• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada Remaja"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada Remaja Ni Made Taganing, SPsi., MPsi

Fini Fortuna, 10503078

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Ii + 50, 10 tabel, Daftar Pustaka, Lampiran, 2008

ABSTRAKSI

Aksi-aksi kekerasa terjadi dimana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi-aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan non verbal (memukul, meninju). Agresivitas yang dilakukan oleh individu akan berdampak terhadap dirinya juga. Bahaya agresivitas terhadap individu itu sendiri adalah orang lain akan menjauhi pelaku yang hanya akan menyakiti orang lain tanpa berfikir panjang akibat yang akan di dapat setelah menyakiti orang lain. Agresi menurut Berkowitz (1995) adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara verbal maupun non verbal. Salah satu factor yang mempengaruhi agresivitas adalah pola asuh.

Hurlock (1993) menyatakan bahwa setiap orang tua berbeda di dalam menerapkan pola sikap dan perilaku mereka terhadap anak. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa sikap yang mereka pelajari di dalam mengasuh dan mendidik anak antara lain adanya pengalaman awal dengan anak, adanya nilai budaya mengenai cara terbaik dalam memperlakukan anak baik secara otoriter, demokratis maupun permisif.

Santrock (2002) menyatakan bahwa pola asuh otoriter adalah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menerapkan batas-batas yang tegas dan tidak member peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. Sarwono (1997) berpendapat bahwa perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tuannya. Orang tua yang terlalu menuntut anaknya untuk selalu mengikuti segala kemauannya akan membuat anak frustasi sehingga anak bila berada di luar rumah akan berindak seenaknya dan berperilaku agresif.

Dari hasil penelitian diketahui dari 30 item skala perilaku agresif yang diuji cobakan terdapat 19 item yang valid dengan nilai korelasi antara 0,306 sampai dengan 0,604 dengan koefisien reliabilitas 0,856. Sedangkan skala pola asuh otoriter dari hasil analisis penelitian diketahui dari 30 item yang diuji cobakan terdapat 16 ietm yang valid dengan nilai korelasi antara 0,315 sampai dengan 0,600 dengan koefisien reliabilitas 0,819. Berdasarkan analisis product moment pearson (N=46) diketahui r = 0,303 dengan nilai signifikansi 0,041 (p<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. Pemaksaan dan kontrol yang sangat ketat dapat menyebabkan kegagalan dalam berinisiatif pada anak dan memiliki keterampilan komunikasi yang sangat rendah. Anak akan menjadi seorang yang sulit untuk bersosialisasi dengan teman-temannya sehingga anak akan mempunyai rasa sepi dan ingin diperhatikan oleh orang lain dengan cara berperilaku agresif. Orang tua yang sering memberikan hukuman fisik pada anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh orang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada orang tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan melampiaskan kepada orang lain dalam bentuk perialku agresif. Dengan pola asuh orang tua yang tidak terlalu mengekang, anak akan menjadi anak yang berinisiatif, percaya diri dan mampu menjalin hubungan interpersonal yang positif.

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah 

Bagi  warga  Jakarta,  aksi‐aksi 

kekerasan  baik  individual  maupun 

massal  mungkin  sudah  merupakan 

berita harian. Saat ini beberapa televisi 

bahkan  membuat  program‐program 

khusus  yang  menyiarkan  berita‐berita 

tentang  aksi  kekerasan.  Aksi‐aksi 

kekerasan dapat terjadi di mana saja, 

seperti di jalan‐jalan, di sekolah, bahkan 

di kompleks‐kompleks perumahan. Aksi 

tersebut dapat berupa kekerasan verbal 

(mencaci maki) maupun kekerasan fisik 

(memukul, meninju, dll). Pada kalangan 

remaja aksi yang biasa dikenal sebagai 

tawuran pelajar/massal merupakan hal 

yang sudah terlalu sering kita saksikan, 

bahkan  cenderung  dianggap  biasa. 

Pelaku‐pelaku tindakan aksi ini bahkan 

sudah mulai dilakukan oleh siswa‐siswa 

di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah 

memprihatinkan. Hal yang terjadi pada 

saat  tawuran  sebenarnya  adalah 

perilaku  agresi  dari  seorang  individu 

atau  kelompok  (http://www.e‐

psikologi.com/remaja.htm). 

Berkowitz  (1995)  mendefinisikan 

agresi  sebagai  segala  bentuk  perilaku 

yang  di  maksudkan  untuk  menyakiti 

seseorang,  baik  secara  fisik  maupun 

mental. Agresi yang dilakukan berturut‐

turut dalam jangka  lama  yang  terjadi 

pada anak‐anak atau sejak masa anak‐

anak  akan  berdampak  terhadap 

perkembangan  kepribadian  anak  yang 

makin  lama  dikenal  oleh  masyarakat 

sebagai  suatu  kriminal.  Sikap  agresif 

merupakan  penggunaan  hak  sendiri 

dengan cara melanggar hal orang lain. 

Salah satu faktor penyebab agresi yang 

pertama adalah frustasi. Frustasi dapat 

menimbulkan  kemarahan  dan  emosi 

marah  inilah  yang  dapat  memicu 

seseorang  melakukan  perilaku  agresi. 

Frustasi  itu  sendiri  adalah  hambatan 

terhadap  pencapaian  suatu  tujuan 

(Sarwono,  2002).  Frustasi  dapat 

disebabkan  oleh  pola  asuh  otoriter. 

Sikap orang tua yang terlalu menuntut 

dapat membuat anak frustasi. Frustasi 

dapat ditimbulkan oleh orang tua yang 

menginginkan  anaknya  tunduk  dan 

patuh  serta  selalu  menuruti  semua 

kehendak orang tuanya. Orang tua yang 

terlalu keras serta tidak responsif pada 

kebutuhan  anak  akan  membuat  anak 

cenderung menjadi takut serta murung. 

Kondisi‐kondisi  itu  bisa  melandasi 

perilaku agresif. Orang tua yang sering 

memberikan  hukuman  fisik  pada 

anaknya  dikarenakan  kegagalan 

memenuhi  standar  yang  telah 

ditetapkan  oleh  orang  tua  akan 

membuat anak marah dan kesal kepada 

orang tuanya tetapi anak tidak berani 

mengungkapkan kemarahannya itu dan 

(3)

dalam bentuk perilau agresif (Sarwono,  2002). 

Esensi hubungan antara orang tua 

dengan  anak  sangat  ditentukan  oleh 

sikap orang tua dalam mengasuh anak, 

bagaimana  perasaan  dan  apa  yang 

dilakukan orang tua. Hal ini bercermin 

pada pola asuh orang tua, yakni suatu 

kecenderungan  cara‐cara  yang  dipilih 

dan  dilakukan  oleh  orang  tua  dalam 

mengasuh anak.  Siti Meichati (dikutip 

Dayakisni, 1988) mengemukakan bahwa 

pola asuh adalah perlakuan orang tua 

dalam  rangka  memenuhi  kebutuhan, 

memberi  perlindungan  dan  mendidik 

anak dalam kehidupan sehari‐hari. 

Hubungan  baik  yang  tercipta 

antara  anak  dan  orang  tua  akan 

menimbulkan  perasaan  aman  dan 

kebahagiaan dalam diri anak. Sebaliknya 

hubungan  yang  buruk  akan 

mendatangkan akibat yang sangat buruk 

pula, perasaan aman dan kebahagiaan 

yang  seharusnya  dirasakan anak tidak 

lagi  dapat  terbentuk,  anak  akan 

mengalami  trauma  emosional  yang 

kemudian dapat ditampilkan anak dalam 

berbagai  bentuk  tingkah  laku  seperti 

menarik diri dari lingkungan, bersedih 

hati, pemurung, temper dan sebagainya 

(Hurlock, 1994). 

Jadi  pola  asuh  orang  tua 

merupakan pola interaksi antara anak 

dengan  orang  tua  bukan  hanya 

pemenuhan  kebutuhan  fisik  (seperti 

makan,  minum,  dan  lain‐lain)  dan 

kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, 

kasih sayang, dan lain‐lain), tetapi juga 

mengajarkan norma‐norma yang berlaku 

di masyarakat agar anak  dapat hidup 

selaras  dengan  lingkungan.  Pola  asuh 

otoriter adalah suatu gaya membatasi 

dan menghukum yang menuntut anak 

untuk  mengikuti  perintah‐perintah 

orang tua dan menghormati pekerjaan 

dan  usaha.  Orang  tua  yang  otoriter 

menetapkan batas‐batas yang tegas dan 

tidak  memberi  peluang  yang  besar 

kepada  anak‐anak  untuk  berbicara 

(bermusyawarah) (Santrock, 2002). 

Berdasarkan uraian  diatas,  dapat 

disimpulkan bahwa, pola asuh orang tua 

memiliki  pengaruh  yang  amat  besar 

dalam  membentuk  kepribadian  anak 

yang  tangguh  sehingga  anak 

berkembang  menjadi  pribadi  yang 

percaya  diri,  berinisiatif,  berambisi, 

beremosi  stabil,  bertanggung  jawab, 

mampu  menjalin  hubungan 

interpersonal yang positif dan lain‐lain. 

Kepribadian  tersebut  dapat 

dikembangkan  dalam  keluarga.  Pola 

asuh  yang  salah  dapat  menyebabkan 

seorang  anak  melakukan  perilaku 

agresif.  Orang  tua  yang  terlalu 

mendominasi akan membuat anak tidak 

(4)

yang  akhirnya  anak  akan  melakukan 

perilaku  agresif  diluar  lingkungan 

keluarga.  Sehingga  pertanyaan  pada 

penelitian  ini  adalah  apakah  ada 

hubungan  pola  asuh  otoriter  dengan 

perilaku agresif pada remaja.    TINJAUAN TEORITIS A. Agresivitas  1. Definisi Agrsivitas  Berkowitz (1995) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental.

2. Jenis‐jenis Agresivitas   

Berkowitz (1995) membagi agresi ke dalam dua bentuk, yaitu:

1. Agresi Instrumental

(Instrumental Agression) 2. Agresi benci (Hostile

Agression) atau Agresi Emosional

Buss dan Durkee (dalam Edmuds&Kendrick, 1980) menggolongkan beberapa bentuk tindakan agresif yang secara operasional dapat digunakan untuk mengukur agresi, yaitu sebagai berikut: 1. Penyerangan: kekerasan

fisik terhadap manusia termasuk perkelahian, tidak

termasuk pengerusakan properti.

2. Agresi tidak langsung: menyebarkan gosip yang berkonotasi negatif, gurauan (yang negatif).

3. Negativisme: tingkah laku menantang, termasuk penolakan untuk bekerja sama, menolak untuk patuh dan pembangkangan.

4. Agresi verbal: berdebat, berteriak, menjerit, mengancam dan memaki.

5. Irritability: kesiapan untuk marah meliputi temper yang cepat dan kekasaran.

6. Resentment: iri dan rasa benci terhadap orang lain. 7. Kecurigaan:

ketidakpercayaan dan proyeksi permusuhan terhadap orang lain, bentuk ekstrim dari kecurigaan ini adalah paranoia.

3. Tipe‐tipe Agresi 

Pembagian agresi diajukan oleh Moyer (dalam Sarwono, 1988) yang merinci agresi menjadi ke dalam tujuh tipe agresi, sebagai berikut: a. Agresi predatori

b. Agresi antar jantan c. Agresi ketakutan

d. Agresi tersinggung 

e. Agresi pertahanan 

(5)

g. Agresi instrumental 

4. Faktor‐faktor  yang  Mempengaruhi 

Agresi 

Sikap agresif merupakan penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hak orang lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresi, diantaranya:

a. Frustasi

b. Media kekerasan c. Faktor Lingkungan Fisik

d. Social Modeling (Observational Learning)

e. Arousal yang Bersifat Umum

5. Teori‐teori Agresi 

a. Teori Bawaan 

Teori bawaan atau bakat terdiri atas teori naluri dan teori biologi. 1). Teori Naluri

Freud dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Jika naluri seks berfungsi untuk melanjutkan keturunan, naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis. Kedua naluri tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut id yang pada prinsipnya selaku ingin agar kemauannya dituruti (prinsip kesenangan atau pleasure principle). Akan tetapi, tidak semua keinginan id dapat terpenuhi. Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang

dinamakan super-ego yang mewakili norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang berhadapan dengan kenyataan.

2). Teori Biologi

Moyer (dalam Sarwono, 1997) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif.

b. Teori Lingkungan

1). Teori Frustasi-Agresi Klasik 2) Teori Frustasi-Agresi Baru c.    Teori Belajar Sosial 

Berbeda dari teori bawaan dan teori frustasi agresi yang menekankan faktor-faktor dorongan dari dalam, teori belajat sosial lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar. Bandura (dalam Sarwono, 1997) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media massa.

B. Pola Asuh

1. Definisi Pola Asuh

Kenny & Kenny (1991)menyatakan bahwa pola asuh merupakan segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk membentuk

(6)

perilaku anak-anak mereka meliputi semua peringatan dan aturan, pengajaran dan perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan hukuman.

2. Jenis-jenis Pola Asuh

Berikut tiga pola asuh yang biasa diterapkan orang tua pada anak menurut Santrock (1998):

a. Pola asuh authoritarian, yaitu pola asuh yang penuh pembatasan dan hukuman (kekerasan) dengan cara orang tua memaksakan kehendaknya, sehingga orang tua dengan pola asuh authoritarian memegang kendali penuh dalam mengontrol anak-anaknya.

b. Pola asuh authoritative, yaitu pola asuh yang memberikan dorongan pada anak untuk mandiri namun tetap menerapkan berbagai batasan yang akan mengontrol perilaku mereka. Adanya saling memberi dan saling menerima, mendengarkan dan didengarkan.

c. Pola asuh permissive

Pola asuh permissive , Maccoby dan Martin (dalam Santrock, 1998) membagi pola asuh ini menjadi dua: neglectful parenting dan indulgent parenting. Pola asuh yang neglectful yaitu bila orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (tidak peduli). Pola asuh ini menghasilkan anak-anak yang kurang memiliki kompetensi social terutama karena adanya kecenderungan kontrol diri yang

kurang. Pola asuh yang indulgent yaitu bila orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, namun hanya memberikan kontrol dan tuntutan yang sangat minim (selalu menuruti atau terlalu membebaskan) sehingga dapat mengakibatkan kompetensi sosial yang tidak adekuat karena umumnya anak kurang mampu untuk melakukan kontrol diri dan menggunakan kebebasannya tanpa rasa tanggung jawab serta memaksakan kehendaknya.

3. Dimensi Pola Asuh 

Kenny & Kenny (1991) mengemukakan ada tujuh dimensi dalam pola asuh, yaitu:

a. Pusat Perhatian (Negatif lawan Positif)

b. Campur Tangan Orang Tua (Hukuman lawan Hadiah)

c. Akibat Yang Diinginkan (Keadilan lawan Hasil)

d. Prinsip-prinsip (Mutlak lawan Relatif)

e. Sasaran-sasaran Disiplin (Sikap lawan Tingkah laku)

f. Tujuan Perkembangan (Ketaatan lawan Kemandirian)

g. Sumber Kekuatan (Otoriter lawan Demokrasi)

4. Ciri-ciri Pola Asuh

Hurlock (1993) mengemukakan ciri-ciri pola asuh, yaitu:

(7)

1) Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua 2) Pengontrolan orang tua pada

tingkah laku anak sangat ketat hampir tidak pernah memberi pujian

3) Sering memberikan hukuman fisik jika terjadi kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan orang tua

4) Pengendalian tingkah laku melalui kontrol eksternal

b. Pola asuh demokratis mempunyai ciri:

1) Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal

2) Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan

3) Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. c. Pola asuh permisif mempunyai ciri:

1) Kontrol orang tua kurang 2) Bersifat longgar atau bebas 3) Anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya

4) Hampir tidak menggunakan hukuman

5) Anak diijinkan membuat keputusan sendiri dan dapat berbuat sekehendaknya sendiri

5. Karakteristik Anak Berdasarkan Pola 

Asuh 

a. Pola asuh demokratis mempunyai karakteristik anak mandiri, dapat

mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengna teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain.

b. Pola asuh otoriter mempunyai karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri.

c. Pola asuh permissif mempunyai karakteristik anak impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. C. Remaja

1. Definisi Remaja

Mappiare (1986) berpendapat bahwa ada saat usia seseorang genap 12-13 tahun, maka ia mulai menginjak pada masa remaja awal, masa remja muda berakhir pada usia 17-18 tahun, dan rentang usia yang biasa terjadi dalam masa remaja akhir antara 17-21 tahun (wanita) dan 18-22 tahun (pria).

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock (1994) ciri-ciri masa remaja, sebagai berikut:

a. Masa remaja sebagai periode penting, b. Masa remaja sebagai peride peralihan,c. Masa remaja sebagai peride perubahan, d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, e.

(8)

Masa remaja sebagai masa mencari identitas, f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, h. Masa remaja sebagai ambang masa depan.  

3. Perubahan-perubahan Pada Masa Remaja

a. Perubahan Biologis b. Perubahan Kognitif c. Perubahan Sosisoemosional D. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas dapat diajukan hipotesis penelitian bahwa ada hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja.

METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, ada beberapa variabel yang akan diuji, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Prediktor : Pola Asuh Otoriter 2. Kriterium : Agresivitas

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter akan diukur dengan skala pola asuh otoriter yang dikemukakan oleh Kenny & Kenny (1991), yaitu: pusat perhatian yang negatif, campur tangan orang tua berupa hukuman, akibat yang diinginkan berupa keadilan, prinsip-prinsip yang absolut, sasaran disiplin berupa sikap, tujuan

perkembangan yang membentuk ketaatan, sumber kekuatan berupa otoriter. Semakin tinggi skor yang di dapat maka semakin tinggi tingkat pola asuh otoriter.

2. Agresi

Perilaku agresi akan diukur dengan skala agresi yang dikemukakan oleh Buss dan Durkee (dalam Edmunds & Kendrick, 1980), yaitu: penyerangan, agresi tidak langsung, negativisme, agresi verbal, irritability, resentment, dan kecurigaan. Semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggi tingkat agresivitas.

C. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, subjek yang akan diambil adalah remaja pria maupun wanita. Usia subjek penelitian ini berkisar antara 16-18 tahun, pendidikan SMU.

D. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan statistik deskriptif untuk menggambarkan variabel pola asuh otoriter dengan perilaku agresif dengan menggunakan mean. Untuk menguji hipotesis yang diajukan sesuai dengan tujuan penelitian, maka metode statistik yang digunakan korelasi Product Moment Karl Pearson, yaitu analisis hubungan pola asuh otoriter sebagai prediktor (X) dengan perilaku agresif sebagai kriterium (Y). Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12.00 for Windows.

(9)

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Pola Asuh Otoriter

a. Uji Validitas 

Menurut Azwar (2005) koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0,300. Dari hasil uji coba pada Skala Pola Asuh Otoriter diperoleh hasil bahwa dari 30 item yang diujicobakan terdapat 16 item yang dinyatakan valid dan 14 item yang dinyatakan gugur. Dari 16 item yang valid tersebut, memiliki korelasi total item antara 0,315 sampai dengan 0,600.

b. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui konsistensi alat ukur, maka dilakukan uji reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan nilai konsistensi dari alat ukur ini adalah dengan teknik Alpha Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,819.

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Perilaku Agresi

a. Uji Validitas

Menurut Azwar (2005) koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0,300. Dari hasil uji coba pada Skala Perilaku Agresi diperoleh hasil

bahwa dari 30 item yang diujicobakan terdapat 19 item yang dinyatakan valid dan 11 item yang dinyatakan gugur. Dari 19 item yang valid tersebut, memiliki korelasi total item antara 0,306 sampai dengan 0,604.

b. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui konsistensi alat ukur, maka dilakukan uji reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan nilai konsistensi dari alat ukur ini adalah dengan teknik Alpha Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,856.

3. Hasil Uji Normalitas dan Linearitas Skala Pola Asuh Otoriter dan Skala Perilaku Agresi

a. Uji Normalitas

Untuk uji normalitas digunakan uji Kolmogorov Smirnov dan Shapiro-Wilk untuk menguji normalitas sebaran skor. Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel Pola Asuh Otoriter diperoleh nilai signifikansi pada Kolmogorov Smirnov sebesar 0,165 (p> 0,05), dan Shapiro-Wilk sebesar 0,192 (p>0,05). Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel Perilaku Agresi diperoleh nilai signifikansi pada Kolmogorov Smirnov sebesar 0,200 (p> 0,05), dan Shapiro-Wilk sebesar 0,373 (p>0,05). Dengan demikian dapat

(10)

dikatakan bahwa distribusi skor Pola Asuh Otoriter dan skor Perilaku Agresi pada sampel yang telah diambil adalah normal. b. Uji Linearitas

Berdasarkan uji Linearitas diketahui nilai F sebesar 4,446 sehingga diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,041 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pola asuh otoriter dan perilkau agresif yang diukur linear.

4. Hasil Uji Hipotesis Skala Pola Asuh Otoriter dan Skala Perilaku Agresi

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Pearson Correlationt, didapat skor untuk Pearson Correlation sebesar 0,303 dengan nilai signifikansi sebesar 0,041 (p<0,05). Sehingga R square yang diapat sebesar 9,2% yang menyatakan bahwa pola asuh otoiter dengan perilaku agresif memiliki pengaruh sebesar 9,2%, selebihnya disebabkan oleh factor-faktor lain diluar pembahasan ini. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan pola asuh otoriter dan perilaku agresi pada remaja adalah diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). Agresivitas Pada Remaja.

Http://www.e-psikologi.com/remaja.htm. Azwar, S. (2005). Tes Prestasi: Fungsi &

Pengembangan Prestasi Belajar. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berkowitz, L. (1995). Agresi: Sebab & Akibatnya. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.

Edmunds, G. & Kendrick, D. C. (1980). The Measurement of Human Agressiveness. International Edition: John Willey & Sans.

Dayakisni, T. (1988). Perbedaan Intensi Prososial Siswa-siswi Ditinjau Dari Pola Asuh Orang tua. Jurnal Psikologi. No 1 Tahun Ke-XVI. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Hurlock, E. B. (1993). Psikologi Perkembangan Anak. Edisi 6. Alih Bahasa: dr. Med. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hurlock, E. B. (1994). Psikologi

Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan). Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

Kenny, J., & Kenny, M. (1991). Dari Bayi Sampai Dewasa. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Mappiare, A. (1986). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Santrock, J. W. (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 1: Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Sarwono, S. W. (1988). Agresi Manusia.

Bandung: PT Eresco.

Sarwono, S. W. (1997). Psikologi Sosial: Individu & Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT Balai Pustaka.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

prioritas yaitu masalah kehalalan dan kebaikan makan tersebut. Ada kaitan yang sangat erat antara kehalalan dan kebaikan makanan. Ketika Allah menurunkan hukum halal pada

Dabutar, “ Pengaruh Media Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Pengelasan pada Siswa yang Berprestasi Tinggi dan Rendah di SMK Swasta 1 Trisakti Laguboti -.. Kabupaten

Dari hasil pengujian closed-loop dengan gangguan didapatkan bahwa metode. closed-loop dapat mengatasi gangguan

Lampiran 2: Surat Izin Penelitian... Lampiran 3:

Demographic and clinical profile of oral squamouscell carcinoma patients: A retrospective study.. Universitas

Dikarenakan karakteristik sistem, pengurangan nilai rise time juga akan mengurangi nilai settling time , dan tidak terjadi peningkatan Max OS yang terlalu

Fungsi LP2M STKIP PGRI Bangkalan dalam eksistensi tridarma perguruan tinggi. Pada kegiatan LP2M STKIP PGRI Bangkalan belum sepenuhnya

Memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan