serta kesejahteraan bangsa.

 Struktur Organisasi Dewan Komisaris:

Presiden Komisaris : Prijono Sugiarto

Wakil Presiden Komisaris : Chiew Sin Cheok

Komisaris : Gunawan Geniusahardja

Komisaris : Simon Collier Dixon

Komisaris Independen : Patrick Morris Alexander

Komisaris Independen : H.S Dillon

Komisaris Independen : Anugerah Pekerti Direksi Perusahaan:

Presiden Direktur : Widya Wiryawan

Direktur Keuangan dan Sekretariat

Perusahaan (FCS) : Santosa

Direktur Research and Plantation

Development (RPD) : Bambang Palgoenadi Direktur Engineering, Mill Support and

Quality Control (EMQ) : Juddy Arianto Direktur Environment and Social

Responsibility (ESR) : Joko Supriyono Direktur Human Capital and General

Affair (HCG) : Jamal Abdul Nasser

PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP)

Sejarah PT PP London Sumatra Indonesia Tbk berawal pada tahun 1906 melalui inisiatif Harrisons & Crosfield Plc, perusahaan perkebunan dan

27 perdagangan yang berbasis di London. Perkebunan London-Sumatera, yang kemudian lebih dikenal dengan nama “Lonsum”, berkembang menjadi salah satu perusahaan perkebunan terkemuka di dunia, dengan lebih dari 100.000 hektar perkebunan kelapa sawit, karet, kakao, dan teh di empat pulau terbesar di Indonesia. di awal kemerdekaan Indonesia, Lonsum lebih memfokuskan usahanya pada tanaman karet, dan kemudian beralih ke kelapa sawit di era tahun 1980.

Di tahun 1994, Harrison & Crosfeld menjual seluruh kepemilikan sahamnya di Lonsum kepada PT Pan London Sumatera Plantations (PPLS), yang kemudian mencatatkan Lonsum sebagai perusahaan publik melalui pencatatan saham di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1996.

Kini Lonsum merupakan salah satu penghasil minyak sawit lestari terbesar di Indonesia, dengan produksi sekitar 195.000 ton minyak sawit lestari setiap tahunnya. Lingkup usaha telah berkembang meliputi pemuliaan tanaman, penanaman, pemanenan, pengolahan dan penjualan produk kelapa sawit, karet, kakao, dan teh. Perseroan memiliki fasilitas pengolahan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Lonsum juga dikenal sebagai produsen benih bibit kelapa sawit yang berkualitas.

Visi dan Misi Perusahaan

Visi : Menjadi Perusahaan Agribisnis terkemuka yang

berkelanjutan dalam hal tanaman, biaya, lingkungan yang berbasis penelitian dan pengembangan

Misi : Menambah nilai bagi “stakeholders” di bidang agribisnis

Struktur Organisasi

Dewan Komisaris:

Presiden Komisaris : Franciscus Welirang Komisaris : Werianty Setiawan

Komisaris : Hendra Widjaja

Komisaris : Axton Salim

Komisaris : Hans Ryan Aditio

Komisaris Independen : Rachmat Soebiapradja Komisaris Independen : Tengku Alwin Aziz Komisaris Independen : Hans Kartikahadi Komisaris Independen : Eddy Sugito Dewan Direksi:

Presiden Direktur : Benny Tjoeng Wakil Presiden Direktur I : Sonny Lianto Wakil Presiden Direktur II : Eddy Hariyanto

Direktur : Tjhie Tje Fie

Direktur : Paulus Maleonoto

Direktur : Mark Julian Wakeford

Direktur : Gunadi

Direktur : Joefly Joesoef Bahroeny

PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO)

PT Sampoerna Agro didirikan pada 1993 dengan nama PT Selapan Jaya untuk mengelola kebun kelapa sawit di Sumatera Selatan. Perseroan kemudian tercatat sebagai perusahaan terbuka di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 2007. Saat ini area operasional Perseroan berlokasi di

28

Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Bersama 29 anak perusahaannya, perseroan saat ini memproduksi empat lini produk utama: produk kelapa sawit, produk inti sawit, kecambah serta produk non-sawit.

 Visi dan Misi Perusahaan

Visi : Menjadi salah satu perusahaan terdepan yang bertanggungjawab di sektor agribisnis di Indonesia

 Misi :

1. Mengembangkan tim manajemen profesional yang berintegritas tinggi dan didukung oleh sumber daya manusia yang terampil dan termotivasi

2. Mencari dan mengembangkan peluang pertumbuhan yang menguntungkan di bisnis inti, dengan tetap menjaga pengeluaran biaya secara terkontrol.

3. Terus berusaha mencapai kesempurnaan melalui inovasi, penelitian, dan pengembangan

4. Ikut berpartisipadi salam peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar perkebunan

5. Menjaga dan mempromosikan standar lingkungan hidup yang baku dalam segala aspek pengembangan, produksi, dan pengolahan.

 Struktur Organisasi Dewan Komisaris:

Komisaris Utama : Michael Sampoerna

Komisaris : Hendra Prasetya

Komisaris Independen : Phang Cheow Hock Komisaris Independen : Arief T. Suryowidjojo Dewan Direksi:

Direktur Utama : Ekadharmajanto Kasih Wakil Direktur Utama : Marc Stephan Louis Louette Direktur Corporate Affairs : Achmad Hadi Fauzan Direktur Peneliti dan Pengembangan : Dwi Asmono

Direktur Sumber daya Manusia : Hero Djajakusumah Direktur Keuangan : Budi Setiawan Halim Direktur Komersial : Lim King Hui

PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA)

PT Tunas Baru Lampung didirikan pada tahun 1973. Perseroan telah berkembang menjadi salah satu produsen minyak goreng terbesar. Pada tanggal 14 Februari 2000 PT Tunas Baru Lampung melakukan pencatatan saham perdananya pada Bursa Efek Jakarta. Produk-produk perseroan antara lain minyak goreng nabati, stearine, minyak sawit, minyak inti sawit, dan produk lain seperti sabun cream dan sabun cuci dengan memanfaatkan asam lemak, sebagai produk sampingan hasil pengolahan CPO. Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku produksi minyak goreng, perusahaan memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri dengan luas lahan lebih dari 50.000 hektar di Lampung, 30.000 hektar di Palembang, dan 20.000 hektar di Pontianak.

29 Visi : Menjadi produsen minyak goreng nabati dan turunannya

yang terintegrasi penuh dengan biaya produksi yang rendah dan ramah lingkungan

Misi : Kekuatan melalui integrasi

Struktur Organisasi

Dewan Komisaris:

Presiden Komisaris : Santoso Winata

Komisaris : Oey Albert

Komisaris Independen : Richter Pane Dewan Direksi:

Presiden Direktur : Widarto

Wakil Presiden Direktur : Sudarmo Tasmin

Direktur : Winoto Prajitno

Direktur : Oey Alfred

Direktur : Djunaidi Nur

Direktur : Teow Soi Eng

PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR)

PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) didirikan pada tahun 1962 dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1992. Aktivitas utama perseroan dimulai dari penanaman dan pemanenan pohon kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (PK), serta pemrosesan CPO menjadi produk industri dan konsumen seperti minyak goreng, margarin, dan shortening. Perseroan juga mendistribusikan, memasarkan dan mengekspor produk konsumen berbasis kelapa sawit.

Visi dan Misi Perusahaan

Visi : Menjadi perusahaan berbasis kelapa sawit terbesar yang terintegrasi dan paling menguntungkan

Misi :

1. Melampaui standar kualitas tertinggi

2. Mempertahankan tingkat ketahanan dan integritas tertinggi 3. Memberdayakan masyarakat

4. Pencipta tren inovasi dan teknologi

5. Mencapai nilai maksimum bagi shareholders

Struktur Organisasi

Dewan Komisaris:

Komisaris Utama : Franky Oesman Widjaja Wakil Komisaris Utama : Muktar Widjaja

Wakil Komisaris Utama : Simon Lim

Komisaris : Rachmad Gobel

Komisaris : Rafael Buhay Concepcion, Jr Komisaris Independen : Prof. DR. Teddy Pawitra Komisaris Independen : DR. Susiyati B. Hirawan Komisaris Independen : Hj. Ryani Soedirman Dewan Direksi:

Direktur Utama : Jo Daud Dharsono Wakil Direktur Utama : Budi Wijana

30

Direktur : H. Uminto

Direktur : Jimmy Pramono

Direktur : DR. Ir. Gianto Widjaja

Kinerja Keuangan Perusahaan Analisis Rasio-rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis solvabilitas yang ditunjukkan dengan debt to equity ratio dan debt to asset ratio. Analisis aktivitas yang ditunjukkan dengan rasio perputaran persediaan, rasio perputaran aktiva tetap dan rasio perputaran total aktiva, analisis likuiditas yang ditunjukkan dengan rasio lancar, rasio sangat lancar, dan rasio kas, serta analisis profitabilitas yang ditunjukkan dengan Net Profit Margin, Return to equity ratio, return to investment ratio, dan earning per share.

A. Analisis Solvabilitas

Analisis solvabilitas dilakukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya saat perusahaan dilikuidasi. Data yang dibutuhkan dalam analisis ini adalah total aktiva, total utang, dan ekuitas..

Penilaian tingkat solvabilitas PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, dan PT SMAR menggunakan debt to equity ratio dan debt to asset ratio. Perkembangan nilai rasio solvabilitas ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8 Perkembangan nilai rasio solvabilitas PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, dan PT SMAR periode tahun 2010-2012

No Emiten Indikator DER DAR 2010 2011 2012 2010 2011 2012 1 AALI 0,185 0,211 0,326 0,152 0,174 0,246 2 SGRO 0,332 0,365 0,055 0,249 0,267 0,355 3 LSIP 0,221 0,163 0,203 0,181 0,14 0,168 4 TBLA 1,952 1,641 1,954 0,661 0,621 0,661 5 SMAR 1,114 1,007 0,874 0,521 0,502 0,481 Rata-rata Industri 0,761 0,677 0,682 0,353 0,341 0,382 Debt to Equity Ratio

Debt to Equity Ratio menunjukkan proporsi hutang yang dapat dijamin dengan modal sendiri. Perkembangan nilai DER kelima perusahaan menunjukkan tren yang berfluktuatif setiap tahunnya. Nilai rata-rata industri untuk rasio ini pada tahun 2010, 2011, dan 2012 adalah 0,761, 0,677, dan 0,682. Semakin kecil nilai rasio ini menunjukkan semakin tinggi kemampuan modal sendiri untuk menjamin kewajiban perusahaan. Perkembangan nilai Debt to Equity Ratio terlihat pada gambar 3

31

Gambar 4 Perkembangan Debt to Equity Ratio PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, PT SMAR dan rata-rata industri

Pada tahun 2010, terdapat tiga perusahaan yang memiliki nilai DER lebih kecil dari rata-rata industri, yaitu PT AALI sebesar 0,185, PT SGRO sebesar 0,332, dan PT LSIP sebesar 0,221. Sedangkan PT TBLA dan PT SMAR memiliki nilai DER yang lebih tinggi dari rata-rata industri, yaitu sebesar 1,952 dan 1,114.

Pada tahun 2011, tingkat rasio memiliki tren yang menurun pada PT LSIP, PT TBLA, dan PT SMAR. Nilai rasio PT LSIP turun menjadi 0,163, PT TBLA menjadi 1,641 dan PT SMAR menjadi 1,007. Hal berbeda terjadi pada PT AALI dan PT SGRO yang mengalami peningkatan nilai rasio yaitu menjadi 0,211 dan 0,365 tetapi nilai kedua perusahaan tersebut masih berada di bawah rata-rata industri. Sedangkan PT TBLA dan SMAR berada di atas rata-rata industri.

Pada tahun 2012, tingkat rasio memiliki tren yang meningkat pada PT AALI, PT LSIP dan PT TBLA dan menurun pada PT SGRO dan PT SMAR. Nilai rasio PT AALI meningkat menjadi 0,326, PT LSIP menjadi 0,203, dan PT TBLA menjadi 1,954 sedangkan nilai rasio PT SGRO menurun menjadi 0,055 dan PT SMAR menjadi 0,874. Seperti pada tahun 2010 dan 2011, perusahaan yang memiliki nilai rasio lebih kecil daripada nilai rata-rata industri adalah PT AALI, PT LSIP dan PT SGRO. Sedangkan PT TBLA dan PT SMAR memiliki nilai rasio yang lebih tinggi daripada nilai rata-rata industri.

Secara keseluruhan, perusahaan yang memiliki nilai rasio yang baik pada periode tahun 2010 hingga 2012 adalah PT AALI, PT SGRO dan PT LSIP. Sedangkan PT TBLA dan PT SMAR memiliki nilai rasio yang kurang baik. Hal tersebut menunjukkan kedua perusahaan tersebut belum memiliki kemampuan untuk menjamin kewajiban perusahaan dengan modal sendiri saat perusahaan dilikuidasi.

Debt to Assets Ratio

Nilai Debt to assets ratio menunjukkan banyaknya aktiva yang dibiayai dari pinjaman. Semakin kecil nilai rasio ini menunjukkan semakin baik tingkat

0 0.5 1 1.5 2 2.5 1 2 3 AALI SGRO LSIP TBLA SMAR Rata-rata Industri

32

keamanan perusahaan karena struktur aktiva yang hanya sedikit dibiayai oleh pinjaman. Perkembangan nilai Debt to Assets Ratio kelima perusahaan dapat terlihat pada gambar 4.

Gambar 5 Perkembangan Debt to Assets Ratio PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, PT SMAR dan rata-rata Industri

Pada tahun 2010, rata-rata nilai debt to assets ratio industri sebesar 0,353. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam industri memiliki jumlah aktiva yang dibiayai dengan utang sebesar 35,3 persen. Pada tahun 2011, rata-rata nilai debt to assets ratio industri menurun menjadi sebesar 0,343 yang berarti terdapat perbaikan pada tingkat keamanan perusahaan dalam industri. Namun pada tahun 2012, rata-rata nilai debt to assets ratio industri kembali meningkat menjadi 0,382.

Dari kelima perusahaan yang diamati, hanya PT TBLA dan PT SMAR yang memiliki nilai debt to assets ratio lebih besar dari rata-rata industrinya. Hal tersebut disebabkan struktur aktiva perusahaan yang lebih banyak dibiayai oleh pinjaman daripada oleh modal sendiri. Sedangkan nilai ketiga perusahaan lainnya, selalu berada di bawah rata-rata industri yang berarti perusahaan tersebut telah memiliki tingkat keamanan yang baik.

B. Analisis Aktivitas

Analisis aktivitas dilakukan untuk mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan. Data yang digunakan adalah penjualan, persediaan, aktiva tetap dan total aktiva perusahaan. Perkembangan rasio aktivitas PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA dan PT SMAR adalah sebagai berikut: 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 2010 2011 2012 AALI SGRO LSIP TBLA SMAR Rata-rata Industri

33 Tabel 9 Perkembangan rasio aktivitas PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA

dan PT SMAR periode tahun 2010-2012

No Emiten Indikator Perputaran Persediaan Perputaran Aktiva Tetap Perputaran Total Aktiva 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 1 AALI 14,16 13,99 9,258 1,312 1,291 1,087 1,006 1,056 0,931 2 SGRO 10,21 9,411 8,193 1,151 1,196 0,9 0,804 0,921 0,722 3 LSIP 13,58 12,73 6,52 0,882 1,109 0,849 0,646 0,69 0,558 4 TBLA 6,179 7,631 5,863 1,461 1,58 1,322 0,808 0,879 0,732 5 SMAR 7,499 11,16 10,29 3,248 4,673 3,092 1,624 2,152 1,694 Rata-rata Industri 10,33 10,98 8,025 1,611 1,97 1,45 0,978 1,14 0,927 Perputaran Persediaan

Rasio perputaran persediaan kelima perusahaan pada tiga tahun pengamatan menunjukkan tren yang berfluktuatif. Rata-rata rasio perputaran persediaan industri pada tahun 2010 adalah sebesar 10,33. Artinya dalam satu periode perusahaan mampu menjual barang dagangannya sebanyak 10,33 kali, dan berarti juga bahwa dalam satu tahun, persediaan perusahaan disimpan dalam gudang selama kurang lebih 34,85 hari (360 hari/10,33). Dari kelima perusahaan yang diamati, hanya PT AALI, PT SGRO, dan PT LSIP yang memiliki nilai rasio lebih tinggi daripada rata-rata industri. PT AALI memiliki nilai rasio tertinggi, yaitu sebesar 14,16. Sedangkan PT TBLA dan PT SMAR memiliki nilai rasio lebih kecil daripada rata-rata industri, yaitu sebesar 6,179 dan 7,499.

Gambar 6 Perkembangan rasio perputaran persediaan PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, PT SMAR, dan rata-rata Industri

0 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 AALI SGRO LSIP TBLA SMAR Rata-rata Industri

34

Rata-rata rasio perputaran persediaan industri pada tahun 2011 meningkat menjadi sebesar 10,98. PT AALI, PT LSIP, dan PT SMAR memiliki nilai rasio perputaran persediaan lebih besar daripada rata-rata industri, yaitu sebesar 13,99, 12,73, dan 11,16. Sedangkan PT SGRO dan PT TBLA memiliki nilai rasio lebih kecil daripada rata-rata industri, yaitu sebesar 9,41 dan 7,63.

Pada tahun 2012, rata-rata rasio perputaran persediaan industri mengalami penurunan menjadi sebesar 8,025. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan nilai rasio kelima perusahaan. PT SMAR memiliki nilai rasio tertinggi sebesar 10,29 disusul oleh PT AALI dan PT SGRO sebesar 9,258 dan 8,193. Sedangkan PT LSIP dan PT TBLA memiliki nilai rasio dibawah rata-rata industri yaitu sebesar 6,52 dan 5,86.

Selama tiga tahun pengamatan, PT AALI selalu memiliki nilai perputaran persediaan yang lebih tinggi dari rata-rata industri. Sedangkan PT TBLA memiliki nilai rasio perputaran persediaan yang kurang baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan belum mampu memanfaatkan persediaannya secara efisien. Jumlah persediaan perusahaan mendekati jumlah penjualannya sehingga menyebabkan nilai rasio perputaran persediaan perusahaan rendah.

Perputaran Aktiva Tetap

Rasio perputaran aktiva tetap menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan aktiva tetap dalam usaha memperoleh pendapatan penjualan. Pada tahun 2010, rata-rata perputaran aktiva tetap industri adalah sebesar 1,611. Artinya, setiap Rp. 1,00 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp. 1,611 pendapatan. Dari kelima perusahaan yang dianalisis, hanya PT SMAR yang memiliki nilai perputaran aktiva tetap lebih besar daripada rata-rata industri yaitu sebesar 3,248. Hal tersebut menunjukkan bahwa PT SMAR lebih unggul dalam penggunaan kapasitas aktiva tetapnya. Sedangkan keempat perusahaan lainnya belum mampu menggunakan kapasitas aktiva tetapnya secara sepenuhnya. Perkembangan nilai perputaran aktiva tetap kelima perusahaan dapat terlihat pada gambar 7.

35

Gambar 7 Perkembangan Rasio Perputaran Aktiva Tetap PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, PT SMAR dan Rata-rata Industri

Pada tahun 2011, rata-rata perputaran aktiva tetap industri meningkat menjadi sebesar 1,97. Nilai perputaran aktiva tetap tertinggi dimiliki oleh PT SMAR, yaitu sebesar 4,367. Sedangkan PT TBLA, PT AALI, PT SGRO dan PT LSIP memiliki nilai rasio perputaran aktiva dibawah rata-rata industri yaitu sebesar 1,58, 1,291, 1,196, dan 1,109.

Pada tahun 2012, rata-rata perputaran aktiva industri menurun menjadi sebesar 1,45. Nilai perputaran aktiva tetap tertinggi tetap dimiliki oleh PT SMAR yaitu sebesar 3,092. Sedangkan keempat perusahaan lainnya tetap berada di bawah rata-rata industri.

Selama tiga tahun pengamatan, PT SMAR memiliki nilai rasio perputaran aktiva paling baik daripada keempat perusahaan lainnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah penjualan perusahaan sangat tinggi yang menunjukkan efisiensi penggunaan aktiva tetap oleh perusahaan dengan baik. Sedangkan keempat perusahaan lainnya belum menggunakan aktiva tetap yang dimilikinya secara efisien. Jumlah penjualan perusahaan mendekati jumlah aktiva tetapnya.

Perputaran Total Aktiva

Perkembangan nilai rasio perputaran total aktiva PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, dan PT SMAR selama tiga periode pengamatan menunjukkan perubahan secara fluktuatif. Nilai rata-rata perputaran total aktiva industri pada tahun 2010 adalah 0,978. Nilai tersebut meningkat pada tahun 2011 menjadi sebesar 1,14. Namun pada tahun 2012, nilai rata-rata perputaran total aktiva industri kembali menurun menjadi sebesar 0,927. Perkembangan nilai perputaran total aktiva kelima perusahaan dapat terlihat pada gambar 8.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 2010 2011 2012 AALI SGRO LSIP TBLA SMAR Rata-rata industri

36

Gambar 8 Perkembangan rasio perputaran total aktiva PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, PT SMAR dan rata-rata Industri

Berdasarkan tiga tahun pengamatan, hanya PT SMAR dan PT AALI yang memiliki nilai rasio perputaran total aktiva lebih besar daripada rata-rata industrinya. Hal ini menunjukkan PT SMAR dan PT AALI memiliki tingkat efektivitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktivanya untuk menciptakan pendapatan dan memperoleh laba.

Ketiga perusahaan lainnya, yaitu PT SGRO, LSIP dan TBLA memiliki nilai rasio perputaran total aktiva yang lebih kecil daripada rata-rata industrinya. PT LSIP memiliki nilai rasio paling kecil pada tiga tahun pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut belum mampu menghasilkan nilai pendapatan sesuai dengan total aktiva yang dimilikinya.

C. Analisis Likuiditas

Analisis likuiditas akan menunjukkan posisi keuangan jangka pendek perusahaan, yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Data yang digunakan adalah aktiva lancar, utang lancar, persediaan, serta kas dan setara kas. Perkembangan rasio likuiditas PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA dan PT SMAR adalah sebagai berikut: 0 0.5 1 1.5 2 2.5 1 2 3 AALI SGRO LSIP TBLA SMAR Rata-rata industri

37 Tabel 10 Perkembangan Nilai Rasio Likuiditas PT AALI, PT SGRO, PT LSIP,

PT TBLA, dan PT SMAR, Periode tahun 2010-2012

No Emiten

Indikator

Current Ratio Quick Ratio Cash Ratio 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 1 AALI 1,932 1,265 0,685 1,343 0,741 0,204 1,169 0,571 0,088 2 SGRO 1,882 1,589 1,109 1,391 0,911 0,615 1,148 0,708 0,309 3 LSIP 2,393 4,833 3,273 1,967 4,139 2,458 1,867 3,885 2,27 4 TBLA 1,111 1,378 1,588 0,786 1,02 1,143 0,165 0,398 0,376 5 SMAR 1,519 1,87 2,1 0,861 1,201 1,335 0,071 0,114 0,338 Rata-rata Industri 1,767 2,187 1,751 1,27 1,603 1,151 0,884 1,135 0,676 Current Ratio

Current ratio menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar semua kewajiban jangka pendeknya. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai rata-rata current ratio kelima perusahaan pada tahun 2010, 2011, dan 2012 mengalami tren yang berfluktuasi. Pada tahun 2010, nilai rata-rata current ratio industri sebesar 1,767. Pada tahun 2011, nilai rata-rata current ratio industri meningkat menjadi 2,187, tetapi pada tahun 2011 nilai rata-rata current ratio industri menurun menjadi 1,751. Perkembangan nilai current ratio kelima perusahaan dapat dilihat pada gambar 9

Gambar 9 Perkembangan current ratio PT AALI, PT SGRO, PT LSIP, PT TBLA, PT SMAR dan rata-rata Industri

Pada tahun 2010, PT AALI memiliki nilai current ratio sebesar 1,932. Nilai tersebut berada di atas rata-rata industri. Tetapi pada tahun 2011 dan 2012 nilai current ratio perusahaan mengalami penurunan dan berada di bawah rata-

0 1 2 3 4 5 6 2010 2011 2012 AALI SGRO LSIP TBLA SMAR Rata-rata industri

38

rata industri yaitu sebesar 1,265 dan 0,685. Hal tersebut disebabkan pada tiga tahun pengamatan aktiva lancar perusahaan mengalami penurunan, sedangkan utang lancar perusahaan mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, utang lancar perusahaan lebih rendah daripada aktiva lancar perusahaan.

PT SGRO memiliki nilai current ratio sebesar 1,882 pada tahun 2010. Nilai tersebut berada di atas rata-rata industri. Namun pada tahun 2011 dan tahun 2012 nilai current ratio perusahaan berada di bawah rata-rata industri. Pada tahun 2011, nilai current ratio menurun menjadi 1,589. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan aktiva lancar tetapi utang lancar meningkat. Pada tahun 2012, nilai current ratio kembali menurun menjadi sebesar 1,109 yang disebabkan peningkatan aktiva lancar tetapi disertai peningkatan utang lancar yang mendekati nilai aktiva lancarnya.

Selama periode tahun 2010 hingga tahun 2012, PT LSIP memiliki nilai current ratio tertinggi. Pada tahun 2010, nilai current ratio PT LSIP sebesar 2,393. Nilai tersebut meningkat drastis pada tahun 2011 menjadi sebesar 4,833. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan aktiva lancar yang disertai penurunan utang lancar. Pada tahun 2012, nilai current ratio perusahaan menurun menjadi sebesar 3,273 yang disebabkan peningkatan utang lancar yang lebih besar daripada peningkatan aktiva lancar.

PT TBLA selalu memiliki nilai current ratio dibawah rata-rata industri

Dokumen terkait