• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2 Efektivitas Kelembagaan

6.2.2 Hasil Persepsi Efektivitas Anggota Organisasi

Gambar 4 Persepsi efektivitas anggota non-organisasi

6.2.2 Hasil Persepsi Efektivitas Anggota Organisasi

Hasil efektivitas anggota organisasi terdiri dari pelaku usaha berjumlah 26 orang dan tenaga kerja berjumlah 28 orang sehingga total anggota organisasi adalah 54 orang. Persepsi anggota organisasi menilai karakteristik tupoksi, sangsi,

Tata tertib Kualitas Akses Lahan Kebersihan 14 33 25 15 39 8 28 46 57 32 50 41 30 34 15 46 50 4 13 15

dan aturan dalam kelembagaan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung. Hasil persepsi dapat dilihat pada gambar persepsi efektivitas berikut.

Gambar 5 Persepsi efektivitas anggota organisasi

Karakteristik kebersihan dinilai sedang karena walaupun pihak kelembagaan telah membayar iuran, terdapat beberapa pihak seperti wisatawan yang tingkat kesadaran terhadap kebersihan masih rendah. Karakteristik lahan dinilai baik karena anggota organisasi dan non-organisasi menyadari bahwa sebagian lahan berupa hutan lindung dan lahan yang dapat dikembangkan harus dapat dimaksimalkan dengan baik. Karakteristik aksesibilitas dinilai tidak baik karena jalan menuju kawasan sebagian besar berupa material pasir sisa letusan dan hilir mudik truk pengangkut pasir sehingga jalan menjadi rusak. Menurut anggota organisasi faktor tersebut dapat mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata. Karakteristik kualitas dinilai sedang karena menurut anggota organisasi kekayaan alam kawasan wana wisata sangat mendukung kualitas wisata ke depannya. Berdasarkan karakteristik tata tertib yang berlaku dinilai baik karena wisatawan dan anggota organisasi telah melaksanakan tata tertib dengan baik seperti melaksanakan tupoksi. Karakteristik tupoksi, aturan, dan sangsi dinilai baik. Anggota organisasi berpendapat setiap kelembagaan telah melaksanakan aturan dan memiliki tugas, pokok, dan fungsi yang jelas. Jika salah satu pihak melanggar aturan dan tidak melaksanakan tupoksi maka akan

Aturan Sangsi Tupoksi Tata tertib Kualitas Akses Lahan Kebersihan 32 11 14 11 12 9 10 7 15 20 14 19 13 23 8 13 21 23 19 20 20 19 4 29 13 7 4 9 3 5 5

41

dikenakan sangsi. Sangsi yang diberlakukan seperti peringatan, memorandum, sampai tahap pemecatan.

6.3 Analisis Stakeholder

Berdasarkan hasil wawancara Wana Wisata Gunung Galunggung memiliki Sembilan stakeholder. Stakeholder yang terlibat berdasarkan kepentingan dan pengaruh terhadap pengelolaan kawasan wana wisata Gunung Galunggung. Sembilan stakeholder dalam pengelolaan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung, yaitu:

1. Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya

Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh pada aspek pariwisata. Disparbud memiliki tugas pokok dalam kegiatan pariwisata. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya memiliki tugas pokok melaksanakan kewenangan pemerintah daerah mengenai urusan kepariwisataan dan kebudayaan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sedangkan fungsi Disparbud Kabupaten Tasikmalaya adalah untuk merumusan kebijakan teknis mengenai urusan pariwisata dan kebudayaan, yaitu: 1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum mengenai urusan

pariwisata dan kebudayaan

2. Pembinaan dan pelaksanaan tugas mengenai urusan pariwisata dan kebudayaan

3. Penyelenggaraan urusan tata usaha dinas

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.

Disparbud Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya fokus terhadap satu tujuan wisata namun fokus terhadap keseluruhan wisata yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya seperti kawasan wisata pantai Cipatujah, Kampung Naga, dan lainnya. Disparbud memiliki unit pelaksanaan teknis di lapangan dengan jumlah pegawai lapang enam orang yang dipimpin oleh ketua lapang.

2. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tasikmalaya Kawasan Wana Wisata memiliki lahan parkir yang terbatas sehingga membutuhkan pengelolaan terhadap lahan parkir. Dishubkominfo menyerahkan pengelolaan lahan parkir kepada bagian Unit Pelayanan Teknis Daerah Parkir Kabupaten Tasikmalaya (UPTD). UPTD Parkir melakukan pengelolaan dengan menerapkan tarif parkir, yaitu tarif roda dua sebesar Rp 2 000 dan roda empat Rp 4 000. Keamanan dan ketertiban kendaraan dikelola oleh UPTD parkir. Biaya parkir yang diterima pihak pengelola menjadi pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tasikmalaya dan pendapatan tenaga kerja lapang melalui mekanisme sharing.

3. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tasikmalaya

Dinas Pekerjaan umum (PU) di Kawasan wana wisata bertugas untuk mengatur kebersihan dengan aktivitas pengangkutan sampah. Rutinitas pengangkutan sampah yang dilakukan berkisar dua kali selama sebulan. Jumlah kapasitas sampah bergantung dari jumlah wisatawan yang berkunjung. Kapasitas sampah yang menumpuk akibat kunjungan wisatawan yang meningkat dapat meningkatkan tingkat rutinitas PU dalam pengangkutan sampah.

4. Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani

Unit-unit kerja dibagi menjadi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang mengelola kegiatan mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, sampai dengan produksi hasil hutan. Proses pengembangan kawasan wana wisata direncanakan oleh pihak KPH Perhutani. KPH Perhutani Tasikmalaya yang bertanggung jawab terhadap pengembangan kawasan wana wisata Gunung Galunggung. KPH Perhutani melakukan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) untuk pengembangan kawasan hutan lindung yang secara tidak langsung mendukung keberlanjutan kawasan wana wisata.

5. Koperasi Pariwisata Galunggung (Koparga)

Koparga adalah bentuk lembaga berupa koperasi yang terdiri dari berbagai pelaku usaha di kawasan wana wisata Galunggung. Koparga terdiri dari 80 anggota aktif sampai tahun 2013. Tupoksi setiap anggota mengkoordinir masing-masing anggota sesuai dengan bidang usaha masing-masing-masing-masing. Setiap anggota memiliki hak berpendapat dalam rapat evaluasi tahunan, yaitu setahun sekali dan

43

kewajiban membayar kas dengan aliran dana untuk kebersihan dan meningkatkan kenyamanan wisatawan. Koparga berkoordinasi dengan KPH Perhutani dalam melakukan setiap kegiatan ekonominya.

6. Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Lingga Mukti (LMDH)

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah kelompok masyarakat desa hutan yang tumbuh dari keswadayaan yang memiliki kekuatan hukum, yaitu akta notaris, dan berkepentingan di dalam perjanjian dengan KPH. LMDH memiliki kewajiban untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya hutan menjaga keberlanjutan fungsi dan manfaatnya, dimana salah satu fungsinya sebagai kawasan wisata, memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan kemampuannya, dan mengoptimalkan fasilitas yang diberikan oleh pihak KPH Perhutani. LMDH berhak untuk menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pihak PHBM yang memperoleh manfaat dan hasil dari kegiatan sesuai nilai, dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian.

7. Masyarakat

Masyarakat sekitar kawasan wana wisata juga termasuk ke dalam masyarakat desa hutan. Masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sebagian besar masyarakat bertindak sebagai penonton dan beberapa masyarakat ikut bergabung ke dalam organisasi yang bertindak partisipatif dalam pengembangan kawasan wana wisata. Kepentingan masing-masing stakeholder dapat dilihat dari tupoksi masing-masing stakeholder. Sedangkan pengaruh adalah kekuasaan stakeholder untuk mempengaruhi peraturan yang berlaku maupun kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan Wana Wisata Gunung Galungung. Kepentingan dan pengaruh dinilai melalui skoring berdasarkan persepsi masing-masing stakeholder yang terlibat di dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Berikut Tabel 16 menggambarkan hasil skoring yang diperoleh dari analisis stakeholder.

Tabel 16 Hasil skoring analisis stakeholder

Keterangan: S: Sumber daya Manusia F: Finansial

P: Politik

Sumber: Data primer diolah (2013)

Berdasarkan hasil skoring menunjukan stakeholder KPH Perhutani memiliki poin pengaruh tertinggi, yaitu 4.33. Sedangkan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya memiliki poin pengaruh tertinggi kedua, yaitu 4. Pihak KPH Perhutani dan Disparbud masuk ke dalam kategori key players. Oleh karena itu, stakeholder tersebut memiliki keterlibatan dalam memberi pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang akan ditetapkan dalam pengelolaan wana wisata. Hasil skoring dapat menentukan posisi stakeholder di dalam aktor grid. Posisi stakeholder digambarkan dalam empat jenis kategori, yaitu key players, subject, context setter, dan crowd . Setiap kategori memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Kategori key players yang memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh yang tinggi.

No Stakeholder Kriteria evaluasi

Kepentingan Skor Kepentingan

Pengaruh Skor Pengaruh S F P

1 KPH Perhutani Perencanaan, penanaman pemeliharaan, sampai produksi hasil hutan

4 5 4 4 4.33

2 Disparbud Perumusan kebijakan teknis mengenai urusan pariwisata dan budaya

4 4 5 3 4

3 Pemda Kabupaten Tasikmalaya

Koordinasi kebijakan dengan pihak disparbud

4 3 5 3 3.67

4 Koparga Koordinasi pelaku usaha di kawasan wana wisata

4 4 3 3 3.33 5 LMDH Manfaatkan fasilitas dan

menjaga keberlanjutan hutan lindung di kawasan wana wisata 3 3 3 3 3 6 Dinas Pekerjaan Umum Pengelolaan sampah di kawasan wisata 3 2 3 2 2.33 7 Dinas Perhubungan Pengelolaan pakir di kawasan Cipanas 3 3 4 3 3.33

45

Keterangan : Kuadran I : Subject (Subjek) Kuadran III : Crowd (Penonton) Kuadran II : Key Players (Pemain) Kuadran IV : Context Setter (Aktor)

Gambar 6 Aktor grid

Berdasarkan aktor grid, stakeholder yang termasuk ke dalam kategori key players adalah Pemda, Disparbud, KPH Perhutani, Koparga, LMDH, dan Dishub. Hal ini disebabkan masing-masing stakeholder memiliki sumber daya manusia, yaitu petugas yang terlibat langsung di lapang sebagai pelaksana dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Oleh karena itu, kewenangan dan kepentingannya sangat tinggi karena mampu mengendalikan sistem secara langsung.

Sebagian besar stakeholder berperan langsung sebagai pemain. Oleh karena itu, tidak terdapat stakeholder kategori subject. Masyarakat di dalam pengelolaan kawasan wana wisata terbagi dua, yaitu masyarakat yang berpartisipasi dan masyarakat yang pasif. Masyarakat yang partisipatif dan Dinas PUtermasuk ke dalam kategori context setter karena mereka dapat mempengaruhi kewenangan berdasarkan informasi yang dimiliki. Pihak Dinas PU berpotensi menjadi pemain ketika intensitas tingkat kunjungan wisatawan tinggi karena memiliki kewenangan dan kepentingan yang tinggi untuk mengatur proses pembuangan sampah. Pihak yang termasuk kategori crowd adalah masyarakat yang tidak partisipatif. Masyarakat yang tidak partisipatif hanya bertindak sebagai penonton. 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 0 1 2 3 4 5 K e p e n ti n gan Pengaruh KPH Disparbud PEMDA Koparga LMDH PU Dishub I II III IV

Dokumen terkait