• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis SSR (Simple Sequence Repeats) Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Klon Plasma Nutfah PT.Socfindo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis SSR (Simple Sequence Repeats) Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Klon Plasma Nutfah PT.Socfindo"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Urutan basa dari 4 primer SSR

Nama Primer Sekuen (5’ 3’)

1 FR 0783 F: 5’- GAATGTGGCTGTAAATGCTGAGTG -3’ R: 5’- AAGCCGCATGGACAACTCTAGTAA -3’ 2 FR 0779 F: 5’- AATGCAGACCAAGCTAATCATATAC -3’ R: 5’- GTTCAGGTGATGGTGACTCAGATAG -3’ 3

4

FR 3663 FR 3745

(2)

Lampiran 2. Pembuatan Larutan Stok

CTAB 5 % (100 ml): Timbang NaCl sebanyak 2.0 gram dan CTAB sebanyak

5.0 gram. Masukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml aquades. Aduk campuran larutan dengan menggunakan stirrer kemudian diletakkan diatas hote plate.

Tris HCl 1 M pH 8.0 (100 ml): Timbang Tris sebanyak 12.114 gram.

Masukkan Tris ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades. Aduk campuran larutan dengan menggunakan stirrer kemudian diletakkan diatas hote plate. Selanjutnya, ditambahkan 4.2 ml HCl pekat sedikit demi sedikit sampai pH mencapai 8. Masukkan ke dalam gelas ukur, kemudian volume ditepatkan dengan aquades hingga volume larutan menjadi 100 ml.

Tris HCl 1 M pH 7.4 (50 m): Timbang Tris sebanyak 6.057 gram. Masukkan

Tris ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 30 ml aquades. Aduk campuran larutan dengan menggunakan stirrer kemudian diletakkan diatas hote plate. Selanjutnya, ditambahkan NaOH 2.5 M sedikit demi sedikit sampai pH mencapai 7.4. Masukkan ke dalam gelas ukur, kemudian volume ditepatkan dengan aquades hingga volume larutan menjadi 50 ml.

EDTA O.5 M pH 8.0 (100 ml): Timbang EDTA sebanyak 18.612 gram dan

(3)

NaCl 5 M (l00 ml): Timbang NaCl sebanyak 29.22 gram. Masukkan ke dalam

erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades. Aduk campuran larutan dengan menggunakan stirrer kemudian diletakkan diatas hote plate. Masukkan ke dalam gelas ukur, kemudian volume ditepatkan dengan aquades hingga volume larutan menjadi 100 ml.

(4)

Lampiran 3. Pembuatan Larutan Buffer

Buffer Ekstraksi/CTAB (100 ml): Campurkan 40 ml CTAB 5%, 25.1 ml NaCl

5 M, 4 ml EDTA 0.5 M pH 8.0, 10 ml Tris HCl 1 M pH 8.0 dan 20.8 ml aquades. • Buffer TAE 50 X (100 ml): Campurkan 24.2 ml Tris HCl 1 M pH 7.4, 5.7 ml

Asam Asetat Glasial, 10 ml EDTA 0.5 M PH 8.0, dan aquades hingga volume larutan menjadi 100 ml.

Buffer TAE 1X (500 ml): Campurkan 10 ml Buffer TAE 50 X dan 490 ml

aquades.

Buffer TE (50 ml): Campurkan 0.5 ml Tris HCl 1 M PH 8.0, 0.1 ml EDTA 0.5

M PH 8.0 dan 49.4 ml aquades.

Kloroform Isoamilalkohol 24 : 1 (50 ml): Campurkan 48 ml Kloroform dan 2

ml Isoamilalkohol.

(5)

Lampiran 4. Alur Penelitian

Pengambilan Sampel DNA Klon Kelapa Sawit

Isolasi DNA

Uji Kualitas

Uji Kuantitas

Amplifikasi PCR-SSR

Elektroforesis

(6)

Lampiran 5. Kode sampel klon BTC 60 PT Socfindo

No. Kode Sampel Klon

1 1 459

2 2 458

3 3 457

4 4 456

5 5 455

6 6 454

7 7 453

8 8 444

9 9 445

10 10 446

11 11 447

12 12 448

13 13 449

14 14 450

15 15 451

16 16 452

17 17 437

18 18 436

19 19 435

20 20 434

21 21 433

22 22 432

23 23 431

24 24 430

25 25 429

26 26 425

27 27 427

28 28 426

29 29 423

(7)

Lampiran 6. Uji kuantitas klon kelapa sawit BTC 60

Kode Sampel Absorbansi ( Å260 /280) Konsentrasi (μl/mg)

1 2,03 41,5

2 1,16 12,8

3 2,53 7,9

4 1,60 134,1

5 1,34 116,4

6 2,40 46,9

7 1,66 52,2

8 1,36 105,5

9 1,33 34,4

10 2,01 19,2

11 1,98 31,2

12 1,12 3,1

13 1,48 41,1

14 2,50 16,0

15 1,48 40,4

16 3,15 27,0

17 1,37 86,4

18 1,57 45,7

19 1,05 69,7

20 1,98 58,7

21 2,03 37,1

22 1,26 41,7

23 1,80 12,4

24 1,58 15,2

25 1,62 104,7

26 1,37 40,6

27 1,67 32,5

28 2,23 25,6

29 1,62 33,3

30 3,32 23,7

x ± Sd 1.79 ± 0.56 45.23 ± 33.39

(8)

Lampiran 7. Gambar sampel klon Kelapa Sawit BTC 60 PT. Socfindo

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 1

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 2

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 3

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 4

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 5

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 6

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 7

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 8

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 9

(9)

Gambar klon kelapa sawit BTC 60

sampel 11 Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 12

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 13

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 14

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 15

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 16

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 17

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 18

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 19

(10)

Gambar klon kelapa sawit BTC 60

sampel 21 Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 22

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 23

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 24

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 25

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 26

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 27

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 28

Gambar klon kelapa sawit BTC 60 sampel 29

(11)

Lampiran 8. Analisis faktorial dengan menggunakan DARwin 6.0 Factorial analysis on dissimilarity

Dissimilarity file: KLON BTC 60.dis

Dissimilarity calculated from data file: KLON BTC 60.var (type:'allelic') User selection Units: 30/30 and Loci: 4/4

Dissimilarity index: Simple matching Missing data options:

No missing data 1000 bootstraps

---

Imported Allelic data Ploidy = 2...

30 selected units on 30 Selected unit list:

Number Unit No. Sampel

1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

6 6 6

7 7 7

8 8 8

9 9 9

10 10 10

11 11 11

12 12 12

13 13 13

14 14 14

15 15 15

16 16 16

17 17 17

18 18 18

19 19 19

20 20 20

21 21 21

22 22 22

23 23 23

24 24 24

25 25 25

26 26 26

27 27 27

28 28 28

29 29 29

30 30 30

Warning:

At least one negative eigenvalue.

(smallest eigenvalue: -0.000369145417916822) Non Euclidean dissimilarity

Axis Eigenvalue Inertia%

Axis Eigenvalue Inertia%

1 0.00438 80.29

2 0.00071 12.95

3 0 0

(12)

There is only 2 axes with positive eigenvalue (user selection was 5 axes)

Unit coordinates on factorial axes

WARNING: negative eigenvalue => cosinus² may be negative or greater than one !

1st column = coordinate 2nd column = cosinus² x 1000

Axis 1 Axis 2 Coord. Cos² Coord. Cos²

1 -0.0024 -0.0004

2 -0.0024 -0.0004

3 -0.0024 -0.0004

4 -0.0024 -0.0004

5 -0.0024 -0.0004

6 -0.0024 -0.0004

7 -0.0024 -0.0004

8 -0.0024 -0.0004

9 -0.0024 -0.0004

10 0.2395 926 0.0830 111

11 -0.0024 -0.0004

12 -0.0024 -0.0004

13 -0.0024 -0.0004

14 -0.0024 -0.0004

15 -0.0024 -0.0004

16 -0.0024 -0.0004

17 -0.0024 -0.0004

18 0.0833 431 -0.1126 787

19 -0.0024 -0.0004

20 -0.0024 -0.0004

21 -0.0024 -0.0004

22 -0.0024 -0.0004

23 -0.0024 -0.0004

24 -0.0024 -0.0004

25 -0.0024 -0.0004

26 -0.0024 -0.0004

27 -0.0024 -0.0004

28 -0.0024 -0.0004

29 -0.2590 0.0406 26

(13)

Lampiran 9. Analisis Kluster Metode UnWeighted Neighbor-Joining dengan Menggunakan DARwin 6.0

Tree construction

Dissimilarity file: KLON BTC 60.dis Tree file : KLON BTC 60.arb

Method: UnWeighted Neighbor-Joining Dissimilarity min value = 0.125 Dissimilarity max value = 0.5 30 selected units on 30 Selected unit list:

Number Unit No. Sampel

1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

6 6 6

7 7 7

8 8 8

9 9 9

10 10 10

11 11 11

12 12 12

13 13 13

14 14 14

15 15 15

16 16 16

17 17 17

18 18 18

19 19 19

20 20 20

21 21 21

22 22 22

23 23 23

24 24 24

25 25 25

26 26 26

27 27 27

28 28 28

29 29 29

30 30 30

Iteration: 1 - Maximum level = 4500 10 -- 31

18 -- 31

Iteration: 2 - Maximum level = 624

1 -- 32

2 -- 32

Iteration: 3 - Maximum level = 624 32 -- 33

29 -- 33

Iteration: 4 - Maximum level = 124 33 -- 34

(14)

27 -- 35

Iteration: 6 - Maximum level = 124 35 -- 36

26 -- 36

Iteration: 7 - Maximum level = 124 36 -- 37

25 -- 37

Iteration: 8 - Maximum level = 124 37 -- 38

24 -- 38

Iteration: 9 - Maximum level = 124 38 -- 39

23 -- 39

Iteration: 10 - Maximum level = 124 39 -- 40

22 -- 40

Iteration: 11 - Maximum level = 124 40 -- 41

21 -- 41

Iteration: 12 - Maximum level = 124 41 -- 42

20 -- 42

Iteration: 13 - Maximum level = 124 42 -- 43

19 -- 43

Iteration: 14 - Maximum level = 124 43 -- 44

30 -- 44

Iteration: 15 - Maximum level = 124 44 -- 45

17 -- 45

Iteration: 16 - Maximum level = 124 45 -- 46

16 -- 46

Iteration: 17 - Maximum level = 124 46 -- 47

15 -- 47

Iteration: 18 - Maximum level = 124 47 -- 48

14 -- 48

Iteration: 19 - Maximum level = 124 48 -- 49

13 -- 49

Iteration: 20 - Maximum level = 124 49 -- 50

12 -- 50

(15)

11 -- 51

Iteration: 22 - Maximum level = 124 51 -- 52

31 -- 52

Iteration: 23 - Maximum level = 0 52 -- 53

9 -- 53

Iteration: 24 - Maximum level = 0 53 -- 54

8 -- 54

Iteration: 25 - Maximum level = 0 54 -- 55

7 -- 55

Iteration: 26 - Maximum level = 0 55 -- 56

6 -- 56

Iteration: 27 - Maximum level = 0 56 -- 57

5 -- 57

Last grouping 57 -- 58

4 -- 58

3 -- 58

Edges and lengths

1 -- 32 : 0

2 -- 32 : 0

3 -- 58 : 0

4 -- 58 : 0

5 -- 57 : 0

6 -- 56 : 0

7 -- 55 : 0

8 -- 54 : 0

9 -- 53 : 0

10 -- 31 : 0.188

11 -- 51 : 0

12 -- 50 : 0

13 -- 49 : 0

14 -- 48 : 0

15 -- 47 : 0

16 -- 46 : 0

17 -- 45 : 0

18 -- 31 : 0.062

19 -- 43 : 0

20 -- 42 : 0

21 -- 41 : 0

22 -- 40 : 0

23 -- 39 : 0

24 -- 38 : 0

25 -- 37 : 0

26 -- 36 : 0

27 -- 35 : 0

28 -- 34 : 0

(16)

32 -- 33 : 0

33 -- 34 : 0

34 -- 35 : 0

35 -- 36 : 0

36 -- 37 : 0

37 -- 38 : 0

38 -- 39 : 0

39 -- 40 : 0

40 -- 41 : 0

41 -- 42 : 0

42 -- 43 : 0

43 -- 44 : 0

44 -- 45 : 0

45 -- 46 : 0

46 -- 47 : 0

47 -- 48 : 0

48 -- 49 : 0

49 -- 50 : 0

50 -- 51 : 0

51 -- 52 : 0

52 -- 53 : 0

53 -- 54 : 0

54 -- 55 : 0

55 -- 56 : 0

56 -- 57 : 0

57 -- 58 : 0

Edge length sum = 0.562

Edge bootstrap values (%)

31 -- 52 : 68

Average 'edge' distance between initial tree and bootstrapped trees: 0.975 5-percentile: 0.963

(17)

Lampiran 10. Jarak genetik klon BTC 60 berdasarkan 4 marka SSR

Units 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

2 0.000

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E.N. 2012. Penggunaan Penanda Molekuler Untuk Mempercepat dan Mempermudah Perbaikan Kualitas Tanaman Teh (Camellia sinensis(L.) O. Kuntze). Makalah Seminar. UGM Press, Yogyakarta.

Allolerung, M. S., Z. Pulungan., Syafaruddin., dan W. Rumini. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media, Jakarta.

Ariani, S.H. 2014. Keragaman genetik aren Sulawesi Tenggara berdasarkan marka random amplified polymorphic DNA. [Tesis]. Program Magister Agroekotekonologi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Arumsari, S. 2013. Analisis Diversitas Genetik Aksesi Kelapa Sawit Kamerun Berdasarkan Marka SSR. Jurnal Litri, 19 (4): 194 - 202.

Azrai, M. 2005. Sinergi Teknologi Marka Molekuler Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung. JurnalLitbang Pertanian 25: 81-89.

Darlan, N. H. Winarna, E. S. Sutarta. 2005. Peningkatan Efektivitas Pemupukan Melalui Aplikasi Kompos TKS Pada Pembibitan Kelapa Sawit. Prosiding. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. 19-20 April 2005. Medan.

Fauzi, Y., Widyastuti, Y .E., Satyawibawa, I dan Hartono, R. 2004. Kelapa sawitEdisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Freeman, S., J. West, C. James, V. LEA, and S. Mayes. 2004. Isolation and characterization ofhighly polymorfic microsatellites in tea (Camellia sinensis). Mol. Ecol. Notes. 4: 324-326.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2016. Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Isu Lingkungan Global. GAPKI, Jakarta.

Hadi. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita, Yogyakarta.

Hairinsyah. 2010. Pendugaan Parameter Genetik danAnalisa Keragaman Genetik Kelapa Sawit (Elaeisguineensis Jacq) dengan Marka Simple SequenceRepeat (SSR). (Tesis). Sekolah Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor. 45 hlm.

Hartley, C.W.S. 1988. The Oil Palm. 2nd Edition, London; Longman. 545p.

(19)

Kiswanto, J.H., Purwanta, B. Wijayanto. 2008.Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, http://cybex.deptan.go.id [10 Februari 2016].

Larasati, P. 2011. Quantifikasi DNA dan Analisis Kualitas. http://puspalarasati.wordpress.com. Diakses tanggal 22 September 2011. Lubis, A. U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia. Edisi 2.

PPKS RISPA, Medan.

Mangoensoekarjo, S. 2007. Manajemen Tanah Dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Mariska, I., S. Hutami., D. Sukmadjaja., M.Kosmiatin., S. Rahayu dan S. Utami. 2013. Inovasi Kultur Jaringan Tanaman Kelapa Sawit. Jurnal Agroinovasi. Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Mulyadiana, A. 2010. Keragaman genetik Shorea leavis Ridl. di Kalimantan berdasarkan penanda mikrosatelit. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Nurahmi, E., Nurhayati., dan A. Ulfa. 2010. Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) Pada Berbagai Komposisi Media Tanam Dan

Konsentrasi Pupuk Daun Seprint. Agrista 14:3.

Nurhaimi, H dan A. Darussamin. 1997.RAPD analysis of oil palm clones withnormal and abnormal fruits.MenaraPerkebunan, 65, (2), 64-74.

Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah. Penerbit Kencana. Jakarta.

Ong A., 1993. Natural Sources of Tocotrienols, in Vitamin E in Health and Disease, F.J.Packer L, Editor., Marcel Dekker Inc: New York. 3-8.

Orozco-Castillo., K.J. Chalmers., R.Waugh dan W.Powell. 1994. Detection of Genetic Diversity and selective gene introgression in coffe using RAPD markers. Theor. Appl. Genet 87:934-940.

Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.

Pardamean, M. 2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

(20)

Putri, L.A.P. 2010. Pendugaan Parameter Genetik dan Karakterisasi Molekuler Keragaman Genetika dengan Marka Mikrosatelit (SSR) pada Kelapa Sawit. Thesis. IPB. Tidak dipublikasikan.

Putri, L.A.P., Sudarsono., Asmono. D., dan Bilotte. N. 2015. Pendugaan Keragaman Genetik Kelapa Sawit Tipe Dura Berdasarkan Marka Mikrosatelit. Prosiding Seminar Nasional Biologi. 2;81-85.

Raganata, A.P. 2006. Kajian pengelolaan serbuk sari kelapa sawit(Elaeis guinnensis jacq.) Pisifera. Thesis. IPB. Tidak dipublikasikan.

Rahayu, E.S., dan S., Handayani. 2010. Keragaman genetik pandan asal Jawa Barat berdasarkan penanda inter simple sequence repeat. Marka Sains 14;158-162

Sambrook, J., Fritsch, E.F. and Maniatis. 1989. Moleculer Cloning A laboratory Manual. Cold Spring Harbour Laboratory. CSH. New York. Sarvedio, MR and Krikpatrick M. 1997. The Effect of Gene Flow on Reinforcement. Evolution. 51:1764-1772.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Sayekti, U., U. Widyastuti., dan N.T. Mathius. 2015. Keragaman Genetik Kelapa

Sawit (Elaeis gueenensis Jacq.) Asal Angola Menggunakan Marka SSR.

Jurnal Agron Indonesia.Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Setiyo, I.E., 2001. Pemetaan dan Keragaman Genetik RAPD pada Kelapa Sawit sungai pancur (RISPA). Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor (tidak dipublikasikan).

Siahaan, D. dan Maslan, R. 2006. Kajian Produksi Terpadu Karoten, Vitamin E, dan Biodiesel dari Minyak Sawit. Warta, Medan.

Sianipar, N.F., G. A. Wattimena., H. Aswidinoor., M. Thewinadjaya., N. T. Mathius dan G. Ginting. 2007. Karakterisasi Secara Morfologi Abnormalitas Embrio Somatik Kelapa Sawit dari Eksplan Daun. Jurnal AgroBiogen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syakir, M. 2010. Budidaya kelapa Sawit.Aska Media, Bogor.

Tasma, I.M., A. Warsun., D. Satyawan., Syafaruddin., dan B. Martono. 2013. Analisis Kekerabatan Kelapa Sawit (Elaeis gueenensis Jacq.) Asal

Kamerun Berdasarkan Marka Mikrosatelit. Jurnal Littri, 19(4): 194 - 202. Zidenga, T. 2004. DNA-bqsecl Methods in sorghum Diversity studies and

(21)

Zulfahmi.2013. Penanda DNA Untuk Analisis Genetik Tanaman. Jurnal Agroekotknlogi UIN, Riau.

(22)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan di Laboratorium DNA Pusat Seleksi Bangun Bandar PT. SOCFINDO, Desa Martebing, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara yang dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni 2016.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelapa sawit asal klon sebanyak 30 sampel yang berasal dari PT. SOCFINDO, Polyvinylpolypyrolidone (PVPP), nitrogen cair, buffer ekstraksi Cetyl

trimethylammonium bromide (CTAB) 5%, NaCl, Tris, HCl, NaOH, isopropanol,

Ethylenediamine tetraacetic (EDTA), Kloroform isoamialkohol (KIAA), β-mercaptoethanol, etanol 70%, etanol absolute, DNA marker 100bp Ladder, Go

taq Green Master Mix, loading dye, nuclease free water, aquades, aquabidest, agarose dan 4 primer (FR 0783, FR 0779, FR 3663, FR 3745) dimana urutan basa dari masing-masing primer dapat dilihat pada lampiran 1.

(23)
(24)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengambilan Sampel Daun

Daun kelapa sawit yang digunakan adalah daun asal klon dari populasi alam di plasma nutfah PT.Socfindo. Daun yang dipilih adalah daun tombak yang masih muda kemudian disterilisasi dengan cara disemprotkan alkohol lalu dibersikan dengan tisu dan dimasukkan ke dalam amplop yang telah diberi label.

Isolasi dan Pemurnian DNA

Isolasi dilakukan berdasarkan Metode CTAB dari Metode Orozco-Castilloet al (1994) yang dimodifikasi dengan penambahan Polyvinil polypirolidone (PVPP) dan β-mercaptoethanol. Daun kelapa sawit ditimbang masing-masing 0,1 sampai dengan 0,3 g. Daun dipotong halus dengan gunting secara melintang. Kemudian daun dimasukkan kedalam mortar untuk digerus dengan penambahan nitrogen cair. Daun digerus sampai halus berlawanan arah jarum jam. Kedalam mortar ditambah 0,1 g PVPP. Kemudian digerus kembali hingga benar-benar lumat/halus. Daun dipindahkan kedalam tabung tube 2ml, yang sudah berisi 1ml buffer ekstraksi CTAB dan 10µl β-mercaptoethanol, kemudian divortex hingga homogen. Masing-masing tube diberi tanda sesuai dengan sampel yang digunakan, tube tersebut diinkubasi kedalam pemanas air bersuhu 65oC selama 30 menit, setiap 10 menit tabung dikocok perlahan secara regular. Kemudian tabung dikocok lagi hingga homogen. Tabung disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 13.000 rpm.

(25)

dan ditambah 1ml larutan KIAA dan kembali disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 13.000 rpm. Supernatant dipindahkan ke tabung mikro 2ml dan ditambahakan 1ml isopropanol dingin. Tabung dikocok perlahan dan diperhatikan adanya benang-benang halus putih yang muncul. Bila benang-benang halus putih sudah tampak jelas diinkubasi pada suhu 4oC selama 1 malam.

Setelah itu, disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 13.000 rpm kemudian cairan isopropanol dalam tube dibuang dan benang-benang halus dalam tube ditinggalkan lalu dikeringanginkan. Kemudian kedalam tabung ditambahkan 100µl buffer TE dan dispin manual agar terbentuk suspensi antara pelet dengan buffer TE. Setelah itu kedalam tube ditambahkan 1 ml etanol 100% dan dikocok kembali secara perlahan. Tube disentrifus kembali selama 10 menit pada kecepatan 13.000 rpm. Langkah tersebut diulang sampai pellet bersih. Selanjutnya fase atas dibuang, tube dikeringanginkan kemudian ditambah 100 µl buffer TE dan pellet DNA disuspensikan kedalam buffer TE. Stok DNA yang diperoleh disimpan pada freezer.

Uji Kualitas DNA

(26)

TAE 1x + 670ml (hingga terendam). Contoh DNA yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam sumur pada gel. Pada saat stok DNA akan dimasukkan ke dalam sumur gel, maka setiap stok DNA diberi loading buffer (pewarnaan) sebanyak 2 µl dan stok DNA 5 µl kemudian dihomogenkan dengan mikropipet dan setelah itu dimasukkan ke dalam sumur gel. Setelah semua lubang sumur gel berisi selanjutnya dielektroforesis. Running elektroforesis dilakukan pada kondisi 70 volt selama 60 menit. Visualisasi dan dokumentasi DNA yang telah dielektroforesis dilakukan dengan UVitec Cambridge.

Kualitas DNA dinyatakan baik bila hasil elektroforesis menunjukkan pola pita yang terang dan fokus. Artinya DNA yang dihasilkan cukup solid, utuh dan mempunyai konsentrasi yang tinggi.

Uji Kuantitas DNA

Pengujian kuantitas DNA dilakukan dengan metode spectrometer. Larutan stok DNA hasil isolasi diambil sebanyak 1 µl lalu alat dijalankan. Nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang (λ) 260 dan 280 nm dengan menggunakan stok DNA hasil isolasi dan permunian. DNA mempunyai kemurnian tinggi jika ratio nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm berkisar antara 1,8 – 2,0 (Sambrook et al., 1989).

Amplifikasi PCR Marka Simple Sequences Repeats (SSR)

(27)

Pembuatan master mix PCR dilakukan dalam tube PCR dengan komposisi untuk satu kali reaksi dengan total volume 25 µl antara lain Go Taq PCR 12.5 µl, nuclease free water 8.5 µl, primer forward 1 µl, primer reverse 1 µl dan DNA sampel 2 µl dengan konsentrasi DNA sebesar 10 µg/ml. Proses amplifikasi dilakukan menggunakan PCR thermal cycler. PCR merupakan proses penggandaan sekuen nucleotide yang dapat dipengaruhi oleh suhu, waktu dan siklus. Program amplifikasi PCR berdasarkan Putri (2010) dengan siklus predenaturasi 4 menit pada suhu 94°C, diikuti 35 siklus denaturasi 94°C, selama 30 detik, tahapan anneling 52°C selama 1 menit 15 detik, extension 72°C selama 8 menit dan kondisi akhir PCR 4°C.

Elektroforesis

Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 4%. Agarose ditimbang 3,2 g kemudian dilarutkan dengan menambahkan 80 ml buffer TBE 1x. larutan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larutan menjadi bening. Setelah itu ditambahkan larutan etidium bromide 1 µl. Kemudian dibiarkan hingga etidium bromide homogen dengan agar. Kemudian larutan dimasukkan kedalam cetakan agar yang telah dipasang sisir pembuat lubang (well-forming combs) dan dibiarkan memadat sampai gel mengeras. Well-forming combs dilepas secara perlahan dan gel agarose siap digunakan untuk elektroforesis.

(28)

menggunakan mikropipet. Selanjutnya contoh DNA yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam sumur pada gel sebanyak 8 µl setiap lubangnya.

Setelah semua sampel dimasukkan ke dalam sumur (well), tank elektroforesis ditutup dan dihubungkan dengan arus listrik. Kemudian proses elektroforesis siap dijalankan. Running electrophoresis dilakukan pada kondisi 60 volt selama 210 menit. Setelah running elektroforesis selesai, arus listrik dimatikan. Visualisasi DNA yang telah dielektroforesis dilakukan dengan UVitec cambridge dengan cara meletakkan gel pada UVitec Cambridge dan jika pita/band molekul DNA kelihatan terang maka didokumentasikan.

Analisis data

Penentuan Ukuran Pasangan Basa

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Kualitas

Uji kualitatif DNA dilakukan dengan teknik elektroforesis dari hasil isolasi DNA. Hal ini dilakukan untuk menentukan kemurnian suatu galur atau kultivar serta untuk menguji masuknya materi genetik tertentu (misalnya dalam mendeteksi materi transgenik) ke dalam populasi. Metode elektroforesis merupakan teknik yang dapat digunakan untuk menggambarkan pergerakan molekul-molekul bermuatan dalam medan listrik ke arah elektroda dengan muatan berlawanan atau teknik yang didasarkan pada pergerakan molekul bermuatan dalam media penyangga di bawah pengaruh medan listrik.

(30)

11 9 10 19 2 12 20 15 14 4 5 8 13 18 17 28

12 23 1 29 24 28 20 19 26 12 11 20 18 5 zat kimia lain seperti keberadaan protein, lipid, karbohidrat, RNA dan senyawa-senyawa kimia lainnya yang terbawa secara tidak sengaja pada saat isolasi DNA.

[image:30.595.117.520.223.356.2]

Kualitas DNA diukur dengan menggunakan gel agarose 2% hasil running electrophoresis. Hasil running electrophoresis 30 sampel klon kelapa sawit BTC 60 Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 3.

Gambar 1. Profil uji kualitas DNA klon kelapa sawit BTC 60

[image:30.595.115.513.396.510.2]

Keterangan : Angka yang tertera merupakan kode sampel

Gambar 2. Profil uji kualitas DNA klon kelapa sawit BTC 60

Keterangan : Angka yang tertera merupakan kode sampel

Gambar 3. Profil uji kualitas DNA klon kelapa sawit BTC 60

Keterangan : Angka yang tertera merupakan kode sampel

[image:30.595.116.518.561.663.2]
(31)

Uji kualitas merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemurnian hasil isolasi DNA. Dari Gambar 1-3 dapat diketahui bahwa dari 30 sampel yang diuji seluruhnya menunjukkan keberadaan pita DNA. Namun, ada beberapa sampel yang menunjukkan smear (2, 5, 8, 11, 14, 18, 19). Hal ini menyebabkan pita DNA terlihat tebal dikarenakan adanya kontaminasi pada saat isolasi dan kontaminan tersebut bisa berupa polisakarida, protein, metabolit sekunder dan lipid. Hal ini sesuai dengan Weeden et al. (1992) yang menyatakan bahwa cetakan DNA yang mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta konsentrasi DNA cetakan yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang redup atau tidak jelas. Selain itu pada penelitian Restu et al (2012) pemurnian yang kurang maksimal menyebabkan sebagian supernatant yang mengandung DNA genom dapat ikut terbuang sehingga konsentrasi DNA yang dihasilkan menjadi berkurang. Perbedaan hasil pada masing-masing sampel tergantung pada banyaknya konsentrasi DNA yang terekstraksi. Semakin sedikit atau tidak adanya smear pada pita DNA menunjukkan semakin baik kualitas DNA.

(32)

Uji Kuantitas

Uji kuantitatif DNA adalah analisis untuk menentukan kandungan/jumlah DNA yang terdapat dalam suatu zat atau komponen zat yang sebelumnya telah diketahui keberadaan DNA plasmidnya dalam larutan contoh dengan cara uji kualitatif (Larasati, 2011).

DNA yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat menyerap cahaya UV. Pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedangkan kontaminan protein atau phenol pada 280 nm. Dengan adanya perbedaan penyerapan cahaya UV tersebut maka dapat diketahui berdasarkan perbandingan nilai absorbansi (Å260/Å280). Batas kemurnian yang biasa dipakai dalam analisis molekuler pada rasio Å260/280 adalah 1,8 – 2,0 (Sambrook et al., 1989). Jika nilai melebihi 2,0 maka larutan yang diuji masih mengandung kontaminan dari protein membran atau senyawa lainnya sehingga kadar DNA yang didapat belum murni. Jika kurang dari 1,8 maka ddH2O yang diambil terlalu banyak sedangkan DNA yang diambil terlalu sedikit (Fatchiyah, 2011).

Uji kuantitatif dilakukan menggunakan spektrofotometer berdasarkan konsentrasi DNA. Uji ini dilakukan untuk melihat kontaminasi protein dan polisakarida pada DNA yang diisolasi. Menurut Sayekti et al (2015), konsentrasi DNA yang terlalu rendah akan menghasilkan fragmen yang sangat tipis pada gel atau bahkan tidak terlihat secara visual, sebaliknya konsentrasi DNA yang terlalu tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan.

(33)

kemurnian DNA terendah sebesar 1,05 terdapat pada sampel 19 dan nilai kemurnian tertinggi sebesar 3,32 terdapat pada sampel 30. Hal ini disebabkan konsentrasi DNA yang terlalu rendah ataupun DNA yang masih mengandung kontaminan. Sehingga perlu dilakukan permurnian DNA untuk menghilangkan kontaminan seperti polisakarida dan RNA.

Nilai konsentrasi dari hasil isolasi DNA genom yang telah dimurnikan (Tabel 3) menunjukkan konsentrasi pada rentang 3,10-134,1 μl/ml. Sampel yang memiliki konsentrasi tertinggi adalah sampel 23 sedangkan sampel dengan konsentrasi terendah adalah sampel 12. Konsentrasi yang dihasilkan berada dalam jumlah yang beragam bagi setiap sampel. Hal ini dapat terjadi karena dalam proses pengerjaan isolasi DNA yang tidak dapat dikontrol konsistensinya, sehingga konsentrasi DNA yang didapat berbeda-beda. Menurut Wilkerson et al (1993) mengemukakan bahwa nilai konsentrasi (C) yang baik untuk PCR berkisar antara 0,5 sampai 6,5 μl/ml.

(34)

Visualisasi Hasil Elektroforesis PCR Primer SSR

[image:34.595.108.513.279.362.2]

Hasil amplifikasi dengan menggunakan 4 primer SSR yaitu dan FR 3745 sebanyak 3 primer yaitu FR 0783, FR 0779, FR 3663 dapat mengamplifikasi 30 aksesi tanaman kelapa sawit sehingga dapat divisualisasikan yang kemudian dapat dianalisis. Namun, terdapat 1 primer yaitu FR 3745 yang tidak dapat mengamplifikasi DNA pada 30 aksesi yaitu aksesi nomor 10 (Tabel 3.)

Tabel 3. Hasil Amplifikasi empat primer SSR

No. Primer Nama Jumlah Aksesi Teramplifikasi Jumlah Aksesi Tidak Teramplifikasi Aksesi No.

1. FR 0783 30 - -

2. FR 0779 30 - -

3. FR 3663 30 - -

4. FR 3745 29 1 10

Amplifikasi 30 aksesi klon kelapa sawit digunakan empat primer SSR dimana 2 primer diantaranya yaitu FR 0783 dan FR 3745 menunjukkan polimorfisme yang tinggi. Hasil pengamatan jumlah fragmen DNA dan persentase polimorfik setiap primer dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase polimorfik No.. Nama

Primer

Ukuran

Pita (bp) ∑ Pita ∑ Pita

Polimorfik ∑ Pita Monomorfik

% Polimorfik

1. FR 0783 272-351 4 4 0 100%

2. FR 0779 243-320 2 0 2 0%

3. FR 3663 242 1 0 1 0%

4. FR 3745 264-317 2 2 0 100%

Total 9 6 3 200%

Rata-Rata 2,25 1,5 0,75 50%

[image:34.595.110.527.512.626.2]
(35)

M 1 2 3 4 5 6 7 1500 bp

500 bp

100 bp

1500 bp 300 bp

100 bp

1500 bp 500 bp

100 bp

1500 bp 500 bp

100 bp

sebanyak 9 dengan rata-rata 2,25 pita per primer. Pita polimorfik yang dihasilkan sebanyak 6 pita dan total pita monomorfik sebanyak 3 pita.

Persentase pita polimorfik bervariasi antara 0% sampai 100% dengan rata-rata 50% untuk semua primer. Jumlah pita tertinggi dan ukuran pasangan basa tertinggi yaitu 4 pita dengan ukuran sebesar 351 bp terdapat pada primer FR 0783 sedangkan jumlah pola pita terendah dan ukuran pasang basa terendah terdapat pada primer FR 3663 yaitu sebanyak 1 pita dengan ukuran 242 bp.

[image:35.595.113.510.427.714.2]

Primer 0783 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA klon kelapa sawit yang diuji. Pola pita bersifat heterozigot, jumlah pita sebanyak 4 dan ukuran pita sekitar 335 bp, 272 bp, 351 bp dan 300 bp. Visualisasi primer 0783 dapat dilihat pada Gambar 4. Persentase pita polimorfis sebesar 100% dan persentase pita momorfis sebesar 0%.

Gambar 4. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Klon Kelapa Sawit BTC 60 Socfindo dengan menggunakan Primer FR 0783,

Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp; Angka yang tertera merupakan kode sampel

M 8 9 10 11 12 13 14 15

M 16 17 18 19 20 21 22 M 23 24 25 26 27 28 29 30

(36)

1500 bp 500 bp 100 bp

M 11 12 13 14 15 16 17 18 19

1500 bp 500 bp 100 bp

1500 bp 500 bp 100 bp

[image:36.595.108.519.209.517.2]

Primer FR 0779 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA klon kelapa sawit yang diuji. Pola pita bersifat heterozigot, jumlah pita sebanyak 2 dan ukuran pita sekitar 320 bp dan 243 bp. Persentase polimorfis sebesar 0%. Visualisasi primer FR 0779 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Klon Kelapa Sawit BTC 60 Socfindo dengan menggunakan Primer FR 0779.

Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp; Angka yang tertera merupakan kode sampel

Primer FR 3663 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA klon kelapa sawit yang diuji. Pola pita bersifat homozigot, jumlah pita sebanyak 1 dan ukuran pita sekitar 242 bp. Persentase pita polimorfis sebesar 0% dan persentase pita monomorfis sebesar 100%. Visualisasi primer FR 3663 dapat dilihat pada Gambar 6.

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(37)

1500 bp

800 bp

500 bp

1500 bp 300 bp

100 bp 500 bp

[image:37.595.122.486.81.361.2]

1500 bp

Gambar 6. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Klon Kelapa Sawit BTC 60 Socfindo dengan menggunakan Primer FR 3663.

Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp; Angka yang tertera merupakan kode sampel

Primer FR 3745 mampu menunjukkan amplifikasi pada 29 DNA klon kelapa sawit yang diuji. Pola pita bersifat heterozigot, jumlah pita sebanyak 2 dan ukuran pita sekitar 317 bp dan 264 bp. Persentase pita polimorfisme sebesar 100% dan persentase pita monomorfis sebesar 0%. Visualisasi primer FR 3745 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Klon Kelapa Sawit BTC 60 Socfindo dengan menggunakan Primer FR 3745.

Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp; A : tidak teramplifikasi; M 10 29 20 30 26 23 25 9 M 12 281917181511 27 1 22 7 16 8 2 21 13 4 24 5 14 6 3

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

M 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1500bp 1500bp

500bp 500bp

200bp A

[image:37.595.113.512.525.683.2]
(38)

Analisis kluster Marka SSR

[image:38.595.124.494.210.602.2]

Analisis Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) menunjukkan titik asal sebaran klon berdasarkan empat marka SSR yang telah diuji pada penelitian ini. Hasil analisis Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dari 30 DNA klon kelapa sawit BTC 60 Socfindo yang dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple matching dengan menggunakan marka SSR

Berdasarkan Gambar 8. dapat diketahui bahwa dari 30 sampel klon yang telah diuji ada 27 sampel yang mengumpul pada satu titik, hal ini menunjukkan bahwa sampel yang digunakan berasal dari klon yang sama, dan ada

0 0.1

1 23846957

10

11 12131415 16 17

18 19 2021 22 23 24

25 2627 28 29

30

(39)

-.3 -.25 -.2 -.15 -.1 -.05 .05 .1 .15 .2 .25 .1 .08 .06 .04 .02 -.02 -.04 -.06 -.08 -.1 -.12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

3 klon (No.10, No. 18 dan No.29) yang kemungkinan berasal dari tetua klon yang berbeda. Analisis jarak genetik (Lampiran 9.) menunjukkan bahwa terjauh adalah jarak genetik antara sampel No. 29 dengan sampel No.10 yaitu sebesar 0.500, jarak genetik antara sampel No. 29 dan sampel No.18 adalah sebesar 0.374 serta jarak genetik antara sampel No.18 dan sampel No.10 adalah sebebsar 0.250.

Analisis factorial Principal Coordinates Analysis (PCoA) Marka SSR

Analisis PCoA dapat diketahui seberapa besar nilai keragaman molekuler berdasarkan empat marka SSR yang telah digunakan pada penelitian ini. Hasil analisi PCoA dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Analisis factorial Principal Coordinates Analysis (PCoA) aksis 1 (horizontal) dan aksis 2 (vertikal) yang dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple matching dengan menggunakan marka SSR

Berdasarkan Gambar 9. dapat diketahui bahwa nilai keragaman molekuler berdasarkan empat marka SSR adalah sebesar 93.24%. Hasil analisis ini menunjukkan ada tiga klon yang menunjukkan perbedaan dengan klon-klon

Aksis I (80,29%)

[image:39.595.111.502.359.575.2]
(40)

Pembahasan

Klon BTC 60 merupakan tanaman hasil perbanyakan dari kultur jaringan sehingga memiliki sifat yang sama dengan induknya dalam jumlah yang banyak dan relatif singkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhaimi dan Darussamin (1997) yang menyatakan bahwa salah satu keunggulan dari teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh sebab itu maka perbanyakan dengan teknik kultur jaringan telah diterapkan pada klon BTC 60.

Perbanyakan teknik kultur jaringan memiliki kekurangan yaitu berpotensi akan menghasilkan tanaman abnormal selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi klonal yang disebabkan oleh adanya sel-sel yang bermutasi. Hal ini sesuai dengan Hetharie (2010) yang menyatakan bahwa teknik kultur jaringan tidak selalu menghasilkan tanaman yang identik dengan induknya karena selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi fenotipik yang disebabkan oleh perubahan genetik yang disebut variasi somaklonal.

(41)

sumberdaya genetik tanaman secara berkelanjutan. Penilaian keragaman genetik tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan penanda morfologi, biokimia dan molekuler DNA.

Marka SSR (Simple Sequence Repeat) merupakan penanda molekuler yang dapat digunakan untuk mengevaluasi struktur keragaman genetik genus Elaeis. Kelebihan marka ini bersifat kodominan, mudah dan ekonomis dalam pengaplikasiannya serta memiliki tingkat polimorfisme tinggi. Tingkat keragaman molekuler berdasarkan 4 marka SSR yang diuji adalah sebesar 93.24%. Artinya bahwa primer SSR yang diuji dapat menunjukkan adanya perbedaan antara klon yang diuji sebesar 93.24%.

Kekurangan marka SSR adalah butuh waktu lama dan biaya yang besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Afifah (2012) yang menyatakan bahwa SSR yang juga sering disebut dengan mikrosatelit merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotip untuk karakter yang diinginkan. Kelebihan marka ini yaitu bersifat kodominan sehingga tingkat heterozigositasnya tinggi yang berarti memiliki daya pembeda antar individu sangat tinggi serta dapat diketahui lokasinya pada DNA sehingga dapat mendeteksi keragaman alel pada level yang tinggi, mudah dan ekonomis. SSR memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi stabil secara somatik. Kelemahan teknik ini adalah marka SSR tidak tersedia pada semua spesies tanaman, sehingga untuk merancang primer yang baru dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal.

(42)

teramplifikasi pada seluruh sampel tanaman yang diuji. Primer homozigot merupakan primer yang dapat dijadikan sebagai marker pada klon BTC 60 sehingga primer FR 3663 dapat mengidentifikasi klon tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mulsanti (2011) yang menyimpulkan bahwa primer homozigot dapat dijadikan sebagai penanda untuk membedakan suatu varietas dengan varietas lainnya.

Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa primer FR 3745, FR 0779, dan FR 0783 bersifat heterozigot. Primer heterozigot merupakan primer yang mampu menunjukkan alel yang berasal dari tetuanya, alel seperti ini juga dikatakan dengan alel kodominan. Hal ini membuktikkan bahwa SSR mampu mengidentifikasi keberadaan alel kodominan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arumsari (2013) yang menyatakan bahwa SSR bersifat kodominan, dan memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi.

(43)

Sampel nomor 18 dan 29 berpotensi memiliki perbedaan genetik dengan sampel lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya akumulasi bahan-bahan kimia selama proses kultur jaringan. Hetharie (2010) menyatakan bahwa teknik kultur jaringan tidak selalu menghasilkan tanaman yang identik dengan induknya karena selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi fenotipik yang disebabkan oleh perubahan genetik yang disebut variasi somaklonal. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian Tazma et al (2013) yang menunjukkan bahwa auksin yang banyak dilaporkan dapat menyebabkan perubahan genetik adalah 2,4-D. Dengan umur embrioid yang pendek masa inkubasinya maka persentase buah abnormal menurun secara drastis, kecuali dengan perlakuan interval 4 minggu dengan konsentrasi sitokinin yang tinggi. Umur embrioid yang lama (1 tahun) dapat menyebabkan tingginya abnormalitas.

Hasil penelitian selanjutnya telah dapat diketahui bahwa ada pita yang tidak teramplifikasi pada nomor sampel 10. Sampel yang tidak menunjukkan adanya amplifikasi berarti basa nukleotida tidak menempel pada sekuen target. Hal ini sesuai dengan Ariani (2015) yang menyatakan bahwa basa nukleotida hanya akan menempel pada sekuen target.

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Primer monomorfis ditunjukkan oleh FR 0779 pada 320 bp dan 243 bp serta FR 3663 pada 242 bp sedangkan primer polimorfis ditunjukkan oleh FR 0783 pada 335 bp, 272 bp, 351 bp dan 300 bp serta FR 3745 pada 317 bp dan 264 bp.

2. Primer FR 3745 dapat menunjukkan perbedaan pola pita DNA pada sampel nomor 18 serta primer FR 0783 yaitu pada sampel nomor 29.

Saran

(45)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Hartley (1988) taksonomi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut, Kingdom : Plantae, Divisio: Tracheophyta, Sub Divisio : Pteropsida, Kelas: Angiospermae, Sub Kelas : Monocotyledonae, Ordo: Cocoideae, Family : Palmae, Genus : Elaeis, Spesies: Elaeis guineensis Jacq. Tanaman ini memiliki genom diploid dengan 16 pasang kromosom homolog (2n = 32).

Varietas kelapa sawit cukup banyak, yang dibedakan berdasarkan bentuk luar, tebal cangkang, dan warna kulit buah. Berdasarkan ketebalan cangkang tanaman kelapa sawit dibedakan (1) Dura, yaitu kelapa sawit dengan buah bercangkang tebal; (2) Pisifera, yaitu buah bercangkang tipis; (3) Tenera, yaitu memiliki ketebalan cangkang diantara dura dan psifera (Kiswanto et al., 2008).

Tanaman kelapa sawit memiliki akar serabut yang membentuk akar primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air tanah, sedangkan akar sekunder, tersier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tersier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung unsur hara. Seperti akar tanaman lain, akar kelapa sawit berfungsi menyangga bagian atas tanaman dan menyerap zat hara (Pahan, 2008).

(46)

batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat dan sukar terlepas, meskipun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas (Sastrosayono, 2003).

Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip. Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Daun kelapa sawit bersirip genap, bertulang sejajar, dan panjangnya dapat mencapai 3-5 m. Daun membentuk satu pelepah yang panjangnya 7,5-9,0 m dengan jumlah anak daun setiap pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Daun tua yang sehat berwarna hijau tua dan segar. Anak-anak daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Pada bagian tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak (Fauzi et al., 2004).

(47)

Buah muda berwarna hijau pucat. Semakin tua berubah menjadi hijau hitam hingga kuning. Buah sawit yang masih mentah berwarna hitam (nigrescens), beberapa diantaranya berwarna hijau (virescens). Sementara itu, buah matang berwarna merah kuning (oranye). Selanjutnya, buah matang akan rontok (buah leles atau brondol). Keadaan ini menandakan bahwa kelapa sawit sudah layak panen. Biasanya buah dipanen berdasarkan jumlah jatuhnya brondolan, yakni 1-2 buah per kg tandan (Hadi, 2004).

Buah terdiri dari tiga lapisan. Eksokarp yaitu bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin, Mesokarp yaitu serabut/daging buah, Endokarp yaitu cangkang pelindung inti. Endokarp yaitu inti/kernel kelapa sawit. Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi (Lubis, 2008).

Benih kelapa sawit akan kehilangan viabilitasnya jika mendapat perlakuan suhu 5°C dan akan mati apabila kadar air dibawah 12.5%. Benih kelapa sawit termasuk benih intermediet (antara sifat rekalsitran dan ortodoks) artinya benih dapat dikeringkan sampai kadar air cukup rendah sehingga mempunyai kualitas seperti ortodoks, tetapi sensitif terhadap suhu rendah (Raganata, 2006).

Syarat Tumbuh

Iklim

Kelapa sawit termasuk tanaman tropis yang dapat tumbuh di daerah antara 12° lintang utara dan 12° lintang selatan. Curah hujan yang optimal untuk kelapa sawit adalah 2.000―2.500 mm per tahun dengan penyebaran yang merata

(48)

kelapa sawit antara 1-500 m dpl. Kelembapan optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar 80-90 % dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan. Keadaan iklim yang paling banyak diamati adalah curah hujan. Sedangkan data lainnya sangat sedikit diamati karena dianggap tidak jauh berbeda dan masih sesuai dengan tanaman kelapa sawit (Darlan et al., 2005).

Kelapa sawit termasuk tanaman yang menyukai cahaya matahari. Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah kelapa sawit. Tanaman yang kurang mendapat sinar matahari karena jarak tanam yang sempit, pertumbuhannya akan terhambat karena hasil asimilasinya kurang. Tanaman dewasa yang ternaungi, produksi bunga betinanya sedikit sehingga perbandingan bunga betina dan bunga jantan (sex ratio) kecil. Penelitian menunjukkan pada bulan-bulan yang penyinaran mataharinya lebih panjang mempunyai korelasi positif dengan produksi buah kelapa sawit. Kebun-kebun kelapa sawit di Indonesia panjang penyinarannya tidak ada masalah karena letak geografisnya dekat dengan garis katulistiwa (Lubis, 2008).

Tanah

(49)

berkisar 5 – 5,5. Permukaan air tanah dan pH sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara yang dapat diserap oleh akar (Mangoensoekarjo, 2007).

Pada pembibitan kelapa sawit dibutuhkan tanah dengan aerasi baik sehingga pertumbuhan akar tidak terganggu dan pada ujung-ujung akar yang terbentuk akan cepat mengabsorpsi air dan hara. Kemiringan lereng yang cocok pada tanaman kelapa sawit berkisar 0-12° atau 21%. Namun pada kemiringan 13-25° masih bisa ditanami kelapa sawit, tetapi pertumbuhannya kurang baik. Sementara itu lahan yang kemiringan lebih dari 25° sebaiknya tidak dipilih sebagai lokasi penanaman kelapa sawit karena menyulitkan dalam pengangkutan dan beresiko terjadi erosi (Nurahmi et al., 2010).

Keunggulan Minyak Kelapa Sawit

Minyak sawit merupakan sumber alami vitamin E. Minyak sawit secara alami merupakan sumber vitamin E yang potensial, tertutama dalam bentuk tokoferol dan tokotrienol. Komponen ini merupakan zat penting dalam diet yang berfungsi sebagai antioksidan : yaitu senyawa yang mencegah oksidasi. Radikal bebas secara alami terdapat di dalam tubuh sebagai hasil metabolisme normal. Kandungan radikal bebas dapat meningkat pada kondisi stress dan kerja keras. Selain itu, radikal bebas dapat berasal dari polutan dan makanan. Radikal bebas ini berperan sebagai oksidan yang kuat bagi komponen asam-asam lemak pada membran sel. Kerusakan yang terjadi disebut sebagai kerusakan oksidatif, bisa menyebabkan penyimpangan pada fungsi sel (Pardamean, 2008).

(50)

baku dalam industri farmasi. Di antara kandungan minor yang sangat berguna antara lain karoten dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, arterosklerosis dan memperlambat penuaan (Ong, 1993).

[image:50.595.113.518.534.681.2]

Minyak sawit memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati yang lain, diantaranya adalah adanya kandungan komponen-komponen minor anatara lain karotenoid dan tokoferol. Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 400-700 ppm dan tokoferol (vitamin E) berkisar anatara 500-700 ppm. Kandungan karotenoid yang cukup tinggi dalam minyak sawit dapat dijadikan nilai lebih untuk produk lanjutan dari pengolahan minyak sawit. Minyak sawit dan produk-produknya memiliki ketahanan yang baik terhadap oksidasi dan panas pada suhu tinggi yang terus menerus karena minyak sawit juga mengandung tokoferol. Namun kandungan tokoferol pada minyak sawit tergantung dari kehatia-hatian perlakuan dalam pengolahan yaitu minyak yang berkadar asam lemak bebasnya tinggi biasanya kadar tokoferolnya lebih rendah (Allolerung et al., 2010).

Tabel 1. Komponen minor dari minyak kelapa sawit CPO

No. Senyawa Konsentrasi (ppm)

1 Karotenoid 500-700

2 Tokopherol dan Tokotrienol 600-1000

3 Sterol 326-527

4 Phospolipid 5-130

5 Triterpen Alkohol 40-80

6 Metil Sterol 40-80

7 Squalen 200-500

8 Alkohol Alifatik 100-200

9 Hidrokarbon Alifatik 50

(51)

Klon Kelapa Sawit

Penyediaan bibit kelapa sawit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara generatif dan secara vegetatif. Perbanyakan generatif menggunakan benih dari biji hasil persilangan Dura dengan Pisifera. Perbanyakan secara vegetatif, salah satunya dilakukan dengan teknik kultur jaringan. Salah satu keunggulan teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang relatif singkat (Nurhaimi dan Darussamin, 1997).

Beberapa pendapat menyatakan bahwa mekanisme munculnya abnormalitas berbeda-beda untuk setiap genotip dan klon tanaman kelapa sawit. Pengamatan genotipik pada tingkat DNA tidak dipengaruhi oleh umur tanaman atau faktor lingkungan sehingga sama pada setiap fase atau tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Analisis pada tingkat DNA dapat digunakan untuk deteksi sedini mungkin pada fase pembibitan atau bahkan saat perbanyakan dalam kultur jaringan, khususnya tanaman perkebunan seperti tanaman kelapa sawit. Dengan demikian program pemuliaan tanaman dalam melakukan seleksi akan dipercepat, sehingga dapat memberi rekomendasi lebih awal (Hetharie, 2010).

(52)

Klon merupakan tanaman hasil perbanyakan vegetatif dengan menggunakan teknologi kultur jaringan. Tanaman ini dihasilkan dengan cara memanipulasi lingkungan tumbuh tanaman di dalam laboratorium, sehingga dari sepotong jaringan tanaman dapat dihasilkan individu tanaman yang utuh dan memiliki sifat yang sama seperti induknya. Keragaman tanaman klon baik di pembibitan ataupun di lapangan, tidak berbeda dengan tanaman kelapa sawit yang berasal dari benih (biji). Keunggulan bibit dari klon dengan bibit yang berasal dari benih adalah tanaman dari klon lebih seragam pertumbuhannya dan tanaman dari klon memiliki potensi produksi yang lebih tinggi berkisar 25-39% dibanding tanaman dari bibit pada umumnya (Zulhermana, 2009).

Teknik kultur jaringan kelapa sawit pada saat ini lebih banyak dikembangkan melalui embriogenesis somatik dalam kultur cair dengan tujuan otomatisasi dan produksi embrio somatik serta meningkatkan pertumbuhan dan keseragaman kultur. Embriogenesis somatik adalah perkembangan embrio dari sel somatik sampai struktur yang menyerupai embrio zigotik yang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mendukung program pemuliaan tanaman khususnya rekayasa genetik, jalur embriogenesis somatik lebih disukai karena tanaman dapat berasal dari satu sel somatik, sehingga akan memberikan kepastian hasil yang lebih tinggi (Sianipar et al., 2007).

(53)

Keragaman Genetik

Keragaman tingkat genetik merupakan tingkat keragaman yang paling rendah dalam organisasi biologi. Informasi keragaman genetik tanaman pada tingkat, individu, spesies maupun populasi perlu diketahui, sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun strategi konservasi, pemuliaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya genetik tanaman secara berkelanjutan. Penilaian keragaman genetik tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan penanda morfologi, biokimia dan molekuler DNA (Zulfahmi, 2013).

Penilaian keragaman genetik tanaman secara morfologi dilakukan melalui uji progeni dengan mengamati penampilan fenotipik tanaman. Pengujian ini dilakukan pada lingkungan yang berbeda dengan fokus utama adalah ciri kualitatif dan kuantitatif yang bernilai ekonomi serta ciri yang secara biologi penting seperti kemampuan hidup (survive), sifat toleran terhadap stres lingkungan, sifat produksi dan resistensi terhadap hama dan penyakit. Penentuan keragaman genetik tanaman secara konvensional membutuhkan waktu yang lama, relatif mahal, dipengaruhi oleh lingkungan dan keragaman yang diperoleh terbatas dan tidak konsisten (Freeman et al., 2004).

(54)

sangat membantu meningkatkan efisiensi kegiatan pemuliaan yang mampu menghasilkan capaian seleksi yang diharapkan (Azrai, 2005).

Guna mendukung upaya pemberdayaan potensi plasma nutfah pada program seleksi maka mutlak diperlukan kelengkapan informasi yang berkaitan dengan berbagai karakter morfologi maupun genetiknya. Marka molekuler dapat memberi gambaran yang akurat tentang perbedaan genetik individu, baik pada tingkat spesies maupun dengan kerabat jauhnya. Keragaman genetik berbasis informasi agromorfologis untuk mengevaluasi keragaman genotipik, saat ini dirasakan sudah tidak memadai lagi. Oleh sebab itu aplikasi marka molekuler sudah menjadi satu keharusan untuk meningkatkan efisiensi dalam menganalisis kekerabatan, pemetaan gen, dan marker-assisted selection(MAS) pada tanaman- tanaman perkebunan seperti kelapa sawit (Hairinsyah, 2010).

Besarnya keragaman genetik dapat menjadi dasar untuk menduga keberhasilan perbaikan genetik didalam program pemuliaan. Keragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan nukleotida penyusun DNA. Perubahan itu mungkin dapat mempengaruhi fenotipe suatu organisme. Variasi genetik dari

suatu keturunan merupakan hasil dari perkembangbiakan seksual (Mulyadiana, 2010).

(55)

Simple Sequence Repeat (SSR)

SSR yang juga sering disebut dengan mikrosatelit merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotip untuk karakter yang diinginkan. SSR tergolong sebagai penanda molekuler yang sangat efektif, yakni sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara tandem dengan 2 sampai 5 unit basa nukleotida (dikenal sebagai motif) yang tersebar dan meliputi seluruh genom. Kelebihan marka ini yaitu bersifat kodominan sehingga tingkat heterozigositasnya tinggi yang berarti memiliki daya pembeda antar individu sangat tinggi serta dapat diketahui lokasinya pada DNA sehingga dapat mendeteksi keragaman alel pada level yang tinggi, mudah dan ekonomis dalam pengaplikasiannya karena menggunakan proses PCR. SSR memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi stabil secara somatik. Kelemahan teknik ini adalah marka SSR tidak tersedia pada semua spesies tanaman, sehingga untuk merancang primer yang baru dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal (Afifah, 2012).

(56)

Simple Sequence Repeat (SSR) populer digunakan sebagai marka molekuler karena bersifat kodominan. Lokus mikrosatelit juga bersifat spesifik (satu lokus setiap pasangan primer) dengan kandungan informasi polimorfik yang cukup tinggi. Analisis keragaman genetik pada aksesi plasma nutfah kelapa sawit telah dilakukan menggunakan marka SSR. Mikrosatelit mempunyai karakteristik sebagai berikut: tingkat polimorfisme yang tinggi, bersifat kodominan, dan diwariskan mengikuti hukum mendel (Arumsari, 2013).

Proses deteksi SSR juga dapat diotomatisasi dengan menggunakan fluorescently-labeled markers dan alat analisis genetik (genetic analyzer). Kelebihan utama dari teknik ini adalah pembacaan fragmen DNA lebih akurat (ketelitian sampai 1 bp), lebih otomatis, dan hightroughput (marka yang berbeda ukuran fragmen DNA dan warna labelnya dapat diproses bersamaan dalam sekali pendeteksian (running) (Zulhermana, 2009).

(57)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup banyak sekitar 16 juta-17 juta hektar (Raganata, 2006). Produksi minyak kelapa sawit Indonesia tahun 2014 mencapai 31.5 juta ton, dan di tahun 2015 produksi minyak sawit mencapai 32,5 juta ton dimana jumlah tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan yang stabil selama 20 tahun terakhir sebesar 11% setiap tahunnya. Pada tahun 2020 diperkirakan CPO Indonesia dapat mencapai 40 juta ton, sementara permintaan konsumsi minyak kelapa sawit dunia diperkirakan mencapai 180 juta ton sehingga membuat posisi Indonesia sebagai pemasok terbesar kelapa sawit di dunia (GAPKI, 2016).

(58)

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif namun akan menghasilkan tanaman yang beragam karena kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang. Dengan demikian harus dilakukan perbanyakan secara vegetatif. Teknologi perbanyakan klonal secara konvensional tidak mungkin dilakukan terutama untuk memenuhi kebutuhan bibit yang banyak dalam waktu yang singkat. Salah satu teknologi alternatif yang menjanjikan adalah teknologi kultur jaringan. Melalui teknologi tersebut telah banyak tanaman yang dapat diperbanyak secara masal, seragam dan dengan waktu yang relatif singkat (Mariska et al., 2013).

Kelebihan dari perbanyakan kultur jaringan akan menghemat pelaksanaan program pemuliaan mengingat siklus hidup tanaman kelapa sawit yang panjang yaitu 25 tahun. Oleh sebab itu perbanyakan tanaman kelapa sawit dengan metode in vitro telah banyak diterapkan. Penemuan ini dianggap suatu revolusi dibidang perbanyakan tanaman kelapa sawit karena dianggap tidak mungkin kelapa sawit diperbanyak secara vegetatif. Akan tetapi penggunaan teknik kultur in vitro dapat pula menghasilkan klon tanaman dengan penyimpangan sifat yang diinginkan disebut dengan variasi somaklonal (Kiswanto et al., 2008).

(59)

Perubahan sifat genetik dapat disebabkan oleh frekuensi dan umur kalus, jenis eksplan dan kecepatan proliferasi kalus, serta zat pengatur tumbuh. Di antara zat pengatur tumbuh, auksin yang banyak dilaporkan dapat menyebabkan perubahan genetik adalah 2,4-D. Dengan umur embrioid yang pendek masa inkubasinya maka persentase buah abnormal menurun secara drastis, kecuali dengan perlakuan interval 4 minggu dengan konsentrasi sitokinin yang tinggi. Umur embrioid yang lama (1 tahun) dapat menyebabkan tingginya abnormalitas. Di samping itu pengggunaan daun muda dapat mempengaruhi tanggap eksplan terhadap perlakuan tergantung pada letaknya terhadap apeks. Penggunaan media dasar dapat pula berpengaruh terhadap keberhasilan perbanyakan kelapa sawit melalui kultur jaringan (Tasma et al., 2013).

Klon kelapa sawit yang dihasilkan dari kultur jaringan dapat mengalami perubahan ke arah abnormalitas pada organ reproduktif yaitu bunga dan buah. Dalam proses abnormalitas ini terjadi konversi satu atau lebih primordial anter menjadi karpel tambahan yang lunak dan berkembang menjadi buah mantel. Hal yang sangat ekstrim dari abnormalitas ini adalah tidak terbentuknya buah karena tandan buah dipenuhi oleh bunga jantan atau buah bermantel berat yang menyebabkan hilangnya produksi. Tidak adanya kualitas kontrol yang efektif untuk abnormalitas pada produksi, dan belum lengkapnya pemahaman mengenai penyebab abnormalitas didalam perkembangan kultur invitro berakibat pada tertundanya upaya untuk memproduksi bibit unggul kelapa sawit secara klonal (Sianipar et al., 2007).

(60)

genetik untuk menjamin bahwa bahan tanam dengan produktivitas tinggi tersedia untuk dibudidayakan. Pemahaman mengenai keragaman genetik dan hubungan dengan materi plasma nutfah kelapa sawit sangat penting dalam menyeleksi materi bahan tanam unggul. Plasma nutfah merupakan sumber gen baru yang harus dialokasikan sebagai materi pemuliaan yang sangat menjanjikan. Ketersediaan keragaman genetik dalam plasma nutfah sangat membantu meningkatkan efisiensi kegiatan pemuliaan yang mampu menghasilkan capaian seleksi yang diharapkan (Sayekti et al., 2015).

Keragaman genetik tanaman dapat diamati berdasarkan penanda morfologi dan molekuler. Kekurangan dari penanda morfologi adalah jumlahnya yang terbatas dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan serta fase perkembangan tanaman. Penanda molekuler dianggap lebih tepat untuk melihat keragaman genetis karena jumlahnya banyak dan tidak dipengaruhi lingkungan. Penanda molekuler, atau perbedaan dalam DNA, muncul dari mutasi pada tinghat DNA yang dapat membedakan antar individu baik antar spesies maupun dalam spesies yang sama (Zidenga, 2004).

(61)

Marka SSR untuk kelapa sawit pertama kali dikembangkan oleh CIRAD Perancis melaporkan hasil pengembangan marka SSR kelapa sawit, mulai dari penapisan pustaka SSR yang diperkaya dengan unit pengulangan sampai kepada karakterisasi akhir 21 lokus SSR. Kemampuan marka SSR yang sangat efesien untuk mengevaluasi struktur keragaman genetik genus Elaeis. Keberadaan variabilitas alelik yang tinggi mengindikasikan bahwa penggunaan SSR pada E. guineensis akan menjadi perangkat yang sangat bermanfaat untuk kajian genetik, termasuk identifikasi varietas dan pemetaan genetik (Hairinsyah, 2010).

Tanaman kelapa sawit apabila diperbanyak secara klon berpotensi menghasilkan tanaman yang memiliki variasi genetik pada saat dewasanya. Oleh sebab itu deteksi varian genetik sedini mungkin perlu dilakukan. Untuk mendeteksi keragaman genetik dapat dilakukan dengan analisis molekuler sehingga kelapa sawit asal klon yang ditanam di PT. SOCFINDO didapatkan gambaran awal tentang materi genetiknya.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pola pita DNA klon tanaman kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) dengan menggunakan marka

SSR (Simple Sequence Repeats).

Kegunaan Penelitian

(62)

DIAN ARVITA: SSR Analysis’ (Simple Sequence Repeats) of Oil Palm from Germplasm Clone of PT.Socfindo. Supervised by LOLLIE AGUSTINA P.PUTRI and EVA SARTINIBAYU.

The purpose of this research was to find out band pattern of Oil Palm Clone based on Simple Sequence Repeats with marker FR 0783, FR 0779, FR 3663, and FR 3745. This research was conduted in genetica laboratory of molekuler, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara and DNA laboratory Central Selection Bangun Bandar of PT.Socfindo, Dolok Masihol Regency, North Sumatera from March 2016 to June 2016. The materials in this research come form Germplasm Clone of PT.Socfindo. The number of materials in this research was 30. DARwin 6.0 and MicrosoftExcel 2007 was used calculated and describe analysis. The result of this research showed that FR 0779 is a monomorphic primer at 320 bp and 243 bp, FR 3663 is a monomrphic primer at 242 bp. While, FR 0783 is a polymorphiv primer at 335 bp, 272 bp, 351bpand 300 bp, FR 3745 is a polymorphic primer at 317 bp and 264 bp. FR 3745 showed difference band pattern of DNA at sampel number 18 and FR 0783 at sampel number 29

(63)

(Elaeis guineensis Jacq.) Asal Klon Plasma Nutfah PT.Socfindo. Dibimbing oleh Lollie Agustina P.Putri dan Eva Sartini Bayu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pita DNA klon kelapa sawit berdasarkan marka Simple Sequence Repeats dengan primer FR 0783, FR 0779, FR 3663, dan FR 3745. Penelitian ini telah dilakukan di laboratorium genetika molekuler Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan laboratorium DNA Pusat Seleksi Bangun Bandar PT. Socfindo pada Maret - Juni 2016. Bahan tanaman yang digunakan berasal dari klon plasma nutfah PT.Socfindo sebanyak 30 klon. Perhitungan dan analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan sotware DARwin 6.0 dan Microsoft Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Primer monomorfis ditunjukkan oleh FR 0779 pada 320 bp dan 243 bp serta FR 3663 pada 242 bp sedangkan primer polimorfis ditunjukkan oleh FR 0783 pada 335 bp, 272 bp, 351 bp dan 300 bp serta FR 3745 pada 317 bp dan 264 bp. Primer FR 3745 dapat menunjukkan perbedaan pola pita DNA pada sampel sampel No. 18 serta primer FR 0783 yaitu pada sampel No. 29.

(64)

SKRIPSI

OLEH :

DIAN ARVITA / 120301269 PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(65)

SKRIPSI

OLEH :

DIAN ARVITA / 120301269 PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(66)

Nama : Dian Arvita

NIM : 120301269

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si) (Ir. Eva Sartini Bayu, MP

Ketua Anggota

)

Mengetahui,

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi

)

(67)

DIAN ARVITA: SSR Analysis’ (Simple Sequence Repeats) of Oil Palm from Germplasm Clone of PT.Socfindo. Supervised by LOLLIE AGUSTINA P.PUTRI and EVA SARTINIBAYU.

The purpose of this research was to find out band pattern of Oil Palm Clone based on Simple Sequence Repeats with marker FR 0783, FR 0779, FR 3663, and FR 3745. This research was conduted in genetica laboratory of molekuler, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara and DNA laboratory Central Selection Bangun Bandar of PT.Socfindo, Dolok Masihol Regency, North Sumatera from March 2016 to June 2016. The materials in this research come form Germplasm Clone of PT.Socfindo. The number of materials in this research was 30. DARwin 6.0 and MicrosoftExcel 2007 was used calculated and describe analysis. The result of this research showed that FR 0779 is a monomorphic primer at 320 bp and 243 bp, FR 3663 is a monomrphic primer at 242 bp. While, FR 0783 is a polymorphiv primer at 335 bp, 272 bp, 351bpand 300 bp, FR 3745 is a polymorphic primer at 317 bp and 264 bp. FR 3745 showed difference band pattern of DNA at sampel number 18 and FR 0783 at sampel number 29

(68)

(Elaeis guineensis Jacq.) Asal Klon Plasma Nutfah PT.Socfindo. Dibimbing oleh Lollie Agustina P.Putri dan Eva Sartini Bayu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pita DNA klon kelapa sawit berdasarkan marka Simple Sequence Repeats dengan primer FR 0783, FR 0779, FR 3663, dan FR 3745. Penelitian ini telah dilakukan di laboratorium genetika molekuler Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan laboratorium DNA Pusat Seleksi Bangun Bandar PT. Socfindo pada Maret - Juni 2016. Bahan tanaman yang digunakan berasal dari klon plasma nutfah PT.Socfindo sebanyak 30 klon. Perhitungan dan analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan sotware DARwin 6.0 dan Microsoft Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Primer monomorfis ditunjukkan oleh FR 0779 pada 320 bp dan 243 bp serta FR 3663 pada 242 bp sedangkan primer polimorfis ditunjukkan oleh FR 0783 pada 335 bp, 272 bp, 351 bp dan 300 bp serta FR 3745 pada 317 bp dan 264 bp. Primer FR 3745 dapat menunjukkan perbedaan pola pita DNA pada sampel sampel No. 18 serta primer FR 0783 yaitu pada sampel No. 29.

(69)

Penulis dilahirkan di Medan p

Gambar

Gambar klon kelapa sawit BTC 60
Gambar klon kelapa sawit BTC 60
Gambar klon kelapa sawit BTC 60
Gambar 1. Profil uji kualitas DNA klon kelapa sawit BTC 60
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tombol 3 berfungsi untuk proses menahan tangki utama dalam keadaan vakum Pada Gambar 8 ketika tombol 3 ditekan warna tombol akan berubah menjadi warna hijau dan

RACHMAT LATIEF, SpPD., KPTI.,

Spearman’s rho, hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja di SMK Negeri 11 Medan” diterima.. Remaja yang

Disisi lain persepsi mahasiswa atas harga pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian mahasiswa terhadap harga (biaya pendidikan) yang ditawarkan perguruan

Hasil uji statistik antara infeksi Askariasis dengan pendapatan orangtua pada murid SDN 29 Purus Padang diperoleh hasil p value 0,370 ( p > 0,05), dengan

Hubungan Motivasi dengan Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2.. dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSUP H.Adam

Sistem tertentu adalah suatu sistem yang operasinya dapat diprediksi secara tepat sedangkan sistem tak tertentu adalah sistem dengan perilaku ke depan yang tidak

Pada penelitian ini, kejadian ISPA atas lebih sering terjadi pada anak laki- laki yaitu sebesar 54,7% dengan perbandingan antara balita penderita ISPA atas laki-laki dan