• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran utang dan modal BUMN yang Go Public di Indonesia Badan Usaha Milik Negara dapat diartikan sebagai unit bisnis milik rakyat yang dikelola untuk kepentingan rakyat oleh pemerintah, dikarenakan rakyat mempunyai keterbatasan sumber daya untuk mengelola dan mengusahakannya. Dalam hal ini pemerintah bukan sebagai pemilik BUMN sehingga keputusan pemerintah mengenai perusahaan BUMN harus diketahui dan disetujui oleh rakyat banyak. Sesuai dengan pasal 33 UUD RI 1945 ayat 2 dan 3.Sampai dengan tahun 2015 terdapat 20 BUMN yang sudah Go Public di BEI diantara 20 perusahaan tersebut hanya 14 perusahaan yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Perusahaan yang dijadikan sampel yaitu: BBRI, SMGR, BMRI, PTBA, BBNI, JSMR, PGAS,KAEF, INAF, ADHI, TINS, TLKM, ANTM, WIKA. Dari data keuangan yang diperoleh dari BEI, diketahui data keuangan perusahaan ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Utang jangka panjang perusahaan BUMN bukan bank (dalam jutaan rupiah) Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata SMGR 3.423.246 5.046.506. 8.414.229 8.922.908 8.559.401 6.873.258 PTBA 2.281.451 3.342.102 4.223.812 4.125.586 4.376.305 3.669.851 JSMR 10.592.663 12.191.853 14.965.766 17.499.365 18.772.027 11.053.684 PGAS 16.986.477 13.791.734 15.021.091 20.073.088 35.928.465 20.360.171 KAEF 567.310 543.257 541.737 643.493 847.585 526.561 INAF ADHI TINS TLKM ANTM 429.313 4.059.941 1.648.033 43.343.684 2.635.339 422.690 5.122.586 1.972.012 42.073.000 4.429.192 505.708 6.691.155 1.542.807 44.391.000 6.876.225 538.517 8.172.499 2.991.184 50.527.000 9.071.630 703.717 8.227.789 3.047.247 55.166.000 8.664.673 443.905 6.454.794 2.240.257 47.100.137 6.335.412 a

Sumber : diolah dari Bursa Efek Jakarta (2010– 2014)

Seperti yang kita lihat dari Tabel 6 Perusahaan Perusahaan BUMN bukan bank mempunyai utang jangka panjang yang meningkat setiap tahunnya. Perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang konstruksi seperti Jasa Marga mempunyai utang jangka panjang yang digunakan untuk mendanai pembangunan pembangunan tol yang ada di indonesia salah satunya melalui penerbitan obligasi. Dalam Catatan atas laporan keuangan PT Jasa Marga Tbk dapat dilihat obligasi obligasi yang diterbitkan antara lain obligasi Jasa Marga XIII Seri R, obligasi jasa marga XII seri q, obligasi jasa marga XI Seri P, Obligasi Jasa Marga X seri O, Obligasi jasa marga JORR I dan JORR II. Obligasi tersebut digunakan untuk

16

membiayai pembangunan jalan tol. Seperti obligasi jasa marga JORR I dan II. BUMN yang bergerak dalam bidang kosntruksi lainnya yaitu PT Adhi karya yang juga mempunyai utang jangka panjang yang semakin meningkat setiap tahunnya. Obligasi yang dimiliki oleh PT Adhi karya dalam catatan atas laporan keuangan di jelaskan digunakan untuk pengembangan usaha dan investasi di bidang usaha properti oleh Perusahaan yang akan digunakan untuk pembangunan hotel atau perkantoran dan infrastruktur di kawasan Jabodetabek, pembangunan properti multiguna (mixed use) dikawasan jabodetabek atau real estate dan pusat perbelanjaan (mal) di Propinsi Riau dan kawasan Jabodetabek. Selain Jasa Marga dan Adhi Karya, Telkom merupakan BUMN dengan tingkat utang yang tinggi. Dana yang diperoleh PT Telkom dari hasil penawaran umum obligasi setelah dikurangi biaya-biaya emisi, seluruhnya akan dipergunakan untuk meningkatkan belanja modal yang meliputi: wave broadband (pita lebar, softswitching, datakom, teknologi informasi dan lainnya), infrastruktur (backbone, metro network, regional metro junction, internet protocol, dan system satelit) dan optimisasi legacy dan fasilitas penunjang (fixed wireline dan wireless).

Perusahaan dengan nilai utang baik jangka panjang maupun jangka pendek yang tinggi, akan mempengaruhi risiko keuangannya. Semakin tinggi tingkat utangnya, maka akan semakin tinggi risiko keuangannya (bangkrut). Selain obligasi, pinjaman bank yang lebih dari 1 tahun juga menjadi sumber pendanaan bagi perusahaan. Sumber pendanaan tersebut dikenal dengan kredit modal kerja. Benefit yang diperoleh dari penggunaan pinjaman bank sebagai dana tambahan sangat menarik bagi perusahaan sehingga dalam melakukan investasi perusahaan cenderung menggunakan pinjaman dalam jumlah yang cukup besar. Hal inilah yang menjadi pemicu terlalu tingginya rasio pinjaman (leverage) yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Rasio pinjaman (leverage ratio) merupakan ukuran mengenai besarnya pinjaman terhadap total aset yang dimiliki perusahaan (Hulster, 2009). Penggunaan utang yang berlebihan atau terlalu besar akan berdampak negatif bagi perusahaan terutama saat terjadi resesi ekonomi. Saat resesi ekonomi terjadi, pemerintah akan berusaha mengembalikan kondisi keuangan menjadi lebih stabil dengan meningkatkan tingkat bunga pinjaman. Kenaikan tingkat bunga pinjaman akan berdampak buruk bagi perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang besar karena biaya pinjaman yang mereka keluarkan akan menjadi jauh lebih besar dari yang sebelumnya sedangkan tingkat profitabilitas perusahaan tidak mengalami kenaikan yang sejalan dengan kenaikan bunga pinjaman tersebut. Selain itu, dengan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan secara berlebihan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan suatu perusahaan.

Berbeda dengan BUMN yang bergerak dalam bidang non bank maka BUMN yang bergerak dalam bidang keuangan atau Bank tercatat mempunyai tingkat utang yang jauh lebih tinggi dikarenakan simpanan simpanan nasabah di kategorikan dalam total liabilitas dalam laporan keuangan yang dimuat di BursaEfek. Ilustrasi tersebut tersedia dalam tabel 7.

17 Tabel 7. Utang Bank BUMN

Ekuitas 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata BBRI 36.673.110 49.820.329 64.881.779 79.327.422 85.048.239 63.150.176 BBNI 33.119.626 37.843.024 43.525.291 47.683.505 55.542.545 43.542.798 BMRI 41.542.808 62.654.408 76.532.865 88.790.569 93.960.319 72.696.194 a

Sumber : diolah dari Bursa Efek Jakarta (2010– 2014)

Dalam Tabel 7 terlihat utang utang Bank BUMN mengalami kenaikan setiap tahunnya yang termasuk dalam liabilitas BUMN yaitu: simpanan nasabah, simpanan di bank lain, liabilitas derivatif , liabilitas akseptasi, efek efek yang diterbitkan, pinjaman yang diterima , dan pinjaman subordinasi. Seperti pada Bank Mandiri utang jangka panjang yang ada pada bank mandiri terdiri dari pinjaman subordinasi dari Nordic Investment Bank yang digunakan untuk mengembangkan dan membiayai proyek investasi prioritas utama di indonesia, ASEAN Japan Development Fund - Overseas Economic Cooperation Fund (AJDF - OECF) merupakan fasilitas kredit dari ASEAN Japan Development Fund - Overseas Economic Cooperation Fund (AJDF - OECF) untuk membiayai beberapa proyek di Indonesia. Selain itu terdapat Obligasi Subordinasi Rupiah Bank Mandiri I Tahun 2009 yang digunakan untuk Untuk memperkuat struktur permodalan serta mendukung ekspansi kredit dalam rangka pengembangan usaha. Selain Bank Mandiri, Bank BRI juga mempunyai obligasi untuk mendanai kegiatan operasionalnya seperti Obligasi Subordinasi II yang nantinya akan digunakan untuk ekspansi kredit sesuai dengan prinsip kehati hatian. Selain obligasi Bank BRI juga mempunyai Two Step Loan dalam mata uang rupiah yang merupakan pinjaman dari pemerintah yang dananya berasal dari Asian Development Bank (ADB), International Bank For Reconstruction and Development (IBRD), International Fund for Agricultural Development (IFAD) dan Islamic Development Bank. Begitu juga dengan Bank BNI. BNI mempunyai beberapa obligasi salah satunya Obligasi BNI yang diterbitkan pada tanggal 27 April 2012, BNI, melalui BNI Cabang London, menerbitkan surat utang dengan jumlah nilai nominal USD 500 juta yang akan jatuh tempo pada tanggal 27 April 2017 Surat utang dikeluarkan pada harga 98,89% setara dengan USD494,4 juta dan terdaftar pada Singapore Exchange Securities Trading Limited (SGXST). Dari jumlah yang diterima sebesar USD494,4 juta tersebut, sebesar USD400 ribu digunakan sebagai biaya penerbitan surat utang. Penerimaan bersih dari penerbitan surat utang tersebut akan digunakan oleh Bank sebagai tambahan sumber pendanaan untuk cabangcabang luar negeri Bank. Selain mempunyai obligasi PT Bank BNI juga mendapat Kredit likuiditas untuk kredit koperasi primer kepada anggotanya. fasilitas kredit yang diperoleh dari Bank Indonesia ini ditujukan untuk debitur BNI sehubungan dengan program kredit Pemerintah untuk pinjaman investasi usaha kecil, pinjaman modal kerja dan pinjaman pengusaha kecil. Dapat kita simpulkan rata rata utang jangka panjang yang dimiliki oleh bank bank BUMN fokus untuk membiayai kredit kredit untuk nasabahnya baik itu nasabah untuk usaha kecil dan menengah maupun nasabah korporasi. Hal tersebut sesuai dengan fungsi bank sebagai Bank adalah lembaga intermediasi yaitu: lembaga perantara antara yang kelebihan dana dan yang membutuhkan dana.

18

berinvestasi di suatu perusahaan adaah modal karena modal mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mengcover hutang yang dimiliki dan menggambarkan likuiditas perusahaan itu sendiri. Perusahaan memperoleh dana untuk menjalankan operasional bisnisnya dari utang dari pihak eksternal dan juga dengan modal sendiri atau biasa kita sebut laba ditahan.. Modal perusahaan diperhatikan oleh investor untuk meyakinkan bahwa perusahaan mampu memenuhi kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Modal sendiri, seperti halnya aset menjadi jaminan tersendiri bagi perusahaan untuk mendapatkan kepercayaan investor. Dibawah ini disajikan tabel kondisi modal (ekuitas) BUMN yang menjadi sampel penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 8: Tabel 8.Ekuitas perusahaan (dalam jutaan rupiah)

Ekuitas 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata BBRI 36.673.110 49.820.329 64.881.779 79.327.422 85.048.239 63.150.176 SMGR 12.006.439 14.615.097 18.164.855 21.803.976 22.200.483 17.758.170 BMRI 41.542.808 62.654.408 76.532.865 88.790.569 93.960.319 72.696.194 PTBA 6.366.736 8.165.002 8.505.169 7.551.596 7.721.899 7.662.050 BBNI 33.119.626 37.843.024 43.525.291 47.683.505 55.542.545 43.542.798 JSMR 7.740.014 9.240.280 9.787.786 10.866.980 11.101.772 9.747.366 PGAS 13.868.573 17.184.712 22.770.838 33.463.069 31.119.987 23.681.441 KAEF INAF ADHI TINS TLKM ANTM 995.315 298.720 861.113 4.202.766 44.418.742 9.583.550 1.114.029 311.267 990.368 4.597.795 60.981.000 10.772.044 1.252.506 609.194 1.180.919 4..558.200 66.978.000 12.832.316 1.437.066 650.102 1.548.463 4.892.111 77.424.000 12.793.488 1.624.355 590.793 1.485.648 4.797.484 74.994.000 12.062.670 1.084.642 492.015 1.213.302 4.609.671 64.959.148 11.608.814 a

Sumber : diolah dari Bursa Efek Jakarta (2010– 2014)

Dari Tabel 8 diketahui bahwa PT Bank Mandiri adalah perusahaan yang memiliki modal internal tertinggi yaitu sebesar Rp 72.696.194 (juta). Hal ini menunjukkan bahwa PT Bank Mandiri adalah perusahaan yang paling mampu menjamin dan memenuhi kewajiban-kewajibannya baik jangka pendek dan jangka panjang. Setelah Bank Mandiri, Bank BRI juga mempunyai modal yang masuk jajaran tertinggi yaitu sebesar Rp. 63.150.176 setelah Telkom. Sesuai dengan Teori Barclay, Smith dan Watts yang mengatakan perusahaan dengan opsi untuk tumbuh lebih besar atau laba bertumbuh mempunyai kesempatan yang Profitable dalam menandai aktivitasnya secara internal sehingga perusahaan menghindari dana dari luar dan berusaha untuk mencari solusi yang tepat. Solusi yang tepat salah satunya dengan modal yang dimiliki perusahaan . Semakin tinggi modal perusahaan semakin likuid perusahaan tersebut.

Analisis Pengaruh Hutang Jangka Panjang dan Modal Sendiri Secara Simultan dan Parsial Terhadap ROA & NPM BUMN Sektor Perbankan.

BUMN go public pada sektor perbankan mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan BUMN yang lainnya, sehingga analisis pengaruh modal sendiri dan utang jangka panjang terhadap NPM & ROA bank dipisahkan dengan BUMN sektor non perbankan. Untuk melihat pengaruh antar variabel

19 dalam penelitian harus menggunakan perhitungan regresi manual, Data untuk regresi berganda secara manual tersedia pada lampiran 6. karena hanya 3 bank BUMN yang termasuk sampel penelitian maka alat statistik yaitu SPSS tidak dapat digunakan. Dari hasil perhitungan manual didapatkan persamaan regresi yaitu :

ROA = -324,91+ 93,26 (DER) -3,367 (PR) + ε NPM = -28,1+ 8,17(DER) -291,19 (PR) + ε

Model regresi diatas menunjukan bahwa nilai konstanta adalah -324,91 artinya apabila nilai DER dan PR adalah nol dan tidak berubah maka setiap ada kenaikan satu satuan konstanta maka nilai ROA akan turun sebesar 324,91. Konstanta merupakan intersep yang menjelaskan nilai Y (variabel dependen) pada saat variabel X (independen) sama dengan nol. Selanjutnya dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA adalah DER dan PR. DER memiliki pengaruh positif sebesar 93,26 artinya pada saat DER naik sebesar 1x maka ROA akan naik sebesar 93 % Selanjutnya variabel PR memiliki pengaruh negatif yang signifikan teradap ROA, apabila tingkat PR naik 1x maka ROA akan turun sebesar 33%.

Begitu juga dengan NPM, model regresi diatas menunjukan bahwa nilai konstanta adalah -28,1 artinya apabila nilai DER dan PR adalah nol dan tidak berubah maka setiap ada kenaikan satu satuan konstanta maka nilai NPM akan turun sebesar 29,60. Konstanta merupakan intersep yang menjelaskan nilai Y (variabel dependen) pada saat variabel X (independen) sama dengan nol. Selanjutnya dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap NPM adalah DER dan PR. DER memiliki pengaruh positif sebesar 8,17 artinya pada saat DER naik sebesar 1x maka NPM akan naik sebesar 81,7 % Selanjutnya variabel PR memiliki pengaruh negatif yang signifikan teradap NPM, apabila tingkat PR naik 1x maka NPM akan turun sebesar 29%

Dari hasil regresi diatas dapat kita lihat PR memiliki pengaruh yang negatif baik terhadap profitabilitas jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut dikarenakan modal bank lebih banyak berasal dari dana pihak ketiga sesuai dengan fungsi bank sebagai perantara keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat (to receive deposits) yang kelebihan dana (surplus) dan menyalurkan kredit (to make loans) kepada pihak yang membutuhkan (defisit). Sehingga utang jangka panjang lebih banyak mempunyai pengaruh terhadap tingkat profitabilitas bank. DER berpengaruh positif terhadap profitabilitas bank baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dibawah ini disajikan data mengenai DER bank BUMN tahun 2008- 2013 yang ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9.Hasil Perhitungan DER Bank (dalam x)

NO Bank 2008 2009 2010 2011 2012 2013 rata rata 1 Bank BRI 10,01 10.63 10,02 8,43 7,5 6,89 8,57 2 BankMandiri 10,75 10,2 9,81 7,81 7,31 7,26 8,86 3 Bank BNI 12,07 10,9 6,5 6,9 6,66 7,1 8,35

a

Sumber : diolah dari Bursa Efek Jakarta (2010– 2014)

20

cukup tinggi yaitu diatas 8. Hal tersebut mendukung hasil regresi dari penelitian ini yang menunjukkan DER mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas BUMN. Rata rata DER yang cukup besar tersebut menggambarkan Bank bank BUMN lebih memilih utang jangka panjang untuk mendanai kegiatan operasionalnya dibandingkan dengan modal sendiri (ekuitas). Pada Tabel 10 dapat dilihat Bank bank BUMN mempunyai DER yang cukup konstan, hal tersebut terjadi karena keputusan pendanaan merupakan keputusan jangka panjang sehingga perubahan DER tidak terlalu signifikan.

Hasil Uji Asumsi Klasik (model 1)

Berdasarkan hasil uji asumsi klasik model pertama pada regresi linier berganda dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini bebas dari asumsi-asumsi klasik, dimana data terbukti normal, bebas dari heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi. Berikut ini penjelasan selengkapnya mengenai hasil uji asumsi klasik yang ditunjukan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil uji asumsi klasik

No Uji Kriteria Hasil Keterangan 1 Normalitas Nilai kolmogorov-smirnov z kurang dari 1.96 dengan signifikansi lebih dari 0.05 Nilai kolmogorov-smirnov sebesar 1.29 dengan signifikansi sebesar 0.71. Data terdistribusi normal sebab nilai kolmogorov smirnov memenuhi syarat (1.29<1.96) dengan signifikansi lebih dari 0.05 yaitu 0.71

2 Heteroskedastisitas Titik-titik pada

scatter plot menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y Titik-titik pada scatterplot menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y

Data bebas dari heteroskedastisitas sebab data pada scatter plot menyebar di atas dan di bawah nilai 0 pada sumbu Y

3 Multikolinieritas Nilai tolerance> 0.10 dan variance inflation factor (VIF) < 10 Tollerance > 0.10 dan nilai VIF < 10

Data bebas dari multikolinieritas sebab nilai tollerance dan VIF memenuhi syarat 4 Autokorelasi Nilai Durbin

Watson (DW) berada diantara nilai Durbin Watson Test Bound (du) dan i 4 – du (du < DW < 4 – du) Nilai DW sebesar 1.747. Nilai du sebesar 1.6383 dan nilai 4 – du sebesar 2.3617

Data bebas dari autokorelasi sebab nilai DW berada diantara du dan 4 – du (1.6383 < 1.747 < 2.3617)

b

Sumber : Ghozali (2012)

Tabel 11 menunjukan bahwa data bebas dari asumsi klasik sebab secara statistik hasil dari uji asumsi klasik data memenuhi kriteria-kriteria normal yang

21 berarti data terdistribusi dengan normal dan dapat menunjukan output regresi yang valid, bebas heteroskedastisitas yang berarti semua residual mempunyai varian yang sama sehingga uji hipotesis dan kesimpulan menjadi akurat, bebas multikolinieritas yang berarti bahwa antar variabel independen dalam penelitian tidak memiliki hubungan sehingga output regresi dapat menunjukan kondisi sebenarnya, dan bebas autokorelasi yang berarti bahwa error pada data bersifat independen sehingga nilai dari pengaruh variabel-variabel yang diteliti konsisten dan tidak bias. Hasil uji asumsi klasik yang lebih rinci selengkapnya terdapat pada Lampiran 2.

Hasil Uji Asumsi Klasik (model 2)

Berdasarkan hasil uji asumsi klasik model kedua pada regresi linier berganda dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini bebas dari asumsi-asumsi klasik, dimana data terbukti normal, bebas dari heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi. Berikut ini penjelasan selengkapnya mengenai hasil uji asumsi klasik yang ditunjukan pada Tabel 11.

Tabel 11 .Hasil uji asumsi klasik

No Uji Kriteria Hasil Keterangan 1 Normalitas Nilai kolmogorov-smirnov z kurang dari 1.96 dengan signifikansi lebih dari 0.05 Nilai kolmogorov-smirnov sebesar 1.29 dengan signifikansi sebesar 0.71. Data terdistribusi normal sebab nilai kolmogorov smirnov memenuhi syarat (1.29<1.96) dengan signifikansi lebih dari 0.05 yaitu 0.71

2 Heteroskedastisitas Titik-titik pada

scatter plot menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y Titik-titik pada scatterplot menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y

Data bebas dari heteroskedastisitas sebab data pada scatter plot menyebar di atas dan di bawah nilai 0 pada sumbu Y

3 Multikolinieritas Nilai tolerance> 0.10 dan variance inflation factor (VIF) < 10 Tollerance > 0.10 dan nilai VIF < 10

Data bebas dari multikolinieritas sebab nilai tollerance dan VIF memenuhi syarat 4 Autokorelasi Nilai Durbin

Watson (DW) berada diantara nilai Durbin Watson Test Bound (du) dan i 4 – du (du < DW < 4 – du) Nilai DW sebesar 1.747. Nilai du sebesar 1.6383 dan nilai 4 – du sebesar 2.3617

Data bebas dari autokorelasi sebab nilai DW berada diantara du dan 4 – du (1.6383 < 1.747 < 2.3617)

b

Sumber : Ghozali (2012)

Tabel 11 menunjukan bahwa data bebas dari asumsi klasik sebab secara statistik hasil dari uji asumsi klasik data memenuhi kriteria-kriteria normal yang

22

berarti data terdistribusi dengan normal dan dapat menunjukan output regresi yang valid, bebas heteroskedastisitas yang berarti semua residual mempunyai varian yang sama sehingga uji hipotesis dan kesimpulan menjadi akurat, bebas multikolinieritas yang berarti bahwa antar variabel independen dalam penelitian tidak memiliki hubungan sehingga output regresi dapat menunjukan kondisi sebenarnya, dan bebas autokorelasi yang berarti bahwa error pada data bersifat independen sehingga nilai dari pengaruh variabel-variabel yang diteliti konsisten dan tidak bias. Hasil uji asumsi klasik yang lebih rinci selengkapnya terdapat pada Lampiran 2.

Analisis Pengaruh Hutang Jangka Panjang dan Modal Sendiri Secara Simultan dan Parsial Terhadap ROA BUMN Non Bank

Hasil uji t menunjukan bahwa nilai thitung variabel DER adalah 1.513, nilai thitung variabel PR adalah 4.553. Sedangkan nilai ttabel untuk variabel-variabel independen tersebut adalah 2.004.

Berdasarkan nilai thitung dan ttabeldiatas dapat diketahui bahwa :

1. Variabel DER secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA sebab nilai thitung variabel tersebut lebih kecil dari pada nilai ttabel (1.513<2.004) serta dengan nilai signifikansi yang lebih dari 0,05 yaitu 0,136

2. Variabel PR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA hal ini disebabkan karena nilai thitung variabel tersebut lebih besar dari pada nilai ttabel (4.553>2.004) serta dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05 yaitu 0,00

Mengacu pada hasil uji t, uji F dan Koefisien determinasi model 1 dalam penelitian ini yang selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3, maka model regresi linier berganda penelitian ini adalah sebagai berikut :

ROA = -1.843+ 0,332 (DER) + 15,585 (PR) + ε

Model regresi diatas menunjukan bahwa nilai konstanta adalah -1.843 artinya apabila nilai DER dan PR adalah nol dan tidak berubah maka setiap ada kenaikan satu satuan konstanta maka nilai ROA akan turun sebesar1.843. Konstanta merupakan intersep yang menjelaskan nilai Y (variabel dependen) pada saat variabel X (independen) sama dengan nol. Selanjutnya dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA adalah DER dan PR. DER memiliki pengaruh positif sebesar 0,332 artinya pada saat DER naik sebesar 1x maka ROA akan naik sebesar 0.332% Selanjutnya variabel PRmemiliki pengaruh positif yang signifikan teradap ROA, apabila tingkat PR naik 1x maka ROA akan naik sebesar 15%.

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini yang selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3 dapat diketahui bahwa secara simultan variabel DER, dan PR berpengaruh signifikan terhadap ROA . Akan tetapi apabila dilihat secara parsial tidak semua variabel independen tersebut berpengaruh terhadap ROA, hanya variabel PR yang berpengaruh signifikan sedangkan DER tidak berpengaruh signifikan.Secara parsial PR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, hal ini menunjukan bahwa kenaikan PR akan di ikuti dengan kenaikan ROA, begitupula apabila PR turun maka ROA akan mengalami

23 penurunan. Sedangkan Variabel DER tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA Hal ini menggambarkan bahwa modal sendiri memiliki pengaruh terhadap tingkat profitabilitas jangka panjang (ROA) sesuai dengan teori packing order yang berbunyi Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Menurut pecking order theory, terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu : perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal.Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.Teori tersebut menjelaskan bahwa pelaku usaha akan memulai usahanya dengan menggunakan modal pribadi dari pada modal pinjaman karena modal pinjaman akan menjadi alternative kedua apabila perusahaan membutuhkan dana yang lebih besar. Selain itu semakin besar ukuran perusahaan akan semakin besar pula kesempatan melakukan investasi dan memperoleh bantuan dalam pendanaan. Teori ini sesuai dengan hasil statistik di atas dan menggambarkan bahwa rata rata perusahaan BUMN lebih memilih sumber dana internal untuk mendukung kegiatan operasionalnya dibandingkan dengan hutang jangka panjang. Perusahaan yang mempunyai opsi untuk tumbuh lebih besar akan mempunyai hutang yang lebih sedikit dikarenakan perusahaan lebih mengutamakan solusi atas masalah-masalah yang berkaitan dengan hutangnya. Dimana perusahaan dengan laba bertumbuh mempunyai kesempatan yang profitable dalam mendanai aktivitasnya secara internal sehingga perusahaan menghindar untuk menarik dana dari luar dan berusaha mencari solusi yang tepat atas masalah-masalah yang terkait dengan hutangnya, selain itu dengan profitabilitas yang meningkat akan meningkatkan laba ditahan sehingga akan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan peminjaman. Begitu juga dengan perusahaan dengan profitabilitas tinggi (laba perusahaan) maka perusahaan tersebut semakin rendah penggunaan hutang dan pinjaman-pinjaman karena perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan memiliki kemampuan pendanaan internal yang besar serta dapat mengoptimalkan manajemen keuangannya secara optimal dan memaksimalkan kemampuan perusahaan dengan baik. Dari 14 Perusahaan BUMN yg go Public terdapat 6 perusahaan yang lebih

Dokumen terkait