• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Hasil penelitian

Setelah peletakan disk yang telah direndam bahan coba yaitu larutan kitosan blangkas 0,25%; 0,5%; 1% dengan pelarut gliserin 100% dan kontrol negatif yakni gliserin 100%, dilakukan pengamatan setelah 24 jam. Dari pengamatan dapat dilihat zona bening disekitar disk yang telah direndam bahan coba. Zona bening tersebut merupakan zona yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hal ini berarti larutan kitosan blangkas 0,25%; 0,5%; 1% dengan pelarut gliserin 100% memiliki efek antifungal terhadap Candida albicans. Sedangkan kontrol negatif yakni gliserin 100% tidak menunjukkan zona bening sama sekali yang berarti gliserin tidak memiliki efek antifungal terhadap Candida albicans.

Gambar 11. Hasil percobaan setelah 24 jam : terdapat zona bening

disekitar disk yang telah direndam bahan coba dengan konsentrasi 0,25%; 0,5%; 1%.

Konsentrasi 0,25% Konsentrasi 0,5%

Konsentrasi 1% Gliserin

TABEL 2. PENGUKURAN DIAMETER ZONA HAMBAT PADA 24 JAM DALAM MM

Diameter Zona Hambat

Konsentrasi Kitosan blangkas Gliserin (Kontrol -) 0,25% 0,5% 1% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12.5 13.75 11 13.5 16.25 12 12.5 14.5 11.5 11 13.25 12.5 10.75 12.5 14 12.75 13 17 14 11.75 14 13.5 10.75 12.5 13.25 11.75 14.25 17.25 14.25 11 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 128.5 131.5 132.5 6 Rata-rata 12.85 13.15 13.25 6

Untuk memperoleh MIC (Minimum Inhibitory Concentration) yakni konsentrasi minimal dari larutan kitosan blangkas yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans yang ditunjukkan oleh zona bening yang terbentuk disekitar disk setelah diinkubasi selama 24 jam, konsentrasi larutan kitosan blangkas dengan pelarut gliserin 100% diturunkan menjadi 0,05%; 0,1%; 0,15%.

Gambar 12. Hasil percobaan setelah 24 jam : terdapat zona bening disekitar disk yang telah

direndam bahan coba dengan konsentrasi 0,05%; 0,1%; 15%.

Konsentrasi 0,1% Konsentrasi 0,05%

Setelah pengamatan 24 jam, terlihat zona bening disekitar disk yang direndam dengan larutan kitosan blangkas 0,05%; 0,1%; 0,15% dengan pelarut gliserin 100%. Kontrol negatif gliserin 100% tidak menunjukkan zona bening sama sekali. Zona bening pada konsentrasi yang telah diturunkan menunjukkan bahwa pada konsentrasi rendah pun, larutan kitosan blangkas dapat menghambat pertumbuhan Candida

albicans, maka konsentrasi larutan kitosan blangkas dengan pelarut gliserin 100%

diturunkan lagi antara rentang 0,0009% sampai dengan 0,01%. Konsentrasi yang diuji antara lain 0,0009%; 0,0005%; 0,005%; 0,006%; 0,007%; 0,008%; 0,009%; 0,01%; 0,025% dan 0,05%. (a) (b) Konsentrasi 0,005% Gliserin Konsentrasi 0,007% Konsentrasi 0,008% Konsentrasi 0,006% Konsentrasi 0,009% Gliserin Konsentrasi 0,0005% Konsentrasi 0,0009%

(c)

Gambar 13. Hasil percobaan setelah 24 jam : terdapat zona bening disekitar disk yang telah direndam bahan coba dengan konsentrasi (a)0,006%; 0,007%; 0,008% dan 0,009% (b) 0,05%; 0,025% dan 0,01% (c) 0,0009%; 0,0005%; 0,005%

Setelah pengamatan 24 jam, terlihat zona bening disekitar disk yang direndam dengan larutan kitosan blangkas 0,006%; 0,007%; 0,008%; 0,009%; 0,05%; 0,025% dan 0,01% sedangkan disk yang direndam dengan larutan kitosan blangkas 0,0009%; 0,0005%; 0,005% dan kontrol negatif gliserin 100% tidak menunjukkan zona bening sama sekali. Maka nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) larutan kitosan blangkas dengan pelarut gliserin 100% adalah larutan dengan konsentrasi 0,006% karena merupakan konsentrasi minimal dari larutan kitosan blangkas yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans.

5.2 Analisis hasil penelitian

Data dari pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan Candida albicans pada konsentrasi 0,25%; 0,5%, dan 1% dilakukan analisa secara statistik dengan

derajat kemaknaan (α=0,05). Perbedaan efek antifungal antara kelompok perlakuan

Konsentrasi 0,025%

Konsentrasi 0,01% Konsentrasi 0,05%

diuji dengan menggunakan uji ANOVA satu arah dan untuk melihat perbedaan efek antifungal antara masing-masing perlakuan digunakan uji Least Significant Difference (LSD).

TABEL 3. HASIL UJI ANOVA EFEK ANTIFUNGAL KITOSAN BLANGKAS 0,25%; 0,5%; 1% DAN KONTROL (GLISERIN)

Kelompok perlakuan n X + SD Pb) 0,25% 10 12.85 + 1,67 0,000* 0,5% 10 13.15 + 1,67 1% 10 13.25 + 1,91 Kontrol (gliserin) 10 6.00 + 0,00 Keterangan : b) Uji Anova

* signifikan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada konsentrasi larutan kitosan blangkas 0,25%; 0,5%; 1% dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.

TABEL 4. HASIL UJI LSD EFEK ANTIFUNGAL KITOSAN BLANGKAS 0,25%; 0,5%; 1% DAN KONTROL (GLISERIN) Kelompok perlakuan 0,25% 0,5% 1% Kontrol 0,25% * 0,5% * 1% * Kontrol * * * *

*. Adanya perbedaan yang signifikan pada derajat kemaknaan 0,05

Hasil uji LSD menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (P>0,05) antar masing-masing konsentrasi larutan kitosan blangkas yang diuji (0,25%; 0,5%, dan 1%) dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. .Namun, terdapat perbedaan yang

signifikan (p < 0.05) antara konsentrasi larutan kitosan blangkas 0,25%; 0,5%;1% dengan gliserin (kontrol negatif).

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian mengenai efek antifungal kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin terhadap Candida albicans adalah untuk membuktikan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi yang diaplikasikan dengan pelarut gliserin memiliki daya hambat terhadap Candida albicans jika digunakan sebagai pengembangan bahan

dressing saluran akar. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) yakni konsentrasi minimal dari larutan kitosan

blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans yang ditunjukkan oleh zona bening yang terbentuk disekitar disk setelah diinkubasi selama 24 jam.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode difusi agar dimana paper disk (Ǿ 6 mm) yang telah direndam bahan coba berkontak langsung dengan media yang telah diinokulasi oleh Candida albicans, kemudian diukur zona bening yang terbentuk setelah diinkubasi selama 24 jam. Zona bening menunjukkan daya hambat yang dihasilkan dari bahan coba terhadap Candida albicans, Konsentrasi awal bahan coba sebesar 1%; 0,5% dan 0,25% ditentukan berdasarkan penelitian terdahulu diantaranya Ramisz et al., (2005) menunjukkan bahwa larutan 1% kitosan dalam 1% asam asetat dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Penelitian lainnya yakni Fania dan Trimurni., (2009) membuktikan bahwa hanya kitosan blangkas pada konsentrasi 1% dan 0,5% dengan pelarut gliserin yang memiliki daya hambat terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum.

O OH

NH2 - CH3COOH

+

Larutan kitosan blangkas bermolekul tinggi dibuat dengan melarutkan bubuk kitosan blangkas dengan asam asetat 1% kemudian dicampurkan dengan pelarut gliserin 100%. Mekanisme reaksi kitosan dicampurkan dengan asam asetat sebagai berikut:

+ CH3COOH

Gambar 14. Reaksi kitosan dengan asam asetat

Asam asetat digunakan karena sifat kitosan yang hanya dapat larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat dan asam sitrat.12,13 Tujuan penggunaan pelarut

gliserin adalah untuk mempermudah aplikasi kitosan blangkas yang nantinya akan digunakan sebagai pengembangan bahan dressing saluran akar. Pelarut gliserin ini tidak memiliki efek antibakteri dan antifungal, hal ini dibuktikan pada penelitian Fania dan Trimurni., (2009) yang menggunakan gliserin sebagai pelarut kitosan blangkas bermolekul tinggi tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Fusobacterium

nucleatum. Penelitian Gomes et al., (2002) menyatakan bahwa pelarut aqueous dan viscous yang digunakan pada penelitiannya tidak memberikan efek antibakteri, salah

satunya adalah gliserin. CH2OH

Hasil uji konsentrasi awal setelah 24 jam menunjukkan zona hambat paling besar terdapat pada konsentrasi 1% dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar 13,25 mm kemudian 0,5% sebesar 13,15 mm dan 0,25% sebesar 12,85 mm yang berarti bahwa ketiga konsentrasi tersebut efektif dalam menghambat pertumbuhan

Candida albicans. Pada konsentrasi awal ini, tidak ditemukan pertumbuhan Candida albicans pada zona hambat yang berarti bahwa kitosan pada konsentrasi 1%; 0,5% dan

0,25% bersifat fungisidal.

Pada konsentrasi awal ini dilakukan analisa data statistik yakni uji ANOVA dan LSD. Hasil uji ANOVA (tabel 3) menunjukkan konsentrasi larutan kitosan blangkas 0,25%; 0,5%; 1% memberikan pengaruh yang bermakna terhadap pertumbuhan

Candida albicans dimana pada konsentrasi yang semakin tinggi, zona hambat yang

terbentuk semakin besar yang berarti kitosan blangkas semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hasil uji LSD (tabel 4) menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antar kelompok dengan masing-masing konsentrasi larutan kitosan blangkas yang diuji (0,25%; 0,5%; 1%) dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans tetapi terdapat perbedaan bermakna antara konsentrasi larutan kitosan blangkas 0,25%; 0,5%;1% dengan gliserin (kontrol negatif).

Kemudian untuk menentukan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration), konsentrasi larutan kitosan blangkas dengan pelarut gliserin 100% diturunkan menjadi 0,05%; 0,1%; dan 0,15%. Hasilnya menunjukkan zona hambat yang masih efektif dalam menghambat Candida albicans dengan rata-rata diameter sebesar 10,075 mm pada konsentrasi 0,15%; 9,575 mm pada konsentrasi 0,1% dan 9,2 mm pada konsentrasi 0,05%. Namun, pada konsentrasi ini terdapat Candida albicans yang

tumbuh pada zona hambat yang berarti konsentrasi 0,05%; 0,1%; dan 0,15% bersifat fungistatik. Hasil ini belum menunjukkan konsentrasi minimal dari larutan kitosan blangkas yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans, maka konsentrasi diturunkan antara rentang 0,0009% sampai dengan 0,05%. Konsentrasi yang diuji antara lain 0,0009%; 0,0005%; 0,005%; 0,006%; 0,007%; 0,008%; 0,009%; 0,05%; 0,01%; 0,025% dan 0,05%.

Pemilihan rentang konsentrasi rendah tersebut dikarenakan pada konsentrasi awal dan konsentrasi berikutnya yang telah diturunkan, kitosan blangkas tetap memiliki daya hambat pertumbuhan yang cukup besar terhadap Candida albicans. Pada pengujian dengan rentang konsentrasi 0,0009% sampai dengan 0,05%, diperoleh nilai MIC larutan kitosan blangkas dengan pelarut gliserin pada konsentrasi 0,006%. Nilai MIC yang sangat rendah menunjukkan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida

albicans. Hasil penelitian Ramisz et al.,(2005) menunjukkan 0,6 mg/cm3 sebagai nilai

MIC kitosan terhadap Candida albicans dan merupakan nilai MIC paling rendah

dibandingkan dengan bakteri dan jamur lain yang diuji. El Ghaouth et al (1992) menemukan bahwa kitosan dapat mengurangi pertumbuhan B. Cinerea hingga 90% dan R. Stolonifer hingga 75% pada konsentrasi 6 mg/ml yang berarti pada konsentrasi ini kitosan bersifat fungisidal daripada fungistatik.

Efek antibakteri dan antifungal kitosan dipengaruhi oleh derajat deasetilasi, berat molekul, pH dan temperatur (Rout., 2002). Yoshua (2008) membuktikan bahwa peningkatan derajat deasetilasi kitosan diikuti dengan penurunan jumlah koloni

terhadap jamur Colletotrichum gloeosporioides pada tanaman menunjukkan bahwa efek fungisidal kitosan akan semakin besar pada konsentrasi yang semakin tinggi. Hirano dan Nagao (1989) meneliti beberapa tipe kitosan (kitosan bermolekul tinggi dan rendah, kitosan oligosakaride dan asam pektin) pada 18 jenis jamur yang berbeda dan menemukan bahwa aktifitas fungisidal paling baik terdapat pada media yang ditambahkan kitosan bermolekul tinggi. Menurut Liu et al., (2004), aktifitas antimikroba kitosan meningkat sejalan dengan semakin tingginya derajat deasetilasi karena akan semakin banyak jumlah gugus amino (NH3+) yang dimilikinya. Kitosan

yang dipakai pada penelitian ini adalah kitosan yang diperoleh dari cangkang blangkas (limulus polyphemus) yang mempunyai derajat deasetilisasi 84,20% dengan berat molekul 893000 Mv (Trimurni et al., 2007).

Mekanisme antibakteri kitosan adalah adanya muatan kation gugus amino (NH3+) yang berikatan dengan komponen anion seperti asam N-asetilmuramik, asam

sialik dan asam neuraminik pada permukaan sel dan menekan pertumbuhan bakteri dengan menghalangi pertukaran medium, peralihan ion pengkhelat dan menghambat enzim. Mekanisme ini juga yang mendasari efek antifungal dari kitosan (Ramisz et al., 2005). Leuba et al (1986) dan El Ghaouth et al (1992) melaporkan bahwa kitosan mempengaruhi membran sel jamur, menginduksi kebocoran materi selular yang mempengaruhi keseimbangan biosintesis dan degradasi komponen dinding sel. Perubahan permeabilitas membran dinding sel Candida albicans menyebabkan kebocoran substansi intraseluler yang penting bagi metabolisme normal sel seperti ion kalsium yang dibutuhkan untuk berubah menjadi bentuk hifa yang lebih patogen

(Jackson and Heath., 1993). Hadwiger dan Loschke (1981) menyatakan interaksi kitosan dengan DNA dan mRNA jamur adalah dasar dari efek antifungal dari kitosan.

Gambar 15. Migrasi dan lokalisasi kitosan pada bagian fungsional sel jamur.32

Dari hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin memiliki efek antifungal dimana semakin tinggi konsentrasinya maka semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida

albicans. Hal ini berarti hipotesis dari penelitian ini diterima. Dengan melihat efek

antifungal yang dihasilkan dari kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin ini, maka kemungkinan kitosan blangkas dapat dikembangkan sebagai bahan

BAB 7

Dokumen terkait