• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Peramalan Jumlah Ekspor Batubara Dengan Pemodelan ARIMA 5.1.1. Peramalan Jumlah Ekspor Batubara Tahun 2006

Ekspor batubara merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan industri pertambangan batubara dalam perkembangan pasar batubara Indonesia. Pada bagian ini dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan peramalan jumlah ekspor batubara Indonesia (dalam satuan ton) dimulai dari triwulan pertama sampai triwulan keempat di tahun 2006. Sumber data yang digunakan adalah data ekspor triwulanan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2005, sehingga keseluruhannya berjumlah 64 data.

Untuk mengestimasi model yang akan digunakan dalam peramalan, penelitian ini menggunakan analisis time series dengan metode runtun waktu ARIMA. Sedangkan perangkat software yang digunakan dalam peramalan dengan metode ARIMA ini adalah Eviews 4.1. Jumlah ekspor batubara yang diperoleh dari hasil peramalan keempat triwulan tersebut, nantinya dijumlahkan menjadi total ekspor batubara Indonesia tahun 2006. Kemudian dikonversikan ke dalam harga ekspor batubara Indonesia tahun 2005, yang nantinya akan diperoleh nilai ekspor batubara Indonesia tahun 2006 dalam satuan rupiah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabarannya di bawah ini.

a. Identifikasi Kestasioneran Data

Dari data triwulanan ekspor batubara yang dipakai dalam penelitian ini bahwa terdapat trend kenaikan ekspor batubara yang berfluktuasi mengalami peningkatan secara berkelanjutan pada setiap selang waktu. Secara umum dapat

dikatakan bahwa kegiatan ekspor batubara yang dilakukan sektor industri pertambangan mengalami kemajuan setiap tahunnya, terbukti dari jumlah ekspor yang terus mengalami peningkatan meskipun berfluktuasi setiap waktu. Namun, secara total jumlah ekspor batubara terus meningkat setiap tahunnya. Sehingga ramalan jumlah ekspor batubara untuk tahun 2006 nanti secara total kemungkinannya juga akan mengalami peningkatan.

Untuk mengidentifikasi kestasioneran data ekspor dalam penelitian ini dilakukan pengujian secara formal yaitu menggunakan Augmented Dicky Fuller

(ADF) test. Dari uji ADF test yang dilakukan pada level (Tabel 5.1), sehingga dapat dikatakan bahwa data deret waktu ekspor batubara mempunyai kestasioneran pada levelnya. Terbukti dengan nilai ADF test yang dimiliki oleh data ekspor lebih kecil bila dibandingkan dengan critical value yang dipakai dalam penelitian ini yaitu pada α 5 persen, demikian juga dengan critical value

pada level lainnya yaitu 1 persen dan 10 persen. Sehingga dengan kata lain data deret waktu dari ekspor batubara ini dapat dimodelkan dengan metode ARIMA.

Tabel 5.1. Hasil Uji Stasioneritas Dengan ADF test

Uji Stasioneritas Nilai t-statistic

ADF test statistic -5,352455

Test Critical Values: 1 persen -4,110440 5 persen -3,482763 10 persen -3,169372 Sumber : Lampiran 2 (diolah)

b. Estimasi Parameter Dari Model

Setelah dilakukan pengujian kestasioneran data, sebelum mengestimasi model ARIMA maka terlebih dahulu dilakukan penentuan ordo maksimal AR(p)

dan MA(q). Dilihat dari plot autocorrelation (ACF) dan plot partial autocorrelation (PACF) data deret waktu ekspor batubara pada lampiran 3.

Dari plot PACF tedapat satu autokorelasi parsial yang signifikan yaitu pada lag pertama, dengan kata lain ordo maksimal AR(p) untuk ekspor batubara yaitu bernilai satu. Pada plot ACF ordo maksimal MA(q) sebanyak lima. Sementara ordo yang digunakan untuk derajat pembedaan d adalah sebesar nol, hal ini dikarenakan data deret waktu ekspor stasioner pada level.

Kombinasi model yang dapat diestimasi dari data ekspor adalah sebanyak sebelas. Yang terdiri dari model-model sebagai berikut ARIMA (1,0,0), ARIMA (1,0,1), ARIMA (1,0,2), ARIMA (1,0,3), ARIMA (1,0,4), ARIMA (1,0,5), ARIMA (0,0,1), ARIMA (0,0,2), ARIMA (0,0,3), ARIMA (0,0,4), dan ARIMA (0,0,5).

Dari kesebelas kombinasi model yang diperoleh tersebut maka dilakukanlah estimasi pada setiap model-model ARIMA, dengan tujuan untuk mencari model-model yang memenuhi persyaratan yang dapat digunakan dalam langkah selanjutnya. Sementara itu pengujian persamaan masing-masing model ARIMA di atas beserta residual testnya yang dilakukan pada data deret waktu ekspor batubara dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 14. c. Pemilihan Model Terbaik

Pada tahap ini perlu diperhatikan bahwa model terbaik dipilih sesuai dengan acuan model terbaik yaitu memenuhi ketiga kriteria berikut pertama, memiliki koefisien yang signifikan secara statistik atau p-value dari t-statistic

pada penelitian ini adalah 5 persen). Kedua, memiliki error yang random terlihat dari nilai probabilitas Q statistik lebih besar dari α 5 persen atau 0,05. Terakhir, kriteria yang harus dipenuhi suatu model adalah memiliki standar error of regression yang paling kecil jika kriteria pertama dan kedua di atas telah terpenuhi terlebih dahulu.

Dari kriteria seperti yang tersebut di atas, ternyata hanya diperoleh satu model yang memenuhi ketiga kriteria tersebut yaitu ARIMA (1,0,1). Hal ini dikarenakan kesepuluh model-model ARIMA lainnya dari data ekspor batubara yang telah diestimasi, ada yang hanya mampu memenuhi kriteria pertama saja yaitu seperti yang dimiliki oleh model ARIMA (0,0,1), ARIMA (0,0,2), ARIMA (0,0,3), ARIMA (0,0,4), dan ARIMA (0,0,5). Namun, ada juga yang sama sekali tidak mampu memenuhi salah satu dari kedua kriteria tersebut, yang menjadi persyaratan utama untuk dapat dimodelkan dalam tahap selanjutnya, seperti yang dialami oleh model ARIMA (1,0,0), ARIMA (1,0,2), ARIMA (1,0,3), ARIMA (1,0,4), dan model ARIMA (1,0,5).

Tabel 5.2. Hasil Estimasi Model ARIMA (1,0,1) Data Ekspor

Variabel Probabilitas-value C 0,0069

AR (1) 0,0000

MA (1) 0,0000

Sumber : Lampiran 5 (diolah)

Dari keluaran hasil pengujian yang tampak di atas, untuk kriteria pertama dapat dipenuhi oleh model ARIMA (1,0,1) dengan memiliki koefisien yang signifikan secara statistik yaitu sebesar 0,0000 untuk AR(1) dan 0,0000 untuk MA(1). Dari nilai yang diperoleh tersebut terlihat bahwa semua koefisien

signifikan berbeda dari nol atau lebih kecil daripada nilai α 5 persen (0,05) yang digunakan dalam penelitian.

Model ini juga memiliki error yang random dengan nilai probabilitas yang diperoleh secara keseluruhan lebih besar dari α 5 persen. Dimulai dari lag pertama hingga lag terakhir yang terlihat pada Gambar 5.1. Sehingga kriteria kedua juga dapat dipenuhi oleh model ARIMA (1,0,1) ini.

Dikarenakan kedua kriteria sebelumnya dapat dipenuhi oleh model ARIMA (1,0,1) ini dan hanya model inilah satu-satunya yang mampu memenuhi kriteria pertama dan kedua, maka dengan kata lain model ini juga dapat dikatakan memenuhi kriteria yang terakhir. Dengan standar error of regression yang dimiliki oleh model ARIMA (1,0,1) ini juga bernilai kecil yaitu sebesar 1276006.

Sumber : Lampiran 5 (diolah)

Gambar 5.1. Residual Test Q Statistik Model ARIMA (1,0,1) Data Ekspor Dari uraian di atas mengenai hasil estimasi model ARIMA (1,0,1) dari data ekspor batubara, yang memenuhi ketiga kriteria yang menjadi persyaratan

utama dalam pemodelan ARIMA ini. Dengan demikian telah diperoleh model terbaik untuk ekspor batubara yaitu ARIMA (1,0,1). Maka tahap selanjutnya dalam pemodelan ARIMA yaitu peramalan dapat dilakukan dari model ARIMA (1,0,1) ini, untuk mengetahui berapa besar ekspor batubara Indonesia pada triwulan pertama sampai triwulan keempat di tahun 2006.

d. Peramalan Jumlah Ekspor Batubara Tahun 2006

Setelah melalui ketiga tahapan sebelumnya diatas maka model terbaik yang telah diperoleh dari data deret waktu ekspor batubara yaitu ARIMA (1,0,1). Pada bagian ini akan digunakan untuk meramalkan berapa besar jumlah batubara Indonesia yang mampu diekspor satu tahun mendatang, yaitu pada tahun 2006 dimulai dari triwulan pertama sampai dengan triwulan keempat.

Bersumber dari data 16 tahun sebelumnya dimulai dari tahun 1990 sampai tahun 2005 dalam bentuk data triwulanan. Maka nilai ramalan jumlah ekspor batubara sebagai keluaran dari persamaan model terbaik ARIMA (1,0,1) pertama disajikan pada Tabel 5.3, yang berawal dari triwulan pertama tahun 2006 hingga triwulan terakhir tahun 2006.

Dimulai dari triwulan pertama tahun 2006 menurut keluaran hasil peramalan dari model ARIMA (1,0,1), jumlah ekspor batubara mencapai 25.855.487 ton. Kenaikan ekspor batubara secara perlahan yang mengalami peningkatan menjadi 26.505.562 ton pada triwulan kedua tahun 2006, artinya terjadi pertambahan ekspor batubara sebesar 650.075 ton batubara selama selang waktu tiga bulan pertama dan kedua di awal tahun 2006. Sehingga kemajuan tentunya akan diraih oleh sektor industri pertambangan batubara.

Di triwulan ketiga besaran peningkatan produksi terjadi tidak terlalu jauh berbeda selisihnya dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 661.529 ton batubara. Sehingga mencapai jumlah 27.167.091 ton batubara yang akan dipenuhi industri pertambangan batubara Indonesia untuk kebutuhan ekspor pada triwulan ketiga tahun 2006. Kenaikan secara kontinyu terus terjadi hingga mencapai angka 27.840.274 ton batubara di triwulan terakhir tahun 2006 akan dialami industri pertambangan batubara, yang mana peningkatan jumlah ekspornya juga tidak terlalu jauh berbeda dari kedua triwulan sebelumnya sebesar 673.183 ton batubara.

Tabel 5.3. Nilai Ramalan Ekspor Batubara Tahun 2006

Triwulan Ramalan Ekspor Batubara (ton)

Pertama 25.855.487

Kedua 26.505.562

Ketiga 27.167.091

Keempat 27.840.274

Total Tahun 2006 107.368.414 Sumber : Lampiran 15 (diolah)

Masih dari Tabel 5.3 jumlah ekspor total batubara Indonesia pada tahun 2006 setelah dilakukan penjumlahan dari triwulan pertama sampai triwulan terakhir mencapai angka 107.368.414 ton. Dengan menggunakan harga rata-rata ekspor batubara Indonesia tahun 2005 sebesar US$ 51,75 sementara nilai kurs bulan Mei tahun 2006 bernilai Rp 9.200,00. Maka, jika dikonversikan dalam nilai ekspor batubara Indonesia tahun 2006 akan bernilai menurut perhitungan sebagai berikut.

Nilai ekspor batubara tahun 2006

= harga rata-rata ekspor batubara tahun 2005 x kurs bulan Mei tahun 2006 x jumlah total ekspor batubara tahun 2006

= US$ 51,75 x Rp 9.200,00 x 107.368.414 ton = Rp 51.118.101.905.400,00

Tahun 2006 jumlah batubara yang dapat dipenuhi oleh industri pertambangan batubara di Indonesia diramalkan mencapai 107.368.414 ton. Sehingga diperkirakan pemasukan dari sektor pertambangan batubara akan sebesar Rp 51.118.101.905.400,00 atau sekitar Rp 51.118,10 milyar.

Dari sumber data yang didapat jumlah ekspor batubara untuk tahun 2005 terealisasi sebanyak 100.835.145,79 ton. Apabila kurs tahunan pada tahun 2005 senilai Rp 9.751,00 dengan harga rata-rata ekspor batubara di tahun yang sama sebesar US$ 51,75. Sektor pertambangan batubara tahun 2005 akan bernilai sesuai dengan perhitungan berikut ini.

Nilai ekspor batubara tahun 2005

= harga rata-rata ekspor batubara tahun 2005 x kurs rata-rata tahun 2005 x jumlah total ekspor batubara tahun 2005

= US$ 51,75 x Rp 9.751,00 x 100.835.145,79 ton = Rp 50.882.851.466.461,50

Untuk melihat besaran peningkatan devisa yang disumbangkan oleh sektor pertambangan batubara ini. Maka, nilai selisih ekspor batubara tahun 2005 dengan tahun 2006 adalah sebagai berikut:

Nilai selisih ekspor batubara tahun 2005 dan tahun 2006

= nilai ekspor batubara tahun 2006 – nilai ekspor batubara tahun 2005 = Rp 51.118.101.905.400,00 – Rp 50.882.851.466.461,50

= Rp 235.250.438.938,49

Nilai peningkatan ekspor batubara tahun 2006 sebesar Rp 235,25 milyar, yang akan disimulasikan pada Tabel SNSE tahun 2000. Sehingga dapat dilihat pengaruh kenaikan ekspor batubara tahun 2006 terhadap nilai tambah faktor produksi, distribusi pendapatan institusi, dan distribusi pendapatan sektor produksi dalam perekonomian Indonesia.

5.2. Analisis Simulasi Kenaikan Ekspor Batubara Terhadap Perekonomian Indonesia

5.2.1. Simulasi Ekspor Batubara

Berdasarkan tujuan penelitian point kedua dalam bab pendahuluan terdahulu yaitu untuk melihat distribusi pendapatan dari faktor produksi, institusi dan sektor produksi. Maka dalam bab ini distribusi pendapatan yang terjadi tersebut dapat dilihat besaran perubahan dan pengaruhnya melalui simulasi yang dilakukan pada perubahan nilai ekspor batubara antara tahun 2005 dan tahun 2006 dalam milyar rupiah.

Sumber data yang dipakai adalah hasil ramalan jumlah ekspor batubara Indonesia tahun 2006, yang diperoleh dari analisis time series dengan metode ARIMA pada bagian sebelumnya. Melalui jumlah ramalan (dalam satuan ton) tersebut, kemudian dikonversikan ke dalam nilai dengan satuan milyar rupiah. Harga batubara yang digunakan dalam proses pengkonversian ini baik untuk

mencari nilai ekspor tahun 2005 maupun tahun 2006 yaitu harga rata-rata ekspor batubara tahun 2005 sebesar US$ 51,75. Kurs yang dipakai untuk tahun 2005 adalah kurs tahunan dari tahun 2005 sebesar Rp 9.751,00, sementara untuk tahun 2006 memakai kurs bulan Mei tahun 2006 sebesar Rp 9.200,00. Sehingga diperoleh nilai ekspor batubara Indonesia tahun 2005 dan 2006 dalam satuan milyar rupiah.

Nilai selisih ekspor batubara antara tahun 2006 dan 2005 tersebut, nantinya akan disimulasikan ke dalam Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia tahun 2000 yang disagregasi dengan ukuran matriks 52 x 52. Tabel SNSE Indonesia 2000 ini disusun oleh neraca endogen yang terdiri dari neraca faktor produksi, neraca institusi, dan neraca sektor produksi, serta disusun pula oleh neraca eksogen yang terdiri dari neraca kapital, pajak tidak langsung, subsidi, dan luar negeri.

Dalam bagian ini akan diuraikan hasil analisis simulasi kegiatan pertambangan batubara nasional pada Tabel SNSE. Simulasi ini dinamakan simulasi ekspor dan hanya dilakukan pada sektor pertambangan batubara saja. Bertujuan untuk melihat pengaruh dari kenaikan nilai ekspor batubara tahun 2006 terhadap perekonomian secara nasional baik perubahan nilai tambah dan pendapatan yang terdistribusi pada faktor produksi, institusi, maupun sektor produksi yang dimiliki Indonesia

Dari hasil perhitungan yang dilakukan pada simulasi ekspor, kita dapat mengetahui bagaimana dampaknya terhadap kinerja perekonomian Indonesia secara umum, sebagai akibat adanya kenaikan nilai ekspor batubara sebesar

Rp 235,25 milyar. Dampak yang terjadi terhadap neraca endogennya baik itu kenaikan maupun penurunan dapat dilihat melalui besaran nilai perubahan dari nilai kondisi awal neraca endogen sebelum disimulasi.

5.2.2. Perekonomian Indonesia Dengan Adanya Kenaikan Nilai Ekspor Batubara Nasional Tahun 2006

Sub bab ini akan menganalisis hasil simulasi ekspor batubara yang dilakukan untuk melihat pengaruh yang terjadi pada perekonomian Indonesia, diakibatkan adanya peningkatan nilai ekspor batubara Indonesia sebesar Rp 235,25 milyar di tahun 2006. Simulasi ini juga untuk melihat perubahan persentase pertumbuhan ekonomi Indonesia, apakah mengalami kenaikan atau penurunan yang mengindikasikan perubahan perolehan kesejahteraan yang diterima masyarakat.

Adapun dampak dari peningkatan nilai ekspor batubara Indonesia tersebut terhadap perekonomian Indonesia akan dilihat melalui besaran : (1) perubahan nilai tambah faktor produksi terbagi menjadi tiga golongan utama yaitu tenaga kerja, lahan, dan kapital, (2) perubahan pendapatan institusi digolongkan ke dalam rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah, serta (3) perubahan pendapatan sektor produksi yang mana dikelompokkan menjadi tiga golongan utama yaitu sektor pertanian, industri, dan jasa.

5.2.2.1. Perubahan Nilai Tambah Faktor Produksi

Besarnya pengaruh dari peningkatan nilai ekspor batubara nasional Rp 235,25 milyar terhadap neraca faktor produksi telah memberikan dampak

yang positif bagi perekonomian Indonesia. Dimana terjadi kenaikan nilai tambah pada semua fakor produksi dengan kemampuan penyerapan manfaat yang berbeda-beda antar golongannya.

Pada neraca faktor produksi nilai tambahnya harus didistribusikan kepada tiga golongan besar terdiri dari tenaga kerja, lahan, dan kapital. Sementara itu, golongan tenaga kerja yang dimiliki faktor produksi terbagi menjadi berbagai jenis tenaga kerja sebanyak enam golongan. Sehingga jumlah total perubahan nilai tambah yang dimiliki faktor produksi ekonomi Indonesia dalam hal ini akan didistribusikan ke dalam delapan golongan. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada Tabel 5.4 yang memuat besaran perubahan nilai tambah yang diperoleh faktor produksi Indonesia.

Tabel 5.4. Pengaruh Peningkatan Nilai Ekspor Batubara Nasional Terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi di Indonesia

Kenaikan Faktor Produksi No Kondisi

Awal Nilai %

% Dari Total Kenaikan Tenaga Kerja Pertanian Formal 1 48402,07 9,21 0,019 2,42 Tenaga Kerja Pertanian

Informal 2 97320,70 19,48 0,020 5,11

Tenaga Kerja Terlatih dan

Manual Formal 3 278820,96 58,38 0,021 15,32

Tenaga Kerja Terlatih dan

Manual Informal 4 140614,61 17,88 0,013 4,69

Tenaga Kerja Profesional

Formal 5 70508,30 18,23 0,026 4,78

Tenaga Kerja Profesional

Informal 6 6560,13 0,90 0,014 0,24

Lahan 7 39258,27 7,11 0,018 1,87

Kapital 8 697548,85 249,99 0,036 65,58

Total Faktor Produksi 1379033,89 381,19 0,028 100,00

Sumber : Lampiran 16 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.4 terlihat bahwa peningkatan nilai ekspor batubara nasional ditahun 2006 senilai Rp 235,25 milyar ternyata memberikan efek yang

menguntungkan bagi faktor produksi ekonomi nasional. Dengan terjadi kenaikan total nilai tambah yang diserap oleh kedelapan faktor produksi sebesar Rp 381,19 milyar. Dengan kata lain perekonomian Indonesia secara umum dilihat dari sisi neraca faktor produksinya akan mengalami pertumbuhan mencapai 0,028 persen di tahun 2006.

Jika dilihat secara keseluruhan dari kedelapan golongan faktor produksi, angka pertumbuhan tertinggi dimiliki oleh faktor produksi kapital (8) yang mencapai nilai 0,036 persen. Kenaikan nilai tambah yang mampu diserap oleh faktor produksi kapital ini sekitar Rp 249,99 milyar. Peningkatan ekspor batubara yang memberikan devisa bagi negara, ternyata sangat berperan dalam memberikan kontribusi bagi pertumbuhan kapital Indonesia.

Pertumbuhan terendah dialami oleh tenaga kerja terlatih dan manual informal (4) memiliki angka pertumbuhan sebesar 0,013 persen. Menunjukkan hanya sebagian kecil saja pengaruh yang ditimbulkan dari peningkatan ekspor batubara terhadap faktor produksi ini. Penerimaan nilai tambah hanya sekitar Rp 17,88 milyar saja yang dapat diserap. Kenaikan pertumbuhan ekonomi dari tenaga kerja profesional formal (5) sebesar 0,026 persen berada pada urutan kedua terbesar setelah kapital. Nilai tambah yang dapat dimanfaatkan oleh tenaga kerja profesional formal ini sebesar Rp 18,23 milyar.

Namun, bila dilihat dari persentase distribusi total kenaikan nilai tambah ke dalam masing-masing faktor produksi, secara berurutan dari tertinggi sampai terendah yaitu hampir sekitar 65,58 persen diterima oleh faktor produksi kapital.

Faktor produksi tenaga kerja memperoleh kenaikan sebesar 32,56 persen dan sisanya sekitar 1,87 persen diterima oleh faktor produksi lahan.

Dengan kata lain, kapital tetap menduduki tempat tertinggi dalam mencapai pertumbuhan ekonomi sebagai akibat peningkatan ekspor batubara. Sehingga baik perubahan yang terjadi dari kondisi awal maupun dari total kenaikan, memberi manfaat terbesar pada nilai tambah faktor produksi kapital nasional. Hal ini menunjukkan, bahwa kegiatan proses produksi di Indonesia akan bersifat padat modal melalui peningkatan ekspor batubara.

Adapun bila dilihat khususnya pada faktor produksi tenaga kerja, distribusi total kenaikan nilai tambah yang tertinggi akan diterima oleh tenaga kerja terlatih dan manual formal (3) sebesar 15,32 persen. Sementara nilai tambah terendah akan diterima oleh tenaga kerja profesional informal (6) sekitar 0,24 persen. Sedangkan tenaga kerja lainnya juga memperoleh nilai tambah dengan persentase yang berbeda-beda. Tenaga kerja pertanian formal (1) memperoleh sekitar 2,42 persen, tenaga kerja pertanian informal (2) memperoleh sekitar 5,11 persen, tenaga kerja terlatih dan manual informal (4) mendapat sekitar 4,69 pesen, dan tenaga kerja profesional formal (5) hanya memperoleh sekitar 4,78 persen.

Dengan kata lain, peningkatan ekspor batubara tahun 2006 lebih banyak memberikan keuntungan kepada tenaga kerja terlatih dan manual formal, dibandingkan jenis tenaga kerja yang lainnya. Hal ini diakibatkan oleh nilai dampak pengganda neraca yang dimiliki tenaga kerja terlatih dan manual formal dari neraca faktor produksi Indonesia secara umum relatif lebih tinggi dibanding jenis tenaga kerja lainnya.

5.2.2.2. Perubahan Pendapatan Institusi

Neraca institusi secara garis besar terbagi atas rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Untuk golongan rumah tangga pada insitusi yang dimiliki Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis golongan rumah tangga lagi. Dimana pada penelitian ini rumah tangga pada institusi terdapat sepuluh golongan. Sehingga pendapatan institusi akan didistribusikan ke dalam 12 golongan institusi. Tabel 5.5. Pengaruh Peningkatan Nilai Ekspor Batubara Nasional Terhadap

Pendapatan Institusi di Indonesia

Kenaikan Institusi No Kondisi Awal Nilai % % Dari Total Kenaikan Rumah Tangga Buruh

Pertanian 9 71632,18 17,28 0,024 3,77

Rumah Tangga Petani Kecil 10 101984,26 22,83 0,022 4,98 Rumah Tangga Petani

Menengah 11 51548,41 11,82 0,023 2,58

Rumah Tangga Petani Besar 12 54851,80 14,00 0,026 3,05 Rumah Tangga Penerima

Pendapatan Rendah di

Pedesaan 13 113332,83 26,02 0,023 5,67

Rumah Tangga Bukan

Angkatan Kerja di Pedesaan 14 51178,72 12,30 0,024 2,68 Rumah Tangga Penerima

Pendapatan Tinggi di Pedesaan 15 103792,57 25,29 0,024 5,51 Rumah Tangga Penerima

Pendapatan Rendah di

Perkotaan 16 180850,37 41,68 0,023 9,09

Rumah Tangga Bukan

Angkatan Kerja di Perkotaan 17 72474,41 16,83 0,023 3,67 Rumah Tangga Penerima

Pendapatan Tinggi di

Perkotaan 18 186837,94 43,42 0,023 9,47

Perusahaan 19 442752,66 147,95 0,033 32,25

Pemerintah 20 259707,89 79,32 0,031 17,29

Total Institusi 1690944,04 458,74 0,029 100,00

Sumber: Lampiran 16 (diolah)

Besarnya pengaruh dari peningkatan nilai ekspor batubara nasional Rp 235,25 milyar terhadap neraca institusi juga akan memberikan dampak yang

positif bagi perekonomian Indonesia. Terjadi kenaikan pendapatan pada semua institusi yang menopang perekonomian nasional. Kemampuan penyerapan peningkatan pendapatan yang terjadi berbeda-beda antar golongannya. Lebih jelasnya dapat kita lihat pada Tabel 5.5 yang memuat besaran perubahan pendapatan yang diperoleh institusi Indonesia.

Berdasarkan pengaruh peningkatan nilai ekspor batubara tahun 2006 sebesar Rp 235,25 milyar seperti yang terlihat pada Tabel 5.5 mengakibatkan terjadinya peningkatan total pendapatan yang diserap 12 institusi sebesar Rp 458,74 milyar. Hal ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2006 yang disumbangkan oleh neraca institusi mencapai 0,029 persen. Merupakan suatu dampak yang positif bagi perekonomian Indonesia umumnya, dan bagi institusi khususnya.

Adapun dari 12 golongan institusi yang ada pada Tabel 5.5, angka pertumbuhan pendapatan tertinggi didapat dari institusi perusahaan (19) dengan persentase kenaikannya mencapai 0,033 persen. Kenaikan pendapatan yang akan memberikan manfaat pada institusi perusahaan ini sebesar Rp 147,95 milyar. Dapat dikatakan bahwa kegiatan ekspor batubara yang meningkat akan memberi keuntungan bagi perusahaan-perusahaan terutama yang bergerak dalam bidang industri pertambangan, serta industri yang terkait dalam proses kegiatannya.

Sedangkan untuk pertumbuhan pendapatan yang terendah dialami oleh institusi rumah tangga petani kecil (10) dengan persentase yang hanya sebesar 0,022 persen. Pendapatan yang terdistribusi pada institusi ini sebagai akibat peningkatan ekspor batubara hanya sebesar Rp 22,83 milyar.

Khusus institusi pemerintah (20) yang tumbuh sebesar 0,031 persen termasuk ke dalam urutan terbesar kedua pertumbuhannya. Kenaikan pendapatan yang akan diperoleh pemerintah mencapai Rp 79,32 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah akan memperoleh pemasukan yang terbilang cukup besar setelah perusahaan, yang berasal dari sektor industri pertambangan batubara nasional dibandingkan institusi rumah tangga.

Bila dilihat dari distribusi total kenaikan pendapatan masing-masing institusi pada Tabel 5.5 menunjukan bahwa institusi rumah tangga memperoleh bagian terbesar dari kenaikan pendapatan tersebut yaitu sebesar 50,47 persen. Kemudian diikuti oleh institusi perusahaan yang memperoleh total kenaikan pendapatan sebesar 32,25 persen. Sementara institusi pemerintah memperoleh bagian yang paling kecil dari distribusi total kenaikan pendapatan institusi yaitu hanya sebesar 17,29 persen. Artinya, secara total peningkatan ekspor akan lebih banyak memberikan injeksi keuntungan pada institusi rumah tangga. Sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia akan bertambah.

Pada institusi rumah tangga, terlihat bahwa distribusi total kenaikan pendapatan dalam rumah tangga penerima pendapatan tinggi diperkotaan (18) dan rumah tangga penerima pendapatan rendah di perkotaan (16), memperoleh bagian terbesar dari kenaikan pendapatan tersebut yaitu sebesar 9,47 persen dan 9,09 persen. Sehingga dengan kata lain manfaat dari peningkatan nilai ekspor batubara

Dokumen terkait