• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Uji Kualitas

Uji kualitatif DNA dilakukan dengan teknik elektroforesis dari hasil isolasi DNA. Hal ini dilakukan untuk menentukan kemurnian suatu galur atau kultivar serta untuk menguji masuknya materi genetik tertentu (misalnya dalam mendeteksi materi transgenik) ke dalam populasi. Metode elektroforesis merupakan teknik yang dapat digunakan untuk menggambarkan pergerakan molekul-molekul bermuatan dalam medan listrik ke arah elektroda dengan muatan berlawanan atau teknik yang didasarkan pada pergerakan molekul bermuatan dalam media penyangga di bawah pengaruh medan listrik.

Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan dan purifikasi fragmen DNA, RNA, atau protein. Prinsip dasar dari elektroforesis adalah memisahkan molekul berdasarkan muatan listrik. Elektroforesis DNA biasanya digunakan untuk memisahkan DNA berdasarkan perbedaan ukurannya. Pemisahan DNA dalam hal ini adalah menggunakan gel agaros. Agaros merupakan polisakarida yang diekstrak dari rumput laut. Ukuran pori agarosa sesuai untuk pemisahan polimer asam nukleat yang tersusun dari ratusan nukleotida (Firdausi et al., 2008). Uji kualitas DNA dilakukan dengan menggunakan agaros pada konsentrasi 2%. Hasil uji kualitas akan memperlihatkan ada atau tidak pita DNA yang teramplifikasi. Tebal dan tipis pita yang dihasilkan menunjukkan volume dan konsentrasi DNA. Pita yang tebal menunjukkan volume dan konsentrasi DNA yang tinggi demikian pula sebaliknya. Selain hal tersebut juga dijumpai pita yang berbayang (smear). Hal ini dapat disebabkan oleh DNA yang tercampur dengan

11 9 10 19 2 12 20 15 14 4 5 8 13 18 17 28

12 23 1 29 24 28 20 19 26 12 11 20 18 5 zat kimia lain seperti keberadaan protein, lipid, karbohidrat, RNA dan senyawa-senyawa kimia lainnya yang terbawa secara tidak sengaja pada saat isolasi DNA.

Kualitas DNA diukur dengan menggunakan gel agarose 2% hasil running electrophoresis. Hasil running electrophoresis 30 sampel klon kelapa sawit BTC 60 Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 3.

Gambar 1. Profil uji kualitas DNA klon kelapa sawit BTC 60

Keterangan : Angka yang tertera merupakan kode sampel

Gambar 2. Profil uji kualitas DNA klon kelapa sawit BTC 60

Keterangan : Angka yang tertera merupakan kode sampel

Gambar 3. Profil uji kualitas DNA klon kelapa sawit BTC 60

Keterangan : Angka yang tertera merupakan kode sampel

Uji kualitas merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemurnian hasil isolasi DNA. Dari Gambar 1-3 dapat diketahui bahwa dari 30 sampel yang diuji seluruhnya menunjukkan keberadaan pita DNA. Namun, ada beberapa sampel yang menunjukkan smear (2, 5, 8, 11, 14, 18, 19). Hal ini menyebabkan pita DNA terlihat tebal dikarenakan adanya kontaminasi pada saat isolasi dan kontaminan tersebut bisa berupa polisakarida, protein, metabolit sekunder dan lipid. Hal ini sesuai dengan Weeden et al. (1992) yang menyatakan bahwa cetakan DNA yang mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta konsentrasi DNA cetakan yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang redup atau tidak jelas. Selain itu pada penelitian Restu et al (2012) pemurnian yang kurang maksimal menyebabkan sebagian supernatant yang mengandung DNA genom dapat ikut terbuang sehingga konsentrasi DNA yang dihasilkan menjadi berkurang. Perbedaan hasil pada masing-masing sampel tergantung pada banyaknya konsentrasi DNA yang terekstraksi. Semakin sedikit atau tidak adanya smear pada pita DNA menunjukkan semakin baik kualitas DNA.

Adanya band yang tidak muncul seperti pada sampel No.12 (Gambar 1) dapat disebabkan oleh kontaminan yang terdapat di dalam DNA sampel seperti lipid, protein, karbohidrat dan metabolit sekunder yang tidak sengaja terbawa pada saat proses isolasi DNA. Hal ini sesuai dengan literatur Pharmawati (2009) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah kualitas DNA yang kurang baik. DNA yang pemurniannya tidak sempurna kemungkinan masih mengandung polisakarida, senyawa fenolik atau kontaminan lain, sehingga dengan meningkatnya konsentrasi DNA maka kontaminan juga bertambah.

Uji Kuantitas

Uji kuantitatif DNA adalah analisis untuk menentukan kandungan/jumlah DNA yang terdapat dalam suatu zat atau komponen zat yang sebelumnya telah diketahui keberadaan DNA plasmidnya dalam larutan contoh dengan cara uji kualitatif (Larasati, 2011).

DNA yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat menyerap cahaya UV. Pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedangkan kontaminan protein atau phenol pada 280 nm. Dengan adanya perbedaan penyerapan cahaya UV tersebut maka dapat diketahui berdasarkan perbandingan nilai absorbansi (Å260/Å280). Batas kemurnian yang biasa dipakai dalam analisis molekuler pada rasio Å260/280 adalah 1,8 – 2,0 (Sambrook et al., 1989). Jika nilai melebihi 2,0 maka larutan yang diuji masih mengandung kontaminan dari protein membran atau senyawa lainnya sehingga kadar DNA yang didapat belum murni. Jika kurang dari 1,8 maka ddH2O yang diambil terlalu banyak sedangkan DNA yang diambil terlalu sedikit (Fatchiyah, 2011).

Uji kuantitatif dilakukan menggunakan spektrofotometer berdasarkan konsentrasi DNA. Uji ini dilakukan untuk melihat kontaminasi protein dan polisakarida pada DNA yang diisolasi. Menurut Sayekti et al (2015), konsentrasi DNA yang terlalu rendah akan menghasilkan fragmen yang sangat tipis pada gel atau bahkan tidak terlihat secara visual, sebaliknya konsentrasi DNA yang terlalu tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan.

Uji kuantitas DNA dilakukan dengan metode spectrometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm berkisar antara 1,05 – 3,32 untuk 30 sampel klon kelapa sawit BTC 60 Sumatera Utara dapat dilihat di Lampiran 6. Nilai

kemurnian DNA terendah sebesar 1,05 terdapat pada sampel 19 dan nilai kemurnian tertinggi sebesar 3,32 terdapat pada sampel 30. Hal ini disebabkan konsentrasi DNA yang terlalu rendah ataupun DNA yang masih mengandung kontaminan. Sehingga perlu dilakukan permurnian DNA untuk menghilangkan kontaminan seperti polisakarida dan RNA.

Nilai konsentrasi dari hasil isolasi DNA genom yang telah dimurnikan (Tabel 3) menunjukkan konsentrasi pada rentang 3,10-134,1 μl/ml. Sampel yang memiliki konsentrasi tertinggi adalah sampel 23 sedangkan sampel dengan konsentrasi terendah adalah sampel 12. Konsentrasi yang dihasilkan berada dalam jumlah yang beragam bagi setiap sampel. Hal ini dapat terjadi karena dalam proses pengerjaan isolasi DNA yang tidak dapat dikontrol konsistensinya, sehingga konsentrasi DNA yang didapat berbeda-beda. Menurut Wilkerson et al (1993) mengemukakan bahwa nilai konsentrasi (C) yang baik untuk PCR berkisar antara 0,5 sampai 6,5 μl/ml.

Dari 30 sampel DNA yang diisolai terdapat 3 sampel yang nilai kemurniannya berkisar antara 1,8 – 2,0 yaitu pada sampel nomor 11, 20 dan 23. Hal ini menunjukkan sampel DNA tidak mengandung kontaminan atau murni. Sampel DNA yang nilai kemurniannya dibawah 1,8 sebanyak 18 sampel yaitu pada nomor 2, 4, 5, 7, 8, 9, 12, 13, 15, 17, 18, 19, 22, 24, 25, 26, 27, 29 yang menunjukkan bahwa sampel DNA memiliki konsentrasi yang rendah dan mengandung protein. Menurut Fatchiyah (2011) nilai kemurnian yang lebih dari 2,0 menunjukkan bahwa sampel DNA belum murni karena mengandung kontaminan RNA, yang terdapat pada 9 sampel DNA yaitu pada nomor 1, 3, 6, 10, 14, 16, 21, 28, 30.

Visualisasi Hasil Elektroforesis PCR Primer SSR

Hasil amplifikasi dengan menggunakan 4 primer SSR yaitu dan FR 3745 sebanyak 3 primer yaitu FR 0783, FR 0779, FR 3663 dapat mengamplifikasi 30 aksesi tanaman kelapa sawit sehingga dapat divisualisasikan yang kemudian dapat dianalisis. Namun, terdapat 1 primer yaitu FR 3745 yang tidak dapat mengamplifikasi DNA pada 30 aksesi yaitu aksesi nomor 10 (Tabel 3.)

Tabel 3. Hasil Amplifikasi empat primer SSR

No. Primer Nama Jumlah Aksesi Teramplifikasi Jumlah Aksesi Tidak Teramplifikasi Aksesi No.

1. FR 0783 30 - -

2. FR 0779 30 - -

3. FR 3663 30 - -

4. FR 3745 29 1 10

Amplifikasi 30 aksesi klon kelapa sawit digunakan empat primer SSR dimana 2 primer diantaranya yaitu FR 0783 dan FR 3745 menunjukkan polimorfisme yang tinggi. Hasil pengamatan jumlah fragmen DNA dan persentase polimorfik setiap primer dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase polimorfik No.. Nama

Primer

Ukuran

Pita (bp) ∑ Pita ∑ Pita

Polimorfik ∑ Pita Monomorfik % Polimorfik 1. FR 0783 272-351 4 4 0 100% 2. FR 0779 243-320 2 0 2 0% 3. FR 3663 242 1 0 1 0% 4. FR 3745 264-317 2 2 0 100% Total 9 6 3 200% Rata-Rata 2,25 1,5 0,75 50%

Pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa pola pita yang dihasilkan oleh 4 primer yang digunakan menghasilkan pola pita yang bervariasi. Ukuran pita-pita yang dihasilkan bervariasi antara 242 – 351 bp. Total pola pita dari keempat primer

M 1 2 3 4 5 6 7 1500 bp 500 bp 100 bp 1500 bp 300 bp 100 bp 1500 bp 500 bp 100 bp 1500 bp 500 bp 100 bp

sebanyak 9 dengan rata-rata 2,25 pita per primer. Pita polimorfik yang dihasilkan sebanyak 6 pita dan total pita monomorfik sebanyak 3 pita.

Persentase pita polimorfik bervariasi antara 0% sampai 100% dengan rata-rata 50% untuk semua primer. Jumlah pita tertinggi dan ukuran pasangan basa tertinggi yaitu 4 pita dengan ukuran sebesar 351 bp terdapat pada primer FR 0783 sedangkan jumlah pola pita terendah dan ukuran pasang basa terendah terdapat pada primer FR 3663 yaitu sebanyak 1 pita dengan ukuran 242 bp.

Primer 0783 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA klon kelapa sawit yang diuji. Pola pita bersifat heterozigot, jumlah pita sebanyak 4 dan ukuran pita sekitar 335 bp, 272 bp, 351 bp dan 300 bp. Visualisasi primer 0783 dapat dilihat pada Gambar 4. Persentase pita polimorfis sebesar 100% dan persentase pita momorfis sebesar 0%.

Gambar 4. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Klon Kelapa Sawit BTC 60 Socfindo dengan menggunakan Primer FR 0783,

Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp; Angka yang tertera merupakan kode sampel

M 8 9 10 11 12 13 14 15

M 16 17 18 19 20 21 22 M 23 24 25 26 27 28 29 30

300 bp 351 bp

1500 bp 500 bp 100 bp M 11 12 13 14 15 16 17 18 19 1500 bp 500 bp 100 bp 1500 bp 500 bp 100 bp

Primer FR 0779 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA klon kelapa sawit yang diuji. Pola pita bersifat heterozigot, jumlah pita sebanyak 2 dan ukuran pita sekitar 320 bp dan 243 bp. Persentase polimorfis sebesar 0%. Visualisasi primer FR 0779 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Klon Kelapa Sawit BTC 60 Socfindo dengan menggunakan Primer FR 0779.

Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp; Angka yang tertera merupakan kode sampel

Primer FR 3663 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA klon kelapa sawit yang diuji. Pola pita bersifat homozigot, jumlah pita sebanyak 1 dan ukuran pita sekitar 242 bp. Persentase pita polimorfis sebesar 0% dan persentase pita monomorfis sebesar 100%. Visualisasi primer FR 3663 dapat dilihat pada Gambar 6.

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1500 bp 800 bp 500 bp 1500 bp 300 bp 100 bp 500 bp 1500 bp

Gambar 6. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Klon Kelapa Sawit BTC 60 Socfindo dengan menggunakan Primer FR 3663.

Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp; Angka yang tertera merupakan kode sampel

Primer FR 3745 mampu menunjukkan amplifikasi pada 29 DNA klon kelapa sawit yang diuji. Pola pita bersifat heterozigot, jumlah pita sebanyak 2 dan ukuran pita sekitar 317 bp dan 264 bp. Persentase pita polimorfisme sebesar 100% dan persentase pita monomorfis sebesar 0%. Visualisasi primer FR 3745 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Klon Kelapa Sawit BTC 60 Socfindo dengan menggunakan Primer FR 3745.

Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp; A : tidak teramplifikasi; M 10 29 20 30 26 23 25 9 M 12 281917181511 27 1 22 7 16 8 2 21 13 4 24 5 14 6 3 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 M 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1500bp 1500bp 500bp 500bp 200bp A 317 bp

Analisis kluster Marka SSR

Analisis Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) menunjukkan titik asal sebaran klon berdasarkan empat marka SSR yang telah diuji pada penelitian ini. Hasil analisis Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dari 30 DNA klon kelapa sawit BTC 60 Socfindo yang dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple matching dengan menggunakan marka SSR

Berdasarkan Gambar 8. dapat diketahui bahwa dari 30 sampel klon yang telah diuji ada 27 sampel yang mengumpul pada satu titik, hal ini menunjukkan bahwa sampel yang digunakan berasal dari klon yang sama, dan ada

0 0.1 1 23846957 10 11 12131415 16 17 18 19 2021 22 23 24 25 2627 28 29 30 66

-.3 -.25 -.2 -.15 -.1 -.05 .05 .1 .15 .2 .25 .1 .08 .06 .04 .02 -.02 -.04 -.06 -.08 -.1 -.12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

3 klon (No.10, No. 18 dan No.29) yang kemungkinan berasal dari tetua klon yang berbeda. Analisis jarak genetik (Lampiran 9.) menunjukkan bahwa terjauh adalah jarak genetik antara sampel No. 29 dengan sampel No.10 yaitu sebesar 0.500, jarak genetik antara sampel No. 29 dan sampel No.18 adalah sebesar 0.374 serta jarak genetik antara sampel No.18 dan sampel No.10 adalah sebebsar 0.250.

Analisis factorial Principal Coordinates Analysis (PCoA) Marka SSR

Analisis PCoA dapat diketahui seberapa besar nilai keragaman molekuler berdasarkan empat marka SSR yang telah digunakan pada penelitian ini. Hasil analisi PCoA dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Analisis factorial Principal Coordinates Analysis (PCoA) aksis 1 (horizontal) dan aksis 2 (vertikal) yang dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple matching dengan menggunakan marka SSR

Berdasarkan Gambar 9. dapat diketahui bahwa nilai keragaman molekuler berdasarkan empat marka SSR adalah sebesar 93.24%. Hasil analisis ini menunjukkan ada tiga klon yang menunjukkan perbedaan dengan klon-klon

Aksis I (80,29%)

Pembahasan

Klon BTC 60 merupakan tanaman hasil perbanyakan dari kultur jaringan sehingga memiliki sifat yang sama dengan induknya dalam jumlah yang banyak dan relatif singkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhaimi dan Darussamin (1997) yang menyatakan bahwa salah satu keunggulan dari teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh sebab itu maka perbanyakan dengan teknik kultur jaringan telah diterapkan pada klon BTC 60.

Perbanyakan teknik kultur jaringan memiliki kekurangan yaitu berpotensi akan menghasilkan tanaman abnormal selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi klonal yang disebabkan oleh adanya sel-sel yang bermutasi. Hal ini sesuai dengan Hetharie (2010) yang menyatakan bahwa teknik kultur jaringan tidak selalu menghasilkan tanaman yang identik dengan induknya karena selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi fenotipik yang disebabkan oleh perubahan genetik yang disebut variasi somaklonal.

Informasi keragaman genetik merupakan informasi mengenai variasi atau perbedaan karakteristik akibat keanekaragaman genetik yang ada dalam suatu spesies. Hal ini dapat terjadi akibat evolusi maupun reproduksi seksual. Penilaian keragaman genetik tanaman dapat menggunakan penanda morfologi, biokimia dan molekuler. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zulfahmi (2013) bahwa keragaman tingkat genetik merupakan tingkat keragaman yang paling rendah dalam organisasi biologi. Informasi keragaman genetik tanaman pada tingkat individu, spesies maupun populasi perlu diketahui, sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun strategi konservasi, pemuliaan, pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya genetik tanaman secara berkelanjutan. Penilaian keragaman genetik tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan penanda morfologi, biokimia dan molekuler DNA.

Marka SSR (Simple Sequence Repeat) merupakan penanda molekuler yang dapat digunakan untuk mengevaluasi struktur keragaman genetik genus Elaeis. Kelebihan marka ini bersifat kodominan, mudah dan ekonomis dalam pengaplikasiannya serta memiliki tingkat polimorfisme tinggi. Tingkat keragaman molekuler berdasarkan 4 marka SSR yang diuji adalah sebesar 93.24%. Artinya bahwa primer SSR yang diuji dapat menunjukkan adanya perbedaan antara klon yang diuji sebesar 93.24%.

Kekurangan marka SSR adalah butuh waktu lama dan biaya yang besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Afifah (2012) yang menyatakan bahwa SSR yang juga sering disebut dengan mikrosatelit merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotip untuk karakter yang diinginkan. Kelebihan marka ini yaitu bersifat kodominan sehingga tingkat heterozigositasnya tinggi yang berarti memiliki daya pembeda antar individu sangat tinggi serta dapat diketahui lokasinya pada DNA sehingga dapat mendeteksi keragaman alel pada level yang tinggi, mudah dan ekonomis. SSR memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi stabil secara somatik. Kelemahan teknik ini adalah marka SSR tidak tersedia pada semua spesies tanaman, sehingga untuk merancang primer yang baru dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa primer yang bersifat homozigot teridentifikasi di primer FR 3663 dengan ukuran 242 bp dan

teramplifikasi pada seluruh sampel tanaman yang diuji. Primer homozigot merupakan primer yang dapat dijadikan sebagai marker pada klon BTC 60 sehingga primer FR 3663 dapat mengidentifikasi klon tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mulsanti (2011) yang menyimpulkan bahwa primer homozigot dapat dijadikan sebagai penanda untuk membedakan suatu varietas dengan varietas lainnya.

Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa primer FR 3745, FR 0779, dan FR 0783 bersifat heterozigot. Primer heterozigot merupakan primer yang mampu menunjukkan alel yang berasal dari tetuanya, alel seperti ini juga dikatakan dengan alel kodominan. Hal ini membuktikkan bahwa SSR mampu mengidentifikasi keberadaan alel kodominan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arumsari (2013) yang menyatakan bahwa SSR bersifat kodominan, dan memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa individu nomor 18 memiliki perbedaan alel dengan 29 sampel lainnya yang teridentifikasi oleh primer FR 3745 dengan ukuran alel yang berbeda tersebut adalah 317 bp. Keberadaan alel yang berbeda juga ditunjukkan oleh sampel nomor 29 pada primer FR 0783 dengan ukuran alel sebesar 351 bp dan 300 bp. Hal ini membuktikan bahwa individu nomor 18 tersebut memiliki perbedaan genetik dengan sampel lainnya sehingga primer FR 3745 dan FR 0783 dapat mendeteksi keragaman alel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sayekti et al (2015) yang menyatakan bahwa primer SSR dapat mendeteksi keragaman alel pada level yang tinggi dan variatif.

Sampel nomor 18 dan 29 berpotensi memiliki perbedaan genetik dengan sampel lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya akumulasi bahan-bahan kimia selama proses kultur jaringan. Hetharie (2010) menyatakan bahwa teknik kultur jaringan tidak selalu menghasilkan tanaman yang identik dengan induknya karena selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi fenotipik yang disebabkan oleh perubahan genetik yang disebut variasi somaklonal. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian Tazma et al (2013) yang menunjukkan bahwa auksin yang banyak dilaporkan dapat menyebabkan perubahan genetik adalah 2,4-D. Dengan umur embrioid yang pendek masa inkubasinya maka persentase buah abnormal menurun secara drastis, kecuali dengan perlakuan interval 4 minggu dengan konsentrasi sitokinin yang tinggi. Umur embrioid yang lama (1 tahun) dapat menyebabkan tingginya abnormalitas.

Hasil penelitian selanjutnya telah dapat diketahui bahwa ada pita yang tidak teramplifikasi pada nomor sampel 10. Sampel yang tidak menunjukkan adanya amplifikasi berarti basa nukleotida tidak menempel pada sekuen target. Hal ini sesuai dengan Ariani (2015) yang menyatakan bahwa basa nukleotida hanya akan menempel pada sekuen target.

Pada Tabel. 5 dapat terlihat dari empat primer yang digunakan 2 primer memiliki persentase polimofis sebesar 100% yaitu primer FR 0783 dan FR 3745 sedangkan 2 primer lain memiliki pita monomorfis yang 100% yaitu pada primer FR 0779 dan FR 3663 sesuai dengan pernyataan Putri (2010) menyatakan bahwa keunggulan dari marka DNA yaitu dapat menunjukkan polimorfisme pita DNA dalam jumlah banyak, konsistensi, dan tidak dipengaruhi lingkungan yang mampu menetapkan variabilitas genetik populasi.

Dokumen terkait