• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 11 Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 11 Medan Chapter III VI"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara dua variabel

independen dan dependen (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah pola asuh otoriter ibu sedangkan variabel dependennya

perilaku agresif remaja.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian

sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Keterangan: : Variabel yang diteliti

: Hubungan dari variabel

Bagan3.1. Kerangka Konsep Pola Asuh Otoriter Ibu

Perilaku Agresif

(2)

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Variabel Operasional Penelitian

Variabel DefinisiOperasional Alat Ukur Ska

la

11 Medan dengan

cara menuntut

untuk berbicara,

dan memaksakan

Ordinal OtoriterRendah:

13–25

Sedang:

26–38

Tinggi:

(3)

Variabel

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah sebuah prediksi tentang hubungan antara dua atau lebih

variabel (Polit & Beck, 2012). Hipotesis alternatif (Ha) adalah jawaban sementara

terhadap masalah penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat (Setiadi, 2007). Hipotesis alternatif (Ha) penelitian ini

adalah adanya hubungan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif

(4)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi.

Desain ini mengidentifikasi hubungan pola asuh otoriter ibu dengan perilaku

agresif remaja di SMK Negeri 11 Medan. Penelitian ini menggunakan pendekatan

cross sectional dengan pengumpulan data baik variabel independen atau variabel dependen dilakukan dalam waktu yang bersamaan (Notoadmodjo, 2012). Hal ini

berarti bahwa pengumpulan data hanya dilakukan satu kali pada masing-masing

responden (Setiadi, 2007).

4.2 Populasi dan sampel 4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan objek yang masuk kedalam kriteria sesuai

dengan apa yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2012). Berdasarkan survei awal

yang dilakukan oleh peneliti, populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi

yang dudu k di kelas XI di SMK Negeri 11 Medan berjumlah 100 siswa.

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013).

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara

(5)

peneliti (tujuan/ masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Jika jumlah

populasi kurang dari 100, maka diambil semua sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi (Arikunto, 2013)

Kriteria inklusi sampel yang diteliti adalah 1) remaja dengan rentang usia 15-18

tahun, 2) diasuh oleh ibu dengan menggunakan pola asuh otoriter yang diketahui

dengan melakukan skrining menggunakan kuesioner, dan 3) berperilaku agresif

yang diketahui dengan melakukann skrining menggunakan kuesioner. Jadi,

setelah dilakukan skrining jumlah sampel pada penelitian ini adalah 43 orang.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian menjelaskan lokasi atau tempat penelitian tersebut

dilakukan. Lokasi penelitian dibuat untuk membatasi ruang lingkup penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Maka lokasi penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 11

Medan. Pertimbangan lokasi penelitian ini adalah adanya fenomena remaja yang

berperilaku agresif, belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pola

asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif, dan adanya populasi yang mencukupi

untuk dijadikan sampel. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017.

4.4 Pertimbangan Etik

Pertimbangan etik dalam penelitian dilakukan untuk melindungi integritas

penelitian, hak asasi manusia dan perilaku normal. Pertimbangan etik ini meliputi

kualitas penelitian: 1) ethical clearence oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan

(6)

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan ijin dari Kepala Sekolah SMK

Negeri 11 Medan, 3) mengakui hak-hak responden dalam menyatakan kesediaan

atau ketidaksediaan menjadi subjek penelitian dan memiliki hak untuk membuat

keputusan sendiri (Otonomy), 4) seluruh responden diberikan lembar persetujuan

yang ditandatangani sebagai bukti dan kesediaan menjadi responden (informed

consent), 5) anonymity peneliti tidak mencantumkan nama responden hanya inisial atau pengkodean saja, 6) confidentiality semua informasi yang diberikan

responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, 7) peneliti melindungi subjek

dari semua kerugian (Nonmalefience) baik material, nama baik dan bebas dari

tekanan fisik dan psikologis yang timbul akibat penelitian ini.

4.5 Instrumen

4.5.1 Instrumen Skrining

Kuesioner skrining digunakan untuk menentukan sampel yang sesuai

kriteria inklusi. Kuesioner skrining disusun oleh peneliti berdasarkan tinjauan

pustaka. Kuesioner ini berbentuk pertanyaan dengan dua pilihan jawaban yaitu

“ya” dan “tidak” yang terdiri dari 6 pertanyaan, masing-masing 3 pertanyaan

untuk pola asuh otoriter ibu dan perilaku agresif remaja.

4.5.2 Instrumen Penelitian

4.5.2.1 Kuesioner Demografi

Kuesioner data demografi memberikan data mengenai

(7)

pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua. Kuesioner ini hanya digunakan

untuk melihat distribusi demografi dari responden saja dan tidak akan dianalisis.

4.5.2.2 Kuesioner Pola Asuh Otoriter Ibu

Kuesioner pola asuh otoriter ibu dimodifikasioleh peneliti

berdasarkan penelitian Sidabutar (2016). Kuesioner disusun dalam bentuk

pernyataan tertutup dengan menggunakan skala Likert, yaitu jawaban responden

mempunyai empat alternatif pilihan jawaban. Pilihan yang digunakan yaitu selalu

(SL) bernilai 4, sering (SR) bernilai 3, kadang (KD) bernilai 2 dan tidak pernah

(TP) bernilai 1. Kuesioner pola asuh otoriter ibu terdiri dari 13 pernyataan.

Kuesioner Sidabutar (2016) terdiri dari 30 pernyataan tetapi peneliti hanya

mengambil 10 pernyataan saja. Peneliti menambahkan 3 pernyataan yaitu pada

pernyataan nomor 7, 8, dan 9. Nilai terendah adalah 13 dan nilai tertinggi adalah

52. Rumus mencari panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik yaitu :

p = Range i

Keterangan :

p : Panjang kelas

Range : Rentang kelas (nilai tertinggi – nilai terendah)

i : Banyak kelas

Berdasarkan rumus statistik tersebut, maka didapat panjang

kelas untuk pola asuh otoriter ibu adalah :

(8)

p = 52–13 3

p = 13

Berdasarkan panjang kelas yang didapat maka nilai pola asuh otoriter ibu adalah :

13–25 = Rendah

26–38 = Sedang

39–52 = Tinggi

4.5.2.3 Kuesioner Perilaku Agresif Remaja

Kuesioner perilaku agresif dimodifikasi peneliti berdasarkan

penelitian Manalu (2011). Kuesioner disusun dalam bentuk pernyataan tertutup

dengan menggunakan skala Likert, yaitu jawaban responden mempunyai empat

alternatif pilihan jawaban. Pilihan yang digunakan yaitu selalu (SL) bernilai 4,

sering (SR) bernilai 3, kadang (KD) bernilai 2 dan tidak pernah (TP) bernilai 1.

Kuesioner perilaku agresif remaja terdiri dari 13 pernyataan. Kuesioner Manalu

(2013) terdiri dari 10 pernyataan kemudian peneliti menambahkan 3 pernyataan

yaitu pada pernyataan nomor 1, 4, dan 11. Nilai terendah adalah 13 dan nilai

tertinggi adalah 52. Rumus mencari panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik

yaitu :

p = ����� i

(9)

kelas (p) yaitu 13. Berdasarkan panjang kelas yang didapat maka nilai perilaku

agresif remaja adalah :

13–25 = Rendah

26–38 = Sedang

39–52 = Tinggi

4.6 Validitas dan Reliabilitas

4.6.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2013). Uji validitas

instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur

apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Kuesioner ini divalidasi

denganmenggunakan validitas isi (Content Validity Index) yang dilakukan oleh

dosen ahli dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan dengan mengajukan kuesioner

dan proposal penelitian kepada penguji validitas. Ahli diminta untuk mengamati

secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian

mengoreksi semua item yang telah dibuat. Pada akhir perbaikan, ahli diminta

untuk memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut menggambarkan

cakupan isi yang akan diukur. Pertimbangan ahli tersebut juga menyangkut

apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui item pertanyaan

dalam tes. Pernyataan yang tidak valid langsung diganti oleh peneliti berdasarkan

(10)

divalidasi oleh salah satu dosen Fakultas Keperawatan USU yang berpendidikan

strata II dengan hasil CVI (Content Validity Index) 1.

4.6.2 Reliabilitas

Reliabilitas (keandalan) adalah indeks yang menunjukan sejauh

mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2012).

Hasil pengukuran yang relatif sama menunjukan bahwa ada toleransi

terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran

tersebut. Apabila dari waktu ke waktu perbedaan sangat besar, maka hasil

pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan alat ukur tidak reliabel. Data

tersebut diolah dengan menggunakan program komputerisasi, yaitu Cronbach’s

Alpha. Alasan digunakannya Cronbach Alpha sebab dapat digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen skala likert (Arikunto, 2013). Alat ukur dinyatakan

reliabel apabila dilakukan uji reliabilitas menggunakan Coefficient Alpha atau

Cronbach’s Alpha dan diperoleh nilai 0,70 (Polit & Beck, 2012). Uji reliabilitas dilakukan pada 10 sampel yang berbeda dari sampel penelitian dengan

karakteristik yang sama. Nilai Cronbach’s Alpha yang diperoleh dari tiga belas

item pola asuh otoriter ibu adalah 0,813 dan dari tiga belas item perilaku agresif

(11)

4.7 Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara :

1. Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada

Institusi Pendidikan (Program Studi Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara).

2. Peneliti menyerahkan surat permohonan izin kepada Kepala Sekolah SMK

Negeri 11 Medan untuk melakukan penelitian.Peneliti meminta data

siswa-siswi yang bersekolah di SMK Negeri 11 Medan.

3. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat

sebelumnya. Peneliti melakukan skrining terhadap siswa kelas XI yang

berjumlah 100 siswa untuk mendapatkan responden dengan kriteria

berperilaku agresif dan diasuh oleh ibu dengan pola asuh otoriter. Skrining

dilakukan di lima ruangan kelas (XI A, XI B, XI C, XI D, XI E). Dari hasil

skrining diperoleh responden sebanyak 43 orang.

4. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden di 5 ruangan kelas

secara bergantian tentang tujuan, manfaat dan cara pengisian kuesioner

termasuk menjelaskan hak responden untuk menolak mengisi kuesioner

sebelum pengisian kuesioner.

5. Selanjutnya jika responden menyetujui permohonan pengisian kuesioner

responden diberikan informed consent untuk ditanda tangani.

6. Peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner dan

memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya mengenai

(12)

7. Peneliti memulai proses pengumpulan data dengan memberikan kuesioner

dan dilanjutkan kembali dengan pengumpulan kembali kuesioner yang

telah diisi oleh responden.

8. Peneliti memeriksa kejelasan dan kelengkapan kuesioner.

4.8 Analisa Data

4.8.1 Pengolahan Data

Proses pengolahan data dilakukan secara komputerisasi, dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner yangtelah diisi oleh responden, meliputi kelengkapan isian dan kejelasan jawaban

dan tulisan.

b. Coding

Coding adalah proses merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yangberbentuk angka. Hal utama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah

memberikan kode untuk jawaban yang diberikan responden penelitian. Penilaian

pola asuh otoriter ibu untuk jawaban SL ( Selalu) diberi nilai 4, SR (Sering) diberi

nilai 3, KD (Kadang) diberi nilai 2 dan TP (Tidak Pernah) diberi nilai 1, demikian

juga dengan penilaian perilaku agresif remaja

c. Processing

Processing yaitu memasukkan data ke dalam komputer untuk diproses. d. Cleaning

Cleaning yaitu melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data yangtelah dimasukkan. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika memasukkan data.

(13)

Komputerisasi digunakan untuk mengolah data dengan komputer.

4.8.2 Teknik Analisa Data

Data yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk

mendapatkan hubungan pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja.

Proses pengolahan data dilakukan dengan:

1. Analisa Univariat

Statistika univariat digunakan untuk menyajikan data-data demografi remaja

meliputi: usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan orang tua, pekerjaan orang

tua, dan pendapatan orang tua. Hasil dari data demografi akan disajikan dalam

tabel distribusi frekuensi dan persentasenya.

2. Analisa Bivariat

Analisa ini digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Jika kedua variabel menggunakan skala

ordinal, maka pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji statistik yaitu

Spearmen’s rho. Hasil uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai p= 0,027 (p < 0,05) untuk pola asuh otoriter ibu dan p= 0,153 (p >

0.05) untuk perilaku agresif remaja. Data terdistribusi normal jika nilai p > 0,05,

maka data pola asuh otoriter ibu tidak terdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji

tersebut, maka peneliti menggunakan uji statistik Spearmen’s rho. Taraf

signifikansi yang digunakan yaitu 5% (p = 0,05). Jika nilai p value< 0,05 maka Ha

diterima dan Ho ditolak, sebaliknya jika p value> 0,05 maka Ho diterima dan Ha

(14)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh

otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja melalui penelitian yang telah

dilaksanakan pada bulan April 2017 terhadap 43 orang responden yaitu

siswa-siswi kelas XI di SMK Negeri 11 Medan.

5.1.1 Karakteristik Remaja

Karakteristik remaja yang diteliti pada penelitian ini adalah usia,

jenis kelamin, agama, suku, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan

pendapatan orang tua per bulan.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas remaja berusia

16 tahun sebanyak 20 orang (46,5%). Remaja paling banyak berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 30 orang (69,8%). Kebanyakan beragama Kristen Protestan

sebanyak 28 orang (65,1%). Dominan bersuku Batak sebanyak 33 orang

(76,7%). Dilihat dari segi tingkat pendidikan terakhir ibu, mayoritas berlatar

belakang pendidikan SMA sebanyak 22 orang (51,2%). Kebanyakan ibu bekerja

sebagai wiraswasta sebanyak 24 orang (55,8%), dan yang paling banyak

berpenghasilan <Rp 2.037.000 sebanyak 22 orang (51,2%), serta dapat dilihat

(15)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMK Negeri 11 Medan tahun 2017 (n= 43)

Karakteristik Remaja Frekuensi

(n)

(16)

DIPLOMA

S1

S2

Pekerjaan orang tua PNS

Pendapatan orang tua < Rp 2.037.000

Pola asuh otoriter ibu yang diteliti dalam penelitian ini dibagi

menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Otoriter Ibu di SMK Negeri 11 Medan tahun 2017 (n= 43)

(17)

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas remaja diasuh dengan pola

asuh otoriter kategori sedang sebanyak 34 orang (79,1%). Pola asuh otoriter

kategori tinggi diurutan kedua terbanyak sebanyak 8 orang (18.6%) dan untuk

kategori rendah sebanyak 1 orang (2,3%).

5.1.3 Perilaku Agresif Remaja

Perilaku agresif remaja yang diteliti dalam penelitian ini dibagi

menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, tinggi.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 11 Medan tahun 2017 (n= 43)

Perilaku Agresif Frekuensi

(n)

Persentase (%) Rendah

Sedang

Tinggi

-

33

10

-

76,7

23,3

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa tidak ada remaja yang berperilaku

agresif kategori rendah. Mayoritas remaja berperilaku agresif dengan kategori

sedang sebanyak 33 orang (76,7%) dan untuk kategori tinggi sebanyak 10 orang

(23,3%).

5.1.4 Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif Remaja

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode

(18)

dengan variabel perilaku agresif remaja. Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini

diperoleh korelasi antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja

dengan menggunakan korelasi Spearman’s rho. Berikut ini adalah uji statistik

hubungan pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja di SMK Negeri 11

Medan.

Tabel 5.4 Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 11 Medan

Variabel Nilai r Nilai p

Pola Asuh Otoriter Ibu Perilaku Agresif Remaja

0,428 0,004

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi dengan

menggunakan taraf signifikansi 5% (0,05) diperoleh nilai r = 0,428 dengan nilai

signifikansi atau p = 0,004. Hasil tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara

variabel pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja tergolong cukup

kuat (sedang) dengan arah korelasi positif. Arah korelasi positif menunjukkan

bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter ibu maka semakin tinggi pula perilaku

agresif remaja, begitu juga sebaliknya. Nilai signifikansi (p < 0,05) menunjukkan

bahwa ada hubungan signifikan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku

agresif remaja (Polit & Beck, 2012). Berdasarkan hasil perhitungan korelasi

(19)

Tabel 5.5 Distribusi Perilaku Agresif Remaja berdasarkan Pola Asuh Otoriter Ibu di SMK Negeri 11 Medan (n= 43)

Pola Asuh Otoriter

Perilaku Agresif

Total Sedang Tinggi

f % F % f %

Rendah 1 100 0 0 1 100

Sedang 30 88,2 4 11,8 34 100

Tinggi 2 25 6 75 8 10

Jumlah 33 76,7 10 23,3 43 100

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa remaja berperilaku agresif sedang

sebanyak 30 orang (88,2%) diasuh dengan pola asuh otoriter sedang, sebanyak 2

orang (25%) diasuh dengan pola asuh otoriter tinggi, dan sebanyak 1 orang

(100%) diasuh dengan pola asuh otoriter rendah. Remaja yang berperilaku agresif

tinggi sebanyak 6 orang (75%) diasuh dengan pola asuh otoriter tinggi, dan 4

orang (11,8%) diasuh dengan pola asuh otoriter sedang.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pola Asuh Otoriter Ibu

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 79,1% remaja di SMK

Negeri 11 Medan menyatakan bahwa ibu memiliki kategori pola asuh otoriter

sedang. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Hurlock (2010) bahwa

wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan kebutuhannya dibanding pria, dan

(20)

bertentangan dengan penelitian Hati (2013) di SD Negeri Trangsan 03 yang

menunjukkan bahwa hasil analisis variabel persepsi pola asuh otoriter ibu dari 76

siswa diperoleh rerata empirik sebesar 51,18 dan rerata hipotetik sebesar 45 yang

berarti persepsi siswa mengenai pola asuh otoriter yang dilakukan oleh ibu

tergolong tinggi.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manalu (2011) di STM

Raksana Medan terhadap 50 remaja yang berperilaku agresif juga memiliki orang

tua dengan pola asuh otoriter sebanyak 43 remaja (86,0%). Hasil penelitian ini

relevan dengan penelitian Murtiyani (2011) di Kecamatan Sidoarjo menunjukkan

bahwa mayoritas orang tua menerapkan pola asuh otoriter terhadap anak

remajanya sebanyak 26 orang (65%). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian

Sidabutar (2016) bahwa 33 dari 66 (50%) remaja di SMA Swasta Ar-Rahman

Medan diasuh dengan pola asuh otoriter.

Peneliti berasumsi bahwa ibu menerapkan pola asuh otoriter pada

remaja karena merasa takut remaja terjerumus ke dalam lingkungan dan pergaulan

yang negatif, sehingga ibu membatasi setiap pergaulan remaja dengan lingkungan

sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat Yustinasusi (2010) bahwa pola asuh

otoriter diterapkan orang tua dengan mengendalikan anak karena kepentingan

orang tua untuk kemudahan pengasuhan. Anak dinilai dan dituntut untuk

mematuhi standar mutlak yang ditentukan oleh orang tua, menekankan kepatuhan

dan rasa hormat atau sopan santun. Kebanyakan anak dari pola asuh ini

(21)

Pola asuh yang diterapkan ibu kepada remaja tidak lepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat

pendidikan ibu pada penelitian ini cukup baik dengan mayoritas ibu

berpendidikan terakhir SMA (51,2%). Namun, ibu menggunakan pola asuh yang

otoriter. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Eka (2004) yang menyatakan

bahwa tingkat pendidikan orang tua tidak mempengaruhi keputusan orang tua

untuk menerapkan pola asuh. Hal tersebut bertolak belakang dengan hasil

penelitian Arysetyono (2009) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang

tua berpengaruh signifikan terhadap pola asuh anak. Orang tua dengan tingkat

pendidikan yang cenderung rendah lebih memilih pola asuh tipe Laissez Faire

atau pola asuh otoriter. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang cenderung

tinggi lebih memilih pola asuh tipe demokratis.

Remaja di SMK Negeri 11 Medan diasuh oleh ibu yang bekerja

(100%). Penelitian Hadzic (2013) menyimpulkan bahwa terdapat efek signifikan

yang tidak langsung antara orang tua yang bekerja terhadap perilaku anak. Setiap

pekerjaan orang tua berdampak pada pola pengasuhan mereka terhadap anak. Jam

kerja yang panjang akan menyebabkan orang tua kurang perhatian terhadap pola

pengasuhan pada anak yang berakibat pada perilaku/kebiasaan anak yang kurang

baik. Peneliti berasumsi bahwa tuntutan pekerjaan atau beban kerja yang tinggi

mengakibatkan ibu menggunakan pengasuhan yang otoriter yaitu sering marah,

jarang memberikan penghargaan terhadap prestasi remaja, memberikan hukuman,

dan tidak memberikan kesempatan bagi remaja untuk berbicara tentang

(22)

5.2.2 Perilaku Agresif Remaja

Perilaku agresif adalah tingkah laku yang mengganggu hubungna

sosial yaitu melanggar aturan, permusuhan secara terang-terangan (mengganggu

yang lebih lemah, suka berkelahi) maupun secara diam-diam (pendendam,

pencuri, pemarah, dan pembohong) (Indrawati, 2006). Agresif selalu

menunjukkan tingkah laku yang kasar, menyerang, dan melukai. Perilaku agresif

secara sosial adalah tingkah laku menyerang orang lain baik penyerangan secara

verbal maupun fisik. Penyerangan secara verbal misalnya mencaci, mengejek atau

memperolok, sedangkan secara fisik misalnya mendorong, memukul dan

berkelahi.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 76,7% memiliki perilaku

agresif kategori sedang. Remaja sulit mengendalikan keinginan mengumpat orang

lain, marah dan berbicara kasar bila kesal atau kemauan ditolak, cenderung

melampiaskan kekesalan pada benda di sekitar (membanting pintu dan memukul

meja), menertawakan dan menyalahkan orang lain, menggunakan kekerasan

(memukul dan menampar) untuk melindungi haknya dan orang yang dicintai,

mengabaikan dan menentang perkataan orang tua jika bertentangan dengannya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Barbara (2005) yang menyebutkan bentuk

perilaku agresif yaitu agresif emosional verbal (marah, mengutuk,

memperingatkan dengan kasar, menyalahkan dan menertawakan), agresif fisik

sosial (berkelahi dalam membela diri atau orang yang dicintai dan membalas

(23)

Remaja yang diteliti dalam penelitian ini berada pada usia 16 tahun

sebanyak 46,5% dan 17 tahun sebanyak 44,2%. Perilaku agresif sering terjadi

pada kalangan remaja madya dengan rentang usia 15-18 tahun. Pada masa ini

remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan berani melakukan pertentangan

jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Seringkali remaja melakukan

perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri (Ali & Asroli, 2009). Hal ini

didukung oleh penelitian Wahl dan Metzner (2012) di Jerman yang menyatakan

bahwa kurva perilaku agresif pada anak berbentuk seperti gundukan unta. Puncak

pertama agresif terjadi antara usia 2-4 tahun dan puncak kedua agresif terjadi pada

usia 15-20 tahun.

Remaja pada penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 30 orang (69,8%). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manalu

(2011) di STM Raksana Medan terhadap 50 remaja seluruhnya berjenis kelamin

laki-laki (100%). Hal ini didukung oleh pendapat Arya (2010) yang menyatakan

bahwa secara umum anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif

dibandingkan anak perempuan, dimana perbandingannya 5:1, artinya jumlah

laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan

anak perempuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 13 remaja perempuan

(30,2%) berperilaku agresif. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Manalu

(2011) dimana seluruh remaja berjenis kelamin laki-laki. Perilaku agresif yang

dilakukan remaja perempuan yaitu kesulitan mengendalikan keinginan

(24)

diskusi kelompok, mengucapkan kata-kata kasar jika merasa kesal, melawan

siapapun yang melukai dan menghina orang yang dicintainya. Peneliti berasumsi

bahwa perilaku agresif remaja perempuan tersebut dipengaruhi oleh teman sebaya

mereka yang mayoritas laki-laki. Hal ini sesuai dengan pendapat Arya (2010)

bahwa faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi

anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif

dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar

melakukan tindakan-tindakan yang agresif terhadap orang lain. Hal ini juga

didukung oleh penelitian Wilujeng dan Budiani (2012) di SMK PGRI 7 Surabaya

yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara

konformitas dengan perilaku agresif pada siswa. Semakin tinggi konformitas,

maka semakin tinggi pula perilaku agresif yang dimiliki individu. Siswa SMK

yang memiliki konformitas terhadap kelompok teman sebaya akan mengikuti

aturan atau norma, melakukan tindakan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh

teman sebayanya, meskipun perilaku tersebut termasuk perilaku agresif.

Penelitian yang dilakukan Zhafarina (2015) di SMK Muhammadiyah 2 Semarang

juga menyebutkan bahwa sumbangan efektif variabel konformitas teman sebaya

tergolong kategori sedang sebesar 10,6% dan terdapat hubungan positif yaitu

semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku agresif,

dan sebaliknya. Sisanya 89,4% dari variabel lain seperti faktor kondisi

lingkungan, pengaruh kepribadian, kondisi fisik, frustasi, provokasi langsung,

(25)

5.2.3 Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif Remaja

Hasil penelitian diperoleh p= 0,004 (p < 0,01). Hal ini menunjukkan

bahwa pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja memiliki hubungan

yang signifikan. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Hati (2013) yang

menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter ibu

dengan perilaku agresif, dibuktikan dengan nilai p= 0,000 (p < 0,01).

Salah satu faktor penyebab perilaku agresif adalah frustasi. Frustasi

dapat disebabkan oleh salah satu diantaranya adalah pola asuh otoriter. Sikap ibu

yang terlalu menuntut dan menginginkan anaknya tunduk, patuh serta selalu

menuruti semua kehendak ibu dapat membuat anak frustasi. Ibu yang terlalu keras

serta tidak responsif pada kebutuhan anak akan membuat anak cenderung menjadi

takut serta murung. Kondisi tersebut bisa menimbulkan perilaku agresif. Ibu yang

sering memberikan hukuman fisik pada anaknya dikarenakan kegagalan

memenuhi standar yang telah ditetapkan ibu akan membuat anak marah dan kesal

kepada ibu, tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan

melampiaskannya kepada orang lain dalam bentuk perilaku agresif (Sarwono,

2010). Pendapat tersebut mendukung hasil penelitian yang menyatakan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif

remaja.

Nilai Correlation Coefficient (r) adalah 0,428. Nilai tersebut berarti

(26)

SMK Negeri 11 Medan memiliki arah yang positif. Hubungan yang positif berarti

semakin tinggi pola asuh otoriter ibu maka semakin tinggi pula perilaku agresif

remaja, begitu juga sebaliknya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Putri, dkk

(2016) di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pontianak bahwa terdapat hubungan

negatif atau berlawanan arah (r = - 0,512) antara pola asuh orang tua dengan

perilaku agresif. Artinya bahwa semakin baik pola asuh maka semakin rendah

perilaku agresif, begitu pula sebaliknya. Peneliti berasumsi penerapan pola asuh

otoriter yang lebih dominan menandakan pola asuh ibu tidak tepat atau dapat

dikatakan buruk. Menurut penelitian Putri, dkk (2016) jika semakin buruk pola

asuh maka semakin tinggi perilaku agresif. Jadi, penerapan pola asuh otoriter oleh

ibu menimbulkan perilaku agresif pada remaja di SMK Negeri 11 Medan.

Kekuatan hubungan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku

agresif remaja cukup kuat atau sedang ( r= 0,428). Hal ini sejalan dengan

penelitian Fortuna (2008) yang menyatakan bahwa pola asuh otoriter dengan

perilaku agresif memiliki hubungan yang positif dan pengaruh sebesar 9,2%,

selebihnya disebabkan oleh faktor-faktor lain. Penelitian yang dilakukan oleh

Susantyo (2016) menyatakan bahwa faktor keluarga atau orang tua secara

signifikan mempengaruhi tingkah laku agresif remaja, dengan hubungan yang

positif dan signifikan (r= 0,45). Namun, Susantyo (2016) menyebutkan ada faktor

lain yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu lingkungan sosial/tetangga

(hubungan signifikan dan negatif, r= - 0,38), media massa (hubungan signifikan

dan positif, r= 0,49), kondisi internal individu yaitu kecerdasan emosi, tingkat

(27)

Menurut Soetjiningsih (2012) efek pengasuhan otoriter, antara

lainanak menjadi inkompetensi sosial, sering merasa tidak bahagia, kemampuan

komunikasi lemah, tidak memiliki inisiatif melakukan sesuatu, dan kemungkinan

berperilaku agresif. Menghukum dan mengancam akan menjadikan anak patuh di

hadapan orangtua, tapi di belakangnya ia akan menentang atau melawan karena

anak merasa dipaksa. Reaksi menentang bisa ditampilkan dalam tingkah laku

yang melanggar norma-norma lingkungan rumah, sekolah, dan pergaulan. Dengan

demikian pengasuhan yang otoriter akan berdampak negatif terhadap

perkembangan anak kelak yang pada gilirannya anak sulit mengembangkan

potensi yang dimiliki, karena harus mengikuti apa yang dikehendaki orangtua,

walau bertentangan dengan keinginan anak. Pola asuh ini juga dapat

menyebabkan anak menjadi depresi dan stres karena selalu ditekan dan dipaksa

untuk menurut apa kata orangtua, padahal mereka tidak menghendaki.

Hal ini berkaitan dengan hasil analisis data pada penelitian Lamont (2008) tentang

peran pola asuh orangtua pada anak juga ditemukan bahwa orangtua yang keras

(otoriter) justru merupakan penentu utama dari masalah perilaku bagi anak-anak.

Pernyataan dan penelitian tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan

Baumrind (1991) bahwa orangtua otoriter adalah berorientasi status dan

mengharapkan anaknya untuk patuh tanpa penjelasan.

Aisyah (2010) mengatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan

terdekat bagi anak, sehingga keluarga juga merupakan sumber bagi timbulnya

perilaku agresif. Salah satu faktor yang menjadi penyebab timbulnya perilaku

(28)

yang diterapkan orangtua dalam penelitian ini yaitu pola asuh otoriter yang

dilakukan ibu. Ibu cenderung menentukan peraturan tanpa berdiskusi terlebih

dahulu, tidak mempertimbangkan harapan dan kehendak remaja, menggunakan

hukuman sebagai penegak kedisiplinan, dan dengan mudah mengumbar

kemarahan atau ketidaksenangan pada remaja. Ibu juga terkadang memberi

hukuman menggunakan kekerasan. Konsekuensi dari penggunaan kekerasan

terhadap perkembangan remaja adalah regulasi emosi yang buruk, masalah dalam

relasi dengan teman sebaya, kesulitan beradaptasi di sekolah, dan kemungkinan

munculnya perilaku agresif. Ibu dalam hal ini memberikan contoh yang tidak baik

kepada remaja. Remaja dapat meniru perilaku tersebut, menjadi agresif, dan

(29)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMK Negeri 11 Medan

dan dibahas dalam bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Remaja paling banyak diasuh oleh ibu dengan pola asuh otoriter kategori

sedang.

2. Sebagian besar remaja memiliki perilaku agresif kategori sedang.

3. Ada hubungan positif antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif

remaja. Semakin tinggi pola asuh otoriter ibu maka semakin tinggi pula

perilaku agresif remaja.

6.2 Saran

Saran yang diberikan terkait dengan hasil dan pembahasan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

(30)

Pendidikan keperawatan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai

referensi terkait pola asuh otoriter ibu dan perilaku agresif remaja dalam

bidang keperawatan jiwa dan anak.

b. Bagi Penelitian Keperawatan

Perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya

adalah pola asuh otoriter ibu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian

yang lebih lanjut dengan memperhatikan variabel-variabel lain yang

mempengaruhi perilaku agresif remaja. Penelitian juga dapat dilakukan

dengan metode lain yaitu metode kualitatif (wawancara).

c. Bagi Pelayanan Keperawatan

Instansi kesehatan dan keperawatan khususnya keperawatan jiwa dan anak

memegang peranan penting dalam menyebarkan informasi kepada

masyarakat. Salah satu peran perawat adalah sebagai pendidik. Oleh karena

itu, perawat perlu memaksimalkan perannya sebagai pendidik dengan

memberikan pendidikan kepada orang tua tentang pentingnya penerapan

pola asuh yang tepat untuk menghindari terjadinya perilaku agresif pada

remaja.

d. Bagi Orangtua

Untuk menghindari terjadinya perilaku agresif pada remaja, orang tua

(31)

menerapkan pola asuh yang tepat kepada remaja dan juga memberikan

semangat serta dorongan kepada remaja agar menggali potensi dan

kemampuan diri dengan memberikan kegiatan yang positif bagi remaja.

6.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu kuesioner pola asuh otoriter dan

perilaku agresif dimodifikasi peneliti dari penelitian sebelumnya. Pada

penelitian ini juga, alat pengumpulan data pola asuh otoriter dan perilaku

agresif hanya dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh remaja. Hal ini

menyebabkan peneliti tidak dapat mengobservasi secara langsung

bagaimana pola asuh otoriter yang diterapkan ibu dan sejauh mana perilaku

agresif yang dilakukan remaja. Penelitian ini juga hanya mengukur satu

faktor yang mempengaruhi perilaku agresif remaja, sedangkan faktor-faktor

Gambar

Tabel 3.1. Variabel Operasional Penelitian
Tabel 5.1  Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMK Negeri 11 Medan tahun 2017 (n= 43)
Tabel 5.2  Distribusi Frekuensi Pola Asuh Otoriter Ibu di SMK Negeri 11 Medan tahun 2017 (n= 43)
Tabel 5.3  Distribusi Frekuensi Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 11
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku bullying pada remaja dengan pola asuh otoriter orangtua, serta untuk mengetahui perbedaan perilaku

dengan kenakalan remaja, yang berarti bahwa pola asuh otoriter tidak dapat digunakan. untuk memprediksi

Hubungan antara Pola Asuh Otoriter Orangtua Dengan Perilaku Bermain Game Online Pada Remaja ... Metode Penelitian Yang

Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku wakil dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing skripsi yang tidak henti-hentinya

Apakah ibu mengucapkan kata-kata kasar yang menyakitkan hati saat marah dan menghukum (mencubit, memukul, menampar) kamu saat melakukan kesalahan. Apakah ibu membiarkan

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah hubungan positif antara pola asuh otoriter ayah dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMK PIRI 1 Yogyakarta.

penghasilan Ibu &gt;1.383.000, suku bangsa orang tua jawa; pola asuh orang tua remaja sebagian besar pola asuh otoriter; Perilaku seksual remaja di SMK NU 04

Hubungan antara kecenderungan pola asuh otoriter Authoritarian parenting style dengan gejala perilaku agresif pada remaja.. Pola suh otoriter dalam mendidik anak di keluarga di GKS