DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muhammad, 2007. Perencanaan pembangunan partisipasi (studi Tentang
penyusunan Rencana Pembangunan jangka Menengah Daerah Kota Medan tahun 2006-2010)
Arikunto, Suharsimi. 2001. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Pustaka
J. Muller. 1989. Partisipasi Bukan Unsur Baru Dalam Pembangunan. Jakarta:
Kompas.
Nugroho. T. Rianto. 2004. Kebijakan Publik, Formulas, Implementasi dan Evaluasi.
Jakarta: Gramedia.
Sarwoto. 1990. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Singarimbun, Masri, dan Sofyan Effendi. 1993. Metode Penelitian Survay. Jakarta:
LP3ES.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Steers, Richard M. 1998. Efektivitas Organisasi, Terjemahan. Jakarta: PPm Erlangga.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi Negara. Bandung: Alfabeta
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta:
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
Utomo, Tri Widodo. 1998. Administrasi Pembangunan. Bandung: Lembaga Administrasi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bentuk Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam bentuk penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat di wilayah kecamatan khususnya dalam
hal melaksanakan peran pengawasannya terhadap setiap proses pembangunan di
wilayahnya. Dengan demikian penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif
menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah, penelitian dengan menggunakan
metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala,
fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat/ mengenai sifat-sifat
populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari
atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis. (Zuriah, 2006 : 47)
Berdasarkan pengertian diatas, maka penelitian ini adalah penelitian yang
diarahkan untuk mengungkapkan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian
secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi serta menganalisis
Tempat ataupun lokasi penelitian ini dilaksanakan yakni di wilayah Kecamatan
Medan Johor Kota Medan Sumatera Utara. Alasan mengenai penetapan lokasi ini
dikarenakan Kecamatan Medan Johor dengan luas wilayahnya ±12,81 km² merupakan
daerah pemukiman di Kota Medan di sebelah Selatan yang sekaligus menjadi daerah
resapan air utama bagi Kota Medan. Sehingga program pembangunan/pemeliharaan
saluran air (drainase) senantiasa dilaksanakan pada lokasi ini. Dengan demikian sudah
sepatutnya masyarakat di lokasi penelitian menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi
dalam hal mengawasi pelaksanaan pembangunan yang dilakukan tersebut.
Selanjutnya direncanakan pula interval waktu pelaksanaan penelitian ini dari
proses awal hingga akhir sebagaimana dirincikan pada tabulasi schedule di bawah ini.
Tabel 3.1
Waktu Pelaksanaan Penelitian dirincikan
berdasarkan tahapan penelitiannya.
No.
Rincian Tahapan Pelaksanaan
Penelitian
I II III
M-1 M-2 M-3 M-4 M-1 M-2 M-3 M-4 M-1 M-2 M-3 M-4
(1) (2) (3)
1. Penyusunan Draft
Kasar Proposal
Penelitian
2. Pengajuan Draft
Kasar Proposal
Penelitian
3. Proses
Pembimbingan
Proposal Penelitian
4. Seminar Proposal
Penelitian
5. Perbaikan Proposal
Penelitian setelah
No.
Rincian Tahapan Pelaksanaan
Penelitian
I II III
M-1 M-2 M-3 M-4 M-1 M-2 M-3 M-4 M-1 M-2 M-3 M-4
(1) (2) (3)
6. Pengumpulan data
dan informasi
penelitian
7. Proses Analisis Data
Penelitian
8. Penyusunan
Laporan Hasil
9. Meja Hijau
Keterangan :
I s.d III : Bulan Pertama hingga Ketiga
M-1 : Minggu Pertama
M-1 : Minggu Kedua
M-1 : Minggu Ketiga
M-1 : Minggu Keempatejak awal Bulan Februaru Tahun 2012.
3.3. Informan Penelitian
Sumber informasi serta data yang diperlukan dalam penelitian ini tentunya adalah
pihak-pihak yang memiliki keterkaitan erat serta memiliki kapasitas dan pemahaman
yang memadai dengan permasalahan yang sedang diteliti. Dengan demikian penelitian ini
memutuskan penggunaan teknik snowball dimana secara berkesinambungan data dan
informasi dikumpulkan melalui key informan hingga data dan informasi yang didapatkan
mencapai titik kejenuhan. Dengan demikian proses pengumpulan data telah selesai
dilakukan.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1. Wawancara Mendalam (deep interview) dilakukan dengan pedoman
wawancara yang mencakup indikasi-indikasi operasional yang perlu
ditelusuri.
2. Observasi Langsung pada lapangan penelitian yaitu mencakup beberapa
fenomena yang terlihat dan berkaitan erat dengan pelaksaan Program
Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase di Kecamatan Medan Johor
3. Penelusuran Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data–data sekunder yang
3.5. Jenis dan Sumber Data
Secara integral penelitian ini menggunakan 2 jenis data yakni data primer dan
data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dan
observasi langsung peneliti di lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder: yakni
merupakan data atau informasi yang telah diolah oleh sumber terkait yang diperoleh dari
studi dokumentasi.
3.6. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik deskriptif. Menguraikan serta
menginterprestasikan data yang diperoleh dari lapangan yang di dapat dari para
responden. Penganalisaan ini diperoleh berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden
serta penelaahan peneliti dalam menghubung-hubungkan fakta, data dan informasi
terhadap teori serta pengalaman di beberapa penelitian yang relevan. Sehingga dari
analisis tersebut diharapkan muncul gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan
dapat mengungkapkan permasalahan penelitian. Data-data yang terkumpul tersebut akan
BAB IV
Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Medan Johor
Kecamatan Medan Johor terletak di wilayah Selatan Kota Medan dengan
batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Tuntungan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia. Kecamatan Medan Johor dengan luas wilayahnya 12,81 KM ². Kecamatan Medan Johor adalah merupakan
daerah pemukiman di Kota Medan di sebelah Selatan, dan merupakan daerah resapan air
bagi Kota Medan, dengan penduduknya berjumlah : 113.593 Jiwa (2006)
Disini juga terdapat Balai Pembibitan Pertanian dan sebuah Asrama Haji yang
besar dan megah dengan pelayanan hajinya setiap tahun sering mendapat penghargaan
secara Nasional. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri di Kecamatan Medan
Johor ini juga terdapat beberapa industri kecil seperti Pengolahan Kopi dan Produk
Minuman ringan.
. Di Kecamatan
Medan Johor ini banyak terdapat perumahan-perumahan kelas menengah dan mewah,
daerah ini sangat potensial bagi para investor yang bergerak dibidang Real Estate,
4.1.1. Geografis
Secara geografis,Kecamatan Medan Johor sama dengan wilayah Medan yang
lainnya. Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia
pada tahun 2001 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC -
33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan
suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC - 33,1ºC.Kelembaban udara di wilayah Kota Medan
rata-rata berkisar antara 84 - 85%. kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata
total lajupenguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001 ratarata
per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurutStasiun Sampali)
dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia.
4.1.2. Demografi (Kependudukan)
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah
mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa >
995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap,
sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang
merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota
dengan jumlah penduduk yang besar. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010,
penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa.Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680
laki-laki dan 1.068.659 perempuan.Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar
2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk
37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih
kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat
pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan
demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada
berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.
Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung
mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09%
dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami
peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak
ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah
penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan
Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan
Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi
laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun. Mayoritas penduduk
kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing,
Karo). Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu
kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.
Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa
yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai
Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara
historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut,
409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan
Secara spesifik, jumlah penduduk di Kecamatan Medan Johor dapat dilihat di tabel
berikut :
Kelompok Umur
Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
0-4 4.911 5.155 10.066
5-14 5.315 5.102 10.418
15-44 5.424 5.586 11.010
45-64 6.126 5.854 11.980
>=65 6.395 5.854 11.980
Jumlah 56.961 58.221 11.5182
4.1.3. Pemerintahan
Kota Medan dipimpin oleh seorang wali kota. Saat ini, jabatan wali kota Medan
dijabat oleh Rahudman Harahap dengan jabatan wakil wali kota dijabat oleh Dzulmi
Eldin. Pasangan Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin memperoleh jumlah suara terbanyak
pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan yang dilaksanakan dalam 2 putaran.
Putaran pertama diikuti oleh 10 pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota.
Dalam putaran kedua, pasangan Rahudman-Dzulmi bertemu dengan pasangan Sofyan
Tan-Nelly Armayanti. Rahudman Harahap dan Dzulmi Eldin dilantik pada tanggal 26
Juli 2010 di gedung DPRD Kota Medan oleh Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin,
4.1.4. Struktur Organisasi
Struktur Pemerintahan Kecamatan Medan Johor dapat dilihat pada bagan dibawah
Camat
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis
Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar setiap daerah dapat
memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumber daya di daerahnya
sendiri. Pelaksanaan otonimi daerah juga diharapkan sebagai upaya untuk mempercayai
masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengembangkan potensi
daerahnya sendiri. Terlalu besarnya dominasi negara selama ini yang menjadi alasan
penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan
daerah terlebih dalam pemerintahan desa. Proses prencanaan, pengambilan keputusan dan
program pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas kebawah
(top-down). Rencana program-program pembangunan diseragamkan di buat ditingkat pusar
(atas) dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten, sedangkan potensi setiap
daerah berbeda-beda. Sistem perencanaan pembangunan top-donw yang bersifat
sentralistik ini menyebabkan mandulnya partisipasi masyarakat. sejauh ini, partisipasi
masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam peleksanaan program-program
kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat
pelaksanaan tetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.
Suatu skema baru otonomi daerah, yang didalamnya termuat semangat melibatkan
sejauh mana keterlibatan masyarakat, maka dengan sendirinya harus ditunjukkan adanya
saluran aspirasi masyarakat semenjak dini.
Di sini dapat kita ketahui bahwa sudah seharusnya ide awal proses pembangunan
harus menyertakan masyarakat di dalam perumusannya. Maka perumusan ini merupakan
proses perumusan yang umum, yang mana pada rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan pokok-pokok harapan, dan kepentingan dasarnya. Artinya skema politik dan
sistem perencanaan pembangunan yang lama, dimana rakyat hanya menerima putusan
dari pemerintah (sistem bottom-up) supaya dapat terlaksana dengan baik. Dalam UU No.
25 Tahun 2004, pemerintah meletakan komitmen politik untuk memperbaiki kualitas
pembangunan manusia Indonesia mulai dari pemetaan sisitem perencanaan pembangunan
yang melibatkan peran serta profesional masyarakat dan pemerintah daerah dari sejak
awal tahap perencanaan sampai pemanfaatan dan pelestarian. Untuk mendukung
pelaksanaan amanat UU No.25 Tahun 2004 ini, maka pemerintah atas nama Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappena ssudah mengeluarkan surat edaran
tentang sisitem perencanaan pembangunan Daerah. Dalam surat edaran tersebut
pemerintah daerah diwajibkan menyusun rencana pembangunan jangka panjang
(RPJP/D), rencana pembangunan jangka menengah (RPJM/D), dan rencana kerja
pemerintah daerah (RKP/D) sebagai rencana tahunan. Setiap proses penyusunan harus
mempunyai koordinasi antara instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku
pembangunan, melalui sutu forum yang disebut sebagai musyawarah perencanaan
pembangunan atau yang disebut dengan Musrenbang.
Berkaitan dengan hasil penelitian ini dapat dijelaskan secara keseluruhan
khususnya dalam Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase di lokasi penelitian.
Adapun hasil penelitian tersebut terbagi dalam sub bagian analisis berikut ini.
5.1.1. Keterlibatan Masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam Perencanaan Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase.
Partisipasi dalam pembangunan dipandang sebagai sebuah metodelogi yang
mengantarkan pelaku-pelakunya untuk dapat memahami masalah-masalah yang dihadapi,
sehingga dapat menganalisa dan mencari selusi dari masalah yang dihadapi tersebut,
sehingga memberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan.
Hasil wawancara terhadap informan kunci menginterpretasikan bahwa dalam hal
keikutsertaan Masyarakat Kecamatan Medan Johor baik yang langsung berdekatan lokasi
domisilinya dengan lokasi pembangunan/ pemeliharaan drainase dimaksud masih belum
mendapatkan ruang yang memadai. Artinya sebagai anggota masyarakat kecamatan yang
membutuhkan hasil program pembangunan tersebut juga masih merasa keterlibatan
mereka dalam proses perencanaan Pembangunan saluran Drainase di lokasi penelitian
sangat minim sekali. Padahal banyak sebenarnya masyarakat yang mengharapkan
bahwaw sebagai obyek pembangunan berarti masyarakat terkena langsung atas kebijakan
dan kegiatan pembangunan. Dalam hal ini perlu masyarakat Kecamatan Medan Johor
ikut dilibatkan baik dari segi formulasi kebijakan maupun aplikasi kebijakan tersebut,
sebab merekalah yang dianggap lebih tahu tentang kondisi lingkungannya.
Partisipasi masyarakat apalagi hingga ke tahap pengawasan terhadap pelaksanaan
proyek pembangunan seperti drainase merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan
Yang mana pada dasarnya partisipasi masyarakat timbul tidaklah semata-mata dengan
sendirinya melainkan ada hal-hal yang mampu mempengaruhinya, sehingga masyarakat
merasa sadar dan terdorong untuk terlibat lebih jauh dalam segala aspek kehidupan
negara. Perencanaan pembangunan merupakan sebuah instrumen yang sangat penting.
Sebab perencanaan partisipatif merupakan sala satu dari serangkaian perjalanan
pembangunan dan juga tahap awal yang sangat menentukan bagi keberhasilan proses
pembangunan khususnya di Kecamatan Medan Johor. Pada fase ini sudah selayaknya
pembangunan di Kecamatan Medan Johor merupakan hasil dari musyawarah yang
senantiasa memperhatikan aspirasi masyarakat secara utuh.
Disamping hal tersebut penyusunan perencanaan dan proses pembangunan
merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lainnya. Dalam tahap penyusunan
perencanaan, proses pemebangunan yang nantinya akan terjadi dalam periode
perencanaan tersebut diperkirakan akan sesuai dengan kerangka perencanaan yang telah
disusun sebelumnya. Perencanaan merupakan jawaban sementara atas
persoalan-persoalan pembangunan yang dihadapi masyarakat. Jadi dalam hal ini perencanaan
cendrung menetapkan langkah-langkah yang hendak dilakukan dengan belajar dari
pengalaman-pengalaman yang sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu. Bahwa
perencanaan merupakan suatu proses yang terus-menerus dan menyeluruh dari
penyusunan suatu rencana, penyusunan program kegiatan, pelaksanaan serta pengawasan
dan evaluasi dari pelaksanaannya. Kembali hasil wawancara terhadap informan kunci di
lokasi penelitian ini dilaksakan menggambarkan bahwa manajemen yang telah dilakukan
justru kurang efektif. Informan kemudian memaparkan bahwa selama pembangunan/
pemeliharaan drainasi di Kecamatan Medan johor dilaksanakan, pernah disaksikan secara
cukup mengganggu jalannya proses pembangunan. Masyarakat tersebut menilai bahwa
pembangunan yang sedang dilakukan tanpa kompromi sehingga setiap jam-jam sibuk,
banyak sekali dijumpai titik kemacetan lalu lintas.
Padahal ekses penghambatan penyelesaian pelaksanaan pembagunan sebagaimana
ekses di atas dapat dihindari jika saja program pembangunan/ pemeliharaan drainase di
Kecamatan Medan Johor itu sendiri telah menerapkan perencanaan yang berbasis
prakarsa masyarakat dimana perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan
kongkrit masyarakat dan dalam proses penyusunannya benar-benar melibatkan aspirasi
masyarakat setempat dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat dan mencapai
kehidupan baru yang lebih baik dan bermakna melalui langkah-langkah pembangunan.
Untuk menampung keinginan masyarakat dalam pembangunan ditempuh dengan sistem
perencanaan dari bawah ke atas (bottom up). Inilah yang sebenarnya merupakan
perencanaan partisipatif.
5.1.2. Kondisi Aksesibilitas Masyarakat Kecamatan Medan Johor Mengajukan Alternatif atau Keputusan Dalam Perencanaan hingga Pengawasan Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase.
Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata sebuah konsep ekonomi,
dari sudut pandang kita pemberdayaan masyarakat secara implisit mengandung arti
menegakkan demokrasi. Demokrasi secara harafiah berarti kedaulatan rakyat di dalam
rangkaian pembangunan, dimana kegiatan pembangunan yang berlangsung adalah dari
teknologi, pemilikan modal, akses ke pasar dan ke dalam sumber-sumber informasi, serta
keterampilan manajemen.
Agar demokrasi dapat berjalan, maka aspirasi masyarakat yang tertampung harus
diterjemahkan menjadi rumusan-rumusan kegiatan yang nyata. Untuk menerjemahkan
rumusan menjadi kegiatan nyata tersebut, negara mempunyai birokrasi. Birokrasi ini
harus dapat berjalan efektif, artinya mampu menjabarkan dan melaksanakan
rumusan-rumusan kebijaksanaan publik (public policies) dengan baik, untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang dikehendaki. Dalam paham bangsa Indonesia, masyarakat adalah pelaku
utama pembangunan, sedangkan pemerintah (birokrasi) berkewajiban untuk
mengarahkan, membimbing, serta menciptakan iklim yang menunjang. Selanjutnya
berturut-turut akan dibahas tujuan pembangunan, konsep pemberdayaan masyarakat
dalam konteks perkembangan paradigma pembangunan, pendekatan, aspek kelembagaan
beserta mekanismenya serta strategi dalam mewujudkannya.
Salah satu fokus penelitian ini tentu melihat bagaimana sebenarnya keberadaan
keterbukaan bagi akses masyarakat tersebut hingga ke taraf pengusulan alternatif dalam
rangkaian pembangunan drainase di Kecamatan Medan Johor atau keleluasaan
masyarakat di lokasi penelitian dalam memuttuskan apa yang menjadi kebutuhan hingga
bagaimana drainase yang diinginkan.
Sebagian besar informan penelitian mendeskripsikan interpretasi terhadap
pertanyaan yang diajukan dengan cukup antusias. Adapun informasi yang diterima
melalui hasil wawancara yang dilakukan menjelaskan bahwa hampir keseluruhan
cenderung menginginkan bahwa saluran drainase yang sesuai dengan kondisi di
lingkungan mereka berdomisili haruslah memiliki kedalaman yang cukup disertai
Jelaslah bahwa sebenarnya hasil pelaksanaan pembangunan/ pemeliharaan saluran
drainase yang telah dilakukan tidak singkron dengan keinginan masyarakat di Kecamatan
Medan Johor pada umumnya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa keterbukaan
terhadap akses masyarakat dalam mengajukan alternatif atau memutuskan sendiri apa
yang menjadi keinginannya masih belum terwujud dengan semestinya.
5.1.3. Sosialisasi Informasi Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase bagi Masyarakat di Kecamatan Medan Johor Kota Medan.
Salah satu aspek penting dalam implementasi kebijakan pembangunan adalah
adanya asas transparansi atau keterbukaan. Prasyarat ini adalah mutlak mengingat dalam
era demokrasi saat ini masyarakat berhak mengetahui secara lebih spesifik, konsep dan
penerapan kebijakan macam apa yang dapat segera diwujudkan dan sekaligus memberi
manfaat yang sebesar-besaranya bagi hajat hidup masyarakat itu sendiri. Karenanya disisi
lain ketertutupan aparatur pemerintah dalam memutuskan berbagai kebijakan dalam
pembangunan akan berdampak pada kurang efektifnya penerapan kebijakan dan
terhambatnya proses pembangunan yang dijalankan. Sehingga boleh jadi ketertutupan
justru menimbulkan resistensi di masyarakat.
Hasil wawancara menjelaskan bahwa selama pelaksanaan program pembangunan/
pemeliharaan Drainase di Kecamatan Medan Johor berlangsung, banyak informan
beranggapan bahwa sosialisasi program pembangunan/ pemeliharaan Drainase di
Kecamatan Medan Johor yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kota masih sangat
sehingga masyarakat bisa mengetahui darimana dan kemana anggaran belanja daerah
dialokasikan dan bagaimana pendistribusiannya.
Sosialisasi kebijakan sebelumnya juga penting guna pengawasan yang lebih baik
dan efektif, artinya masyarakat juga akan turut mengawasi. Sosialisasi juga jangan
sekadar formalitas dan kerangka kerja saja, penjelasan yang lebih detail pada
kenyataannya akan mampu menyumbangkan legitimasi yang lebih kuat dari masyarakat
terhadap setiap kegiatan proyek-proyek pembangunan. Orientasi kerja dan kinerja
aparatur juga selayaknya harus lebih kepada urgensi kebutuhan masyarakat, ketimbang
sekadar formalitas pengalokasikan dana pembangunan/ proyek dalam setiap tahun
anggaran untuk proyek-proyek rutin, dalam hal APBD misalnya, selain ada fungsi
alokasi, maka fungsi fiskal anggaran tersebut harus optimal. Sehingga aparatur akan lebih
luwes lagi mengelola anggaran daerah, yang merupakan hasil optimal dari partisipasi
masyarakat. Demikian juga dengan sosialisasi Perda (Peraturan Daerah), harus
diumumkan secara jelas dan terbuka, sehingga anggota masyarakat akan merasa
“well-informed” dengan kebijakan pemerintah di daerahnya. Selama ini tidak jarang
masyarakat kurang mengetahui perda-perda apa saja yang mengakomodir kepentingan
yang lebih luas, dan apa saja manfaat perda-perda yang telah dan akan dikeluarkan.
Dalam hal kebijakan publik ada komitmen terhadap pola kepemerintahan yang
baik (good-governance), yang dalam Peraturan Pemerintah No.1/2000 dijelaskan bahwa
kepemerintahan yang baik adalah yang mampu mengembangkan dan menerapkan
prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi,
efisiensi, efektifitas supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Pemerintahan yang bijaksana memiliki arti tidak sekadar mengandalkan legalitas hukum
menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap proses
administrasi dan hasil-hasil pembangunan yang dicapai (Nisjar dalam Sedarmajanti,
2004). Dengan dermikian transparansi adalah suatu prinsip atau karakteristik dalam
mengembangkan sistim kepemerintahan yang baik.
Budaya transparansi memang relatif baru bagi kita, meskipun di negara-negara
yang menganut faham demokrasi hal demikian tidaklah tabu. Soal bagaimana proses
pembelajaran seluruh lapisan masyarakat, khususnya aparatur pemerintahan dalam
mewujudkan transparansi kebijakan publik, semestinya dimulai dari aparatur
pemerintahan sendiri, atau peran proaktif para wakil rakyat.di DPR maupun DPRD.
Sementara itu dikalangan akademisi harus dibiasakan untuk secara terbuka dan sportif
mendiskusikan bagian-bagian dari kebijakan pemerintahan, terutama yang langsung
menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalkan soal pendidikan, kesehatan, perumahan,
pangan, subsidi, kenaikan BBM, dana kompensasi dan lain sebagainya. Adanya
argumentasi akademik dari dasar pengambilan keputusan yang didiskusikan secara
terbuka, baik melalui saluran media massa ataupun seminar-seminar, akhirnya akan
menjadi sebuah tradisi akademis yang sangat bermanfaat, sehingga implementasi
kebijakan tidak melulu menjadi polemik yang menimbulkan pertentangan politik yang
tak berujung di kemudian hari.
Transparansi atau keterbukaan memerlukan pula data-data yang lengkap, dan ini
juga merupakan tugas pihak-pihak yang kompeten untuk itu, disisi pemerintah misalnya
ada Badan-badan yang berwewenang mempublikasikan data-data baku seperti BPS
(Badan Pusat Statistik) atau Bapeda serta instansi resmi lainnya yang memiliki otoritas
untuk itu. Adakalanya data-data pembangunan tidak secara lengkap disajikan dengan
lebih cepat disosialisasikan dengan kesenjangan waktu (time-gap) yang tidak terlalu
lama. Dalam hal ini kita memang jauh tertinggal dari negara-negara industri maju dalam
hal kecepatan merilis data-data pembangunan mutakhir, baik di tingkat pusat maupun
daerah. Pentingnya data ini dapat menghindarkan situasi informasi yang asimetrik
(assymetric information), dimana terjadinya ketimpangan informasi antara aparatur
dengan masyarakat. Iklim demikian menjadi tidak sehat bagi proses demokratisasi dan
mungkin saja akan membuka celah untuk terjadinya korupsi, kolusi dan manipulasi.
Untuk mengoreksinya, lembaga otoritas harus membuat peraturan keterbukaan informasi.
Tidak jarang bahwa kegagalan atau kelalaian menyampaikan informasi yang lengkap
dapat digolongkan sebagai tindakan pidana, dengan hukuman kurungan, denda ataupun
sanksi administratif .
5.1.4. Keberadaan Wadah Komunikasi Masyarakat Kecamatan Medan Johor yang Terfokus pada Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase.
Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses, yang penekanannya
pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari
segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian
pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya.
Dengan demikian pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen,
yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan
pembangunan yang berisi ide-ide atau pun program-program pembangunan, dan
komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang
Dengan demikian pembangunan di Indonesia adalah rangka pembangunan
manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia, harus bersifat pragmatik
yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan yang akan datang.
Dalam hal ini tentunya fungsi komunikasi harus berada di garis depan untuk merubah
sikap dan perilaku manusia Indonesia sebagai pemeran utama pembangunan, baik
sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan.
Hasil wawancara dengan informan penelitian ini menjelaskan bahwa dalam hal
pelaksanaan Program Pembangunan/ Pemeliharaan drainase di Kecamatan medan johor
belum menyertakan forum komunikasi khusus yang juga memfokuskan informasi dan
komunikasinya terhadap program pembangunan tersebut. Mayoritas masyarakat yang
hidup dengan pola kota metropolitan masih menjadi problema utama dan memberikan
hambatan yang sangat berarti bagi berkumpulnya masyarakat di kecamatan Medan Johor
pada suatu waktu tertentu. Tingkat kepadatan jadwal dalam pelaksanaan rutinitas
masyarakat di Kecamatan Medan Johor sehari-hari justru semakin meningkat seiring
dengan perkembangan zaman. Oleh karenanya keberadaan lembaga ataupun forum
komunikasi khusus masih jauh dari harapan sebagaimana konsepsi partisipasi masyarakat
yang telah dipaparkan sebelumnya.
5.1.5. Kerjasama antara Masyarakat Kecamatan Medan Johor dengan Aparatur Pemerintah dalam rangka Pengawasan Program Pembangunan/
Pemeliharaan Drainase.
Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan
pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal
untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi,
pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang
dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab
ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka harus
keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan. Namun dalam
mengeluarkan kebijakan publik masih diwarnai keputusan, kebijakan, dan/atau ketetapan
yang tidak sesuai dengan ketentuan keinginan masyarakat
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur
hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor terkuat
yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara
serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan
bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok,
dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka
mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam
merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu
lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang
membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.
Demi mennggapai mimpi pemerintahan yang baik, reformasi birokrasi juga
menjadi salah satu jawaban. Menuju nagara dan pemerintahn yang baik tentu harus
memiliki birokrasi yang berkompeten agar memicu usaha peningkatan kapasitas dan
kwalitas birokrasi. Tidak lagi dengan birokrasi yang cenderung berbelit-belit, dipersulit
legal dan bisa ditenpuh dalam mencapai birokrasi yang mudah dan cepat. Hal ini tentu
akan berdampak pada mininya celah terjadinya korupsi melalui administrasi.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada
proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan
secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara,
dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara
berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang
baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju
pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi,
lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak
yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha
(penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak
tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik.
Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan
keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi.
Sebagaimana fokus penelitian ini menyangkut keberadaan kerjasama yang dijalin
antara Ketiga pihak dalam pemahaman di atas, Kerjasama antara Masyarakat Kecamatan
Medan Johor dengan Aparatur Pemerintah dalam rangka Pengawasan Program
Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase masih belum berjalan sebagaimana konsep good
governance yang sama-sama dicitakan. Oleh karenanya Pemerintah Kota Medan serta
penyelenggara Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase di kecamatan Medan
Johor seharusnya memperhatikan bagaimana mengelola sumberdaya lembaga yang ada
agar sesuai dengan kebutuhan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai, sehingga efisiensi
5.1.6. Ciri/ Tindakan Masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam Mengawasi Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase.
Anggota masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan semata, tetapi
sebagai subjek pembangunan pula. Partisipasi masyarakat adalah pemberdayaan
masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan dan implementasi
program atau proyek pembangunan, dan merupakan aktualisasi, ketersediaan, dan
kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program
pembangunan
Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk
memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan
dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan
aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan
motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan
peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang
telah disusun.
Dikembangkan oleh Bappenas bersama BPS semacam angka indeks kesejahteraan
rakyat yang menggabungkan indikator ekonomi, kesehatan, dan pendidikan ke dalam
suatu angka indeks. Di dunia internasional indeks kesejahteraan semacam ini telah
dikembangkan oleh UNDP yang dikenaldengan nama Human Development Index (HDI)
seperti telah dikemukakan di atas. Manusia juga harus mempersiapkan diri untuk
kehidupan abadi melalui pembangunan spiritual, sebagai bagian dari pemberdayaan
masyarakat, dalam rangka membangun masyarakatberakhlak. Terkait dengan itu adalah
bangsa Indonesia, sikap budaya kerja keras, disiplin, kreatif, ingin maju, menghargai
prestasi dan siap bersaing. Ukurannya tentu sangat relatif dan terutama bersifat
kualitatif.
Dalam pembangunan budaya perlu dikembangkan orientasi kepada ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pemberdayaan teknologi, merupakan jawaban yang
berjangkauan jauh ke depan dan berkesinambungan dalam membangun masyarakat yang
maju, mandiri dan sejahtera. Pemberdayaan masyarakat harus pula berarti
membangkitkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
kehidupan masyarakatnya. Masyarakat yang secara politik terisolasi bukanlah masyarakat
yang berdaya, artinya tidak seluruh aspirasi dan potensinya tersalurkan. Maka, aspek
politik juga terdapat dalam pemberdayaan masyarakat.
5.2. Pembahasan
Partisipasi masyarakat sesuai dengan model pembangunan saat ini tentu masih
menjadi pertanyaan di segala sisi pembangunan itu sendiri. Sudah sepantasnya sebagai
anggota masyarakat menunjukkan perilaku pembangunan yang partisipatif demikian pula
dengan pemerintahan yang sedang mengemban tugas pengelolaan pembangunan di
daerah. Artinya setiap pihak tentunyamemposisikan dirinya pada porsi yang proporsiolnal
dalam setiap upaya pembangunan.Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, didapatkan
berbagai informasi dan data tentangfenomena partisipasi masyarakat di Kecamatan
Medan Johor Kota Medan yang masih memerlukan perhatian serta langkah penanganan
Meski pelaksanaan Program Pembangunan dan pemeliharaan drainase yang telah
dilaksanakanmemberikan hasil yang nyata dari dimensi outputnya, namun penelitian ini
justru belummenangkap adanya manfaat yang optimal bagi masyarakat di masa yang
akan datang. Kehadiranoutput berupa saluran drainase yang berdasarkan data dan
informasi yang dikumpulkan saatwawancara dengan berbagai informan yang memahami
persoalan pembangunan dan pemeliharaandrainase di lokasi penelitian, masih belum
sesuai dengan keinginan perkembangan dinamikamasyarakat di Kecamatan Medan Johor.
Masih banyak informan yang ragu akan daya tampungvolume air yang dapat dialiri
saluran drainase yang ada. Fenomena ini justru sangat tajam terlihatdengan semakin
tumbuhnya lokasi pemukimamn warga berupa Kompleks Perumahan yang
jugameningkat tajam dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Kondisi yang demikian juga diperburuk dengan hadirnya saluran pengendalian
banjir Kota Medanyang juga menjadikan wilayah Kecamatan Medan Johor sebagai salah
satu urat nadi dalampengelolaan banjir kota tesebut. Dengan demikian partisipasi yang
ada selama ini yang jugamenggambarkan masih adanya gap antara pemerintah kota
sebagai fasilitator, maupun masyarakatyang sekaligus menjadi objek serta subjek suatu
upaya pembangunan seperti drainase menjadisandaran partikel yang teramat penting.
Kondisi yang demikian kompleksnya akan dapatdiminimalisasi dengan adanya model
kemitraan yang strategis. Tentu saja tetap melihat kepadakapasitas rutinitas masyarakat di
Kecamatan Medan Johor yang semakin sulit menemukan waktuluang untuk bertukar
informasi bersama anggota masyarakat lainnya juga dengan pemerintah lokal.
Hasil wawancara terhadap informan menunjukkan kenyataan bahwa partisipasi
masyarakatKecamatan Medan Johor dalam konteks pembangunan dan pemeliharaan
manipulasi serta pemberitahuan yangintens sebagaimana penjelasan Arnstein dalam
konsep tangga partisipasinya. Kondisi ini justrudiperkuat oleh adanya fenomena spesifik
seperti kompleksitas kehidupan masyarakat di lokasipenelitian yang secara signifikan
meningkat serta degradasi perilaku partisipatif itu sendiriterhadap pembangunan yang
sedang dilaksanakan. Informasi yang diperoleh justrumenggambarkan bahwa
sebagaimana keinginan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan,pelaksanaan,
pengawasan hingga evaluasi hasil-hasil pembangunanmasih belum mendapatkanposisi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Penelitian ini berfokus pada salah satu dimensi wajah pembangunan KotaMedan
seperti yang dilaksanakan di Kecamatan Medan Johor khususnya di bidang Infrastruktur
dalam pembangunan drainase. Kemudian mempersempit pembahasan penulis juga
melihat salah satu sisi utama yang sangat pentingberkaitan dengan pembangunan tersebut
yakni mengenai partisipasi yangdilakukan masyarakat kecamatan Medan Johor sendiri
terhadap berbagai upayapembangunan dan pemeliharaan infrastruktur sebagaimana
drainase di wilayah mereka.
Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar setiap daerah dapat
memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumberdaya di daerahnya
sendiri. Pelaksanaan otonimi daerah juga diharapkan sebagai upaya untuk mempercayai
masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengembangkan potensi
daerahnya sendiri. Terlalu besarnya dominasi negara selama ini yang menjadi alasan
penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan
daerah terlebihdalam pemerintahan desa. Proses prencanaan, pengambilan keputusan
danprogram pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas kebawah
(top-down). Rencana program-program pembangunan diseragamkan di buat ditingkat pusar
(atas) dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten,sedangkan potensi setiap
daerah berbeda-beda. Sistem perencanaanpembangunan top-down yang bersifat
masyarakat masih terbatas padakeikutsertaan dalam peleksanaan program-program
kegiatan pemerintah,padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat
pelaksanaantetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwasanya partisipasi masyarakat Kecamatan
Medan Johor dalam konteks pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase masih
dalam tahapan non partisipatif atau masih membutuhkan manipulasi serta pemberitahuan
yang intens sebagaimana penjelasan Arnstein dalam konsep tangga partisipasinya.
Kondisi ini justru diperkuat oleh adanyafenomena spesifik seperti kompleksitas
kehidupan masyarakat di lokasipenelitian yang secara signifikan meningkat serta
degradasi perilaku partisipatif itu sendiri terhadap pembangunan yang sedang
dilaksanakan. Informasi yang diperoleh justru menggambarkan bahwa sebagaimana
keinginan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
hinggaevaluasi hasil-hasil pembangunan masih belum mendapatkan posisi yang ideal.
6.2. Saran
Berkaitan dengan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, penulis
bermaksud menjelaskan beberapa hal penting sekaligus menjadi saran penelitian ini
bagiupaya perbaikan pelksanan pembangunan di kota medan secara umum dan
khususnya diKecamatan Medan Johor yang mencakup beberapa hal berikut ini.
Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar setiap daerah dapat
memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumberdaya di daerahnya
sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah juga diharapkan sebagai upaya untuk mempercayai
daerahnya sendiri. Terlalu besarnyadominasi negara selama ini yang menjadi alasan
penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan
daerah terlebih dalam pemerintahan desa. Proses perencanaan, pengambilan keputusan
danprogram pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas
kebawah(top-down). Rencana program-program pembangunan diseragamkan di buat ditingkat pusar
(atas) dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten,sedangkan potensi setiap
daerah berbeda-beda. Sistem perencanaan pembangunan top-down yang bersifat
sentralistik ini menyebabkan mandulnya partisipasi masyarakat. sejauh ini, partisipasi
masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam peleksanaan program-program
kegiatan pemerintah,padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat
pelaksanaantetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.
Olehkarennya, di masa mendatang, keterlibatan segenap masyarakat Kecamatan Medan
Johor dalam tahap perncanaan dan penentuan alternatif keputusan seyogyanya dapat
ditingkatkan dengan intens tidk hanya sebatas program pembangunan fisik saja akan
tetapi juga mencakup upaya pembangunan sumber daya manusia pula. Peneliti
menganggap keterlibatanmasyarakatdalam proses perencanaan penentuan alternatif
keputusan pembangunan diwilayah mereka merupakan tahap awal yang paling pentig
yang akanmenentukan partisipasi masyarakat pada tataran pelaksanaan pembangunan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pembangunan
Pembangunan adalah kata yang digunakan secara meluas dalam semua media massa
di seluruh dunia dan merupakan konsep yang kerap kali disebut dan diperbincangkan oleh
semua lapisan masyarakat, terutama di kalangan ahli politik, wartawan, orang pemerintahan,
dll. Pembangunan itu sendiri berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dimana
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menjadi syarat utama pembangunan.l
Beberapa pengertian Pembangunan menurut para ahli antara lain sebagai berikut:
Menurut Johan Galtung Pembangunan merupakan “upaya untuk memenuhan
kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam”.
Sedangkan menurut Benny H. Hoed, pembangunan adalah “Pembangunan adalah
upaya sistematis melepaskan diri dari keterbelakangan dan upaya untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat”.
Ahli lain, Drs. Djoko Oentoro mendefinisikan Pembangunan sebagai “pertumbuhan
Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai “transformasi ekonomi,
sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat”.
Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable
development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World
Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations
Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada
1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan
lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas
penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati
pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission
on Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya
Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi
Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987),
pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, Sementara Slamet Triyono secara sederhana mendefenisikan Pembangunan
sebagai semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan
terencana.
masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.”
Pengertian umum pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah
pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa
perlu merusak atau menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan yang memberikan
batasan pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumberdaya yang ada
didalamnya. Ambang batas ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas yang
luwes (flexible) yang bergantung pada teknologi dan sosial ekonomi tentang
pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer dalam menerima akibat yang
ditimbulkan dari kegiatan manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan
Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Budimanta
(2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang adalah semacam strategi dalam pemanfaatan ekosistem alamiah dengan cara tertentu
sehingga kapasitas fungsionalnya tidak rusak untuk memberikan manfaat bagi
kehidupan umat manusia. Hal ini bukan saja untuk kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat generasi mendatang. Dengan
demikian diharapkan bahwa kita tidak saja mampu melaksanakan pengelolaan
pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga dituntut untuk mampu
mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka
peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa
mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati
dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses
perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah
investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang
kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan
masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan
berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu,
pembangunan\ berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,
pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar
Pembangunan berkelanjutan).
Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005
menyebut ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi
pembangunan berkelanjutan. Idealnya, ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama
dan menjadi focus pendorong dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam buku “Bunga
Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21” (Buku 1) Sarosa menyampaikan
bahwa pada era sebelum pembangunan berkelanjutan digaungkan, pertumbuhan
ekonomi merupakan satusatunya tujuan bagi dilaksanakannya suatu pembangunan tanpa
mempertimbangkan aspek lainnya. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan
saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan
pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan
pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap kedua dasar
pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga,
semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi
politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat. Tahapan-tahapan ini digambarkan
sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Gambar 1 berikut ini.
Peradaban modern yang kapitalistik telah mendorong manusia begitu serakah
terhadap lingkungan hidup. Manusia modern terjangkiti oleh penyakit hedonisme yang
tidak pernah puas dengan kebutuhan materi. Sebab yang mendasar timbulnya
keserakahan terhadap lingkungan ini, karena manusia memahami bahwa sumber daya
alam adalah materi yang mesti dieksploitasi untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan
materinya yang konsumtif. Pengelolaan lingkungan identik dengan upaya untuk
mengoptimalkan sumber daya alam sebagai penyuplai kebutuhan materi semata.
Robert Malthus mengatakan bahwa untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan
produktivitas pangan harus ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara
mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat dikelola dalam bentuk barang dan jasa.
Karena tingkat kepuasan manusia terhadap barang dan jasa bersifat tidak terbatas, maka
optimalisasi pengurasan sumber daya alam dilakukan tanpa pernah memperdulikan
sumber daya alam bersifat terbatas. Akibat yang timbul kemudian adalah proses
degradasi lingkungan berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan semakin
menjadi-jadi dan bertambah parah.
Kerusakan dan pencemaran lingkungan, menurut J. Barros dan J.M. Johnston erat
kaitannya dengan aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain
disebabkan:
1. Kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan yang
berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-lain.
2. Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan instlasi, kebocoran,
pencemaran buangan penambangan, pencemaran udara dan rusaknya lahan
bekas pertambangan.
3. Kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, naiknya suhu udara kota, kebisingan
kendaraan bermotor, tumpahan bahan bakar, berupa minyak bumi dari kapal
tanker.
4. Kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian zat-zat kimia untuk
memberantas serangga / tumbuhan pengganggu, seperti insektisida, pestisida,
Dampak dari pencemaran dan perusakan lingkungan yang amat mencemaskan dan
menakutkan akibat aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia secara lebih luas
dapat berupa :
1. Pemanasan global, telah menjadi isu internasional yang merupakan topik hangat
di berbagai negara. Dampak dari pemanasan global adalah terjadinya perubahan
iklim secara global dan kenaikan permukaan laut.
2. Hujan asam, disebabkan karena sektor industri dan transportasi dalam
aktivitasnya menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara yang dapat
menghasilkan gas buang ke udara. Gas buang tersebut menyebabkan terjadinya
pencemaran udara.Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar,
terutama bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam
nitrat. Asam tersebut dapat diendapkan oleh hutan, tanaman pertanian, danau dan
gedung sehingga dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian organisme
hidup.
3. Lubang ozon,ditemukan sejak tahun 1985 di berbagai tempat di belahan bumi,
seperti diAmerika Serikat dan Antartika. Penyebab terjadinya lubang ozon
adalah zat kimia semacam kloraflurkarbon (CFC), yang merupakan zat buatan
manusia yang sangat berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti
untuk lemari es dan AC.
Sebagai reaksi dari akibat pembangunan dan industrialisasi yang telah
menyebabkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan, di seluruh dunia sedang
terjadi gerakan yang disebut gerakan ekologi dalam (deep ecology) yang
berjuang berdasarkan visi untuk menyelamatkan lingkungan agar dapat berkelanjutan.
Gerakan ini merupakan antitesa dari gerakan lingkungan dangkal (shallow ecology)
yang berperilaku eksplotatif terhadap lingkungan dan mengkambinghitamkan agama
sebagai penyebab terjadinya kerusakan alam lingkungan. Gerakan ini beranggapan
bahwa bumi dengan sumber daya alam adanya untuk kesejahteraan manusia. Karena itu,
kalau manusia ingin sukses dalam membangun peradaban melalui industrialsiasi, bumi
harus ditundukkan untuk diambil kekayaannya.
Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi
manusia kini dan masa depan. Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak
ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah
dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Secara lebih kongkrit tidak bisa disangkal bahwa hak manusia atas lingkungan
hidup yang sehat dan baik menjadi kebutuhan mendesak sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Hak atas pembangunan tidak lepas dari ketentuan bahwa proses pembangunan
haruslah memajukan martabat manusia, dan tujuan pembangunan adalah demi kemajuan
yang terus menerus secara berkelanjutan untuk kesejahteraan manusia secara adil
merata.
Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi,
1. Pemerataan dan keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus
menjamin adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang,
berupa pemerataan distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang
2. Menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman
hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk
memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk
masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan
mendorong perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan
terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
3. Menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan
mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia
mempengaruhi alam dengan cara bermanfaat dan merusak Karena itu,
pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman akan kompleknya keterkaitan
antara sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang lebih integratif
dalam pelaksanaan pembangunan.
4. Perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan seringkali
diabaikan, karena masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari
masa akan datang. Karena itu persepsi semacam itu perlu dirubah.
Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat berkelanjutan harus
bertumpu pada beberapa factor :
1. Kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses pembangunan secara
berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara
berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu diolah dalam batas
kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui, maka sumber daya alam
secara efesien dan perlu dikembangkan teknologi yang mampu mensubsitusi
bahan substansinya.
2. Kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan semakin
tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan
yang berkualitas.
3. Faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban sekaligus
dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan.
Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor yang menambah beban
menjadi faktor yang dapat menjadi modal pembangunan.
Agar pembangunan memungkinkan dapat berkelanjutan maka diperlukan pokok-pokok
kebijaksanaan sebagai berikut :
1. Pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung
lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan (biogeofisik dan
sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai dengan zona
peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lain-lain. Hal tersebut
memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW), sehingga diharapkan
akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung
lingkungannya.
2. Proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan perlu
dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan
proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan dampak negatif pembangunan
3. Penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.
4. Pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas
tatanan lingkungan.
5. Pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan.
6. Pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup
7. Pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan menyelesaikan
sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.
8. Pengembangan kerja sama luar negeri.
2.3. Partisipasi Masyarakat (Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan)
Bab ini akan membahas dari sisi teoritik : hubungan antara partisipasi dengan
pemanfaatan dan pengendalian ruang, definisi keduanya serta hambatan
pelaksanaannya. Untuk lebih memudahkan pembahasan kajian terbagi atas beberapa sub
bab :
2.3.1. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat menjadi mengemuka dan penting dalam pelaksanaan
pembangunan termasuk didalamnya penataan ruang diantaranyakarena beberapa hal
positif yang dikandungnya : (Alastaire White dalam RA. Santoso Sastropoetro, 1998)
b. Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya yang
rendah.
c. Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena
menyangkut kepada harga dirinya.
d. Merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya.
e. Mendorong timbulnya rasa tanggungjawab.
f. Menjamin bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat telah
dilibatkan
g. Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.
h. Menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terdapat
didalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan berbagai keahlian.
i. Membebaskan orang dari kebergantungan kepada keahlian orang lain.
j. Lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab dari kemiskinan, sehingga
menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya.
2.3.2. Definisi Partisipasi
Menurut Keith Davis (Reksopoetranto, 1992), kata partisipasi secara etimologis
berasal dari bahasa inggris “participation” yang berarti mengambil bagian, participator
dimaknai sebagai yang mengambil bagian atau sering disebut dalam bahasa umum
sebagai keikutsertaan. Karenanya partisipasi sering dikatakan sebagai peran serta atau
keikutsertaan mengambil bagian dalam kegiatan tertentu. Karenanya terdapat
mendorong partisipan untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha
mencapai tujuan serta tanggungjawab terhadap usaha mencapai tujuan yang
bersangkutan. Hal yang terakhir senada dengan batasan yang diberikan dalam batang
tubuh UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 2 ayat 4
huruf d bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasi
kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Selain kedua
pendapat tersebut, terdapat beberapa pendapat lain tentang definisi pastisipasi :
a. Keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah
atau kepentingan eksternal (Sumarto, 2003).
b. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan,
sebagai media penumbuhan kohesifitas antar masyarakat, masyarakat dengan
pemerintahjuga menggalang tumbuhnya rasa memiliki dan tanggungjawab
pada program yang dilakukan (Handayani, 2006).
c. Keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan ataupun kegiatan
(Wardoyo, 1992).
d. Keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan (Rahardjo,
1985).
e. Aksi dari kepercayaan akan pembangunan. Karena pastisipasi mempunyai
nilai intrinsik kebaikan dan berfokus pada pencarian cara untuk
menyelesaikan masalah (Cooke and Kothari, 2002).
f. Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya
atau egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau
Karenanya dalam beberapa definisi tersebut terdapat beberapa kata kunci tentang
definisi pastisipasi :
a. Keikutsertaan
b. Secara sukarela
c. Keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasan
d. Berbentuk pernyataan ataupun kegiatan nyata
e. Media penumbuhan kohesifitas
f. Akomodasi kepentingan bersama
2.3.3. Bentuk-bentuk Partisipasi
Sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat/kelompok terdapat beberapa wujud
dari partisipasi :
1. Menurut Vaneklasen dan Miller membagi pastisipasi atas (Handayani, 2006)
:
a. Partisipasi Simbolis
Masyarakat duduk dalam lembaga resmi tanpa melalui proses pemilihan
dan tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya.
b. Partisipasi Pasif
Masyarakat diberi informasi atas apa yang sudah diputuskan dan apa
yang sudah terjadi. Pengambil keputusan menyampaikan informasi tetapi
tidak mendengarkan tanggapan dari masyarakat sehingga informasi
c. Partisipasi Konsultatif
Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab beberapa pertanyaan.
Hasil jawaban dianalisis pihak luar untuk identifikasi masalah dan cara
pengatasan masalah tanpa memasukkan pandangan masyarakat.
d. Partisipasi dengan Insentif Material
Masyarakat menyumbangkan tenaganya untuk mendapatkan makanan,
uang, atau imbalan lainnya. Masyarakat menyediakan sumber daya,
namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan sehingga mereka
tidak memiliki keterikatan untuk meneruskan partisipasinya ketika masa
pemberian insentif selesai.
e. Partisipasi Fungsional
Masyarakat berpartisipasi karena adanya permintaan dari lembaga
eksternal untuk memenuhi tujuan. Mungkin ada keputusan bersama tetapi
biasanya terjadi setelah keputusan besar diambil.
f. Partisipasi Interaktif
Masyarakat berpatisipasi dalam mengembangkan dan menganalisa
rencana kerja. Partisipasi dilihat sebagai hak, bukan hanya sebagai alat
mencapai tujuan, prosesnya melibatkan metodologi dalam mencari
perspektif yang berbeda dan serta menggunakan proses belajar yang
terstruktur. Karena masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan
maka mereka akan mempunyai keterikatan untuk mempertahankan
tujuan dan institusi lokal yang ada di masyarakat juga menjadi kuat.
Masyarakat berpartisipasi dengan merencanakan aksi secara mandiri.
Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga eksternal untuk sumber
daya dan saran-saran teknis yang dibutuhkan, tetapi kontrol bagaimana
sumber daya tersebut digunakan berada di tangan masyarakat
sepenuhnya.
Secara ideal partisipasi semestinya berwujud partisipasi interaktif ataupun
pengorganisasian diri, tetapi tentunya hal tersebut menuntut kapabilitas sumber daya
manusiayang optimal. Di negara dunia ketiga yang umumnya berpemerintahan totaliter
menggunakan model partisipasi simbolis, pasif ataupun konsultatif.
Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan
dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat ikut serta dengan
pemerintah memberi bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan
menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat
diartikan sebagian “pengikutsertaan” atau pengambil bagian dalam kegiatan bersama.
2. Menurut Soetrisno (1995:221), secara umum ada 2 (dua) jenis definisi
partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:
1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan masyarakat
terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuan
oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam defenisi
ini pun diukur dengan kemauan masyarakat ikut menanggung biaya
pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan
2. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama erat
antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak
hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya
pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak masyarakat untuk ikut
menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka.
Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan masyarakat
untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.
Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung
program pembangunan.
3. Menurut Santoso S. Hamidjoyo (1988:67), bahwa partisipasi mengandung tiga
pengertian, yaitu:
1. Partisipasi berarti turut memikul beban pembangunan.
2. Menerima kembali hasil pembangunan dan bertanggung jawab terhadapnya.
3. Partisipasi berarti terwujudnya kreativitasnya dan oto aktifitas.
Dari ketiga hal tersebut di atas, jelas bahwa masalah partisipasi ini sangat urgen,
lebih-lebih dalam pelaksanaan pembangunan, oleh karena itu partisipasi aktif segenap
lapisan dalam pembangunan harus semakin luas dan merata, baikdalam memikul beban