• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Partisipasi masyarakat sesuai dengan model pembangunan saat ini tentu masih menjadi pertanyaan di segala sisi pembangunan itu sendiri. Sudah sepantasnya sebagai anggota masyarakat menunjukkan perilaku pembangunan yang partisipatif demikian pula dengan pemerintahan yang sedang mengemban tugas pengelolaan pembangunan di daerah. Artinya setiap pihak tentunyamemposisikan dirinya pada porsi yang proporsiolnal dalam setiap upaya pembangunan.Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, didapatkan berbagai informasi dan data tentangfenomena partisipasi masyarakat di Kecamatan Medan Johor Kota Medan yang masih memerlukan perhatian serta langkah penanganan yang integratif.

Meski pelaksanaan Program Pembangunan dan pemeliharaan drainase yang telah dilaksanakanmemberikan hasil yang nyata dari dimensi outputnya, namun penelitian ini justru belummenangkap adanya manfaat yang optimal bagi masyarakat di masa yang akan datang. Kehadiranoutput berupa saluran drainase yang berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan saatwawancara dengan berbagai informan yang memahami persoalan pembangunan dan pemeliharaandrainase di lokasi penelitian, masih belum sesuai dengan keinginan perkembangan dinamikamasyarakat di Kecamatan Medan Johor. Masih banyak informan yang ragu akan daya tampungvolume air yang dapat dialiri saluran drainase yang ada. Fenomena ini justru sangat tajam terlihatdengan semakin tumbuhnya lokasi pemukimamn warga berupa Kompleks Perumahan yang jugameningkat tajam dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Kondisi yang demikian juga diperburuk dengan hadirnya saluran pengendalian banjir Kota Medanyang juga menjadikan wilayah Kecamatan Medan Johor sebagai salah satu urat nadi dalampengelolaan banjir kota tesebut. Dengan demikian partisipasi yang ada selama ini yang jugamenggambarkan masih adanya gap antara pemerintah kota sebagai fasilitator, maupun masyarakatyang sekaligus menjadi objek serta subjek suatu upaya pembangunan seperti drainase menjadisandaran partikel yang teramat penting. Kondisi yang demikian kompleksnya akan dapatdiminimalisasi dengan adanya model kemitraan yang strategis. Tentu saja tetap melihat kepadakapasitas rutinitas masyarakat di Kecamatan Medan Johor yang semakin sulit menemukan waktuluang untuk bertukar informasi bersama anggota masyarakat lainnya juga dengan pemerintah lokal.

Hasil wawancara terhadap informan menunjukkan kenyataan bahwa partisipasi masyarakatKecamatan Medan Johor dalam konteks pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase masihdalam tahapan non partisipatif atau masih membutuhkan

manipulasi serta pemberitahuan yangintens sebagaimana penjelasan Arnstein dalam konsep tangga partisipasinya. Kondisi ini justrudiperkuat oleh adanya fenomena spesifik seperti kompleksitas kehidupan masyarakat di lokasipenelitian yang secara signifikan meningkat serta degradasi perilaku partisipatif itu sendiriterhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Informasi yang diperoleh justrumenggambarkan bahwa sebagaimana keinginan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan,pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi hasil-hasil pembangunanmasih belum mendapatkanposisi yang ideal.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini berfokus pada salah satu dimensi wajah pembangunan KotaMedan seperti yang dilaksanakan di Kecamatan Medan Johor khususnya di bidang Infrastruktur dalam pembangunan drainase. Kemudian mempersempit pembahasan penulis juga melihat salah satu sisi utama yang sangat pentingberkaitan dengan pembangunan tersebut yakni mengenai partisipasi yangdilakukan masyarakat kecamatan Medan Johor sendiri terhadap berbagai upayapembangunan dan pemeliharaan infrastruktur sebagaimana drainase di wilayah mereka.

Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar setiap daerah dapat memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumberdaya di daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonimi daerah juga diharapkan sebagai upaya untuk mempercayai masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengembangkan potensi daerahnya sendiri. Terlalu besarnya dominasi negara selama ini yang menjadi alasan penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan daerah terlebihdalam pemerintahan desa. Proses prencanaan, pengambilan keputusan danprogram pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas kebawah (top-down). Rencana program-program pembangunan diseragamkan di buat ditingkat pusar (atas) dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten,sedangkan potensi setiap daerah berbeda-beda. Sistem perencanaanpembangunan top-down yang bersifat sentralistik ini menyebabkan mandulnyapartisipasi masyarakat. sejauh ini, partisipasi

masyarakat masih terbatas padakeikutsertaan dalam peleksanaan program-program kegiatan pemerintah,padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaantetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwasanya partisipasi masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam konteks pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase masih dalam tahapan non partisipatif atau masih membutuhkan manipulasi serta pemberitahuan yang intens sebagaimana penjelasan Arnstein dalam konsep tangga partisipasinya. Kondisi ini justru diperkuat oleh adanyafenomena spesifik seperti kompleksitas kehidupan masyarakat di lokasipenelitian yang secara signifikan meningkat serta degradasi perilaku partisipatif itu sendiri terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Informasi yang diperoleh justru menggambarkan bahwa sebagaimana keinginan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hinggaevaluasi hasil-hasil pembangunan masih belum mendapatkan posisi yang ideal.

6.2. Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, penulis bermaksud menjelaskan beberapa hal penting sekaligus menjadi saran penelitian ini bagiupaya perbaikan pelksanan pembangunan di kota medan secara umum dan khususnya diKecamatan Medan Johor yang mencakup beberapa hal berikut ini.

Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar setiap daerah dapat memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumberdaya di daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah juga diharapkan sebagai upaya untuk mempercayai masyarakat dan Pemerintah Daerah dalammengatur dan mengembangkan potensi

daerahnya sendiri. Terlalu besarnyadominasi negara selama ini yang menjadi alasan penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan daerah terlebih dalam pemerintahan desa. Proses perencanaan, pengambilan keputusan danprogram pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas kebawah(top-down). Rencana program-program pembangunan diseragamkan di buat ditingkat pusar (atas) dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten,sedangkan potensi setiap daerah berbeda-beda. Sistem perencanaan pembangunan top-down yang bersifat sentralistik ini menyebabkan mandulnya partisipasi masyarakat. sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam peleksanaan program-program kegiatan pemerintah,padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaantetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan. Olehkarennya, di masa mendatang, keterlibatan segenap masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam tahap perncanaan dan penentuan alternatif keputusan seyogyanya dapat ditingkatkan dengan intens tidk hanya sebatas program pembangunan fisik saja akan tetapi juga mencakup upaya pembangunan sumber daya manusia pula. Peneliti menganggap keterlibatanmasyarakatdalam proses perencanaan penentuan alternatif keputusan pembangunan diwilayah mereka merupakan tahap awal yang paling pentig yang akanmenentukan partisipasi masyarakat pada tataran pelaksanaan pembangunan berikutya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pembangunan

Pembangunan adalah kata yang digunakan secara meluas dalam semua media massa di seluruh dunia dan merupakan konsep yang kerap kali disebut dan diperbincangkan oleh semua lapisan masyarakat, terutama di kalangan ahli politik, wartawan, orang pemerintahan, dll. Pembangunan itu sendiri berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dimana

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menjadi syarat utama pembangunan.l Beberapa pengertian Pembangunan menurut para ahli antara lain sebagai berikut: Menurut Johan Galtung Pembangunan merupakan “upaya untuk memenuhan

kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam”.

Sedangkan menurut Benny H. Hoed, pembangunan adalah “Pembangunan adalah

upaya sistematis melepaskan diri dari keterbelakangan dan upaya untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat”.

Ahli lain, Drs. Djoko Oentoro mendefinisikan Pembangunan sebagai “pertumbuhan

ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur ekonomi dan corak kegiatan ekonomi atau usaha meningkatkan pendapatan per kapita”.

Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai “transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat”.

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis,

Sementara Slamet Triyono secara sederhana mendefenisikan Pembangunan sebagai semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.

masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.”

Pengertian umum pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa perlu merusak atau menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan yang memberikan batasan pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer dalam menerima akibat yang ditimbulkan dari kegiatan manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan

Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang adalah semacam strategi dalam pemanfaatan ekosistem alamiah dengan cara tertentu sehingga kapasitas fungsionalnya tidak rusak untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal ini bukan saja untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat generasi mendatang. Dengan demikian diharapkan bahwa kita tidak saja mampu melaksanakan pengelolaan pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga dituntut untuk mampu mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh (to do the right thing).

mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan\ berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan).

Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Idealnya, ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama dan menjadi focus pendorong dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam buku “Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21” (Buku 1) Sarosa menyampaikan bahwa pada era sebelum pembangunan berkelanjutan digaungkan, pertumbuhan ekonomi merupakan satusatunya tujuan bagi dilaksanakannya suatu pembangunan tanpa mempertimbangkan aspek lainnya. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya. Tahap pertama dasar

pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat. Tahapan-tahapan ini digambarkan sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Gambar 1 berikut ini.

Peradaban modern yang kapitalistik telah mendorong manusia begitu serakah terhadap lingkungan hidup. Manusia modern terjangkiti oleh penyakit hedonisme yang tidak pernah puas dengan kebutuhan materi. Sebab yang mendasar timbulnya keserakahan terhadap lingkungan ini, karena manusia memahami bahwa sumber daya alam adalah materi yang mesti dieksploitasi untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan materinya yang konsumtif. Pengelolaan lingkungan identik dengan upaya untuk mengoptimalkan sumber daya alam sebagai penyuplai kebutuhan materi semata.

Robert Malthus mengatakan bahwa untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan penduduk (kelahiran) dengan pertumbuhan pangan (produksi), mau tidak mau

produktivitas pangan harus ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat dikelola dalam bentuk barang dan jasa. Karena tingkat kepuasan manusia terhadap barang dan jasa bersifat tidak terbatas, maka optimalisasi pengurasan sumber daya alam dilakukan tanpa pernah memperdulikan sumber daya alam bersifat terbatas. Akibat yang timbul kemudian adalah proses degradasi lingkungan berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan semakin menjadi-jadi dan bertambah parah.

Kerusakan dan pencemaran lingkungan, menurut J. Barros dan J.M. Johnston erat kaitannya dengan aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain disebabkan:

1. Kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-lain.

2. Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan instlasi, kebocoran, pencemaran buangan penambangan, pencemaran udara dan rusaknya lahan bekas pertambangan.

3. Kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, naiknya suhu udara kota, kebisingan kendaraan bermotor, tumpahan bahan bakar, berupa minyak bumi dari kapal tanker.

4. Kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian zat-zat kimia untuk memberantas serangga / tumbuhan pengganggu, seperti insektisida, pestisida, herbisida, fungisida dan juga pemakaian pupuk anorganik.

Dampak dari pencemaran dan perusakan lingkungan yang amat mencemaskan dan menakutkan akibat aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia secara lebih luas dapat berupa :

1. Pemanasan global, telah menjadi isu internasional yang merupakan topik hangat di berbagai negara. Dampak dari pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim secara global dan kenaikan permukaan laut.

2. Hujan asam, disebabkan karena sektor industri dan transportasi dalam aktivitasnya menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara yang dapat menghasilkan gas buang ke udara. Gas buang tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran udara.Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar, terutama bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Asam tersebut dapat diendapkan oleh hutan, tanaman pertanian, danau dan gedung sehingga dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian organisme hidup.

3. Lubang ozon,ditemukan sejak tahun 1985 di berbagai tempat di belahan bumi, seperti diAmerika Serikat dan Antartika. Penyebab terjadinya lubang ozon adalah zat kimia semacam kloraflurkarbon (CFC), yang merupakan zat buatan manusia yang sangat berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti untuk lemari es dan AC.

Sebagai reaksi dari akibat pembangunan dan industrialisasi yang telah menyebabkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan, di seluruh dunia sedang terjadi gerakan yang disebut gerakan ekologi dalam (deep ecology) yang dikumandangkan dan dilakukan oleh banyak aktivis organisasi lingkungan yang

berjuang berdasarkan visi untuk menyelamatkan lingkungan agar dapat berkelanjutan. Gerakan ini merupakan antitesa dari gerakan lingkungan dangkal (shallow ecology) yang berperilaku eksplotatif terhadap lingkungan dan mengkambinghitamkan agama sebagai penyebab terjadinya kerusakan alam lingkungan. Gerakan ini beranggapan bahwa bumi dengan sumber daya alam adanya untuk kesejahteraan manusia. Karena itu, kalau manusia ingin sukses dalam membangun peradaban melalui industrialsiasi, bumi harus ditundukkan untuk diambil kekayaannya.

Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi manusia kini dan masa depan. Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

Secara lebih kongkrit tidak bisa disangkal bahwa hak manusia atas lingkungan hidup yang sehat dan baik menjadi kebutuhan mendesak sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hak atas pembangunan tidak lepas dari ketentuan bahwa proses pembangunan haruslah memajukan martabat manusia, dan tujuan pembangunan adalah demi kemajuan yang terus menerus secara berkelanjutan untuk kesejahteraan manusia secara adil merata.

Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi,

1. Pemerataan dan keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang, berupa pemerataan distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang berkeseimbangan (adil), berupa kesejahteran semua lapisan masyarakat.

2. Menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan mendorong perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.

3. Menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan

mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara bermanfaat dan merusak Karena itu, pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman akan kompleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang lebih integratif dalam pelaksanaan pembangunan.

4. Perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan seringkali diabaikan, karena masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari masa akan datang. Karena itu persepsi semacam itu perlu dirubah.

Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat berkelanjutan harus bertumpu pada beberapa factor :

1. Kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu diolah dalam batas kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui, maka sumber daya alam tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu pemanfaatanya perlu dilakukan

secara efesien dan perlu dikembangkan teknologi yang mampu mensubsitusi bahan substansinya.

2. Kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan yang berkualitas.

3. Faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban sekaligus dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan. Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor yang menambah beban menjadi faktor yang dapat menjadi modal pembangunan.

Agar pembangunan memungkinkan dapat berkelanjutan maka diperlukan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut :

1. Pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan (biogeofisik dan sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai dengan zona peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lain-lain. Hal tersebut memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW), sehingga diharapkan akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya.

2. Proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan perlu dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.

3. Penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.

4. Pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan lingkungan.

5. Pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan. 6. Pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam

pengelolaan lingkungan hidup

7. Pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.

8. Pengembangan kerja sama luar negeri.

2.3. Partisipasi Masyarakat (Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan)

Bab ini akan membahas dari sisi teoritik : hubungan antara partisipasi dengan pemanfaatan dan pengendalian ruang, definisi keduanya serta hambatan pelaksanaannya. Untuk lebih memudahkan pembahasan kajian terbagi atas beberapa sub bab :

2.3.1. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menjadi mengemuka dan penting dalam pelaksanaan pembangunan termasuk didalamnya penataan ruang diantaranyakarena beberapa hal positif yang dikandungnya : (Alastaire White dalam RA. Santoso Sastropoetro, 1998)

b. Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya yang rendah.

c. Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena menyangkut kepada harga dirinya.

d. Merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya. e. Mendorong timbulnya rasa tanggungjawab.

f. Menjamin bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat telah dilibatkan

g. Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.

h. Menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terdapat didalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan berbagai keahlian.

i. Membebaskan orang dari kebergantungan kepada keahlian orang lain.

j. Lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab dari kemiskinan, sehingga menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya.

2.3.2. Definisi Partisipasi

Menurut Keith Davis (Reksopoetranto, 1992), kata partisipasi secara etimologis berasal dari bahasa inggris “participation” yang berarti mengambil bagian, participator dimaknai sebagai yang mengambil bagian atau sering disebut dalam bahasa umum sebagai keikutsertaan. Karenanya partisipasi sering dikatakan sebagai peran serta atau keikutsertaan mengambil bagian dalam kegiatan tertentu. Karenanya terdapat keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang

mendorong partisipan untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggungjawab terhadap usaha mencapai tujuan yang bersangkutan. Hal yang terakhir senada dengan batasan yang diberikan dalam batang tubuh UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 2 ayat 4 huruf d bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Selain kedua pendapat tersebut, terdapat beberapa pendapat lain tentang definisi pastisipasi :

Dokumen terkait